• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDARDISASI NORMA TES ATLETIK PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KECAMATAN SRAGEN TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STANDARDISASI NORMA TES ATLETIK PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KECAMATAN SRAGEN TAHUN 2010"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

STANDARDISASI NORMA TES ATLETIK PADA SISWA PUTRA

KELAS VIII SMP NEGERI SE-KECAMATAN SRAGEN

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

PRASETYO NUGROHO

NIM. K 4606049

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

STANDARDISASI NORMA TES ATLETIK PADA SISWA PUTRA

KELAS VIII SMP NEGERI SE-KECAMATAN SRAGEN

TAHUN 2010

Oleh :

PRASETYO NUGROHO

NIM. K 4606049

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)
(4)
(5)

commit to user

v ABSTRAK

Prasetyo Nugroho. STANDARDISASI NORMA TES ATLETIK PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KECAMATAN SRAGEN TAHUN 2010, Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari. 2011.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui kemampuan atletik pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen, (2) untuk menyusun standar / norma tes kemampuan atletik pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen.

Penelitian ini menggunakan metode survey normatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40% dari jumlah siswa putra kelas VIII di masing-masing sekolah dari 6 SMP Negeri se-Kecamatan Sragen yang

berjumlah 230 siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan teknik tes dan pengukuran. Data yang dikumpulkan dalam penelitian

ini adalah tes kemampuan atletik yang meliputi : (a) Lari 100 meter dengan test dan re-test, (b) Tolak peluru dengan tiga kali tolakan, (c) Lempar lembing dengan tiga kali lemparan, (d) lompat jauh dengan tiga kali lompatan.

(6)

commit to user

vi MOTTO

 Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang

diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Terjemahan Q.S. Al Mujadalah: 11)

 Jadikan pengetahuan sebagai modal, ilmu sebagai senjata, sabar sebagai pakaian, zuhud sebagai kekuatan dan lemah lembut sebagai kebanggaan.

( Al-Hadist )

 Aku bukanlah orang yang pandai, tapi aku punya kemauan untuk bisa.

(Penulis)

 Orang suskses bukanlah orang yang cerdas, melainkan orang yang bisa

memanfaatkan peluang yang ada. (Penulis)

 Tetesan air mampu melubangi bongkahan batu, begitu pula jika orang punya

(7)

commit to user

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan Kepada:

Bapak dan Ibu Tercinta yang selalu mendo’akanku Adik Tersayang

Adinda RSD Tercinta KMS Menwa 905 UNS Rekan Prodi Penjaskesrek ’06 SMP Negeri Se-Kecamatan Sragen

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Dengan diucapakan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan skripsi ini. Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. H. Aus Margono, M.Kes sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

3. Drs. H. Sunardi, M.Kes sebagai Ketua Program Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Sarwono, M.S. sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

5. Waluyo, S.Pd., M.Or. sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

6. Kepala SMP Negeri se-Kecamatan Sragen, yang telah memberikan ijin penelitian.

7. Siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen Tahun Pelajaran 2010/2011, yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.

8. Rekan POK ”06 yang telah membantu pelaksanaan penelitian. 9. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini

Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.

(9)
(10)

commit to user

x

d.Lompat Jauh... 19

5. Pengertian Tes, Pengukuran dan Evaluasi……… 26

a.Tes... ... 26

b.Pengukuran... .... 29

c.Evaluasi... ... 30

6. Penyusunan norma penilaian ………... 33

B. Kerangka Pemikiran ... 36

BAB III. METODE PENELITIAN... 39

A. Jenis dan Rancangan penelitian ... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

C. Populasi dan Sampel ... 39

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Teknik Analisis Data ... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 44

A. Deskripsi Hasil Kemampuan Tes Atletik ... 44

B. Hasil Norma Penilaian ... 46

BAB IV. SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Simpulan ... 51

B. Implikasi ... 52

C. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Deskripsi Data Hasil Tes Kemampuan Atletik ... 44

2 Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data ... 45

3 Tabel Range Katagori Reliabilitas ... 45

4 Tabel Norma Kemampuan Lari 100 meter ... 46

5 Tabel Norma Kemampuan Tolak Peluru ... 46

6 Tabel Norma Kemampuan Lempar Lembing ... 47

7 Tabel Norma Kemampuan Lompat Jauh ... 48

8 Tabel Norma Kemampuan Atletik ... 48

(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Pelaksanaan Start Jongkok Lari Capat 100 meter... ... 12

Gambar 2 Teknik Dasar Lari... ... 16

Gambar 3 Cara Masuk finis ... 16

Gambar 4 Ilustrasi Awalan Lompat Jauh ... 22

Gambar 5 Tumpuan Dalam Lompat Jauh ... 23

Gambar 6 Sikap Melayang di udara ... 24

Gambar 7 Teknik Pendaratan Lompat Jauh ... 25

Gambar 8 Cara Memegang peluru ... 50

Gambar 9 Cara Menolak Pelulu ... 51

Gambar 10 Teknik Tolak Peluru ... 51

Gambar 11 Pelaksanaan Start Jongkok ... 52

Gambar 12 Cara Memegang Lembing ... 53

Gambar 13 Cara Melempar Lembing ... 53

Gambar 14 Gerakan Awal hingga Akir Lempar Lembing ... 54

Gambar 15 Tumpuan Dalam Lompat Jauh ... 59

Gambar 16 Sikap Melayang di Udara ... 59

Gambar 17 Teknik Pendaratan Lompat Jauh ... 59

Gambar 18 Pemanasan ... 125

Gambar 18 Pemanasan ... 126

Gambar 19 Pelaksanaan Tes Tolak peluru ... 127

Gambar 20 Pelaksanaan Tes Lopat jauh ... 128

Gambar 21 Pelaksanaan Tes Lari 100 Meter ... 129

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Petunjuk Pelaksanaan Tes Lari 100 M,Tolak Peluru, Lompat Jauh,

Lempar Lembing ... 50

Lampiran 2 Tabulasi Data Hasil Penelitian ... 56

Lampiran 3 Tabel Kerja Menghitung Reliabilitas ... 61

Lampiran 4 Tabel Kerja Menghitung T-Score ... 89

Lampiran 5 Tabel Kerja Penyusunan Norma ... 114

(14)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia Sekolah Menengah Pertama merupakan masa-masa yang sangat menentukan di dalam kemungkinan pencapaian prestasi di kemudian hari, karena pada masa ini anak-anak masih mempunyai waktu yang cukup panjang. Pada usia ini para pendidik serta orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan

kematangan si anak didik. Namun kenyataannya di lapangan masih banyak para pendidik dan orang tua yang belum memperhatikan perkembangan prestasi yang dimiliki oleh anak. Indikatornya adalah belum adanya prestasi atletik yang diraih jika mengikuti POPDA misalkan, Sragen kurang maksimal dalam cabang atletik. Hal ini berdampak kurang baik bagi perkembangan olahraganya di kemudian hari.

Kurikulum yang semula dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran,

kemudian beralih makna menjadi semua kegiatan dan semua pengalaman belajar

yang diberikan kepada siswa dibawah tanggung jawab sekolah untuk mencapai

tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan (SNP) dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi

dan Standar Kompentensi Lulusan yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:

(15)

commit to user

dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 Ayat 6).

2). Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2).

3). Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).

Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang seluas- luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan. Adanya kebebasan sekolah untuk melaksanakan dan memodifikasi pembelajaran ini menjadikan perbedaan penilaian pembelajaran pendidikan jasmani. Penilaian ini dilakukan sebagai umpan balik untuk mengukur pencapaian program yang telah diajarkan, dan yang lebih penting adalah untuk dimanfaatkan bagi kepentingan anak, sekolah, guru dan orang tua untuk

(16)

commit to user

Atletik adalah bagian dari pendidikan jasmani dan kesehatan, yaitu salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan disekolah. Pendidikan jasmani terdiri dari atletik, permainan dan senam. Masing – masing terbagi dalam standart kompetensi dan kompetensi dasar yang berbeda. Disini hanya akan dikemukakan tentang nomor-nomor atletik yang diajarkan di kelas VIII SMP sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan SMP yaitu: (1) Lari cepat, (2) Lompat jauh, (3). Tolak peluru, (4). Lempar lembing.

