• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

3. Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Menurut Romney dan Steinbart (2004:229) pengendalian internal (internal control) adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang

dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Pengendalian internal pada perusahaan asuransi mencakup pemeriksaan, pengkajian, dan evaluasi atas kecukupan dan efektivitas dari sistem pengendalian internal perusahaan, dan mutu kerja dari pelaksanaan tanggung jawab yang ditetapkan. Dalam pelaksanaan tugasnya sistem pengendalian internal memiliki akses yang tidak terbatas dalam memeriksa catatan, aset-aset, dan sumber daya perusahaan, serta hal-hal yang dianggap perlu dan sistem pengendalian internal dalam pelaksanaannya wajib menjaga keamanan dan kerahasiaannya (jiwasraya.co.id).

Mulyadi (2001:163) mengartikan sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

Tujuan pokok sistem pengendalian internal menurut Mulyadi (2001:163) adalah sebagai berikut.

a. Menjaga kekayaan organisasi.

b. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntasi. c. Mendorong efisiensi.

Unsur pokok sistem pengendalian internal menurut Mulyadi (2001:164) meliputi berikut ini.

a. Struktur Organisasi Memisahkan Tanggung Jawab Fungsional secara Tegas

Struktur organisasi merupakan rerangka (framework) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan, sehingga tidak ada seorang pegawai pun dapat melaksanakan dan menutup kesalahan atau penyimpangan.

Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip berikut di bawah ini.

1) Harus dipisahkan fungsi operasi dan fungsi penyimpanan dari fungsi akuntansi. Berikut pengertian fungsi-fungsi tersebut.

a) Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan.

b) Fungsi penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk menyimpan aktiva perusahaan.

c) Fungsi akuntansi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan.

2) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi.

b. Sistem Wewenang dan Prosedur Pencatatan yang Memberikan Perlindungan yang Cukup terhadap Kekayaan, Utang, Pendapatan, dan Biaya

Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Dengan demikian, sistem otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen pembukuan yang dapat dipercaya, sehingga akan menjadi masukan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur pencatatan yang baik akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya suatu organisasi.

c. Praktik yang Sehat dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Setiap Unit Organisasi

Pembagian tanggung jawab fungsional serta sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah sebagai berikut. 1) Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya

harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. Karena formulir merupakan alat untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi,

maka pengendalian pemakaiannya dengan menggunakan nomor urut tercetak, akan dapat menetapkan pertanggungjawaban terlaksananya transaksi.

2) Pemeriksaan mendadak (surprised audit). Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur. Hal ini akan mendorong karyawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

3) Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi lain. Hal ini dilaksanakan agar terjadi internal check terhadap pelaksanaan tugas setiap unit organisasi yang terkait, sehingga dapat tercipta praktik yang sehat dalam pelaksanaan tugasnya.

4) Perputaran jabatan (job rotation). Perputaran jabatan yang dilaksanakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat yang melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan di antara mereka dapat dihindari.

5) Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Selama cuti, jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk sementara oleh karyawan lain, sehingga seandainya terjadi kecurangan diharapkan dapat diungkap oleh karyawan yang menggantikan untuk sementara tersebut.

6) Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya.

7) Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian internal yang lain. Unit organisasi ini disebut satuan pengawas internal atau staf pemeriksa internal. Agar efektif dalam menjalankan tugasya, satuan pengawas internal ini harus tidak melaksanakan fungsi operasi, fungsi penyimpanan, dan fungsi akuntansi, serta harus bertanggung jawab langsung kepada manajemen puncak (direktur utama). Adanya satuan pengawas internal dalam perusahaan yang akan menjamin efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian internal, sehingga kekayaan perusahaan akan terjamin keamanannya dan data akuntansi akan terjamin ketelitian dan keandalannya.

d. Karyawan yang Mutunya Sesuai dengan Tanggung Jawabnya

Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang sehat, semuanya sangat tergantung pada manusia yang melaksanakannya. Di antara empat unsur pokok pengendalian internal tersebut di atas, unsur mutu karyawan merupakan unsur sistem pengendalian internal yang paling penting. Jika perusahaan mempunyai karyawan yang jujur dan kompeten, unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang minimum, dan perusahaan tetap mampu

menghasilkan pertanggungjawaban keuangan yang dapat diandalkan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efektif dan efisien, meskipun hanya sedikit unsur sistem pengendalian internal yang mendukungnya. Untuk mendapatkan karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya, berbagai cara berikut ini dapat ditempuh.

1) Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya. Untuk memperoleh karyawan yang mempunyai kecakapan yang sesuai dengan tuntutan tanggung jawab yang akan dipikulnya, manajemen harus mengadakan analisis jabatan yang ada dalam perusahaan dan menentukan syarat-syarat yang dipenuhi oleh calon karyawan yang akan menduduki jabatan tersebut. Program yang baik dalam seleksi calon karyawan akan menjamin diperolehnya karyawan yang memiliki kompetensi seperti yang dituntut oleh jabatan yang akan didudukinya.

2) Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan, sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya.

Dokumen terkait