• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan dan sikap responden tentang pembuangan limbah medis padat sebelum diberikan intervensi baik itu dengan metode ceramah maupun dengan metode diskusi mayoritas berpengetahuan dan bersikap sedang yaitu pengetahuan sebelum intervensi dengan metode ceramah dan metode diskusi adalah 73,3% dan 80% sedangkan sikap sebelum intervensi dengan metode ceramah dan metode diskusi adalah 60% dan 53,3%.

Hal ini menunjukkan sebelum dilakukan intervensi kedua kelompok responden mempunyai karakteristik pengetahuan dan sikap tentang pembuangan limbah medis padat yang hampir setara. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2003) yang mengemukakan bahwa salah satu persyaratan penelitian eksperimen adalah mengusahakan kedua kelompok responden dalam kondisi yang sama sehingga paparan tentang hasil akhir dapat betul-betul merupakan hasil ada dan tidaknya perlakuan.

Pengetahuan dan sikap responden tentang pembuangan limbah medis padat sebelum diberikan intervensi baik itu dengan metode ceramah maupun dengan metode diskusi mayoritas berpengetahuan dan bersikap sedang, keadaan ini bisa disebabkan oleh adanya informasi yang diperoleh responden sebelum diberikan intervensi melalui media elektronik (TV, radio) atau media cetak (koran, poster, majalah, buku). Faktor

lain yang bisa berpengaruh terhadap pengetahuan responden karena adanya informasi sekilas tentang pembuangan limbah medis padat yang didapat di tempat kerja responden. Selain itu, responden dalam memberikan pelayanan kepada pasien selalu berhubungan dengan limbah medis padat, sehingga berpengaruh terhadap pengetahuannya karena belajar dari pengalaman sendiri. Faktor pendidikan responden juga berpengaruh terhadap pengetahuan karena pengetahuan tentang limbah secara umum sudah mereka dapatkan di bangku sekolah. Faktor-faktor tersebut di atas dapat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden sebelum diberikan intervensi tentang limbah medis padat.

Sesudah pemberian intervensi baik dengan metode ceramah maupun dengan metode diskusi pengetahuan dan sikap responden tentang pembuangan limbah medis padat terjadi perubahan menjadi mayoritas berpengetahuan dan bersikap baik yaitu pengetahuan sesudah intervensi dengan metode ceramah dan metode diskusi adalah 73,3% dan 93,3% sedangkan sikap sesudah intervensi dengan metode ceramah dan metode diskusi adalah 66,7% dan 93,3%.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap responden tentang pembuangan limbah medis padat setelah mendapatkan intervensi dengan metode ceramah maupun metode diskusi. Keadaan ini menggambarkan bahwa dalam promosi kesehatan yang juga merupakan proses pendidikan yang tidak terlepas dari proses belajar, maka untuk tercapainya tujuan promosi kesehatan yakni perubahan perilaku meliputi perubahan pengetahuan dan sikap dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah faktor metode yang

digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Hal ini juga sesuai dengan pendapat Mulyana (2005), bahwa tingkat keberhasilan penyampaian makna dari suatu pesan sangat dipengaruhi oleh metode yang tepat dalam penyampaian pesan tersebut. Sedangkan menurut Setiana (2005), faktor metode adalah salah satu faktor terpenting dalam penyampaian pesan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara optimal. Peningkatan sikap kemungkinan juga terjadi karena peningkatan pengetahuan pada kelompok masing-masing intervensi. Menurut Notoatmodjo (2005), bahwa dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap yang positif merupakan stimulus yang baik untuk mengikuti proses belajar selanjutnya. Sedangkan menurut Suryabrata (1998) bahwa sikap, tingkah laku terbentuk oleh karena belajar. Seseorang dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang belum dimengerti menjadi dimengerti (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Tarigan (2007) yang mengemukakan bahwa metode ceramah, diskusi berpengaruh terhadap peningkatan dan sikap tokoh masyarakat dalam pencegahan malaria di Kabupaten Karo.

Peningkatan pengetahuan dan sikap pada kedua kelompok intervensi juga disebabkan karena semua responden tertarik dan menunjukkan minat dan perhatian ketika mengikuti intervensi dengan alasan materi intervensi yang dipelajari sesuai kebutuhan dan berhubungan dengan pekerjaan dalam memberikan pelayanan di puskesmas dengan harapan dapat bermanfaat bagi diri responden. Menurut Mardikanto (1993) dalam Setiana (2005), seseorang dapat mengikuti proses belajar

dengan lebih baik apabila kegiatan belajar tersebut sesuai dengan kebutuhan sasaran dan akan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi sasaran tersebut. Hal tersebut di atas menyebabkan responden lebih termotivasi untuk belajar sehingga lebih meningkatkan pengetahuannya.

