• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Tindak Pidana

Dalam dokumen DIMENSI KORUPSI DALAM PENGELOLAN KEUANGA (Halaman 163-172)

b. Perkembangan Makna Good Governanance

J. Konsep Penyalahgunaan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana

Hukum pidana termasuk dalam ruang lingkup hukum publik yang secara khusus mengatur masalah sanksi. Hukum pidana itu sendiri merupakan hukum sanksi, pengaturan yang ada di dalamnya merupakan pengaturan mengenai sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap perbuatan tertentu yang memenuhi suatu perumusan tindak pidana atau delik. Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda strafbaar feit, istilah lain yaitu delict yang berasal dari bahasa Latin delictum, dalam bahasa Indonesia dipakai istilah delik.

Istilah straafbaarfeit diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, menggunakan istilah yang berbeda dan pada pengertiannya pun terdapat perbedaan. Perbuatan yang dapat dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, sifat melawan hukum dan delik adalah istilah-istilah, yang merupakan hasil dari penterjemahan istilah straafbaarfeit ke dalam bahasa Indonesia. Masing-masing penterjemah atau yang menggunakan, tentunya

memberikan sandaran masing-masing dan bahkan perumusan pengertian dari istilah tersebut.124

Dalam ilmu hukum pidana, dijumpai beberapa istilah yang berhubungan dengan penyebutan terhadap perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam masyarakat atau bisa dikatakan suatu perbuatan yang tercela, dimana pelakunya dapat diancam dengan pidana tertentu sebagaimana yang tercantum dalam peraturan hukum pidana baik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau di luar KUHP. Istilah-istilah yang dimaksud antara lain: peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana, yang ketiga istilah tersebut sering dipergunakan oleh pembuat Undang-Undang. Dalam merumuskan Undang-Undang, sedang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrecht (WvS) yang merupakan salinan (copy-an) dari KUHP Belanda dikenal istilah Strafbaar Feit, yang pada umumnya para pengarang Belanda menggunakan istilah tersebut.

Maksud diadakannya istilah peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, dan sebagainya itu adalah untuk mengalihkan bahasa dari istilah asing Strafbaar Fiet. Namun dalam hal ini belum jelas apakah disamping mengalihkan bahasa dari istilah Starafbaar Fiet itu dimaksudkan mengalihkan makna dari pengertiannya juga, dikarenakan sebagian besar karangan ahli hukum pidana belum jelas dan terperinci menerangkan pengertian istilah ataukah sekedar mengalihkan bahasanya125.

Untuk lebih memperjelas pengertian dan pemahaman mengenai istilah-istilah yang dipakai akan diuraikan berikut ini, sekaligus pemaparan para ahli pidana yang mendukung istilah-istilah yang dipakai:

1. Istilah peristiwa pidana126

Istilah peristiwa pidana pernah digunakan dan dicantumkan dalam Pasal 14 ayat 1 UUDS (Undang-undang Dasar Sementara) 1950. Pengertian dari peristiwa pidana menurut Moelyatno kurang tepat jika untuk pengertian yang abstrak, karena peristiwa pidana menunjuk pada pengertian yang

124 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta: Jakarta, 1994, hlm: 84-90.

125 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ctk. kelima, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1985, hlm: 125.

126 Samidjo, Hukum Pidana (Ringkasan & Tanya Jawab), Armico: Bandung, 1985. Hlm: 80.

konkrit, yang hanya menunjuk kepada suatu kejadian tertentu saja, misalnya: matinya orang, terhadap peristiwa tersebut tidak mungkin dilarang, tapi yang dilarang oleh hukum pidana adalah matinya orang karena perbuatan orang lain, tapi apabila matinya orang tersebut karena keadaan alam, sakit, maka peristiwa tersebut tidak penting sama sekali bagi hukum

pidana. Menurut Utrecht127, menganjurkan memakai istilah

peristiwa pidana, karena Peristiwa itu meliputi suatu

perbuatan ( handelen atau doen -positif) atau suatu

melalaikan Verzuim atau nalaten , niet-doen -negatif) maupun akibatnya (= keadaan yang ditimbulkan oleh karena perbuatan atau melalaikan itu). Jadi peristiwa pidana adalah

peristiwa hukum (rechtfeit), yaitu suatu peristiwa

kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum);

2. Istilah Perbuatan Pidana128

Istilah perbuatan pidana merupakan istilah yang mengadung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Pengertian pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa

yang konkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga

perbuatan pidana haruslah diberi arti yang bersifaf ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Perbuatan pidana menurut Moeljatno adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, dan dalam hal tersebut diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Sehingga antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, karena kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Jadi perkataan perbuatan yaitu

suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan

konkrit, yaitu: pertama, adanya kejadian tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian;

127 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Universitas Jakarta: Jakarta, 1958, hlm: 250.