Proses penilaian pendidikan jasmani dalam menentukan nilai rapor di

SMP adalah mengacu pada standar kompetensi yang tercantum dalam Peraturan Menteri no 23 tahun 2006 bahwa standart kelulusan bidang studi pendidikan jasmani di SMP meliputi 6 hal yaitu mempraktekkan variasi dan kombinasi teknik dasar permainan, olahraga serta atletik dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, mempraktekkan senam lantai dan irama dengan alat dan tanpa alat, mempraktekkan teknik renang dengan gaya dada, gaya bebas, dan gaya punggung, mempraktekkan teknik kebugaran dengan jenis latihan beban menggunakan alat sederhana, mempraktekkan kegiatan-kegiatan di luar kelas seperti melakukan perkemahan, penjelajahan alam sekitar dan piknik, memahami budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari seperti perawatan tubuh serta lingkungan, mengenal berbagai penyakit dan cara pencegahannya serta menjauhi narkoba.

Kendala yang dihadapi oleh guru di SMP Negeri se-Kecamatan Sragen dalam melakukan penilaian terhadap hasil pembelajaran atletik pada siswa disebabkan belum adanya standar norma penilaian antar sesama guru olahraga, dan belum adanya standardisasi penilaian. Hal ini berakibat nilai sama atara SMP satu dengan SMP yang lainnya belum tentu menunjukkan prestasi yang sama dalam aktivitas pendidikan jasmani.

Sehubungan dengan kendala tersebut maka perlu diadakan standardisasi

(17)

commit to user

atletik. Jika hasil dari tingkat kemampuan atletik diperoleh dibawah rata-rata, harus segera dilakukan perbaikan program pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan atletik. Dan jika ternyata kemampuan atletik yang dimiliki siswa cukup baik maka semestinya guru dapat mempertahankan program latihan atau pembelajaran yang diberikan untuk menjaga agar kemampuan atletik siswa tidak mengalami penurunan. Untuk itu penulis mengangkat judul “Standardisasi Norma Tes Atletik pada Siswa Putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen Tahun 2010.”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Belum adanya norma penilaian cabang Atletik pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen.

2. Masih ada guru olahraga yang kurang memperhatikan perkembangan atletik. 3. Kurangnya pencapaian prestasi yang maksimal dari cabang atletik pada siswa

putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang lebih dikemukakan diatas dan agar dalam penelitian ini tidak terlalu luas jangkauannya maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Kemampuan Atletik siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen

(18)

commit to user

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan atletik pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen?

2. Bagaimana cara menyusun /norma tes kemampuan atletik pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui kemampuan atletik pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen.

2. Menyusun standar /norma tes kemampuan atletik pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Guru Pendidikan Jasmani di SMP Negeri se-Kecamatan Sragen adalah sebagai berikut :

a. Dapat dijadikan sebagai masukan untuk menambah wawasan bagi para guru olahraga SMP Negeri se-Kecamatan Sragen tentang hasil belajar atletik guna siswa yang berprestasi.

b. Sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan atletik siswa.

(19)

commit to user

(20)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistemik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh

peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan dan pembentukan watak (Ateng, 1989 : 104).

Dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa pendidikan jasmani sekolah bukan semata-mata ditekankan pada pencapaian kesegaran fisik, pengembangan keterampilan, kemampuan motorik saja, namun menanamkan gemar hidup sehat sejak anak-anak. Seseorang yang memiliki pemahaman sejak usia dini tentang perencanaan program kesegaran, perilaku hidup sehat yang pada gilirannya akan mampu berpartisipasi aktif dalam segala aktivitas, termasuk aktivitas olahraga dalam masyarakat luas. Utuk itu oendidikan jasmani di Sekolah Menengah Pertama hendaknya mampu mengembangkan keterampilan motorik, fitnes dan karakter secara bersamaan.

2. Ruang Lingkup Penjasorkes

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (Penjasorkes) untuk jenjang SMP / MTs sesuai Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2006 adalah sebagai berikut:

a. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya b. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen

kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya

(21)

commit to user

d. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya

e. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya

f. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung

g. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek.

3. Pengertian Atletik

Atletik berasal dari bahasa Yunani, yaitu athlon atau atlum yang artinya pertandingan, perlombaan, pergulatan atau perjuangan. Sedangkan orang yang melakukan dinamakan athleta (atlit). Dengan demikian dapatlah dikemukakan, bahwa atletik adalah satu cabang olahraga yang dipertandingkan atau diperlombakan yang meliputi atas nomor jalan, lari, lompat, dan lempar. Di dalam perlombaan atletik, ada nomor-nomor yang dilakukan di lintasan (track) dan ada nomor-nomor yang dilakukan di lapangan (field). Oleh Karena itu atletik di Amerika dinamakan “Track and Field” (Aip Syarifuddin, 1992 : 2)

Nomor-nomor Atletik

Nomor-nomor yang terdapat dalam cabang atletik menurut Aip Syarifudin (1992:9) secara garis besar ada 3 bagian, yaitu: 1) Nomor jalan dan Lari, 2) Nomor Lompat, 3) Nomor Lempar.Nomor tersebut dapat diperinci sebagai berikut:

1) Nomor Jalan dan Lari a) Nomor Jalan

Untuk Putri nomor yang diperlombakan adalah 5 km dan 10 km, sedangkan untuk putra 10 km dan 20 km.

b)Nomor Lari

(1) Lari Jarak Pendek (100 m,200 m dan 400 m) (2) Jarak Menengah ( 800 m, 1500 m, 3000 m)

(22)

commit to user

2) Nomor Lompat

a) Lompat Jauh (Long Jump atau Broad Jump) b)Lompat Tinggi (HighJump)

c) Lompat Jangkit atau Lompat Tiga (Hop Step and Jump) d)Lompat Tinggi Galah (Pole vault)

3) Nomor Lempar

a) Tolak Peluru (Shot Put)

b)Lempar Lembing (Javelin Throw) c) Lempar Cakram (Discus Throw) d)Lempar Martil (Hammer Throw)

4. Ruang Lingkup Penilaian Atletik di SMP/MTs

Dalam pembelajaran Penjasorkes untuk jenjang SMP / MTs sesuai Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2006 salah satunya adalah Permainan dan olahraga yang meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik,

kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya.

Penelitian ini hanya di cabang olahraga atletik dikarenakan kemampuan biaya serta waktu penelitian. Selain itu juga belum adanya standar penilaian yang baku di cabang olahraga atletik, karena KTSP guru diberikan keleluasaan dalam menentukan materi ajar maupun dalam penilaianya berdasar pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan BSNP. Untuk kelas VIII SMP/MTs cabang olahraga atletik didalamnya terdapat beberapa item, diantaranya tolak peluru, lari 100 meter, lempar lembing dan lompat jauh. Penelitian ini digunakan untuk membantu guru penjasorkes di SMP Negeri se-Kecamatan sragen guna memberikan penilaian dalam pembelajaran atletik.

a. Tolak Peluru

(23)

commit to user

(peluru) yang dilakukan dengan bahu dengan satu tangan untuk mencapai jarak sejauh jauhnya”.

Berat peluru yang digunakan atlet putra dengan atlet wanita adalah berbeda. Menurut Soegito ( 1992: 22 ) bahwa :

Berat peluru yang digunakan dalam perlombaan- perlombaan resmi yang diselengarakan PASI atau cabang- cabangnya bagi peserta pria digunakan peluruseberat 7,25 kg dan bagi pesrta wanita 4 kg. Disekolah- sekolah menengah, bagi anak laki laki digunakan peluru seberat 5 kg dan untuk anak perempuan seberat 3 kg.

Tolak peluru dilakukan dalam lapangan tertentu yang sesuai dengan ukuran- ukuran sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ukuran tolak peluru menurut Soegito ( 1992: 23 ) sebagai berikut :

1) Lapangan tolak peluru berbentuk lingkaran dengan garis tengah 2,13 m. Peserta tolak peluru boleh mengambil awalan hanya seluas lingakran, tidak boleh menyaentuh garis lingkaran.

2) Sektor tolakan

Sudut sektor tolakan : 40°

Peluru yang ditolak harus jatuh didalam dua garis sektor. Bila saat peluru jatuh ditanah menyinggung garis sektor atau diluarnya, tolakan diangap gagal atau tidak sah.