Peningkatan pengetahuan dan sikap pada kedua kelompok intervensi juga disebabkan karena kenyamanan tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan intervensi yang mendukung sehingga responden lebih termotivasi untuk belajar. Menurut setiana (2005), proses belajar akan lebih berhasil apabila tercipta suasana belajar yang kondusif atau menyenangkan. Faktor lain adalah karena fasilitator menguasai materi yang disajikan, dan responden mendapatkan materi yang dibagikan sebelum intervensi sehingga responden lebih termotivasi untuk belajar sehingga lebih meningkatkan pengetahuannya.

Bila dilihat dari perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah intervensi baik dengan metode ceramah maupun diskusi, maka didapati bahwa ada perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden tersebut sebelum dan sesudah menerima intervensi yaitu berupa peningkatan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden yang signifikan (p=0,001).

Seperti diketahui metode ceramah merupakan cara yang paling umum digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan secara berkelompok yang jumlah sasarannya lebih dari 15 orang dengan sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007). Menurut Lunandi (1993) metode ceramah sering digunakan untuk meningkatkan pengetahuan. Dengan metode ini lebih dapat

dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta. Ceramah akan berhasil apabila penceramah menguasai materi apa yang akan diceramahkan, dan mampu memelihara minat peserta sampai 35 atau 40 menit (Maulana, 1990). Lebih baik lagi jika ceramah dibantu alat-alat pengajaran seperti media cetak dan elektronik. Pada penelitian ini penceramah direkrut dari tenaga kesehatan lingkungan di Dinas Kesehatan Kota Medan, sehingga responden tidak merasa asing lagi dengan penceramah dan bebas bertanya tanpa rasa segan. Penceramah menguasai topik intervensi dan dapat menjelaskan topik bahasan dengan baik, dengan bahasa yang mudah dipahami oleh responden, sehingga responden mudah memahami topik yang diberikan. Selain itu penceramah dapat memelihara minat responden untuk tetap mendengarkan topik yang disampaikan selama ceramah berlangsung. Pada penelitian ini ceramah dilakukan dengan teknik ceramah yang telah dimodifikasi yaitu dengan melakukan tanya jawab sesudah penyampaian materi sehingga peserta dapat bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya. Penelitian ini juga menggunakan materi singkat, LCD Projector dan sound system untuk mempermudah penyampaian materi ceramah sehingga responden dapat memahami dan mengingat topik bahasan dengan mudah. Mengenai kelekatan pada ingatan dari bahan yang disampaikan, Socony di Amerika dalam Lunandi (1993) mengadakan penelitian yang hasilnya adalah penyampaian dengan menceritakan dan mempertunjukkan sekaligus lebih lekat dalam ingatan selama 3 jam kemudian (85%) dibandingkan dengan penyampaian hanya menceritakan (70%) atau hanya mempertunjukkan (72%). Berarti dalam suatu

ceramah diharapkan pemberi informasi tidak hanya berbicara saja tetapi juga dapat menunjukkan sesuatu yang dapat dilihat oleh penerima informasi. Pada penelitian ini, penceramah selain berbicara juga menunjukkan gambar-gambar tentang limbah medis padat melalui LCD serta membagikan bahan cetakan berupa materi singkat.

Metode diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam proses pendidikan. Diskusi diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningkatan pemecahan masalah secara efektif dan efisien, dan untuk mempengaruhi para peserta agar mau mengubah sikap (Kartono, 1998). Keberhasilan metode diskusi banyak tergantung dari pimpinan diskusi untuk memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta, membuat kesimpulan pembicaraan-pembicaraan dan menyusun saran-saran yang diajukan, memberikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta sampai pada kesimpulan yang tepat. Bahan cetakan atau alat bantu lain sebaiknya digunakan untuk meningkatkan minat dan kesiapan peserta diskusi (Suprijanto, 2008). Pada penelitian ini, ada peningkatan pengetahuan dan sikap sesudah intervensi dengan metode diskusi kemungkinan karena materi limbah medis padat merupakan materi yang menarik dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh responden, sehingga diskusi menjadi sangat menarik. Pada penelitian ini diskusi dibantu dengan menggunakan materi singkat untuk meningkatkan minat responden agar terlibat aktif dalam diskusi.

Bila dilihat dari perbedaan rata-rata (mean difference), ada peningkatan pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah masing-masing sebesar 1,13 dan 2,40 sedangkan pada metode diskusi sebesar 3,07

dan 6,27. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode diskusi lebih meningkatkan pengetahuan dan sikap dibanding dengan metode ceramah. Hal ini didukung oleh pendapat Kartono (1998) yang mengemukakan bahwa diskusi bertujuan untuk peningkatan pengetahuan, peningkatan pemecahan masalah secara efisien, dan untuk mempengaruhi para peserta agar mau mengubah sikap. Proses belajar pada kelompok dengan metode diskusi merupakan belajar secara aktif dimana semua responden ikut berpartisipasi dalam diskusi, sehingga responden lebih termotivasi untuk belajar sehingga lebih meningkatkan pengetahuannya yang pada akhirnya akan meningkatkan sikap responden. Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat J.Guilbert, metode untuk belajar pengetahuan lebih baik menggunakan metode ceramah, sedangkan untuk belajar sikap, tindakan, keterampilan atau perilaku lebih baik menggunakan metode diskusi kelompok.

