• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Relational Mobility

2.2.1 Pengertian Relational Mobility

Knapp dan Vangelisti (Liliweri, 2007: 6) menyimpulkan bahwa orang harus berkomunikasi dan harus berbicara:

a. Orang bicara tentang relasi mereka dalam pekerjaan, bagaima mereka terlibat, bagaimana kebutuhan untuk menyatakan tenaganya.

b. Orang bicara tentang komitmen yang berkaitan dengan relasi. Komitmen merupakan kondisi awal dari sebuah relasi.

c. Orang bicara tentang relasi sebagai keterlibatan, terlibat bersama secara kuantitatif maupun kualitatif dalam percakapan, dialog, membagi pengalaman.

d. Orang bicara tentang relasi dalam istilah manipulasi, misalnya bagaimana Saling mengawasi.

e. Orang bicara tentang relasi dalam istilah untuk mempertimbangkan dan memperhatikan.

Secara alamiah proses komunikasi berakar dari relasi. Watzlawick dkk (1967) (dalam Liliweri, 2007: 17) menekankan bahwa isi (content of communication) komunikasi tidak berada dalam sebuah ruang yang terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dua hal yang esensial dalam hal membentuk relasi (relations).

Menurut beberapa tokoh seperti Arensberg & Niehoff (1964), Kluchohn & Strodbeck (1961), Rokeach (1968) & Yousef (1975) (dalam Liliweri, 2007: 153) yakni word view tentang relasi dengan sesama yaitu:

a. Relasi dalam keluarga;

(a).Rasa hormat kepada orang yang lebih tua. (b).Rasa hormat kepada orang tua.

(c).Rasa hormat kepada tamu. b. Relasi dengan sesama;

(a). Keseimbangan diantara manusia. (b). Humanitarianisme.

(c). Ramah tamah menghargai tamu asing, ditempat lain cukup simpati. (d). Kejujuran.

(e). Moralitas dan etis. (f). Kebebasan. (g). Emosi.

(h). Bekerja dan bermain. (i). Waktu.

c. Relasi dengan masyarakat; (a).Sukses.

(b).Individualisme. (c).Kecukupan material. d. Relasi dengan diri sendiri;

(a).Individu sebagai ego.

(b).Individu sebagai bagian dari orang lain.

(c).Mendahului kepentingan diri sendiri atau kepentingan orang lain. e. Relasi dengan binatang;

(a).Hak hidup binatang sebagai ciptaan tuhan. (b).Binatang sebagai simbol.

(c).Hubungan individu dan kelompok terhadap binatang misalnya totem (pamali).

Manusia dewasa ditakdirkan sebagai makhluk pribadi dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia berusaha mencukupi semua kebutuhannya untuk kelangsungan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhannya manusia tidak mampu berusaha sendiri, mereka membutuhkan orang lain. Itulah sebabnya manusia perlu berelasi atau berhubungan dengan orang lain sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial dalam rangka menjalani kehidupannya selalu melakukan relasi yang melibatkan dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Menurut Spradley dan McCurdy (1975) relasi sosial atau hubungan sosial yang terjalin antara individu yang berlangsung dalam waktu

yang relatif lama akan membentuk suatu pola, pola hubungan ini juga disebut sebagai pola relasi sosial (dalam Ramadhan, 2009: 11).

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan mendasar untuk bersahabat dengan manusia lainnya. Selama sejarah, manusia menghadapi banyak tantangan, dan cara penyelesaiannya lebih baik kolektif dan bersama-sama daripada sendirian. Dengan demikian pembentukan dan pemeliharaan hubungan dekat sesama manusia sangatlah penting untuk perkembangan keberadaan manusia. Menurut Schug dkk (2010: 3) pembentukan dan pemeliharaan hubungan dekat sangatlah penting untuk pembangunan dan keberadaan kita. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan mendasar bagi pendamping orang lain. Selama sejarah evolusi kita telah menghadapi berbagai tantangan adaptif, seperti membesarkan anak, akuisisi sumber daya, dan perlindungan dari predator, tantangan yang dihadapi baik secara kolektif daripada sendirian.

Hubungan sosial merupakan interaksi sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok, ataupun antara individu dengan kelompok. Hubungan sosial atau relasi sosial merupakan hubungan timbal balik antar individu yang satu dengan individu yang lain, saling mempengaruhi dan didasarkan pada kesadaran untuk saling menolong.