3) Balok tolakan (stopboard)

Dibusur bagian depan terdapat baluk tolakan, dengan ukuran : panjang 1,22 m, Lebar 115 mm, tebal 100 mm. Gunanya untuk menahan kaki si penolak. 4) Di samping kiri dan kanan lingkaran ada garis sepanjang 0,75 m, untuk tanda

separuh lapangan. Gunanya : setiap peserta yang melakukan tolakan harus meninggalkan lingkaran lewat separoh bagian belakang (tidak boleh ke muka atau ke samping )

1) Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tolak Peluru.

Untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam tolak peluru dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut U. Jonath, E. Haag & R. Krepel ( 1987: 44-45 ) faktor- faktor terpenting yang mempengaruhi tolak peluru ialah:

a) Lintasan percepatan pelurunya.

b) Tinggi berangkat dan sudut berangkat peluru. c) Putaran antara poros bahu dan poros pinggang. d) Percepatan peluru pada waktu mulai ditolak.

(24)

commit to user

Sedangkan persyaratan untuk menjadi seorang atlet tolak peluruyang baik menurut Aip Syarifudin ( 1992: 145 ) harus memiliki beberapa syarat antara lain :

a) Harus memiliki pemahaman dan penguasaan terhadap prosedur gerakan untuk melakukan tolak peluruserta konsep untuk melakukanya.

b) Harus memiliki kekuatan, daya ledak, kecepatan, daya tahan kelenturan dan koordinasi gerakan.

c) Harus memiliki badan yang tinggi besar, serta lincah dalam melakukan gerakan.

d) Harus memiliki semangat yang besar untuk selalu selalu melakukan latihan secara teratur dan terus menerus.

Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan, seorang atlet tolak peluru harus dapat memertimbangkan dan memprhitungkan hukum- hukum biomokanika. Selain itu juga harus memiliki bentuk tubuh yang ideal dan memiliki otot – otot yang kuat.

2) Gaya Tolak Peluru

Gaya dalam tolak peluru merupakan rangkaian gerakan yang bertujuan untuk mendorong atau menolakkan peluru agar pelurur dapat terlontar sejauh – jauhnya. Menurut Tamsir Riyadi (1985 : 126 ) gaya dalam tolak peluru dibedakan menjadi empat macam yaitu : a). Gaya depan b). Gaya samping c). Gaya belakang d). Gaya putaran cakram.

Dari keempat gaya tersebut diatas, gaya tolak peluru yang sering digunakan oleh atlet – atlet tolak peluru yaitu gaya samping dan gaya belakang. Untuk anak sekolah gaya tolak peluru yang sering digunakan yaitu gaya

menyamping. Hal ini dikarenakan gaya menyamping lebih sederhana dibandingkan gaya membelakang.

3) Teknik Tolak Peluru Gaya Menyamping.

(25)

commit to user

keseluruhan. Menurut Aip Syarifudin ( 1992: 145 ) teknik tolak peluru yaitu “(1) cara memegang peluru, (2) sikap badan pada waktu akan menolak peluru, (3) cara menolak peluru, (4) sikap badan setelah menolak peluru”.

Berdasarkan pendapat diatas menunjukan, teknik tolak peluru ada empat bagian. Dari keempat teknik tersebut dalam pelaksanan gerakanya harus dirangkai secara baik dan harmonis untuk memperoleh tolakan yang semaksimal mungkin. Untuk lebih jelasnya teknik tolak peluru gaya menyamping diuraikan sebagai berikut :

a) Cara Memegang Peluru

Peluru diletakkan pada telapak bagian atas atau pada ujung telapak tangan, yang dekat dengan jari- jari tangan. Jari- jari tangan diregangakan atau dibuka, jari manis, jari tengah, dan jari telunjuk untuk menahan dan memegang peluru bagian belakang. Sedangakan jari kelingking dan ibu jari digunakan untuk memegang atau menahan peluru bagian samping, yaitu agar tidak tergelincir ke dalam atau ke luar. Ke dalam ditahan dengan ibu jari dan keluar deitahan dengan jari kelingking.

Setelah peluru itu dipegang dengan baik, kemudian letakkan pada bahu (melekat) di leher. Siku diangkat kesamping agar tidak serong ke depan. Pada waktu memegang dan meletakkan pada bahu, usahakan agar keadaan seleruh badan dan tangan agar tidak kaku, tetapi harus dalam keadaan rileks. Tangan dan lengan yang lain membantu keseimbangan.

b) Sikap Badan Pada Waktu Menolak

Berdiri tegak menyamping kearah tolakan, kedua kaki dibuka lebar atau kangkang, kaki kiri lurus kedepan, kaki kanan dan lutut dibelokkan ke depan sedikit agar seromg kesamping kanan. Berat badan pada kaki kanan, badan agak condong kesamping kanan. Tangan kanan memegang peluru pada bahu atau

(26)

commit to user

c) Cara Menolak Peluru

Bersamaan dengan memutar ke arah tolakan, siku ditarik serong ke atas ke belakang (ke arah samping kiri),pinggul dan pinggan serta perut didorong ke depan agak ke atas sehingga dada terbuka menghadap ke depan serong ke atas ke arah tolakan. Dagu diangkat atau agak ditengadahkan, pandangan ke arah tolakan.

Pada saat seluruh badan (dada) menghadap tolakan, secepatnya peluru itu ditolakkan sekuat- kuatnya ke atas ke depan ke arah tolakan (parabola) bersamaan bantuan menolakkan kaki kanan dan melonjakkan seluruh badan ke atas serong ke

depan (kalau menolak dengan tangan kanan, sedangkan jika dengan tangan kiri sebaliknya).

d) Sikap Akhir Setelah Menolak Peluru

Sikap akhir menolak peluru merupakan salah satu faktor yang menentukan syah tidaknya tolakan yang dilakukan. Menurut Aip Syarifiddin (1992: 150) cara melakukan gerakan dan sikap akhir setelah menolak sebagai

(27)

commit to user

perlombakan dalam cabang olahraga atletik yang aktifitasnya di awali dengan mengambil awalan start bersama-sama kemudian lari secepat-cepatnya dengan tujuan untuk memperoleh kecepatan yang paling cepat sampai garis finish, selanjutnya dikatakan pencapaian hasil kecepatan yang baik dapat di capai melalui pemantapan koordinasi gerakan dan teknik langkah serta ayunan tangan saat berlari, yang meliputi mulai dari awalan atau start, teknik saat berlari serta teknik saat memasuki garis finish.

Selanjutnya untuk mencapai hasil yang baik dalam lari cepat 100 M,

dapat dilalui dari berbagai pemantapan koordinasi gerak, teknik awalan / start, teknik saat berlari serta teknik memasuki garis finish, yang masing-masing dari teknik tersebut memiliki cara-cara tersendiri. Adapun teknik lari cepat 100 M ini memiliki tiga macam faktor pembelajaran antara lain 1. Start, 2. Teknik lari, 3. Teknik memasuki garis finis.

1) Langkah – langkah Pelaksanaan Lari 100 Meter

a) Teknik start

Tehnik start lari cepat 100 M, menggunakan start jongkok, dimana siswa pada saat melakukan tehnik stard untuk stard ada 4 fase yang harus dilakukan oleh siswa antara lain : posisi bersedia, posisi siap, gerak dorong lepas dari balok start dan gerak percepatan langkah dengan tubuh badan naik ke atas lebih sedikit. Posisi start yang standar, letak balok depan adalah dua panjang telapak kaki dibelakang garis – start, letak balok belakang 1,5 panjang telapak kaki dibelakang

(28)

commit to user

(Pendidikan pelatihan. 1993). Untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat gambar dibawah ini.