5.2. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah Intervensi Berdasarkan Metode Promosi Kesehatan

Dari hasil penelitian diperoleh ada perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sesudah intervensi baik dengan metode ceramah maupun metode diskusi dimana rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode diskusi yaitu 3,07 dan 6,27 lebih besar nilainya dibandingkan dengan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode ceramah yaitu 1,13 dan 2,40.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa metode diskusi menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat dibandingkan dengan metode ceramah. Hal ini terlihat

dari rerata nilai pengetahuan dan sikap yang lebih tinggi pada kelompok dengan metode diskusi dibandingkan dengan rerata nilai pengetahuan dan sikap pada kelompok dengan metode ceramah. Hal ini karena pada metode diskusi semua peserta terlibat aktif untuk menyatakan pendapatnya dan pengalamannya, serta membahas materi limbah medis padat yang dibagikan sampai memperoleh kesimpulan yang sesuai. Prinsip belajar dengan cara menghubung-hubungkan atau association stimulus dengan pengalaman atau perilaku lama maka pesan akan lebih mudah diterima dan dipahami (Setiana, 2005). Metode diskusi juga sangat efektif dalam membangun cara berpikir kritis dalam pemecahan masalah.

Pada penelitian ini, intervensi dengan metode diskusi dilakukan dengan teknik Buzz Groups karena dapat menjamin partisipasi semua anggota kelompok agar terlibat aktif dan berusaha memecahkan permasalahan secara mandiri dalam diskusi, dan peserta dihadapkan pada suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta lebih mudah mengeluarkan pendapat secara spontan. Dengan teknik Buzz Groups ini responden akan lebih ingat apa yang mereka diskusikan. Kesimpulan terakhir merupakan pernyataan dari cara pemecahan masalah yang disetujui oleh responden mengenai persoalan pembuangan limbah medis padat. Hal ini didukung oleh Sudjana (2005), bahwa keberhasilan proses belajar mengajar salah satunya ditentukan oleh keaktifan para peserta dimana peserta tersebut terlibat dalam pemecahan masalah. Sedangkan pada metode ceramah, tidak ada pemecahan masalah sehingga responden tidak berpikir dan memahami secara mendalam. Responden hanya mendengar materi yang disampaikan penceramah, dan kesempatan bertanya hanya sedikit pada saat

dibuka forum tanya-jawab sehingga materi ceramah yang didengar akan mudah dilupakan.

Dari penjelasan hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada kedua metode, baik metode ceramah maupun metode diskusi sama-sama dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat, namun metode diskusi menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat tentang membuang limbah medis padat dibandingkan dengan metode ceramah. Hal ini terlihat dari rerata nilai pengetahuan dan sikap yang lebih tinggi pada kelompok dengan metode diskusi dibandingkan dengan rerata nilai pengetahuan dan sikap pada kelompok dengan metode ceramah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Notoatmodjo (2005) bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang diterima melalui indera dan menurut Lunandi (1993) untuk mencapai efektifitas tertinggi dalam suatu program pendidikan memerlukan atau melibatkan gabungan beberapa indera. Seseorang belajar melalui pancainderanya. Oleh karena itu seseorang dapat mempelajari sesuatu dengan baik apabila ia menggunakan lebih dari satu pancaindera. Menurut Lunandi (1993) bahwa manusia belajar lebih efektif apabila dapat mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau disamping itu ia dapat melihat pula, dan makin efektif lagi kalau ia dapat juga mengerjakan. Hal tersebut juga didukung oleh De Porter (2000) yang mengungkapkan bahwa manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 10% dari yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 80% dari yang diucapkan dan 90% dari yang diucapkan dan dilakukan. Pada metode ceramah penyampaian

informasi sifatnya searah dimana peserta hanya mendengarkan, sedikit bicara hanya pada waktu tanya-jawab. Sedangkan pada metode diskusi berbicara dan mendengarkan adalah seimbang (Lunandi, 1993). Menurut Graeff (1996) pada diskusi terjadi komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai sumber informasi sehingga diskusi merupakan saluran yang paling baik untuk menjaga kredibilitas pesan atau informasi.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan juga bahwa pada kedua metode baik metode ceramah maupun metode diskusi sama-sama dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap responden, namun metode diskusi lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat sehingga hal ini memungkinkan perawat untuk menerapkan pengetahuan dan sikap tersebut di tempat kerja menjadi sebuah tindakan yang tepat dalam membuang limbah medis padat sesuai dengan tujuan promosi kesehatan yaitu perubahan perilaku. Dengan demikian peran dan tanggung jawab perawat dapat diterapkan dengan seksama, konsisten dan menyeluruh sehingga dapat menggugah kesadaran terhadap permasalahan kesehatan dan keselamatan lingkungan mengingat bahaya yang ditimbulkan limbah medis padat tersebut jika tidak dikelola dengan benar.

Dokumen terkait