3. Istilah Tindak Pidana129

Istilah tindak pidana digunakan dan tercantum dalam pasal 129 Undang-undang Nomor. 7 tahun 1953 tentang pemilihan anggota Konstitusi dan anggota DPR, Undang-undang Pemberantasan Korupsi, dan lain-lain.

Berdasarkan penjelasan dan pengertian tentang istilah-istilah yang dipakai, maka dalam hal ini penulis lebih cenderung menggunakan istilah perbuatan pidana, dikarenakan berdasarkan defenisi di atas, maka dapat dilihat bahwa istilah perbuatan pidana menunjuk pada suatu kejadian yang pelakunya adalah manusia yang merupakan salah satu subyek hukum pidana disamping korporasi, sedangkan istilah peristiwa pidana menunjuk pada suatu kejadian yang mana pelakunya bisa manusia, alam, hewan dan lain-lain yang menurut penulis hal ini terlalu luas dan tidak masuk dalam kajian hukum pidana.

Hubungan antara perbuatan pidana dan Strafbaar Feit dalam lingkup kesamaan pengertian, dan dipakai dalam khasanah keilmuan hukum pidana, mempunyai perbedaan makna. yang walaupun perbuatan pidana merupakan pengalihan bahasa dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia.

Strafbaar Feit dipergunakan di Negeri Belanda yang

beraliran / paham monistis yang antar lain dikemukan oleh Simon. yang merumuskannya sebagai berikut:

Strafbaar Feit sebagai suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang yang bersalah dan orang itu dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya.

Berdasarkan dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari Strafbaar Feit meliputi baik unsur-unsur perbuatan yang lazim disebut dengan unsur-unsur obyektif, maupun unsur-unsur pembuat yang lazim disebut unsur subyektif dicampur menjadi satu, sehingga Strafbaar Feit sama dengan syarat-syarat penjatuhan pidana, sehingga seolah-olah dianggap kalau terjadi Strafbaar Feit maka pelakunya pasti dapat dipidana

Perbuatan pidana yang pokok pengertian harus mengenai Perbuatan, yang dalam hal ini tidak mungkin mengenai orang yang melakukan perbuatan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Moeljatno di atas yang memisahkan antara perbuatan dan pembuatnya. Pokok pengertian pada perbuatan dan apakah

inkonkrito yang melakukan perbuatan tadi sungguh-sungguh

dijatuhi pidana atau tidak, itu sudah di luar arti perbuatan pidana130.

Tapi pada perkembangnya telah tumbuh pemikiran baru tentang Strafbaar Feit, yang menurut pandangan Pompe, Jonkers

dan Vos, telah tumbuh pemikiran tentang pemisahan antara de strafbaarheit van heit feit dan de strafbaarheit van de dader , dengan perkataan lain bahwa adanya pemisahan antara perbuatan

yang dilarang dengan ancaman pidana dan orang yang melanggar larangan yang dapat dipidana yang dalam hal ini satu pihak

tentang perbuatan pidana dan dipihak lain tentang kesalahan131. Dengan adanya pemisahan antara perbuatan dan pembuatan merupakan termasuk aliran / paham dualistis.

Perbuatan pidana yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana dinamakan delik yang dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbagi dalam dua (2) jenis yaitu sebagai berikut132:

1. Kejahatan (misdrijven);

Yang disusun dalam Buku II KUHP, kejahatan adalah

Criminal-onrecht yang merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum atau dengan kata lain perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma menurut kebudayaan atau keadilan yang ditentukan oleh Tuhan dan membahayakan kepentingan hukum. Contoh dari kejahatan dalam KUHP yaitu pada Pasal 362 tentang pencurian, Pasal 378 tentang penggelapan, dan lain-lain. Tapi ada satu catatan bahwa pengertian kejahatan menurut hukum pidana berbeda dengan kejahatan menurut ilmu kriminologi;

2. Pelanggaran (overtredingen);

Disusun dalam Buku III KUHP, pelanggaran adalah

politie-onrecht adalah perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa Negara atau dengan

130 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, op.cit: 126.