Bersedia siap gerak dorong gerak percepatan Gambar 1. pelaksanaan start jongkok lari cepat 100 M

(sumber IAAF Pedidikan Pelatihan, 1993)

Perlu diketahui dari posisi start siswa diharapkan selalu dapat menempatkan posisi start dengan baik pandangan kedepan kira-kira berjarak 1 meter dari garis start sehingga pada saat bersedia badan condong kedepan berat badan berada di kedua tangan sehingga dapat melaksanakan gerakan untuk berlari

dan saat itu perlu adanya power yang sangat besar untuk daya ledak pertama kali untuk menghasilakan awalan saat lari.

b) Tehnik dasar lari cepat (1) gerakan kaki

(a) Kaki melangkah selebar dan secepat mungkin

(b) Kaki belakang saat menolak dari tanah harus tertendang lurus dengan cepat serta lutut ditekuk secara wajar agar paha mudah terayun kedepan

(c) Pendaratan kaki pada tanah menggunakan ujung telapak kaki dengan lutut agak menekuk

(2) gerakan ayunan lengan

(a) Lengan diayun kedepan atas sebatas hidung (b) Sikut ditekuk kurang lebih membentuk sudut 900 (3) sikap badan

(a) Saat lari rileks dengan kepala segaris punggung (b) Pandangan kedepan

(29)

commit to user

Gambar 2. Teknik dasar

(Sumber Roji. Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. 2006:64.65)

c) Teknik dasar masuk finish

Perlu diketahui seorang pelari pada saat memasuki finish, ada beberapa teknik untuk menuju garis finish maka harus pandai-pandai untuk menjulurkan anggota badannya ke garis finish, anggota badan tersebut antara lain bisa kepala, dada dan pundak dengan cara menyamping,

Gambar 3. Cara masuk garis finish

(Sumber Roji. Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. 2006:64.65)

c. Lempar Lembing

1) Pengertian Lempar Lembing

(30)

commit to user

dari kayu atau metal dipergunakan dalam perlombaan internasional atau perlombaan resmi, sedang untuk pelajaran atau pendidikan digunakan dari bambu. Tali lembing terletak melilit pada titik pusat lembing. Unsur gerak dan tujuan dari proses gerakan menjadi bagian dari kegiatan melempar. Kedua hal tersebut merupakan kesatuan utuh dan berupa gerakan yang sering disebut teknik melemparkan lembing.

Adapun ukuran lembing yang sesuai aturan dalam perlombaan menurut Aip Syarifuddin (1992: 159) adalah :

a). Untuk Putra

Beratnya 600 gram (atau dengan variasi berat antara 605 sampai 620 gram) dan panjangnya antara 2.20 sampai 2.30 meter.

b). Untuk Putra

Beratnya 800 gram(atau dengan variasi berat antara 805 sampai 825 gram) dan panjangnya antara 2.60 sampai 2.70 meter.

Sedangkan teknik yang terdapat dalam lempar lembing, seperti yang dikemukakan oleh Soegito, Bambang Wijanarko dan Ismaryati (1991 : 204 – 209) adalah, “cara memegang lembing, cara membawa lembing, lempar lembing tanpa awalan dan lempar lembing dengan awalan.”

2) Cara Memegang Lembing

Teknik memegang lembing menurut cara menempatkan jari-jari pada lembing, cara memegang lembing dibedakan menjadi tiga cara, yaitu : cara Amerika disebut juga pegangan telunjuk-ibu jari, karena ibu jari dan telunjuk dibelakang lilitan sedangkan jari tengah, jari manis dan kelingking terletak tepat pada lilitan. Cara Finlandia disebut juga pegangan jari tengah ibu jari. Jari manis dan kelingking tepat pada lilitan lembing dan cara menjepit atau disebut juga “pegangan Tang”, karena lembing diantara telunjuk dan jari tengah dan terletak dibelakang lilitan.

(31)

commit to user

lembing, yaitu : cara membawa lembing di bawah, tangan yang membawa lembing lurus kebelakang serong ke bawah. Lembing dipegang di samping badan segaris dan menempel pada lengan, ujung lembing disamping dada. Cara membawa lembing diatas bahu, tangan yang membawa lembing dilipat 900 lembing dipegang setinggi telinga dan tepat diatas bahu. Posisi lembing dapat menuju serong atas atau serong bawah dan dapat pula lurus mendatar dan cara membawa lembing diatas kepala,seperti yang kedua, tetapi sikap tangan yang membawa lembing diangkat lebih tinggi lagi. Posisi lembing diatas kepala.

3) Lempar Lembing Tanpa Awalan

Teknik melakukan lempar lembing tanpa awalan dijelaskan oleh Soegito dan A. Hamidsyah Noer (1994 : 67) sebagai berikut :

a) Lembing siap dipegang dan dibawa dengan cara yang benar.

b) Langkahkan kaki kanan ke belakang cukup lebar, disertai dengan memutar badan kekanan. Luruskan tangan kanan kebelakang serong bawah. Tekuk lutut kaki kanan sehingga berat badan pada kaki kanan , kaki kiri lurus telapak kaki menghadap serong kanan. Saat lembing akan lepas telapak kaki kiri menghadap serong kiri. Pandangan sebentar ke arah tangan kanan kemudian melihat kearah samping kiri serong atas. Tangan kiri di angkat setinggi bahu. Sikap ini dinamakan sikap lempar.

c) Gerakan lempar

Setelah mendapat sikap lempar dilanjutkan dengan gerakan melempar, sebagai berikut :

(1). Tangan kanan yang lurus tadi segera ditekuk dengan disertai memutar badan kekiri sehingga sikap badan menghadap kedepan. Meskipun demikian posisi tangan tetap diangkat dan arah lembing menuju serong ke atas depan, serta lewat di atas bidang bahu. Pandangan tertuju ke arah sasaran.

(2). Gerakan berikutnya adalah meluruskan kaki belakang (kanan) dan diteruskan meluruskan kaki kiri. Pada saat itu sikap tangan kanan sudah mulai lurus dan sat itu pula lembing segera dilepas dari genggaman. (3). Setelah lembing lepas dari genggaman, kaki kanan dilangkahkan

kedepan menggantikan posisi kaki kiri yang berada di belakang.

4) Lempar Lembing Dengan Awalan.

(32)

commit to user

Dalam penelitian ini hanya akan dijelaskan teknik lempar lembing dengan awalan menggunakan gaya jingkat (hop step). Aip Syarifudin (1992 : 96 ) menjelaskan sebagai berikut :

Cara melakukan awalan dengan gaya jingkat dan langkah dari tanda pertama sampai tanda yang kedua sama seperti pada gaya langkah silang di depan. Hanya sekarang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a) Pada waktu kaki kanan menginjak atau sampai tanda yang kedua, kaki kanan tersebut langsung melakukan gerakan jingkat kedepan. Pada saat kaki kanan mendarat, lembing diturunkan di bawah ke belakang.

b) Sambil melangkahkan kaki kiri jauh kedepan lurus, badan diputar kekanan, lutut kaki kanan dibengkokkan, kaki diputar keluar dan lengan semakin diluruskan kencang kebelakang, hingga badan miring ke samping kanan dan rendah.

c) Bersamaan dengan kaki kiri menginjak tanah, badan diputar ke arah lemparan (ke kiri), tangan kanan (pergelangan tangan) diputar kedalam dan dengan membengkokkan siku lembing dibawa ke atas kepala. Pinggul, pinggang dan perut didorong ke depan serong keatas, siku kiri ditarik kebelakang hingga dada terbuka menghadap kearah lemparan. Pada saat itu pulalah lembing dilemparkan sekuat-kuatnya ke atas ke depan, pandangan mengikuti arah jalannya lembing.

d. Lompat Jauh

Lompat jauh merupakan rangkaian gerakan yang diawali dengan lari cepat, menolak, melayang dan mendarat. Gerakan-gerakan dalam lompat jauh tersebut harus dilakukan secara baik dan harmonis tidak diputus-putus

pelaksanaannya agar diperoleh lompatan sejauh-jauhnya. Seperti dikemukakan Aip Syarifuddin ( 1992 : 90 ) bahwa, “Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang dudara) yang dilakukn dengan cepat dan dengan jalan melalui tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya”.

Lompat jauh gaya jongkok disebut juga gaya duduk di udara (sit down in thi air). Dikatakan gaya jongkok karena gerakan yang dilakukan pada saat

(33)

commit to user

menghindari kesalahan saat mendarat, maka diikuti dengan menjatuhakan badan ke depan.

Lompat jauh gaya jongkok merupakan gaya yang paling mudah dilakukan terutama pada anak-anak sekolah dan gaya yang paling mudah untuk dipelajari. Lompat jauh gaya jongkok dianggap mudah karena tidak banyak gerakan yang harus dilakukan pada saat melayang di udara, jika dibandingkan dengan gaya lainnya.

1) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Lompat Jauh

Keberhasilan untuk melopat sejauh-jauhnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Tamsir Riyadi ( 1985 : 95 ) menyatakan, “Unsur-unsur yang berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan lompat jauh meliputi gaya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi dan keseimbangan”. Sedangkan Jonath U, Haag E, dan Krempel R. ( 1987 : 196 ) persyaratan yang harus dipenuhi pelompat jauh yaitu: “Faktor kondisi fisik yaitu, kecepatan, tenaga loncat, kemudahan gerak khusus, ketangkasan dan rasa irama. Faktor teknik yang meliputi ancang-ancang, lepas tapak tahap melayang dan pendaratan”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukan bahwa, untuk mencapai prestasi lompat jauh dipengaruhi oleh faktor kondisi fisik dan faktor teknik. Ditinjau dari faktor kondisi fisik, komponen fisik yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi lompat jauh antara lain: daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi. Sedangkan ditinjau dari teknik melompat meliputi awalan, tolakan, melayang diudara dan pendaratan. Prestasi yang tinggi dapat dicapai, jika unsur-unsur kondisi fisik yang terlibat dikerahkan dengan teknik yang benar.

2) Teknik Lompat Jauh Gaya Jongkok

(34)

commit to user

lain teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang memungkinkan suatu hasil yang optimal dalam latiahan atau perlombaan.

Teknik lompat jauh merupakan faktor yang sangat penting dan harus dikuasai seorang atlet pelompat. Teknik lompat jauh terdiri beberapa bagian yang dalam pelaksanaannya harus dirangkaikan secara baik dan benar. Berkaitan dengan teknik lopmat jauh Tamsir Riyadi ( 1985 : 95 ) menyatakan, “Tinjauan secara teknis pada lompat jauh meliputi empat masalah yaitu, cara melakukan awalan, tumpuan, melayang diudara dan cara melakukan pendaratan”. Menurut Jonath et al. ( 1987 : 197 ) bahwa, “Lompat jauh dapat dibagi ke dalam ancang -ancang, tumpuan, melayang dan mendarat”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukan bahwa, teknik lompat jauh terdiri dari empat tahapan yaitu awalan, tumpuan, melayang dan mendarat. Kempat tahapan tersebut harus dikuasai dan harus dilakukan dengan harmonis dan tidak terputus-putus agar dapat mencapai prestasi yang optimal. Untuk lebih jelasnya keempat teknik lompat jauh gaya jongkok dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:

a) Awalan

Awalan merupakan tahap pertama dalam lompat jauh. Tujuan awalan adalah untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi yang optimal untuk tolakan. Awalan yang benar merupakan prasyarat yang harus dipenuhi, untuk menghasilkan jarak lompatan yang sejauh-jauhnya.

Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya sebelum salah satu kaki menumpu pada balok tumpuan. Jes Jerver ( 1999 : 34 ) menyatakan “Maksut berlari sebelum melompat ini adalah untuk meningkatkan kecepatan horisontal secara maksimum tanpa menimbulkan hambatan sewaktu

(35)

commit to user

Jarak awalan tergantung dari masing-masing atlet. Bagi pelompat yang dalam jarak relatif pendek sudah mampu mencapai kecepatan maksimal (full speed) maka jarak awalan cukup dekat/pendek saja (sekitar 30-35 meter atau kurang dari itu). Sedangkan bagi atlet lain dalam jarak relatif jauh baru mencapai maksimal, maka jarak awalan harus lebih jauh sekitar 40-45 meter atau lebih jauh dari itu. Bagi pemula sudah barang tentu jarak awalan lebih pendek dari ancer-ancer tersebut.

Jarak awalan lompat jauh tidak ada aturan khusus, namun bersifat individual tergantung dari masing-masing pelompat. Kecepatan awalan harus sudah dicapai tiga atau empat langkah sebelum balok tumpuan. Tiga atau empat langkah terakhir sebelum menumpu tersebut dimaksudkan untuk mengontrol saat menolak dibalok tumpuan.

Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan harmonis, lancar dan dengan kecepatan yang tinggi, tanpa ada gangguan langkah yang diperkecil atau

diperlebar untuk memperoleh ketepatan bertumpu pada balok tumpuan. Menurut

Aip Syarifuddin ( 1992 : 91 ) bahwa, “Untuk menjaga kumingkinan pada waktu

melakukan awalan itu tidak cocok, atau ketidak tepatan antara awalan dan tolakan, biasanya pelompat membuat dua buah tanda (cherkmark) antara permulaan akan memulai melakukan awalan dengan papan tolakan”. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi pemberian tanda untuk membuat cherkmark untuk ketepatan tumpuan sebagai berikut : Gambar 4. Ilustrasi Awalan Lompat Jauh

(Aip Syarifuddin, 1992:91)

b)Tumpuan

(36)

commit to user

terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di udara. Tolakan dilakukan dengan menjejakan salah satu kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tolakan ke atas yang benar. Jes Jarver ( 1999 : 35 ) menyatakan, “Maksud dari take off adalah merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak lurus, sambil memperahankan kecepatan horisontal badan ke depan membuat sudut lebih

kurang 45 dan sambil mempertahankan kecepatan saat badan dalam posisi  horisontal.

Daya dorong ke depan dan ke atas dapat diperoleh secara maksimal

dengan menggunakan kaki tumpu yang paling kuat. Ketepatan melakukan tumpuan akan menunjang keberhasilan lompatan. Kesalahan menumpu ( melewati balok tumpuan ), lompatan dinyatakan gagal atau diskualifikasi. Sedangkan jika penempatan kaki tumpu jauh berada balok tumpuan akan sangat merugikan terhadap pencapaian lompatan. Menurut Tamsir Riyadi ( 1985 : 96 ) teknik menumpu pada lompat jauh sebagai berikut:

(1) Tolakan dilakukan dengan kaki yang terkuat.

(2) Sesaat akan menumpu sikap badan agak condong ke belakang (jangan berlebihan) untuk membantu timbulnya lambungan yang lebih baik ( sekitar 45)

(3) Bertumpu sebaiknya tepat pada papan tumpuan.

(4) Saat bertumpu kedua lengan ikut serta di ayunkan ke depan atas. Pandangan ke depan atas (jangan melihat ke bawah)

(5) Pada kaki ayun (kanan) diangkat ke depan setinggi pinggul dalam posisi lutut ditekuk.

Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan menumpu untuk menolak sebagai berikut:

(37)

commit to user

c) Melayang di Udara

Sikap dan gerakan badan di udara sangat erat kaitannya dengan kecepatan awalan dan kekuatan tolakan. Karena pada waktu lepas dari papan tolak, badan sipelompat dipengaruhi oleh suatu kekuatan yang disebut “daya penarik bumi”. Daya penarik bumi ini bertitik tangkap pada suatu titik yang disebut berat badan (T.B./center of gravity). Titik berat badan ini letaknya kira-kira pada pinggang si pelompat sedikit di bawah pusar agak kebelakang.

Salah satu usaha untuk mengatasi daya tarik bumi tersebut yaitu harus

melakukan tolakan yang sekuat-kuatnya disertai dengan ayunan kaki dengan kedua tangan kearah lompatan. Semakin cepat awalan dan semakin kuat tolakan yang dilakukan, maka akan semakin lebih lama dapat membawa titik berat badan melayang di udara. Dengan demikian akan dapat melompat lebih tinggi dan lebih jauh, karena kedua kecepatan itu akan mendapatkan perpaduan (resultante) yang menentukan lintasan gerak dari titik berat badan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan pada saat melayang di udara yaitu menjaga keseimbangan tubuh, sehingga akan membantu pendaratan. Jonath et al (1987 : 200) menyatakan, “Pada fase melayang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mempersiapkan pendaratan”.

Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan melayang di udara lompat jauh gaya jongkok sebagai berikut :

(38)

commit to user

d)Pendaratan

Pendaratan merupakan tahap terakhir dari rangkaian gerakan lompat jauh. Pendaratan merupakan prestasi yang dicapai dalam lompat jauh. Mendarat dengan sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus dipahami oleh pelompat. Mendarat dengan sikap badan hamper duduk dan kaki lurus ke depan merupakan pendaratan yang efisien. Pada waktu mulai menyentuh pasir, pelompat memegaskan lutut dan menggeserkan pinggang ke depan, sehingga badan bagian atas menjadi agak tegak dan lengan mengayun ke depan.

