• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

5. Pengertian Tes, Pengukuran dan Evaluasi

Dalam melaksanakan Penelitian, kita tidak akan bisa lepas dari statistika, karena didalamnya terdapat hal-hal penting yang harus dipahami dalam melaksanakan penelitian. Disini akan di sajikan beberapa hal terpanting dalam melakukan penelitian,yaitu Tes dan Pengukuran.

a. Tes

Menurut Mulyono B(2010:2)”Suatu tes adalh suatu instrumen yang digunakan untuk mendapatkan suatu informasi tentang individua tau objek-objek”. Instrumen yang dipakai dalam tes dapat berupa wawancara, pengamatan tentang ujuk kerja fisik, pengamatan tingkah laku malalui checklist, ataupun catatan berupa anekdot. Yang manapun bentuk tes yang dipakai hendaknya memiliki karakteristik tertentu Menurut Mulyono B. (2010: 25) beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu tes meliputi unsur-unsur “(1) Validitas, (2) Reliabilitas, (3) Objektivitas, (4) Diskriminitas, (5) Praktikabilitas”.

1) Validitas

Ada beberapa pengertian Validitas menurut para ahli, Kirkendall(1987:53),”Validitas adalah seberapa baik sebuah tes mengukur apa yang ingin diukur”.Sedangkan Mulyono B(2010:26) “ Suatu tes atau instrumen pengukuran adalah valid apabila mengukur apa yang seharusnya diukur”.Rusli L&Adans S(2000:50),”Konsep inti validitas adalah kesesuaian fungsi dan kemampuan instrumen untuk memperoleh informasi atau mengukur atribut yang ingin diukur”.

Ismaryati(2008:15-17) mengutarakan bahwa:

Jenis-jenis validitas, validitas langsung atau validitas logis didasarkan atas pengertian seberapa jauh tes dapat dikatakan sesuai dengan putusan profesi dan proses análisis logis yang dituntut oleh suatu tes. Validitas logis dibedakan menjadi 2 macam yaitu validitas isi (content validity) dan validitas konstruk (costruct validity), Validitas derivatif atau validitas empiris didasarkan atas bukti empiris dan statistik yang berhubungan dengan kriteria tes. Validitas empiris ini juga dibedakan menjadi 2, yaitu validitas konkuren (concurrent validity) dan validitas prediktif (predictive validity).

commit to user

2) Reliabilitas

Reliabilitas merupakan syarat penting bagi suatu tes,oleh sebab itu suatu penelitian yang baik harus memiliki reliabilitas. Rusli L& Adang S(2000:56) “Reliabilitas menggambarkan konsistensi dari hasil pengukuran terhadap orang yang sama dengan alat ukur atau tes yang sama”.Ismaryati (2008:18)”Alat ukur dikatakan mantap apabila alat ukur tersebut dalam pengukuran yang berulang kali pada objek yang sama menghasilkan ukuran yang sama”.

a) Reliabilitas Tes-Retes

Istilah koefesien tes-retes dapat pula disebut koefesien stabilitas. Istilah stabilitas dimaksudkan untuk menunjukan bahwa seseorang dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal itu bukan karena perubahan dalam tes, tapi fluktuasi dalam beberápa aspek dari karakteristik yang diukur. Variasi yang terjadi di dalam individu itu sendiri dan variasi antar individu yang diukur.

Reliabilitas tes-retes diperoleh dengan cara melaksanakan pengetesan dua kali terhadap sekelompok subjek dengan memakai tes yang sama. Koefisian reliabilitas tes-retes lebih tinggi daripada koefisien daripada tes berbentuk pararel, karena dalam bentuk pararel mungkin saja isinya berbeda. Yang menjadi persoalan dalam pengujian reliabilitas tes-retes ialah berapa lama selang waktu antara tes pertama dan kedua. Kirkendal, dkk(1987) dalam Rusli L(2000:58) mengemukakan, “Selang waktunya sebaiknya cukup lama agar subjek yang bersangkutan tidak mengulang kesalahan, atau jangan terlalu lama sehingga yang bersangkutan ada kesempatan untuk berlatih selama selang waktu tes pertama dan kedua, termasuk lupa bagaiman cara melaksanakan atau menyelesaikan tes”. Baumgartner (1969) dalam Rusli L(2000:58) ”Perhitungan reliabilitas tes-retes yang dilaksanakan dihari yang sama cenderung menghasilkan koefisian reliabilitas tes yang terlampau tinggi, karena itu disarankan pengetesan dilaksanakan dihari yang sama”.

b)Reliabilitas Tes Bentuk Paralel (Bentuk Kembar)

Pendekatan tes berbentuk pararel (tes kembar) disukai sebagai metode untuk menafsirkan koefisien reliabilitas suatu tes. Koefisien tersebut diperoleh dengan cara memberikan tes yang isinya dianggap serupa. Bentuknya dianggap

commit to user

atau disebut paralel jika skor seseorang sama untuk kedua bentuk tes itu. Jika kesalahan standar dari pengukuran bentuk pertama sama dengan tes kedua.

c) Reliabilitas Belah Dua (Split-Half)

Untuk menghindari kelemahan pelaksanaan tes-retes atau penggunaan bentuk paralel, maka tes dapat dibagi menjadi dua bagian yang sama. Total skor dari butir-butir tes bernomor gasal dikorelasikan dengan total skor tes bernomor genap. Hasil korelasi tes yang dipecah menjadi dua ini, selanjutnya diramalkan dengan rumus Spearman-Brown, guna memperoleh reliabilitas keseluruhan tes:

3) Objektivitas

Rusli L& Adang S(2000:63) mendevinisikan Objektivitas sebagai derajat kesepakatan diantara beberapa orang pengetes. Suatu tes dikatakan Objektiv, manakalaterdapat kesamaan skor yang diberikan oeh beberapa orang penilai. Istilah lain bagi objektivitas ialah reliabilitas penilai., yakni konsistensi skor yang diberikan oleh beberapa penilai terhadap suatu performan. Ismaryati(2008:31)”Suatu tes dikatakan objektiv, bilamana dua orang pengetes atau lebih memberi nilai yang sama dan bebas dari faktor subjektif dalam sistem penilaian”. Dalam buku yang sama,Ismaryati menyatakan bahwa:

Agar diperoleh objektivitas yang tinggi di dalam pengukuran,perlu diusahakan hal-hal sebagai berikut:

a) Petunjuk atau prosedur pengukuran harus dirumuskan dengan kata-kata yang tepat dan terparinci.

b) Prosedur pengukuran diusahakan agar mudah dikerjakan oleh pengetes dan yang dites.

c) Bila dimungkinkan, dalam pengukuran perlu digunakan alat pengukur mekanik.

d) Pengetes yang berpengalaman perlu dipilih agar terjamin hasil pengukuranya.

e) Pengetes harus memelihara sikap ilmiah selama pengukuran. Reliabilitas =

Seluruh tes

2(reliabilitas 1

/2 tes) 1 + (reliabilitas dari 1/2 tes)

commit to user

4) Diskriminitas

Soal di dalam ujian atau tes diberikan kepada siswa dengan maksud untuk membedakan mereka yang betul-betul belajar dengan mereka yang memang malas belajar atau lebih tepat untuk membedakan mereka yang benar-benar menguasai bahan pelajaran dengan mereka yang tidak menguasai bahan pengajaran.

Mulyono B(2010:52)”Tes yang baik harus dapat membedakan

kemampuan siswa sesuai dengan tingkat keterampilan dan kepandaian mereka”. Suatu tes yang sukar seningga siswa tidak bisa menjawab bukanlah tes yang baik, sebaliknya tes yang sangat mudah sehingga siswa bisa menjawab semua adalh kriteria tes yang baik. Sebab tes-tes yang demikian itu tidak memiliki kemampuan membandingkan antara yang berkemampuan sangat jelek, jelek, cukup, baik dan sangat baik.