131 Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ibid;126.

kata lain perbuatan yang pada umumnya menitik beratkan dilarang oleh peraturan penguasa Negara. Contoh dari bentuk pelanggaran dalam KUHP adalah: Pasal 504 tentang pengemisan, Pasal 489 tentang kenakalan, dan lain-lain.

Dalam ilmu pengetahuan, banyak dipakai istilah Delik 133

sedangkan Pemerintah dalam beberapa peraturan

perundang-undangan selalu memakai istilah Tindak Pidana . Misalnya, dalam

Undang-Undang. Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tidak ketinggalan R.UU. K.U.H.Pidana juga

nampaknya lebih memilih untuk menggunakan istilah Tindak Pidana . (al ini terlihat jelas dari penggunaan istilah tindak pidana

dalam Buku Kesatu dan Buku Kedua R.UU. K.U.H.Pidana.

Mengenai istilah peristiwa pidana, istilah ini terlampau luas untuk merumuskan delik, karena istilah peristiwa sebenarnya berarti segala sesuatu yang terjadi, mungkin kejadian alam, mungkin juga karena tindakan manusia. Pada hal strafbaarfeit adalah suatu perbuatan manusia, yang dalam bahasa Belanda

banyak digunakan istilah handeling yang berarti perbuatan.

(misalnya, delict is een mensclijke handeling).

Apabila tinjau lebih lanjut mengenai istilah perbuatan manusia, istilah ini juga merupakan istilah yang sempit untuk dirumuskan berkenaan dengan masalah apa yang dinamakan dengan delik. Bila memakai istilah handeling ini berarti perbuatan manusia yang aktif. Sedangkan yang dimaksud dengan strafbaarfeit juga meliputi tindakan yang pasif yaitu bila seseorang tidak berbuat. Kemudian oleh beberapa sarjana juga menggunakan istilah

gedraging yang dapat diterjemahkan dengan istilah tindakan

yang aktif dan pasif.

133 Menurut penulis, kata delik berasal dari bahasa Latin, yaitu dellictum, yang didalam Wetboek Van Strafbaar feit Netherland dinamakan Strafbaar feit. Dalam Bahasa Jerman disebut delict, dalam Bahasa Perancis disebut delit, dan dalam Bahasa Belanda disebut delict. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, arti delik diberi

batasan sebagai berikut: perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena

merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana. E. Utrecht, memakai istilah peristiwa pidana karena istilah peristiwa itu meliputi suatu perbuatan (handelen atau doen) atau suatu melalaikan (verzuin atau nalaten) maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan oleh karena perbuatan atau melalaikan itu), dan peristiwa pidana adalah suatu peristiwa hukum, yaitu suatu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum.

Sehingga tindakan-tindakan manusia di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana telah diberi arti secara luas, yakni bukan semata-mata sebagai suatu tindakan yang bersifat aktif atau yang di dalam bahasa Belanda juga sering disebut sebagai een doen atau doen atau handelen atau suatu tindakan untuk melakukan sesuatu atau kelakuan yang positif (berbuat sesuatu), melainkan juga meliputi suatu sikap yang bersifat pasif atau yang di dalam bahasa Belanda juga sering disebut sebagai een niet doen atau een nalaten atau nalaten atau zerzuim atau suatu sikap untuk tidak melakukan sesuatu ataupun suatu sikap untuk mengalpakan sesuatu atau kelakuan yang negatif (tidak berbuat sesuatu).134

Simons merumuskan bahwa strafbaarfeit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yaitu berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Sedangkan Van Hamel, mengatakan bahwa; Strafbaarfeit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam Wet, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana (strafwaardig) yang dilakukan dengan kesalahan.

Secara bahasa bahasa Belanda strafbaar itu adalah dapat dihukum, sedangkan feit adalah peristiwa/kenyataan. Kata peristiwa di sini tentunya adalah perbuatan. Sehingga secara keseluruhan strafbaarfeit itu adalah suatu peristiwa/kenyataan yang dihukum. Definisi ini sebetulnya tidak tepat. Persoalannya sekarang apakah perbuatan itu dapat dipidana? Padahal sebetulnya yang dipidana adalah orang yang perbuatannya dikualifikasikan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Di dalam menjawab pertanyaan tadi, kita dihadapkan pada 2 (dua) persoalan yaitu perbuatan dan pertanggungjawaban. Hal ini melahirkan dua teori yaitu teori dualisme dan teori monisme.135

1. Teori Dualisme: Teori dualisme adalah sebuah teori tentang cara berfikir yang memisahkan antara perbuatan dan pertanggung jawaban. Cara berfikir ini dinamakan cara berfikir yang dualistis (teori dualisme). Menurut para sarjana penganut

134 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Refika Aditama: Bandung, 2003, hlm: 31-36.

135Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1994, hlm: 124-129.

teori ini, perbuatan pidana hanya menunjukkan sifatnya sebagai perbuatan yang terlarang. Dengan kata lain

strafbaarfeit tetap ada, walaupun oleh sesuatu dasar yang

meniadakan hukuman, unsur schuld dari suatu tindakan itu

telah ditiadakan, asalkan tindakan tersebut benar-benar telah memenuhi semua unsur dari sesuatu tindak pidana seperti yang telah dirumuskan di dalam undang-undang. Lain lagi

apabila unsur wederrechtelijk dari sesuatu tindakan yang

terlarang itu telah ditiadakan oleh sesuatu dasar yang meniadakan hukuman, maka kita tidak lagi dapat mengatakan

bahwa strafbaarfeit itu ada. Dalam merumuskan perbuatan

pidana, hal ini hendaknya diperhatikan. Pengertian perbuatan

pidana terpisah dari pertanggungan jawab pidana.

Konsekuensinya perbuatan pidana tetap ada meskipun orang yang melakukannya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Teori dualisme ini dipengaruhi oleh aliran modern. Penganut teori ini diantaranya adalah Moeljatno.

2. Teori Monisme: Teori monisme adalah sebuah teori tentang

cara berfikir yang menggabungkan antara perbuatan dan pertanggungjawaban. Cara berfikir ini dinamakan cara berfikir yang monistis (teori monisme). Para sarjana penganut teori ini,

berpendapat bahwa wederrectelijkheid dan schuld itu

merupakan unsur-unsur yang selalu melekat pada setiap

strafbaarfeit . )ni berarti orang tidak dapat menyebut sesuatu

tindakan itu sebagai sutau strafbaarfeit, apabila pada tindakan

tersebut tidak melekat suatu sifat yang wederrechtelijk

ataupun tindakan tersebut oleh pelakunya tidak dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja. Jadi tidak mungkin ada perbuatan pidana jika orangnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Teori monisme ini dipengaruhi oleh aliran klasik. Penganut teori monisme ini diantaranya adalah Pompe, Satochid dan Van Bemelen. Contoh: orang gila yang melakukan pembunuhan.

Menurut paham monistis perbuatan orang gila yang membunuh adalah bukan perbuatan pidana, karena orang gila tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka perbuatannya tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana. Menurut paham dualistis perbuatan orang gila yang membunuh adalah merupakan perbuatan pidana, karena sekalipun orang gila tersebut nantinya tidak akan dipertanggungjawabkan karena ia tidak mampu bertanggungjawab, perbuatan orang gila tersebut tetap dikatakan sebagai tindak pidana. Persoalan perbuatan adalah persoalan lahiriah ada pada

lapangan lahiriah. Perbuatan berarti bicara tentang melawan hukum. Sedangkan pertanggung jawaban adalah persoalan batiniah ada pada lapangan batin. Aspek batiniah adalah hal-hal yang ada dalam diri manusia yang memandu batin. Dengan demikian pertanggung jawaban berarti bicara tentang kesalahan. Cara berfikir mana yang kita pakai saat ini, cara berpikir dualistislah yang dipakai.

Untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik (tindak pidana) kedalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat dijumpai adalah disebutkannya sesuatu tindakan yang dilarang oleh undang-undang. Menurut ilmu pengetahuan hukum pidana, sesuatu tindakan itu dapat merupakan hal melakukan sesuatu ataupun hal tidak melakukan sesuatu.

Unsur-unsur dalam tindak pidana, dapat dijelaskan sebagai berikut:

Unsur formal meliputi :

1. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.

2. Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan

dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana.

3. Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP

mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.

4. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur

kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.

5. Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang

tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta

pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.

Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan kedalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni:

Dalam dokumen DIMENSI KORUPSI DALAM PENGELOLAN KEUANGA (Halaman 163-172)