Menurut Soegito (1992 : 41) teknik pendaratan sebagai berikut :

1) Pada saat badan akan jatuh di pasir lakukan pendaratan sebagai berikut :

a) Luruskan kedua kaki ke depan. b) Rapatkan kedua kaki sejajar. c) Bungkukkan badan ke depan. d) Ayunkan kedua tangan ke depan. e) Berat badan dibawa ke depan. 2) Pada saat jatuh di pasir atau mendarat :

a) Usahakan jatuh pada ujung kaki rapat/sejajar. b) Segera lipat kedua lutut.

c) Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah arah belakang.

Berikut ini disajikan teknik gerakan mendarat lompat jauh gaya jongkok

sebagai berikut :

(39)

commit to user

5. Pengertian Tes, Pengukuran dan Evaluasi

Dalam melaksanakan Penelitian, kita tidak akan bisa lepas dari statistika, karena didalamnya terdapat hal-hal penting yang harus dipahami dalam melaksanakan penelitian. Disini akan di sajikan beberapa hal terpanting dalam melakukan penelitian,yaitu Tes dan Pengukuran.

a. Tes

Menurut Mulyono B(2010:2)”Suatu tes adalh suatu instrumen yang digunakan untuk mendapatkan suatu informasi tentang individua tau objek-objek”. Instrumen yang dipakai dalam tes dapat berupa wawancara, pengamatan tentang ujuk kerja fisik, pengamatan tingkah laku malalui checklist, ataupun catatan berupa anekdot. Yang manapun bentuk tes yang dipakai hendaknya memiliki karakteristik tertentu Menurut Mulyono B. (2010: 25) beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu tes meliputi unsur-unsur “(1) Validitas, (2) Reliabilitas, (3) Objektivitas, (4) Diskriminitas, (5) Praktikabilitas”.

1) Validitas

Ada beberapa pengertian Validitas menurut para ahli, Kirkendall(1987:53),”Validitas adalah seberapa baik sebuah tes mengukur apa yang ingin diukur”.Sedangkan Mulyono B(2010:26) “ Suatu tes atau instrumen pengukuran adalah valid apabila mengukur apa yang seharusnya diukur”.Rusli L&Adans S(2000:50),”Konsep inti validitas adalah kesesuaian fungsi dan kemampuan instrumen untuk memperoleh informasi atau mengukur atribut yang ingin diukur”.

Ismaryati(2008:15-17) mengutarakan bahwa:

(40)

commit to user

2) Reliabilitas

Reliabilitas merupakan syarat penting bagi suatu tes,oleh sebab itu suatu penelitian yang baik harus memiliki reliabilitas. Rusli L& Adang S(2000:56) “Reliabilitas menggambarkan konsistensi dari hasil pengukuran terhadap orang yang sama dengan alat ukur atau tes yang sama”.Ismaryati (2008:18)”Alat ukur dikatakan mantap apabila alat ukur tersebut dalam pengukuran yang berulang kali pada objek yang sama menghasilkan ukuran yang sama”.

a) Reliabilitas Tes-Retes

Istilah koefesien tes-retes dapat pula disebut koefesien stabilitas. Istilah stabilitas dimaksudkan untuk menunjukan bahwa seseorang dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal itu bukan karena perubahan dalam tes, tapi fluktuasi dalam beberápa aspek dari karakteristik yang diukur. Variasi yang terjadi di dalam individu itu sendiri dan variasi antar individu yang diukur.

Reliabilitas tes-retes diperoleh dengan cara melaksanakan pengetesan dua kali terhadap sekelompok subjek dengan memakai tes yang sama. Koefisian reliabilitas tes-retes lebih tinggi daripada koefisien daripada tes berbentuk pararel, karena dalam bentuk pararel mungkin saja isinya berbeda. Yang menjadi persoalan dalam pengujian reliabilitas tes-retes ialah berapa lama selang waktu antara tes pertama dan kedua. Kirkendal, dkk(1987) dalam Rusli L(2000:58) mengemukakan, “Selang waktunya sebaiknya cukup lama agar subjek yang bersangkutan tidak mengulang kesalahan, atau jangan terlalu lama sehingga yang bersangkutan ada kesempatan untuk berlatih selama selang waktu tes pertama dan kedua, termasuk lupa bagaiman cara melaksanakan atau menyelesaikan tes”. Baumgartner (1969) dalam Rusli L(2000:58) ”Perhitungan reliabilitas tes-retes yang dilaksanakan dihari yang sama cenderung menghasilkan koefisian reliabilitas tes yang terlampau tinggi, karena itu disarankan pengetesan dilaksanakan dihari yang sama”.

b)Reliabilitas Tes Bentuk Paralel (Bentuk Kembar)

(41)

commit to user

atau disebut paralel jika skor seseorang sama untuk kedua bentuk tes itu. Jika kesalahan standar dari pengukuran bentuk pertama sama dengan tes kedua.

c) Reliabilitas Belah Dua (Split-Half)

Untuk menghindari kelemahan pelaksanaan tes-retes atau penggunaan bentuk paralel, maka tes dapat dibagi menjadi dua bagian yang sama. Total skor dari butir-butir tes bernomor gasal dikorelasikan dengan total skor tes bernomor genap. Hasil korelasi tes yang dipecah menjadi dua ini, selanjutnya diramalkan dengan rumus Spearman-Brown, guna memperoleh reliabilitas keseluruhan tes:

3) Objektivitas

Rusli L& Adang S(2000:63) mendevinisikan Objektivitas sebagai derajat kesepakatan diantara beberapa orang pengetes. Suatu tes dikatakan Objektiv, manakalaterdapat kesamaan skor yang diberikan oeh beberapa orang penilai. Istilah lain bagi objektivitas ialah reliabilitas penilai., yakni konsistensi skor yang diberikan oleh beberapa penilai terhadap suatu performan. Ismaryati(2008:31)”Suatu tes dikatakan objektiv, bilamana dua orang pengetes atau lebih memberi nilai yang sama dan bebas dari faktor subjektif dalam sistem penilaian”. Dalam buku yang sama,Ismaryati menyatakan bahwa:

Agar diperoleh objektivitas yang tinggi di dalam pengukuran,perlu diusahakan hal-hal sebagai berikut:

a) Petunjuk atau prosedur pengukuran harus dirumuskan dengan kata-kata yang tepat dan terparinci.

b) Prosedur pengukuran diusahakan agar mudah dikerjakan oleh pengetes dan yang dites.

c) Bila dimungkinkan, dalam pengukuran perlu digunakan alat pengukur mekanik.

d) Pengetes yang berpengalaman perlu dipilih agar terjamin hasil pengukuranya.

e) Pengetes harus memelihara sikap ilmiah selama pengukuran. Reliabilitas =

Seluruh tes

2(reliabilitas 1

/2 tes)

(42)

commit to user

4) Diskriminitas

Soal di dalam ujian atau tes diberikan kepada siswa dengan maksud untuk membedakan mereka yang betul-betul belajar dengan mereka yang memang malas belajar atau lebih tepat untuk membedakan mereka yang benar-benar menguasai bahan pelajaran dengan mereka yang tidak menguasai bahan pengajaran.

Mulyono B(2010:52)”Tes yang baik harus dapat membedakan

kemampuan siswa sesuai dengan tingkat keterampilan dan kepandaian mereka”. Suatu tes yang sukar seningga siswa tidak bisa menjawab bukanlah tes yang baik, sebaliknya tes yang sangat mudah sehingga siswa bisa menjawab semua adalh kriteria tes yang baik. Sebab tes-tes yang demikian itu tidak memiliki kemampuan membandingkan antara yang berkemampuan sangat jelek, jelek, cukup, baik dan sangat baik.

