• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG CIRCUMSTANTIAL EVIDENCE ,

2.3 Pengertian Tentang Kartel

Dalam dunia usaha, persaingan bukanlah hal yang baru dilakukan. Pelaku usaha dapat melakukan berbagai cara untuk merebut pasar, salah satunya dengan menggunakan cara-cara yang mampu menghambat pesaingnya untuk masuk ke dalam pasar yang bersangkutan. Biasanya, hambatan dilakukan untuk mencegah terjadinya persaingan yang wajar, sehingga mengakibatkan kerugian dalam kegiatan usaha, terutama bagi para pihak yang berkaitan langsung dengan bidang

usaha yang bersangkutan27.

Pada dasarnya terdapat dua jenis hambatan perdagangan, yakni hambatan horizontal dan hambatan vertikal. Hambatan horizontal merupakan suatu tindakan

27 Stephen F. Ross, 1993, Principles Of Antitrust Law, The Foundation Press, Westbury-New York, h. 117

ketika para pelaku usaha pesaing dalam bidang usaha sejenis terlibat dalam

perjanjian yang mempengaruhi perdagangan wilayah tertentu28. Secara luas,

hambatan horizontal dapat diartikan sebagai suatu perjanjian yang bersifat membatasi dan praktik konspirasi termasuk perjanjian yang secara langsung atau tidak langsung menetapkan harga dan atau persyaratan lainnya, seperti perjanjian menetapkan pengawasan atas produksi dan distribusi, pembagian kuota atau wilayah atau pertukaran informasi dan data mengenai pasar, serta perjanjian menetapkan kerjasama dalam penjualan maupun pembelian secara terorganisir

atau menciptakan hambatan masuk pasar (barrier to entry)29. Berbeda halnya

dengan hambatan yang bersifat vertikal yang merupakan hambatan perdagangan oleh para pelaku usaha dari tingkatan yang berbeda dalam rangkaian produksi dan

distribusi30. Hambatan yang berbentuk perjanjian ini adalah tying agreement,

dimana seorang penjual hanya akan menjual satu jenis produk jika pembeli bersedia membeli jenis produk lainnya dari penjualan yang sama. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kartel merupakan salah satu bentuk

hambatan dalam perdagangan yang bersifat horizontal31.

UU No. 5/1999 tidak memberikan definisi mengenai kartel, sehingga ditelusuri pengertian kartel dalam beberapa literatur. Menurut Kamus Besar

28 E. Thomas Sulivan dan Jeffrey L. Harrisonn, 1994, Understanding and Its Economic

Implication, Matthew Bender & Co, New York, h. 75

29 A.M. Tri Anggraini, 2006, Perspektif Penetapan Harga Menurut Hukum Persaingan Usaha

Dalam Masalah-Masalah Hukum Ekonomi Kontemporer, diedit oleh Ridwan Khairandy, Fakultas

Hukum Universitas Indonesia Lembaga Studi Hukum Ekonomi, Jakarta, h. 258 30 Ingrid Gratsya Zega, op.cit., h.36

Bahasa Indonesia32, pengertian kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditas tertentu. Pengertian lain juga

menerangkan bahwa cartel atau kartel diartikan sebagai suatu bentuk kolusi atau

persengkongkolan antara suatu kelompok pemasok yang bertujuan untuk

mencegah persaingan sesama mereka secara keseluruhan atau sebagian33. Dengan

kata lain, kartel merupakan organisasi para produsen barang dan/atau jasa yang saling bekerja sama untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran sehingga

dapat mempengaruhi harga dengan tujuan mendikte pasar tersebut34. Pengertian

lainnya termuat dalam bab I Paragraf 2 Peraturan KPPU No. 4/2010 tentang pedoman pasal 11 tentang kartel, dijelaskan bahwa kartel adalah kerjasama sejumlah perusahaan yang bersaing untuk mengkoordinasi kegiatannya sehingga dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga suatu barang dan atau jasa untuk memperoleh keuntungan diatas tingkat keuntungan yang wajar.

Kartel pada umumnya dipraktikkan oleh asosiasi dagang (trade associations)

bersama dengan para anggotanya. Praktik kartel oleh para pelaku usaha dapat tumbuh dan berkembang pada pasar yang berstruktur oligopoli, karena terdapat kemungkinan besar pelaku usaha saling bekerjasama dengan situasi pasar yang hanya terdiri atas beberapa penjual kemudian berkerjasama untuk mengontrol produksi/pemasaran barang/jasa. Berbeda halnya dengan struktur pasar yang

32 Kamus Besar Bahasa Indonesia, URL : http://kamusbahasaindonesia.org/kartel, diakses pada 20 Desember 2015

33 Hermansyah, op.cit., h. 33

34 Suhasril dan Muhammad Taufik Makrao, 2010, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

kompetitif, jumlah pelaku usaha di dalam suatu pasar terbilang banyak menyebabkan tidak ada hambatan bagi pelaku usaha untuk masuk ke dalam pasar. Hal tersebut membuat setiap pelaku usaha yang ada di dalam pasar tidak akan mampu untuk mengontrol produksi/pemasaran barang/jasa yang berimplikasi pada harga, sesuai dengan keinginannya dan hanya menerima harga yang telah ditentukan oleh pasar serta akan berusaha untuk berproduksi secara maksimal agar dapat mencapai suatu tingkat yang efisien dalam berproduksi.