5) Praktibilitas

Walaupun kriteria validitas dan reliabilitas tes merupakan hal terpenting dari kriteria yang lainya, namun sejumlah pertimbangan yang bersifat praktis yang dapat mempengaruhi tes perlu dipertimbangkan pula. Pertimbangan-pertimbangan tersebut meliputi; waktu dan biaya, kemudian dalam pengadministrasiandan kemudahan penginterprestasian.

b. Pengukuran

Menurut Mulyono B(2010:2), “Pengukuran adalah suatu proses pengumpulan informasi “. Kita biasanya berpikir tetentang pengukuran sebagai penentuan tujuan dari skor yang berupa angka yang didasarkan pada unjuk kerja. Melalui pengukuran ditentukan tingkat pencapaian atau status sekarang para peserta. Melakasanakan suatu tes adalah bagian dari proses pengukuran. Hasil dari suatu pengukuran perlu diangkakan sehubungan dengan waktu, jarak, kuantitas, atau jumlah tugas yang dibakukan dengan tepat. Akan tetapi sebagian besar dalam pengukuran pendidikan jasmani tidak terlalu murni atau mutlak. Sebagai contoh, sebagai pengganti mengatakan bahwa waktu yang dicatat untuk lari cepat 50 yard mengukur kecepatan seorang pelari, adalah lebih tepat menyatakan bahwa

commit to user

melaksanakan lari cepat 50 yard adalah suatu prosedur pengukuran yang memberi suatu skor tes yang menunjukan kecepatan seseorang. Tentu saja pengukuran waktu dalam lari cepat dapat dianggap suatu pengukuran yang lebih cocok dari padaberbagai sumber informasi lainya yang biasanya digunakan dalam pendidikan jasmani seperti penilaian subjektif. Tujuan akir kita adalah membuat pengukuran setepat atau semurni mungkin, biarpun demikian pengukuran yang kurang murni harus dikenali kemanfaatanya seperti juga keterbatasanya.

c. Evaluasi

Istilah evaluasi sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di organisasi-organisasi. Evaluasi dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengoreksi dan memberikan penilaian terhadap suatu kegiatan yang dilakukan. Ismaryati (2006:1) “Evaluasi adalah proses penentuan nilai atau harga dari data yang terkumpul.

Pngertian evaluasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli pda dasarnya hampir memiliki pengertian yang sama. Berdasarkan pengertian evaluasi dapat disimpulkan, evaluasi merupakan suatu tindakan atau proses penentuan nilai atau harga dari data yang terkumpul dengan tujuan untuk menentukan sampai sejauh mana tujuan kegiatan yang dilakukan dapat dicapai. Rusli Lutan (1993:3) menyatakan, “Penilaian bertujuan untuk menilai kembali seberapa jauh tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai”.

Konsep tentang evaluasi cukup luas, karena di dalamnya tercakup masalah tes dan pengukuran. Berkaitan dengan hal tersebut, Rusli Lutan (1993: 3) menyatakan, “Tes adalah alat untuk mengumpulkan informasi, sedangkan pengukuran adalah proses pengumpuklan informasi”. Menurut Rusli Lutan dkk (1992: 215) adalah “Suatu proses untuk memperoleh data secara objektif, kuantitatif dan hasilnya dapat diolah secara statistik”.

Evaluasi merupakan proses memberikan nilai, yang di dalamnya terdapat proses pengumpulan data. Untuk mendapatkan data yang relevan sesuai dengan tujuan evaluasi diperlukan tindakan yang tepat dengan menggunakan instrumen

commit to user

yang sesuai. Dalam hal inilah unsur tes dan pengukuran diperlukan dalam proses evaluasi.

1) Fungsi Evaluasi

Evaluasi mempunyai peranan yang penting terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Melalui evaluasi dapat diketahui sampai sejauh mana pencapaian tujuan yang dilaksanakan. Rusli Lutan (1993:4) menyatakan, “ Kegiatan penilaian bukan hanya sekedar pengecekan tujuan. Berdasarkan penilaian perlu ditelaah, apa kekurangan dan bahkan juga keunggulan yang ada. Hasil yang telah baik perlu dipertahankan dan kekurangan perlu diperbaiki”. Menurut Mulyono B (2001: 9-11) tujuan evaluasi antara lain: “(1) penentuan status, (2) klasifikasi ke dalam kelompok-kelompok, (3) memiliki sedikit dari yang banyak, (4) motivasi, (5) pemeliharaan standar, (6) memberikan pengalaman pendidikan, (7) mengadakan penelitian”. Pendapat lain dikemukakan Zainal Arifin (1991:5) fungsi dan tujuan evaluasi adalah:

1) Untuk mengetahui sejauh mana anak didik menguasai materi yang telah diberikan.

2) Untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan, keuletan dan kemampuan anak didik terhadap materi pelajaran.

3) Untuk mengetahui derajat efisiensi dan efektifitas strategi pengajaran yang telah digunakan, baik menyangkut metode maupun teknik belajar mengajar.

Evaluasi pada prinsipnya memiliki fungsi untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai dalam pendidikan. Dari hasil evaluasi yang dilakukan dapat digunakan dasar untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan yang telah dilakukan oleh guru. Selain itu, evaluasi dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi guru untuk memperbaiki pola dan sistem pendidikan yang telah dilaksanakan. Dengan hal ini diharapkan pada latihan berikutnya diperoleh hasil yang lebih optimal.

2) Prinsip-Prinsip Pengukuran dan Evaluasi

Suatu prinsip hendaknya dianggap sebagai suatu peraturan yang mempedomani tindakan. Menurut Rusli Lutan (2000: 9) prinsip pengukuran dan evaluasi adalah “Panduan atau tuntunan dalam penyelenggaraan pengukuran dan

commit to user

evaluasi agar tercapai fungsi yang diharapkan”. Untuk menetapkan dan

melaksanakan suatu program evaluasi harus mengetahui beberapa prinsip pengukuran dan evaluasi. Menurut Mulyono B. (2010: 18-22) prinsip-prinsip pengukuran dan evaluasi yaitu:

1) Suatu program pengukuran dan evaluasi seharusnya sesuai dengan filosofi hidup dan pendidikan penilainya.

2) Agar dan mengevaluasi secara efektif, semua pengukuran harus dilakukan sehubungan dengan tujuan-tujuan program.

3) Testing adalah bagian dari pengukuran, dan pengukuran hanyalah satu tahap dari evaluasi.

4) Pengukuran dan evaluasi harus dilaksanakan dan diawasi oleh ahli terlatih.

5) Hasil pengukuran dan evaluasi harus ditafsirkan sehubungan dengan hidup keseluruhan seseorang termasuk dimensi sosial, emosional, fisik dan psikologinya.

6) Pengukuran dan evaluasi adalah sarana pendidikan yang penting dan memainkan peranan utama dalam proses pendidikan secara keseluruhan.

7) Pengukuran dan evaluasi bertumpu pada dasar pemikiran, bahwa apapun yang ada merupakan suatu penjumlahan, oleh karenanya dapat diukur.

8) Tidak ada pengganti untuk pertimbangan dalam pengukuran dan evaluasi

9) Kemampuan awal para peserta harus diukur untuk mendapatkan pengetahuan tentang prestasi mereka dalam program pendidikan jasmani.

Prinsip-prinsip pengukuran dan evaluasi ini sangat penting untuk dipahami bagi seseorang yang akan pengadakan pengukuran dan evaluasi. Dengan memahami prinsip-prinsip tersebut, kegiatan pengukuran dan evaluasi akan diperoleh hasil sesuai seperti yang diharapkan.

3) Kriteria Tes Aletik di SMP

Pelaksanaan tes merupakan tahap yang paling penting dalam proses pengukuran dan evaluasi. Kualitas informasi yang diperoleh tergantung pada kualitas tes yang akan dipakai. Untuk itu perlu memahami apa kriteria yang dapat dipakai untuk memilih tes. Di standar kompetensi dan kompetensi dasar SMP terdapat cabang atletik, dan penjabaranya diserahkan kepada masing-masing guru

commit to user

penjasorkes yang belum/ kurang memperhatikan cabang atletik. Dan itu berdampak pula dalam penilaian karena tes yang dilakukan belum maksimal. Ditambah lagi belum adanya standar penilaian yang baku di cabang atletik. Tes atletik yang baik mencangkup beberapa hal, antara sarana dan prasarana yang memadai, alat tes yang valid, adanya norma penilaian serta objektivitas dalam pemberian penilaian. Menurut Mulyono B. (2010: 25) beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu tes meliputi unsur-unsur “(1) Validitas, (2) Reliabilitas, (3) Objektivitas, (4) Diskriminitas, (5) Praktikabilitas”.

Dokumen terkait