5) Praktibilitas

Walaupun kriteria validitas dan reliabilitas tes merupakan hal terpenting dari kriteria yang lainya, namun sejumlah pertimbangan yang bersifat praktis yang dapat mempengaruhi tes perlu dipertimbangkan pula. Pertimbangan-pertimbangan tersebut meliputi; waktu dan biaya, kemudian dalam pengadministrasiandan kemudahan penginterprestasian.

b. Pengukuran

Menurut Mulyono B(2010:2), “Pengukuran adalah suatu proses pengumpulan informasi “. Kita biasanya berpikir tetentang pengukuran sebagai penentuan tujuan dari skor yang berupa angka yang didasarkan pada unjuk kerja. Melalui pengukuran ditentukan tingkat pencapaian atau status sekarang para peserta. Melakasanakan suatu tes adalah bagian dari proses pengukuran. Hasil dari

(43)

commit to user

melaksanakan lari cepat 50 yard adalah suatu prosedur pengukuran yang memberi suatu skor tes yang menunjukan kecepatan seseorang. Tentu saja pengukuran waktu dalam lari cepat dapat dianggap suatu pengukuran yang lebih cocok dari padaberbagai sumber informasi lainya yang biasanya digunakan dalam pendidikan jasmani seperti penilaian subjektif. Tujuan akir kita adalah membuat pengukuran setepat atau semurni mungkin, biarpun demikian pengukuran yang kurang murni harus dikenali kemanfaatanya seperti juga keterbatasanya.

c. Evaluasi

Istilah evaluasi sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di organisasi-organisasi. Evaluasi dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengoreksi dan memberikan penilaian terhadap suatu kegiatan yang dilakukan. Ismaryati (2006:1) “Evaluasi adalah proses penentuan nilai atau

harga dari data yang terkumpul.

Pngertian evaluasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli pda dasarnya

hampir memiliki pengertian yang sama. Berdasarkan pengertian evaluasi dapat disimpulkan, evaluasi merupakan suatu tindakan atau proses penentuan nilai atau harga dari data yang terkumpul dengan tujuan untuk menentukan sampai sejauh mana tujuan kegiatan yang dilakukan dapat dicapai. Rusli Lutan (1993:3) menyatakan, “Penilaian bertujuan untuk menilai kembali seberapa jauh tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai”.

Konsep tentang evaluasi cukup luas, karena di dalamnya tercakup masalah tes dan pengukuran. Berkaitan dengan hal tersebut, Rusli Lutan (1993: 3) menyatakan, “Tes adalah alat untuk mengumpulkan informasi, sedangkan pengukuran adalah proses pengumpuklan informasi”. Menurut Rusli Lutan dkk (1992: 215) adalah “Suatu proses untuk memperoleh data secara objektif, kuantitatif dan hasilnya dapat diolah secara statistik”.

(44)

commit to user

yang sesuai. Dalam hal inilah unsur tes dan pengukuran diperlukan dalam proses evaluasi.

1) Fungsi Evaluasi

Evaluasi mempunyai peranan yang penting terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Melalui evaluasi dapat diketahui sampai sejauh mana pencapaian tujuan yang dilaksanakan. Rusli Lutan (1993:4) menyatakan, “ Kegiatan penilaian bukan hanya sekedar pengecekan tujuan. Berdasarkan penilaian perlu ditelaah,

apa kekurangan dan bahkan juga keunggulan yang ada. Hasil yang telah baik perlu dipertahankan dan kekurangan perlu diperbaiki”. Menurut Mulyono B (2001: 9-11) tujuan evaluasi antara lain: “(1) penentuan status, (2) klasifikasi ke dalam kelompok-kelompok, (3) memiliki sedikit dari yang banyak, (4) motivasi, (5) pemeliharaan standar, (6) memberikan pengalaman pendidikan, (7) mengadakan penelitian”. Pendapat lain dikemukakan Zainal Arifin (1991:5) fungsi dan tujuan evaluasi adalah:

1) Untuk mengetahui sejauh mana anak didik menguasai materi yang telah diberikan.

2) Untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan, keuletan dan kemampuan anak didik terhadap materi pelajaran.

3) Untuk mengetahui derajat efisiensi dan efektifitas strategi pengajaran yang telah digunakan, baik menyangkut metode maupun teknik belajar mengajar.

Evaluasi pada prinsipnya memiliki fungsi untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai dalam pendidikan. Dari hasil evaluasi yang dilakukan dapat digunakan dasar untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan yang telah dilakukan oleh guru. Selain itu, evaluasi dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi guru untuk memperbaiki pola dan sistem pendidikan yang telah dilaksanakan. Dengan hal ini diharapkan pada latihan berikutnya diperoleh hasil yang lebih optimal.

2) Prinsip-Prinsip Pengukuran dan Evaluasi

(45)

commit to user

evaluasi agar tercapai fungsi yang diharapkan”. Untuk menetapkan dan

melaksanakan suatu program evaluasi harus mengetahui beberapa prinsip pengukuran dan evaluasi. Menurut Mulyono B. (2010: 18-22) prinsip-prinsip pengukuran dan evaluasi yaitu:

1) Suatu program pengukuran dan evaluasi seharusnya sesuai dengan filosofi hidup dan pendidikan penilainya.

2) Agar dan mengevaluasi secara efektif, semua pengukuran harus dilakukan sehubungan dengan tujuan-tujuan program.

3) Testing adalah bagian dari pengukuran, dan pengukuran hanyalah satu tahap dari evaluasi.

4) Pengukuran dan evaluasi harus dilaksanakan dan diawasi oleh ahli terlatih.

5) Hasil pengukuran dan evaluasi harus ditafsirkan sehubungan dengan hidup keseluruhan seseorang termasuk dimensi sosial, emosional, fisik dan psikologinya.

6) Pengukuran dan evaluasi adalah sarana pendidikan yang penting dan memainkan peranan utama dalam proses pendidikan secara keseluruhan.

7) Pengukuran dan evaluasi bertumpu pada dasar pemikiran, bahwa apapun yang ada merupakan suatu penjumlahan, oleh karenanya dapat diukur.

8) Tidak ada pengganti untuk pertimbangan dalam pengukuran dan evaluasi

9) Kemampuan awal para peserta harus diukur untuk mendapatkan pengetahuan tentang prestasi mereka dalam program pendidikan jasmani.

Prinsip-prinsip pengukuran dan evaluasi ini sangat penting untuk dipahami bagi seseorang yang akan pengadakan pengukuran dan evaluasi. Dengan memahami prinsip-prinsip tersebut, kegiatan pengukuran dan evaluasi akan diperoleh hasil sesuai seperti yang diharapkan.

3) Kriteria Tes Aletik di SMP

(46)

commit to user

penjasorkes yang belum/ kurang memperhatikan cabang atletik. Dan itu berdampak pula dalam penilaian karena tes yang dilakukan belum maksimal. Ditambah lagi belum adanya standar penilaian yang baku di cabang atletik. Tes atletik yang baik mencangkup beberapa hal, antara sarana dan prasarana yang memadai, alat tes yang valid, adanya norma penilaian serta objektivitas dalam pemberian penilaian. Menurut Mulyono B. (2010: 25) beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu tes meliputi unsur-unsur “(1) Validitas, (2) Reliabilitas, (3) Objektivitas, (4) Diskriminitas, (5) Praktikabilitas”.

6. Penyusunan Norma Penilaian

Menurut Mulyono B(2010:93), dalam berbagai bentuknya hasil-hasil

pengukuran dapat dinyatakan dalam penggolongan (klasifikasi), urutan jenjang

(rangking) atau dalam bentuk nilai (baik nilai dengan angka ataupun huruf).

Untuk keperluan ini harus dilaksanakan suatu usaha dengan mempergunakan

perhitungan-perhitungan statistik.

a. Penerapan PAN(Penilaian Acuan Norma)

Pada umumnya pendekatan PAN mendasarkan diri pada dua hal pokok

sebelum nilai akir pengikut ujian yang akan diluluskan dan penetapan batas lulus.

Dalam hal ini ada guru yang mempunyai “kebiasaan” meluluskan muridnya dalam

jumlah (persentase) tertentu, misalnya 80%. Bagaimana pun corak penyebaran

angka mentah yang diperoleh pengikut ujian, diluluskan akan berjumlah 80%.

Penetapan jumlah yang akan diluluskan ini sudah dengan sendirinya membawa

akibat penetapan batas lulus tertentu. Dalam penyebaran angka mentah yang telah

disusun dalam bentuk penyebaran frekuensi segera dapat diketahui sampai batas

angka mentah berapakah tenaga pengajar itu akn sampai jika dia mengambil 80%

jumlah murid dari mereka yang memperoleh angka mentah tertinggi berturut-turut

ke bawah. Batas inilah yang menjadi batas lulus.