Hubungan antara sesama dalam istilah sosiologi disebut relasi atau relation. Sedangkan mobilitas atau mobility berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan pengertian mengenai relational mobility, para ahli memberikan definisi sebagai berikut:

Schug dkk (2010: 2) menyatakan bahwa relational mobility adalah tingkat umum individu dalam masyarakat yang memiliki kesempatan untuk membentuk baru dan mengakhiri hubungan lama. Schug dkk (2010: 2) juga menyimpulkan relational mobility yaitu hubungan yang dapat dibentuk dan dibubarkan dengan relatif mudah. Masyarakat sosial yang tinggi dalam relational mobility di mana hubungan dapat dibentuk dan dibubarkan relatif mudah menghasilkan insentif kuat untuk pengungkapan diri sebagai perangkat komitmen sosial. Menurut Schug dkk (2010: 3) relational mobility didefinisikan sebagai sejauh mana individu memiliki kesempatan untuk secara sukarela membentuk baru dan mengakhiri hubungan lama dalam konteks tertentu.

Menurut Falk dkk (2009) perbedaan dalam struktur sosial telah telah dirumuskan dalam teori relational mobility yang didefinisikan sejauh mana individu memiliki kesempatan sukarela untuk membentuk baru dan mengakhiri hubungan lama dalam konteks tertentu (dalam Schug, 2010: 9).

Menurut Yuki dkk (2013: 2) relational mobility adalah sejauh mana pilihan yang ada dalam konteks ekologi sosial yang diberikan untuk pembentukan dan pembubaran hubungan. Yuki (2013: 2) juga mendefinisikan relational mobility sebagai tingkat ketersediaan pilihan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu atau konteks sosial mengenai hubungan interpersonal, seperti peluang untuk mendapatkan relasi yang baru, menjaga relasi saat ini, dan memutuskan hubungan relasi lama.

Mobilitas sosial pada pekerja di dalam masyarakat menimbulkan berbagai konsekuensi baik positif maupun negatif. Apakah konsekuensi tersebut positif

atau negatif ditentukan oleh kemampuan individu atau kelompok individu menyesuaikan dirinya terhadap situasi baru seperti kelompok baru, orang baru, cara hidup baru. Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh hal-hal positif sebagai konsekuensi mobilitas sosial. Namun pekerja yang memiliki mobilitas sosial rendah dalam bekerja, dan relational mobility yang dilakukan akan membuat nilai kerjanya berpengaruh positif ataupun negatif karena lingkungan pekerja yang mobilitas sosialnya rendah biasanya memiliki hubungan relasi yang statis dan itu-itu saja.

Dalam konteks masyarakat relational mobility yang tinggi akan memiliki komitmen yang rendah karena relational mobility tinggi memiliki kebebasan membentuk baru dan mengakhiri hubungan lama dari pada relational mobility yang rendah. Karena masyarakat relational mobility rendah memiliki hubungan yang stabil.

Berdasarkan definisi para tokoh, disimpulkan bahwa relational mobility adalah hubungan yang berubah atau berpindah dari satu individu ke individu lainnya. Relational mobility merupakan hasil dari interaksi (rangkaian tingkahlaku) yang sistematik antara dua orang atau lebih. Relational mobility merupakan hubungan timbal balik antar individu yang satu dengan individu yang lain dan saling mempengaruhi. Suatu relasi atau hubungan relational mobility akan ada jika tiap-tiap orang dapat meramalkan secara tepat macam tindakan yang akan datang dari pihak lain terhadap dirinya. Dikatakan sistematik karena terjadinya secara teratur dan berulang kali dengan pola yang sama. Jadi, relational

mobility adalah tingkatan individu menjalin hubungan relasi dengan individu baru dan mengakhiri hubungan dengan relasi lama.

Tabel 2.3 Klasifikasi Bentuk Relational Mobility Menurut Schug (2012)

No Indikator

1 Banyak kesempatan untuk mengenal orang lain.

2 Hal biasa melakukan percakapan dengan seseorang yang belum pernah ditemui sebelumnya.

3 Mereka dapat bisa memilih berinteraksi dengan siapa. 4 Peluang membentuk persahabatan atau relasi baru.

5 Terbiasa berkomunikasi dengan orang yang belum pernah ditemui sebelumnya.

6 Jika mereka tidak suka kelompok mereka saat ini, mereka akan beralih ke kelompok yang lebih baik.

7 Mereka bebas bergaul dengan siapa saja. 8 Sangat mudah untuk bertemu orang baru.

9 Meninggalkan kelompok yang dimiliki karena kurang puas dengan kelompoknya.

10 Memilih kelompok dan organisasi yang mereka inginkan.

11 Menjalin hubungan dengan yang lain walau merasa tidak puas dengan hubungan yang sekarang.

12 Ada kecenderungan untuk meninggalkan kelompoknya dan lebih baik meniggalkan kelompoknya karena tidak suka.

Dokumen terkait