Ensiklopedi Hukum Amerika juga mengemukakan bahwa kartel35:

A combination of producers of any product joined together to control its production, sale and price, so as to obtain a monopoly and restrict competition in any particular industry or commodity. … Also, an association by agreement of companies or section of companies having common interest, designed to prevent extreme or unfair competition and allocate markets, and to promote the interchange of knowledge resulting from scientific and technical research, exchange of patent rights, and standardization of product (Gabungan dari produsen suatu barang yang bekerjasama untuk mengontrol produksi, harga, sehingga menghasilkan adanya monopoli dan membatasi

persaingan dalam industri tertentu. … dan juga, sebuah asosiasi dengan kesepakatan perusahaan atau bagian dari perusahaan yang memiliki kepentingan bersama, yang dirancang untuk mencegah persaingan yang ekstrim dan mengalokasikan pasar, untuk mempromosikan pertukaran pengetahuan yang dihasilkan dari penelitian ilmiah dan teknis, pertukaran hak paten, dan standardisasi produk(terjemahan bebas))

Praktik kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha untuk dapat mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi mereka. Mereka berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar dikurangi

35 ---, 2008, West's Encyclopedia of American Law, edition 2. Copyright, The Gale Group, Inc, URL : http://legal-dictionary.thefreedictionary.com/Restrictive+trade+practice, diakses pada 18 April 2016

sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap, akan berakibat kepada naiknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika di dalam pasar produk mereka melimpah, sudah barang tentu akan berdampak terhadap penurunan harga produk mereka di pasar. Pembentukan kerjasama ini tidak selalu berhasil, karena para anggota seringkali berusaha berbuat curang untuk keuntungannya masing-masing.

Dapat pula diketahui contoh dari kartel ini, misalnya hanya ada satu pelaku usaha yang biasanya memproduksi 10 satuan barang dan menjualnya dengan harga Rp 10.000,- akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10.000,- (dengan biaya per barangnya Rp 9.000,-). Kemudian ia melakukan pengurangan produksinya dari 10 menjadi 5 satuan barang, dengan asumsi permintaan terhadap barang itu tetap, maka ia dapat menaikkan harga dari Rp 10.000,- menjadi Rp 60.000,- (dengan biaya per barangnya Rp 9.000,-), maka ia akan mendapat keuntungan sebesar Rp 255.000,-. Apabila terdapat beberapa produsen barang yang sama, maka pengurangan produksi itu tidak akan efektif karena suplai barang di pasar tidak akan berkurang. Apabila mereka melihat bahwa pengurangan produksi itu dapat dilakukan secara bersama dengan persetujuan dan bukan dengan bertindak sendiri-sendiri, maka tindakan itu akan menjurus kepada pendirian kartel.

Banyaknya pasokan dari suatu produk tertentu di dalam suatu pasar, dapat membuat harga produk menjadi lebih murah yang akan menguntungkan

konsumen, namun bagi pelaku usaha, semakin murah harga produk mereka dalam pasar, akan mengurangi keuntungan bahkan berpotensi mengalami kerugian oleh pelaku usaha. Agar harga produk di pasar tidak jatuh dan harga produk dapat memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pelaku usaha, pelaku usaha biasanya membuat perjanjian di antara mereka untuk mengatur mengenai jumlah produksi sehingga jumlah produksi mereka di pasar tidak berlebih serta tujuannya agar tidak membuat harga produk mereka di pasar menjadi lebih murah. Terkadang praktik kartel tidak hanya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga produk mereka di pasar, tetapi juga untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengurangi produk mereka secara signifikan di pasar, sehingga menyebabkan di dalam pasar mengalami kelangkaan, yang mengakibatkan konsumen harus mengeluarkan biaya lebih untuk dapat membeli produk pelaku

usaha tersebut di pasar36.

2.3.1 Landasan Hukum Kartel

UU No. 5/1999 sebagai landasan hukum larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di sahkan pada tahun 1999, salah satunya tujuannya adalah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengaturan dari segala bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dilakukan secara menyebar diberbagai bagian

dalam undang-undang, yakni Bab III mengenai perjanjian yang dilarang, sedangkan mengenai kegiatan yang dilarang diatur dalam Bab IV.

UU No. 5/1999 mengkategorikan kartel sebagai salah satu bentuk perjanjian yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 11, menyatakan:

“pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha

pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat”

Berdasarkan rumusan pasal 11 UU No. 5/1999, maka agar suatu perjanjian kartel dapat dikenakan sanksi, maka haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya suatu perjanjian;

2. Perjanjian tersebut dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha

pesaing;

3. Bertujuan untuk mempengaruhi harga;

4. Tindakan mempengaruhi harga dilakukan dengan jalan mengatur produksi

atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu;

5. Tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.

Kartel sebenarnya merupakan gabungan dari beberapa perilaku dan perjanjian yang diatur dalam pasal-pasal tersebut, oleh karena itulah kartel dianggap

perilaku yang sangat membahayakan perekonomian negara karena berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

sangatlah besar37. Perjanjian kartel yang diatur dalam Pasal 11 UU No. 5/1999

seringkali terjadi beriringan dengan pelanggaran lainnya, antara lain pelanggaran penetapan harga (Pasal 5), pembagian pasar (Pasal 9),

pemboikotan (Pasal 10), trust (Pasal 12), persengkongkolan tender (Pasal 22),

persengkongkolan menghambat produksi dan/atau pemasaran (Pasal 24)38.

2.3.2 Jenis-Jenis Kartel

Kartel dalam praktiknya dapat terjadi dalam berbagai jenis, sebagai contoh para pemasok mengatur agen penjual tunggal yang membeli semua output mereka dengan harga yang disetujui dan mengadakan pengaturan dalam memasarkan produk tersebut secara terkoordinasi. Bentuk lain adalah para pemasok melakukan perjanjian dengan menentukan harga jual yang sama terhadap produk mereka, sehingga menghilangkan persaingan harga, namun bersaing dalam merebut pangsa pasar dengan strategi pembedaan produk. Bentuk kartel yang lebih menyeluruh ialah penerapannya tidak hanya mengenai harga jual yang seragam dan pemasaran yang bersama, tetapi juga

37 Anna Maria Tri A., 2013, Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum

Pesaingan Usaha, Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, h.5-6

pembatasan jumlah produksi tersebut menggunakan sistem kuota terhadap setiap pemasok dan penyesuaian kapasitas yang terkoordinasi, baik menghilangkan kapasitas yang berlebihan atau perluasan kapasitas

berdasarkan koordinasi antar pelaku usaha39.

2.3.3 Dampak Kartel

Secara umum, para ahli sepakat bahwa kartel mengakibatkan kerugian bagi perekonomian suatu negara maupun konsumen. Kerugian bagi perekonomian suatu negara yang dapat mengakibatkan inefisiensi alokasi dan produksi, dapat menghambat inovasi dan teknologi baru, menghambat masuknya investor baru, dapat menyebabkan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan tidak kondusif dan kurang kompetitif dibandingkan dengan negara lain yang menerapkan sistem persaingan usaha yang sehat. Kerugian lainnya dirasakan oleh konsumen sebagai dampak dari kartel ialah konsumen membayar harga suatu barang atau jasa lebih mahal daripada harga pada pasar yang kompetitif. Barang dan/atau jasa yang diproduksi dapat terbatas, baik dari sisi jumlah dan/atau mutu, dari pada jika terjadi persaingan yang sehat diantara para pelaku usaha, serta terbatasnya pilihan

pelaku usaha40.

Perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha ketika membatasi jumlah produksi dan kesepakatan untuk menaikkan harga diatas persaingan

39 Hermansyah, op.cit., h.33

40 Bab IV Poin. 4.3 Pedoman KPPU No.4/2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 tentang Kartel

merupakan tindakan yang secara jelas menghancurkan persaingan. Ketika pelaku usaha yang ada di pasar berkolusi membentuk kartel serta mengkoordinasikan segala bentuk aktifitasnya dalam pasar, akan menimbulkan permasalahan serta penyimpangan pada mekanisme pasar yang

ideal. Asumsi tersebut sesuai dengan laporan The Organisation for economis

Co-operation and Development (OECD) terdapat enam belas kartel global yang menyebabkan hilangnya efisiensi ekonomi dalam pedagangan lebih dari

US$ 55 milyar41. Selain itu, berdasarkan teori-teori ekonomi, kartel memiliki

dua dampak negatif terhadap kesejahteraan, yaitu pertama, kartel secara signifikan mengurangi total kesejahteraan yang dihasilkan oleh pasar karena terjadi penempatan sumber secara salah akibat pengurangan output dan inefisiensi sumber daya untuk mempertahankan keberadaan kartel; kedua,

kartel mendapatkan keuntungan monopoli (supernormal profit) dari para

konsumen yang secara terus menerus dengan mengalihkan surplus konsumen ke produsen.

41 Udin Silalahi dan Rayendra L Tobing, 2007, Perusahaan Saling Mematikan dan

Bersengkongkol, Elex Media Komputindo, Jakarta, h.17 dalam Katrina Marcellina, 2011, Skripsi

dengan Judul “Penggunaan Analisa Ekonomi Dalam Pembuktian Kasus-Kasus Kartel Oleh Komisi

Dokumen terkait