Tenaga pengajar lain mungkin bertitik tolak dari batas lulus yang telah

(47)

commit to user

diperoleh dari penyebaran angka mentah, yaitu rata-rata (x) dan angka simpangan

baku (s). Tenaga engajar tersebut akan memberi nilai akhir berdasarkan

peyimpangan angka mentah terhadap angka rata-rata.

b. Penerapan PAP (Penilaian Acuan Patokan)

Dalam pendekatan PAP penetapan batas lulus merupakan hal yang

pokok.tenaga pengajar harus sudah menetapkan sejak sebelum pengajaran dimulai tentang batas kompetensi minimum yang diperlukan. Selanjutnya ketetapan ini diterapkan hubungan antara derajat penguasaan kompetensi yang dimaksud dengan nilai akhir yang akan diberikan misalnya sebagai berikut :

Derajat Penguasaan Nilai Akhir

90%-100% A

80%-89% B

65%-79% C

55%-64% D

Kurang dari 55% E

Pemakaian pedoman ini amatlah mudah, perhitungan statistik tidak diperlukan. Jika kompetensi yang ingin dicapai telah diidentifikasi dengan tubtas, dan jika ujian yang akan dipakai memang benar-benar telah dapat mengukur taraf kemampuan penguasaan kompetensi yang dimaksud, maka angka mentah hasil

ujian yang telah dihaluskan (dalam bentuk persentase) dapat langsung diterapkan dalam pedoman tersebut diatas.

c. Grading

(48)

commit to user

memberikan nilai harus jelas, ada alasan mengapa guru memberikan nilai kepada siswanya. Hal itu akan menjadikan motivasi tersendiri bagi siswa apabila mendapatkan nilai yang memuaskan serta sebagai acuan guru apabila akan memberikan remidiasi jika dirasa kurang memuaskan. Rammers, Gage, and Rummel dalam Kirkendall et.al (1987:374) mencatat tujuan grading / penilaian sebagai berikut:

1) Informasi untuk orang tua tentang status murid atau kemajuanya. 2) Promosi dan graduation.

3) Motivasi kerja sekolah. 4) Bimbingan belajar pribadi.

5) Perencanaan bimbingan pendidikan dan kejuruan. 6) Bimbingan pengembangan pribadi.

7) Kehormatan.

8) Banyaknya partisipasi dalam kegiatan sekolah. 9) Laporan dan rekomendasi ke perusahaan. 10) Data untuk studi kurikulum.

11) Laporan ke sekolah untuk kenaikan tingkat siswa.

(49)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diatas dapat dibuat skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

PJOK=Penjasorkes

SRG = Sragen

PENJASORKES RUANG LINGKUP PJOK KLS VIII

PENDIDIKAN LUAR KELAS

LARI 100 M L. JAUH GAYA JONGKOK L. LEMBING GAYA HOP T. PELURU GAYA SAMPING

(50)

commit to user

Standardisasi Norma Tes Atletik Pada Siswa Putra Kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan Sragen Tahun 2010.

Penjasorkes merupakan mata pelajaran yang diajarkan di semua lapisan

pendidikan formal,mulai dari SD ,SMP , SMA, dan bahkan sampai perguruan

tinggi. Hal ini dilakukan untuk penenaman ketrampilan gerak dasar dari usia dini

hingga gaya hidup sehat di lingkungan sekolah. Dengan demikian penjasorkes

sangatlah penting guna mendukung keberhasilan siswa dalam meraih prestasi

yang maksimal serta budaya hidup sehat.

Atletik merupakan cabang olahraga yang menjadi induk cabang olahraga

lain. Ini dikarenakan dalam cabang olahraga atletik mengandung semua unsur

gerakan cabang olahraga lainya. Untuk meningkatkan kemampuan atletik perlu

diadakan pembinaan sejak usia dini,hal ini dapat mendorong terbentuknya

atlet-atlet berkualitas di cabang atlet-atletik.

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan jasmani, olahraga dan

kesehatan (Penjasorkes) untuk jenjang SMP / MTs sesuai Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Tahun 2006 adalah sebagai berikut:

a. Permainan dan olahraga. b. Aktivitas pengembangan. c. Aktivitas senam.

d. Aktivitas ritmik. e. Aktivitas air.

f. Pendidikan luar kelas. g. Kesehatan.

Dalam pembelajaran cabang olahraga atletik, guru penjasorkes perlu

memperhatikan dan mengevaluasi secara kontinu kemampuan siswa. Ini

dilakukan guna mengembangkan kemampuan siswa yang diatas rata-rata dan

memotivasi jika ada siswa yang masih tertinggal. Untuk mengetahui sejauh mana

keberhasilan dalam proses kegiatan belajar mengajar dalam cabang olahraga

(51)

commit to user

melakukan penilaian yang tepat dan penyamaan persepsi dalam penilaian terhadap

kemampuan atletik khususnya siswa putra kelas VIII SMP Negeri se-Kecamatan

Sragen.

Terdapat 6 SMP Negeri se-Kecamatan Sragen, yaitu :

1. SMP Negeri 1 Sragen

2. SMP Negeri 2 Sragen

3. SMP Negeri 3 Sragen

4. SMP Negeri 4 Sragen

5. SMP Negeri 5 Sragen

6. SMP Negeri 6 Sragen

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Proporsional

RandomSampling. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 40 % dari

keseluruhan jumlah siswa yang ada di SMP Negeri se-kecamatan Sragen yang

berjumlah 576 siswa. Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan di capai maka

penelitian ini mengunakan metode survey normatif. Adapun instruman yang di

pakai adalah dengan tes dan pengukuran, dalam penelitian ini ada 4 item tes,yaitu

lari 100 meter, lompat jauh, tolak peluru, dan lempar lembing. Tes ini dilakukan

guna mengetahui kemampuan atletik pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri

se-Kecamatan Sragen tahun 2010. Setelah itu dibuatlah penyusunan Norma atletik

masing-masing item tes serta total kemampuan atletik dengan menggunakan tes

dan pengukuran. Penyusunan norma penilaian harus dilakukan secara seksama,

cermat dan teliti serta dapat mencerminkan pada keadaan yang sebenarnya.

Analisis yang dilakukanpun juga harus cermat dan tepat supaya norma penilaian

(52)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dapat diartikan sebagai prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai maka penelitian ini menggunakan metode survey normatif. Menurut Thomas, JR dan Nelson J.K, (1990: 278) mengemukakan bahwa metode survey normatif adalah “penelitian yang berpegang teguh pada norma atau aturan yang digambarkan dengan cara mengelompokkan sesuai dengan usia atau jenis kelamin meliputi penyusunan norma untuk kemampuan, penampilan, kepercayaan dan sikap.” Dalam penelitian ini disusun norma mengenai kemampuan atletik yang meliputi lari 100 meter, tolak peluru, lempar lembing dan lompat jauh.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Pengambilan data kemampuan atletik dalam penelitian ini dilaksanakan di Stadion Taruna Sragen.

2. Waktu Penelitian

Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada Selasa 14 Desember 2010.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Gambar

Gambar 1. pelaksanaan start jongkok lari cepat  100 M
Gambar 2. Teknik dasar
Gambar 4. Ilustrasi Awalan Lompat Jauh
Gambar 5. Tumpuan dalam Lompat Jauh commit to user (Tamsir Riyadi, 1985 : 98 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

The writer uses the theory of relationship between literature and society by Wellek and Warren to comprehend the experiences of James “Jim‟ Graham that based

Melalui pendekatan tersebut ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologis Faizah yaitu konflik yang dilakukan orangtuanya, sehingga perkembangan psikologis

Pertamina RU II Dumai yang akan diimplementasikan menggunakan routing protocol RIPv1, RIPv2 dan RIPng.Serta penambahan perangkat menjadi enam router jika pada saat

Tabel 3 menjelaskan bahwa sekor rata-rata hasil belajar siswa yang memiliki gaya berpikir divergen diajar dengan pembelajaran berbantuan komputer (X A1B1 = 28,812) lebih

EXISTENTIALISM AS REVEALED IN SOPHIE’S JOURNEY TO REALITY IN JOSTEIN GAARDER’S SOPHIE’S WORLD.. beserta perangkat yang diperlukan

Pada penelitian ini “Infeksi virus dengue” didefinisikan sebagai keberadaan virus dengue berdasarkan hasil uji imuno- logi dengan hasil positif; “tanpa gejala”

dipergunakan sebagai Rekening Khusus Dana Kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang bersangkutan. a) Periksa kesesuaian klasifikasi sumber penerimaan dan bentuk penerimaan

PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1 PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARATB. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |