• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Metode Diskusi Dan Ceramah Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dalam Membuang Limbah Medis Padat Di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Metode Diskusi Dan Ceramah Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dalam Membuang Limbah Medis Padat Di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM MEMBUANG

LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2010

TESIS

Oleh

YUNITA SARY HARAHAP

087033003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM MEMBUANG

LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2010

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUNITA SARY HARAHAP 087033003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP

PERAWAT DALAM MEMBUANG LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2010 Nama Mahasiswa : Yunita Sary Harahap

Nomor Induk Mahasiswa : 087033003

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil) (Drs. Tukiman, M.K.M) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 14 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

(5)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM MEMBUANG

LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(6)

ABSTRAK

Limbah medis padat merupakan bahan infeksius dan berbahaya yang harus dikelola dengan benar agar tidak menjadi sumber infeksius baru bagi masyarakat di sekitar puskesmas maupun bagi tenaga kesehatan itu sendiri. Berdasarkan survey awal masih ditemukan limbah medis padat bercampur dengan limbah padat non medis, walaupun pemberian informasi tentang limbah medis padat tersebut sudah diberikan. Sehingga peneliti berasumsi bahwa efektivitas pemberian informasi belum menampakkan hasil yang optimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis efektifitas metode diskusi dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di puskesmas Kota Medan.

Jenis penelitian adalah eksperimen semu (quasi experiment), dengan rancangan pretest-posttest group design. Penelitian menggunakan dua kelompok, kelompok yang diberi intervensi dengan metode diskusi dan kelompok dengan metode ceramah. Jumlah sampel sebanyak 30 orang perawat, ditentukan secara purposive sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok secara merata, masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang perawat. Alat pengumpulan data adalah kuesioner. Uji yang digunakan Paired Samples T-test dan Independent Samples T-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai pengetahuan tertinggi terjadi pada kelompok dengan intervensi metode diskusi sebesar 3,07 dengan standar deviasi 2,120, sedangkan kelompok dengan intervensi metode ceramah sebesar 1,13 dengan standar deviasi 0,352. Intervensi dengan metode diskusi menunjukkan rerata nilai sikap lebih tinggi yaitu sebesar 6,27 dengan standar deviasi 1,944 dibandingkan intervensi dengan metode ceramah yaitu sebesar 2,40 dengan standar deviasi 1,844. Hasil Uji T-Test menunjukkan metode diskusi lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas Kota Medan tahun 2010.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih mengutamakan metode diskusi sebagai salah satu alternatif dalam pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat. Bagi peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lanjutan untuk melihat perubahan tindakan perawat di tempat kerja dalam membuang limbah medis padat.

(7)

ABSTRACT

Solid medical waste is the infectious and dangerous substances that must be managed properly in order not to become the source of new infectious to the people around the health centers and for health officer themselves. Based on the preliminary survey still found solid medical waste mixed with non-medical solid waste, although the provision of information on solid medical waste has been given, so the researcher assumed that the effectiveness of providing information not yet revealed the optimal result. It is necessary for research with the aim to analyze the effectiveness of the discussion method and the lecturing method on the knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste at the health centers in Medan.

The type of the research was quasi experiment with pretest-posttest group design. This research used two group: the first group was given the discussion method intervention and the order group was given the lecturing method intervention. The sample were 30 nurses with purposive sampling which divided evenly into two groups where each group consisted of 15 nurses. The data were gathered by using questionnaires with Paired Samples T-test and Independent Sample T-test.

The result of the research showed that the highest mean value of knowledge occurred in the intervention group discussion method of 3.07 with a standard deviation of 2.120, while the intervention group with the lecturing method of 1.13 with a standard deviation of 0.352. Intervention with discussion method showed a higher mean value of the attitude that is equal to 6.27 with a standard deviation of 1.944 compared with the lecture method of intervention that is equal to 2.40 with a standard deviation of 1.844. Test T-test results indicate the method of discussion is more effective in improving knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste at the health center of Medan in 2010.

Suggested to Medan District Health office to better prioritize discussion method as an alternative in the provision of information to improve knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste. For the next researcher to conduct the study continued to see changes in the workplace nurses actions in solid medical waste.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul

“Efektivitas Metode Diskusi dan Ceramah terhadap Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Membuang Limbah Medis Padat di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010”.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan

dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara dan Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara serta Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku

Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis.

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

(9)

komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran

serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih juga kepada Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan dr. Taufik

Azhar, M.K.M selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, masukan dan

saran untuk perbaikan tesis.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, dr. H. Edwin Effendi, M.Si yang telah

memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian ini.

Akhirnya, kepada kedua orang tua yang selalu mendoakan, suami tercinta

Ir.Ermansyah, M.M dan anak tersayang Ersa Sharmilla serta seluruh keluarga yang

senantiasa mendoakan, menghibur, mendampingi dan memberikan dorongan moril

maupun materil yang sangat berarti selama penulis pendidikan dan menyelesaikan

tesis ini.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk

itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Yunita Sary Harahap lahir pada tanggal 30 Juni 1974 di Pematang Siantar,

anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan H. R. Harahap dan Hj. Maimunah

Dalimunthe.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di SD

Harapan 1 Medan selesai tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1

Banda Aceh selesai tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Medan

selesai tahun 1992 dan Fakultas Kedokteran USU selesai tahun 1998.

Bekerja menjadi Dokter Pegawai Tidak Tetap di Puskesmas Indrapura

Kabupaten Asahan tahun 1999 sampai 2002, sebagai Pegawai Negeri Sipil di

Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Asahan tahun 2003 sampai 2006,

Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2006 sampai sekarang.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan S2 di Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... ... ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

2.1. Promosi Kesehatan………. 11

2.2. Pengertian Efektivitas……… 12

2.3. Metode Promosi Kesehatan ……….. 14

2.3.1. Metode diskusi……… 14

2.3.2. Metode ceramah……….. 17

2.4. Domain Perilaku………. 18

2.4.1. Pengetahuan (knowledge)……….. 19

2.4.2. Sikap (attitude)……… 20

2.4.3. Tindakan atau Praktik (practice)……… 22

2.5. Puskesmas……….. 22

2.6. Konsep Limbah Medis Padat………. 24

2.6.1. Karakteristik limbah medis……… 24

(12)

2.6.4. Pengelolaan limbah medis padat………..…. 32

2.6.5. Teknologi pengolahan dan pembuangan limbah medis………. 38

2.7. Landasan Teori……….. 44

2.8. Kerangka Konsep……….. 46

BAB 3. METODE PENELITIAN………... 47

3.1. Jenis Penelitian……….. 47

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 48

3.2.1. Lokasi penelitian……… 48

3.2.2. Waktu penelitian……… 49

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 49

3.3.1. Populasi……….. 49

3.3.2. Sampel……… 49

3.4. Metode Pengumpulan Data………... 51

3.4.1. Pengumpulan data……….………. 51

3.4.2. Teknik pengumpulan data……….………. 52

3.4.3. Pelaksanaan pengumpulan data………. 52

3.4.4. Uji validitas dan reliabilitas………... 56

3.5. Variabel dan Definisi Operasional……… 59

3.5.1. Variabel……….. 59

3.5.2. Definisi operasional………..….. 59

3.6. Metode Pengukuran……….. 61

3.7. Metode Analisis Data... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 64

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 64

4.2. Karakteristik Responden... 65

4.2.1. Karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan masa kerja berdasarkan metode ceramah dan metode diskusi... 65

4.2.2. Pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah pemberian intervensi dengan metode ceramah dan metode diskusi... 67

4.3. Analisa Data... 68

  4.3.1. Perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap        responden sebelum dan sesudah pemberian intervensi         dengan metode ceramah dan metode diskusi...       68        

4.3.2. Perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap 

(13)

      berdasarkan metode promosi kesehatan  

      (metode ceramah dan metode diskusi)...      72 

BAB 5. PEMBAHASAN... 74

5.1. Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi... 74

5.2. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah Intervensi Berdasarkan Metode Promosi Kesehatan (Metode Ceramah dan Metode Diskusi) 80

5.3. Keterbatasan Penelitian... 83

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 85

6.1. Kesimpulan... 85

6.2. Saran... 86

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kategori Limbah Medis... 26

2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori... 34

3.1 Hasil Perhitungan Uji Validitas dan Reliabilitas... 57

3.2 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen... 61

4.1 Jumlah Tenaga Medis dan Non Medis di Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008……… 64

4.2 Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden Menurut Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir dan Masa Kerja Berdasarkan Metode Ceramah dan Metode Diskusi... 66

4.3 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi dengan Metode Ceramah dan Metode Diskusi... 67

4.4 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi dengan Metode Ceramah dan Metode Diskusi... 69

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian... 46

3.1 Rancangan Penelitian... 47

4.1 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi dengan Metode

Ceramah... 70

4.2 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi dengan Metode

Diskusi... 71

4.3 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah Pemberian Intervensi Berdasarkan Metode Promosi

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 91

2. Materi Limbah Medis Padat... 97

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan dan Sikap... 101

4. Hasil Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden... 107

5. Hasil Dependent Samples T-Test Pengetahuan dan Sikap Responden... 110

6. Hasil Independent Samples T-Test Pengetahuan dan Sikap Responden... 112

7. Surat Izin Uji Kuesioner dari Fakultas Kesehatan Masyarakat... 113

8. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat... 114

9. Surat Selesai Uji Kuesioner dari Puskesmas Sering Kota Medan.. 115

10. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan... 116

11. Master Data Penelitian... 117

(17)

ABSTRAK

Limbah medis padat merupakan bahan infeksius dan berbahaya yang harus dikelola dengan benar agar tidak menjadi sumber infeksius baru bagi masyarakat di sekitar puskesmas maupun bagi tenaga kesehatan itu sendiri. Berdasarkan survey awal masih ditemukan limbah medis padat bercampur dengan limbah padat non medis, walaupun pemberian informasi tentang limbah medis padat tersebut sudah diberikan. Sehingga peneliti berasumsi bahwa efektivitas pemberian informasi belum menampakkan hasil yang optimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis efektifitas metode diskusi dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di puskesmas Kota Medan.

Jenis penelitian adalah eksperimen semu (quasi experiment), dengan rancangan pretest-posttest group design. Penelitian menggunakan dua kelompok, kelompok yang diberi intervensi dengan metode diskusi dan kelompok dengan metode ceramah. Jumlah sampel sebanyak 30 orang perawat, ditentukan secara purposive sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok secara merata, masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang perawat. Alat pengumpulan data adalah kuesioner. Uji yang digunakan Paired Samples T-test dan Independent Samples T-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai pengetahuan tertinggi terjadi pada kelompok dengan intervensi metode diskusi sebesar 3,07 dengan standar deviasi 2,120, sedangkan kelompok dengan intervensi metode ceramah sebesar 1,13 dengan standar deviasi 0,352. Intervensi dengan metode diskusi menunjukkan rerata nilai sikap lebih tinggi yaitu sebesar 6,27 dengan standar deviasi 1,944 dibandingkan intervensi dengan metode ceramah yaitu sebesar 2,40 dengan standar deviasi 1,844. Hasil Uji T-Test menunjukkan metode diskusi lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas Kota Medan tahun 2010.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih mengutamakan metode diskusi sebagai salah satu alternatif dalam pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat. Bagi peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lanjutan untuk melihat perubahan tindakan perawat di tempat kerja dalam membuang limbah medis padat.

(18)

ABSTRACT

Solid medical waste is the infectious and dangerous substances that must be managed properly in order not to become the source of new infectious to the people around the health centers and for health officer themselves. Based on the preliminary survey still found solid medical waste mixed with non-medical solid waste, although the provision of information on solid medical waste has been given, so the researcher assumed that the effectiveness of providing information not yet revealed the optimal result. It is necessary for research with the aim to analyze the effectiveness of the discussion method and the lecturing method on the knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste at the health centers in Medan.

The type of the research was quasi experiment with pretest-posttest group design. This research used two group: the first group was given the discussion method intervention and the order group was given the lecturing method intervention. The sample were 30 nurses with purposive sampling which divided evenly into two groups where each group consisted of 15 nurses. The data were gathered by using questionnaires with Paired Samples T-test and Independent Sample T-test.

The result of the research showed that the highest mean value of knowledge occurred in the intervention group discussion method of 3.07 with a standard deviation of 2.120, while the intervention group with the lecturing method of 1.13 with a standard deviation of 0.352. Intervention with discussion method showed a higher mean value of the attitude that is equal to 6.27 with a standard deviation of 1.944 compared with the lecture method of intervention that is equal to 2.40 with a standard deviation of 1.844. Test T-test results indicate the method of discussion is more effective in improving knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste at the health center of Medan in 2010.

Suggested to Medan District Health office to better prioritize discussion method as an alternative in the provision of information to improve knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste. For the next researcher to conduct the study continued to see changes in the workplace nurses actions in solid medical waste.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan

dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku

hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian,

pembangunan kesehatan dilandaskan kepada paradigma sehat. Paradigma yang akan

mengarahkan pembangunan kesehatan untuk lebih mengutamakan upaya-upaya

peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif), tanpa

mengabaikankan upaya-upaya penanggulangan atau penyembuhan penyakit (kuratif)

dan pemulihan (rehabilitatif) (Depkes RI, 2005).

Aspek yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut

salah satunya adalah lingkungan sehat dan bersih, termasuk lingkungan pelayanan

kesehatan masyarakat seperti puskesmas, seperti yang tertuang dalam Undang-undang

RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa “Setiap tempat dan

sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat

sesuai dengan standar dan persyaratan” (Depkes, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Blum (1974)

menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu:

(20)

Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar

pengaruhnya terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Kondisi kesehatan individu dan masyarakat dapat dipengaruhi lingkungan.

Kualitas lingkungan yang buruk merupakan penyebab timbulnya berbagai gangguan

kesehatan. Untuk mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimum diperlukan

suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang juga optimum (Mulia, 2005).

Upaya pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan perlu diterapkan

sesuai dengan prinsip-prinsip sanitasi yang menitikberatkan pada kebersihan

lingkungan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam peningkatan kualitas

lingkungan adalah dengan melakukan kegiatan pengelolaan limbah, karena dengan

pengelolaan limbah yang benar merupakan bagian yang paling penting dalam upaya

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes, 2009).

Puskesmas merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang dalam

kegiatannya menghasilkan limbah medis padat maupun limbah padat non medis.

Limbah medis padat di puskesmas dihasilkan dari kegiatan yang berasal dari ruang

perawatan bagi puskesmas rawat inap, poliklinik umum, poliklinik gigi, poliklinik ibu

dan anak/KIA, laboratorium dan apotik. Limbah medis padat merupakan bahan

infeksius dan berbahaya yang harus dikelola dengan benar agar tidak menjadi sumber

infeksius baru bagi masyarakat di sekitar puskesmas maupun bagi tenaga kesehatan

itu sendiri. Dalam hubungan interaksi, dimungkinkan terjadi kontak antar pasien

dengan tenaga kesehatan dalam lingkungan puskesmas melalui alat-alat medis yang

(21)

keadaan intensitas kontak tinggi dari penderita dengan tenaga kesehatan maupun

pengunjung, tidak mustahil kuman penyakit dapat berpindah kepada orang yang sehat,

yang akhirnya terjadi proses penularan penyakit yang lebih meluas.

World Health Organization (WHO) 1999, melaporkan perkiraan kasus infeksi

Hepatitis B (HBV) akibat cidera oleh benda tajam dikalangan tenaga medis dan tenaga

pengelolaan limbah rumah sakit. Jumlah kasus HBV per tahun di AS akibat pajanan

limbah adalah sekitar 162-321 kasus dari jumlah total per tahun yang mencapai

300.000 kasus. Pada tahun 1999 WHO juga melaporkan bahwa di Perancis pernah

terjadi 8 kasus pekerja kesehatan terinfeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus)

melalui luka, 2 kasus diantaranya menimpa petugas yang menangani limbah medis.

Pada bulan Juni 1994, terdapat 39 kasus infeksi HIV yang berhasil dikenali oleh

Centers for Disease Control and Prevention sebagai infeksi okupasional dengan cara

penularan sebagai berikut: 32 kasus akibat tertusuk jarum suntik, 1 kasus akibat teriris

pisau, 1 kasus akibat luka terkena pecahan gelas (pecahan kaca berasal dari tabung

berisi darah yang terinfeksi), 1 kasus akibat kontak dengan benda infeksius yang tidak

tajam, 4 kasus akibat kulit atau membran mukosa terkena darah yang terinfeksi. Pada

bulan Juni 1996, jumlah keseluruhan kasus infeksi HIV okupasional meningkat

menjadi 51 kasus. Semua kasus tersebut yang terkena adalah perawat, dokter dan

teknisi laboratorium (Prüss, 2005).

Pada fasilitas layanan kesehatan dimanapun, perawat dan tenaga kebersihan

merupakan kelompok utama yang berisiko mengalami cidera, jumlah bermakna justru

(22)

serius seperti HIV/AIDS (Acquired Immuno Defficiency Syndrome) serta hepatitis B

dan C, tenaga layanan kesehatan terutama perawat merupakan kelompok yang

berisiko paling besar untuk terkena infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang

terkontaminasi, umumnya jarum suntik (Prüss, 2005).

Data P2M-PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan)

menunjukkan, limbah alat suntik secara kuratif di Indonesia diperkirakan sekitar 300

juta per tahun. Limbah alat suntik khusus untuk imunisasi diperkirakan sekitar 66 juta

per tahun. Dari jumlah itu 36,8 juta diantaranya merupakan limbah alat suntik

imunisasi bayi, imunisasi ibu hamil/wanita usia subur sekitar 10 juta, imunisasi anak

sekolah sekitar 20 juta. Dengan demikian jumlah limbah medis benda tajam di

Indonesia menjadi sangat tinggi. Limbah alat suntik dan limbah lainnya dapat menjadi

faktor risiko penularan berbagai penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis B dan C serta

penyakit lain yang ditularkan melalui darah. Jika pengelolaan pembuangan limbah

medis padat tidak baik, sangat berbahaya bagi para tenaga kesehatan, pasien,

pengunjung maupun lingkungannya (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No.1204/MENKES/ SK/X/2004

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit/Puskesmas dibuatlah nota

kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Rumah Sakit Dr.Pirngadi Kota

Medan dengan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2006, untuk mengadakan

kerjasama dalam pemusnahan limbah medis padat puskesmas yang berada di bawah

wewenang Dinas Kesehatan Kota Medan (DKK) di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota

(23)

disediakan tempat khusus pembuangan limbah medis padat berupa kotak karton

tertutup dan wadah plastik beserta tutupnya, yang diletakkan di ruangan-ruangan

penghasil limbah medis. Limbah medis padat yang telah dikumpulkan pada

tempatnya, akan diangkut ketempat pembuangan akhir oleh petugas pengangkut

limbah medis dari Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.

Dari survey pendahuluan peneliti, di ruangan puskesmas yang menghasilkan

limbah medis padat yang berasal dari kegiatan di ruang rawat inap, poliklinik umum,

poliklinik gigi, poliklinik ibu dan anak/KIA terlihat perawat sangat berperan dalam

melakukan tindakan pelayanan keperawatan kepada pasien seperti menyuntik,

memasang selang infus, mengganti cairan infus, memasang selang urine, perawatan

luka, perawatan dalam pemberian obat dan lain-lain. Dari hal tersebut di atas,

kemungkinan besar perawat yang pertama kali berperan apakah limbah medis padat

akan berada pada tempat yang aman atau tidak, sebelum diangkut ketempat

pembuangan akhir yakni insinerator oleh petugas pengangkut limbah dari rumah sakit.

Dari ruangan-ruangan penghasil limbah medis padat tersebut masih ditemukan

di tempat sampah limbah medis padat seperti perban dan kapas bercampur darah,

infus set bekas, jarum suntik bekas, sarung tangan bekas dan lain-lain bercampur

dengan limbah non medis. Selain itu terlihat limbah medis padat tidak segera

dimasukkan ketempat penampungannya, tetapi terletak di wadah-wadah kecil

pengobatan (nierbekken). Asumsi peneliti, perawat tidak memilah limbah medis padat

sebelum dibuang ketempat sampah, padahal di tempat sampah sudah tertera jenis

(24)

lalat berkeliaran dan berinteraksi dengan limbah medis padat sehingga rentan

terjadinya penularan kuman patogen.

Hal tersebut di atas besar kemungkinan ada hubungannya dengan pengetahuan

dan sikap perawat tentang pengelolaan/pembuangan limbah medis padat dan bahaya

yang dapat ditimbulkannya terhadap kesehatan diri dan lingkungan. Semua perawat

yang menghasilkan limbah medis padat harus bertanggung jawab dalam

pemilahannya. Proses pengelolaan limbah medis dilakukan oleh perawat pada tahap

pemilahannya dan petugas kebersihan pada tahap pengangkutan (Prüss, 2005).

Dinas Kesehatan Kota Medan sudah melakukan kegiatan pemberian informasi

tentang limbah medis dan cara pengelolaan limbah medis. Kegiatan pemberian

informasi tersebut selalu disampaikan dalam rapat bulanan petugas kesehatan. Namun

efektivitas pemberian informasi ini belum menampakkan hasil yang optimal, dapat

dilihat dari pemilahan/pembuangan limbah medis padat yang masih belum tepat. Hal

ini mungkin karena pemberian informasi tentang limbah medis padat tidak secara

khusus disampaikan dengan menggunakan metode yang cocok atau sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai. Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju

tercapainya tujuan promosi kesehatan, yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh

banyak faktor. Faktor yang memengaruhi suatu proses pendidikan salah satunya

adalah faktor metode yang digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan

(Notoatmodjo, 2005).

Hal yang penting dalam pembuangan/pemilahan limbah medis padat adalah

(25)

dapat lebih mengetahui kategori limbah medis, pewadahannya, pengolahannya,

pemusnahan dan efek yang ditimbulkan limbah medis padat tersebut. Dalam hal ini

perlu adanya suatu promosi kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan

sikap perawat tersebut.

Untuk melaksanakan kegiatan dalam promosi kesehatan diperlukanlah metode

promosi kesehatan yaitu dengan cara dan alat bantu apa yang digunakan oleh pelaku

promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan, memberikan atau

meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan atau mentransformasikan

perilaku kesehatan kepada sasaran (Notoatmodjo, 2005).

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam promosi kesehatan adalah

metode ceramah. Metode ini merupakan cara yang paling umum digunakan untuk

meningkatkan pengetahuan. Dengan metode ini lebih dapat dipastikan

tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu

yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak

pesan dalam waktu singkat. Namun metode ceramah mempunyai kelemahan yaitu jika

ceramahnya berlangsung terus-menerus selama 1 jam atau lebih, harus waspada

terhadap kebosanan hadirin, dan pesan/materi pelajaran mudah dilupakan setelah

beberapa lama sesudahnya (Lunandi, 1993).

Metode promosi kesehatan yang lain adalah metode diskusi. Diskusi

merupakan salah satu metode yang ampuh dan menarik. Diskusi diarahkan pada

keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningkatan pemecahan masalah

(26)

diskusi terdapat interaksi yang timbal-balik, suasana bebas dan arus pemberian

informasi seluas-luasnya (Kartono, 1998). Seperti metode ceramah, metode diskusi

juga mempunyai kelemahan yaitu jika peserta kurang berpartisipasi secara aktif untuk

bertukar pengalaman dan pengetahuan serta adanya dominasi pembicaraan oleh satu

atau beberapa orang saja.

Dalam pemilihan metode promosi kesehatan, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pemilihan metode berkaitan erat dengan tujuan yang ingin

dicapai. Sebagai contoh, metode ceramah dan diskusi ternyata bermanfaat untuk

meningkatkan pengetahuan tokoh masyarakat dalam pencegahan malaria (Tarigan,

2007). Penelitian Sitepu (2008) yang dilakukan pada ibu dengan metode ceramah

ternyata berdampak positif terhadap pengetahuan dan sikap tentang penyakit

pneumonia pada balita.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas

metode diskusi dan ceramah yang diberikan kepada perawat untuk dapat

meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga mempunyai dampak pada pembuangan

limbah medis padat.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana efektivitas metode diskusi dan ceramah terhadap

pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas

(27)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas metode diskusi

dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis

padat di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010.

1.4.Hipotesis

1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan perawat sebelum dan sesudah intervensi

dengan metode ceramah dalam membuang limbah medis padat.

2. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan perawat sebelum dan sesudah intervensi

dengan metode diskusi dalam membuang limbah medis padat.

3. Ada perbedaan rata-rata sikap perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan

metode ceramah dalam membuang limbah medis padat.

4. Ada perbedaan rata-rata sikap perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan

metode diskusi dalam membuang limbah medis padat.

5. Ada perbedaan keefektifan metode diskusi dan metode ceramah terhadap

pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat.

1.5.Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota sebagai masukan dalam upaya meningkatkan dan

mengembangkan metode promosi kesehatan yang efektif bagi perawat dalam

upaya pengelolaan/pembuangan limbah medis padat di puskesmas.

2. Bagi puskesmas sebagai masukan kepada pengelola program Promosi

(28)

promosi kesehatan dalam upaya pengelolaan/pembuangan limbah medis padat

di puskesmas.

3. Bagi mahasiswa sebagai referensi dalam melakukan penelitian yang

berkaitan dengan metode promosi kesehatan dalam pembuangan limbah

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha

menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan

harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau

individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.

Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.

Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat

membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran.

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green

(1984) merumuskan definisi sebagai berikut: “Promosi Kesehatan adalah segala

bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi,

politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan

lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”.

Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan

masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan

lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar

dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya

masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang

(30)

Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari

proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan,

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat

mengerjakan sesuatu. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga unsur pokok yang saling

berkaitan, yakni masukan (input), proses, dan keluaran (output). Dalam proses belajar,

terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar,

pengajar atau fasilitator belajar, metode yang digunakan dan materi atau bahan yang

dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil belajar itu sendiri, yang terdiri dari

kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Suryabrata (1998) hal-hal pokok dalam belajar adalah:

1. Bahwa belajar itu membawa perubahan.

2. Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.

3. Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).

2.2. Pengertian Efektivitas

Menurut Danfar (2009), efektivitas berasal dari kata efektif, dimana pengertian

efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan

yang telah ditetapkan atau suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan

dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat J.Guilbert

mengelompokkan faktor-faktor yang memengaruhi proses belajar yaitu faktor materi,

(31)

terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat

peraga, dan perangkat lunak (software) seperti kurikulum (dalam pendidikan formal),

pengajar atau fasilitator belajar serta metode belajar mengajar. Untuk memperoleh

hasil belajar yang efektif, faktor instrumental dirancang sedemikian rupa sehingga

sesuai dengan materi dan subjek belajar. Misalnya, metode untuk belajar pengetahuan

lebih baik digunakan metode ceramah, sedangkan untuk belajar sikap, tindakan,

keterampilan atau perilaku lebih baik digunakan metode diskusi kelompok,

demonstrasi, bermain peran (role play).

Dengan demikian dapat disimpulkan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai

secara efektif dan efisien, maka metode pembelajaran merupakan salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran tersebut.

Notoatmodjo (1989) menyatakan bahwa agar tercapai hasil belajar (perubahan

perilaku) dengan efektif dan efisien, maka pemilihan metode pendidikan perlu

dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pemilihan metode hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan.

2. Pemilihan metode tergantung kepada kemampuan guru atau pendidiknya.

3. Pemilihan metode harus mempertimbangkan kemampuan dari sasaran belajar

(pihak yang belajar).

4. Pemilihan metode tergantung pada besarnya kelompok sasaran.

5. Pemilihan metode harus disesuaikan dengan waktu pemberian atau penyampaian

pesan.

(32)

2.3. Metode Promosi Kesehatan

Di dalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan

promosi kesehatan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu

faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang

melakukannya, dan alat-alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan

pesan. Metode dan teknik promosi kesehatan, adalah dengan cara dan alat bantu apa

yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau

masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

2.3.1. Metode diskusi

Metode diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam

proses pendidikan. Harus ada partisipasi yang baik dari peserta yang hadir. Diskusi

diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningkatan

pemecahan masalah secara efisien, dan untuk memengaruhi para peserta agar mau

mengubah sikap (Kartono, 1998). Dalam suatu diskusi para pesertanya berpikir

bersama dan mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada diri

sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang didiskusikan

(Lunandi, 1993).

Diskusi dipakai sebagai forum untuk bertukar informasi, pendapat dan

pengalaman dalam bentuk tanya-jawab yang teratur dengan tujuan mendapatkan

pengertian yang lebih luas, kejelasan tentang suatu permasalahan dan untuk

(33)

merupakan saluran yang paling baik untuk menjaga kredibilitas pesan-pesan,

menyediakan informasi, dan mengajarkan keterampilan yang kompleks yang

membutuhkan komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai sumber

informasi yang terpercaya (Graeff, 1996).

Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas

berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa

sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain,

misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi juga duduk di

antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Dengan kata

lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap kelompok mempunyai

kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat (Notoatmodjo, 2007). Selama

berlangsungnya diskusi, penilaian atau kritik tidak dibenarkan, sebab kritik akan

mematikan kreativitas (Effendi, 1992).

Keberhasilan metode diskusi banyak tergantung dari pimpinan diskusi untuk

memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta, memelihara perhatian yang

terus-menerus dari para peserta, memberikan kesempatan kepada semua orang untuk

mengemukakan pendapatnya dan menghindari dominasi beberapa orang saja,

membuat kesimpulan pembicaraan-pembicaraan dan menyusun saran-saran yang

diajukan, memberikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta sampai pada

kesimpulan yang tepat. Metode diskusi mempunyai kelemahan yaitu jika peserta

kurang berpartisipasi secara aktif untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan serta

(34)

Diskusi membutuhkan perencanaan dan persiapan, serta terdapat banyak cara

untuk memicu dan mempersiapkan stuktur yang akan membantu setiap orang untuk

berpartisipasi. Diskusi dapat dipicu dengan menyajikan suatu pokok masalah,

sebaiknya hal yang kontroversial (Ewless, 1994).

Menurut Suprijanto (2008), ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam

diskusi kelompok, antara lain:

1. Kelompok buzz (Buzz Groups).

Pada teknik ini peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, hasil diskusi

kelompok kecil ini dilaporkan pada kelompok besar. Caranya sekretaris kelompok

kecil membuat catatan tentang ide-ide yang disarankan oleh anggota kelompok dan

menyiapkan kesimpulan yang akan disampaikan kepada kelompok besar setelah

diskusi kelompok buzz selesai. Biasanya sesi buzz memerlukan waktu 10-20 menit

tergantung pada topik yang dibicarakan. Kelebihan teknik ini adalah mudah

dilakukan, menjamin partisipasi semua anggota kelompok dan peserta dihadapkan

pada suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta lebih mudah mengeluarkan

pendapat secara spontan, selain itu teman-teman sekitar dapat langsung memberi

sambutan.

2. Diskusi mangkuk ikan (Fishbowl Discussion).

Pada teknik ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dalam

dan kelompok luar. Kelompok dalam bertugas mendiskusikan sesuatu, sedangkan

kelompok luar menyaksikan jalannya diskusi, tetapi juga boleh berpartisipasi dalam

(35)

3. Teknik urun pendapat.

Teknik ini digunakan dalam memecahkan suatu masalah dengan

mengumpulkan gagasan atau saran-saran dari semua peserta. Dalam teknik ini tidak

ada gagasan atau saran-saran dari semua peserta yang disalahkan. Semua peserta

diberikan kesempatan yang leluasa untuk berbicara, mengungkapkan gagasan maupun

saran-sarannya. Gagasan tersebut dicatat ketika muncul dari setiap peserta. Peserta

kemudian dibagi menjadi beberapa sub kelompok dan membahas gagasan tersebut.

Kesimpulan dari hasil diskusi ditentukan masing-masing peserta sesuai dengan

pengalaman dan menurut sudut pandang mereka.

2.3.2. Metode ceramah

Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang sering digunakan.

Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah

(Notoatmodjo, 2007).

Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari

penceramah kepada hadirin. Pada metode ini penceramah lebih banyak memegang

peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit

memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya

(Lunandi, 1993).

Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi

biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta

daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi

(36)

maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat.

Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya

adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Lunandi, 1993).

Ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa

yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan

mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam

diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya

makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya. Menurut

Notoatmodjo, dkk (1989) ceramah akan berhasil apabila teknik ceramah dimodifikasi

dengan melakukan tanya-jawab sesudah penyampaian materi. Hal ini bertujuan agar

peserta dapat bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya tentang materi yang

sudah diberikan penceramah.

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah

tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan

hal-hal sebagai berikut: sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh

bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan

harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan),

seyogyanya tidak duduk, menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin

(Notoatmodjo, 2007).

2.4. Domain Perilaku

(37)

maupun dari dalam dirinya (Depkes RI, 1997). Perilaku manusia merupakan hasil dari

segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang

terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Sarwono, 1993).

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Benyamin Bloom

(1908) membagi perilaku seseorang kedalam tiga domain, ranah atau wilayah yakni

pengetahuan (cognitive domain), sikap (affective domain) dan tindakan (psychomotor

domain).

2.4.1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Perilaku baru atau adopsi

perilaku yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat

langgeng (long lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan

kesadaran tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang

berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibagi dalam enam tingkatan pengetahuan

menurut Notoatmodjo (2005), yaitu:

1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

(38)

kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada atau kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang

telah dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluasi), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

2.4.2. Sikap (attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak

senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Notoatmodjo

(2005) yang mengutip pendapat Campbell (1950) sikap adalah suatu sindroma atau

kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan

(39)

Menurut Azwar (2007) yang mengutip pendapat Allen, dkk (1980)

mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,

predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap

adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Sikap, menurut Setiana (2005) yang mengutip pendapat Widayatun (1999)

adalah kesiapan seseorang untuk bertindak atau berperilaku tertentu. Sikap juga dapat

diartikan sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui

pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respon individu

pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Komponen sikap adalah

pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak.

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk memberikan

jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Hal ini menunjukkan bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan

(40)

2.4.3. Tindakan atau Praktik (practice)

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu

terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan atau

perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adanya fasilitas dan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo,

2007).

2.5.Puskesmas

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit pelaksana teknis Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung-jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional, standar wilayah kerja

Puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di suatu kecamatan terdapat lebih

dari satu puskesmas, maka tanggung-jawab wilayah kerja dibagi diantara

puskesmas-puskesmas tersebut. Masing-masing puskesmas-puskesmas tersebut bertanggung jawab langsung

kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/2004 tahun

2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat disebutkan bahwa fungsi

Puskesmas adalah sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, pusat penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama

(Depkes, 2005). Dengan demikian, puskesmas mempunyai upaya wajib yang harus

dilaksanakan oleh semua puskesmas, salah satunya adalah kesehatan lingkungan

(41)

gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan pengobatan

(Trihono, 2005). Ini berarti bahwa setiap tenaga kesehatan di puskesmas memiliki

kewajiban untuk melaksanakan upaya wajib tersebut.

Dinas Kesehatan Kota Medan terdiri dari 39 unit puskesmas yang terdiri dari

13 unit puskesmas rawat inap dan 26 unit puskesmas non rawat inap (Dinas Kesehatan

Kota Medan, 2009). Dalam kegiatan pelayanan kesehatan, puskesmas Kota Medan

menghasilkan limbah medis padat maupun limbah padat non medis. Untuk

pemusnahan limbah medis padat, maka berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI

No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit/Puskesmas dibuatlah nota kesepahaman (Memorandum of Understanding)

antara Rumah Sakit Dr.Pirngadi Kota Medan dengan Dinas Kesehatan Kota Medan

tahun 2006, untuk mengadakan kerjasama dalam pemusnahan limbah medis padat

puskesmas yang berada di bawah wewenang Dinas Kesehatan Kota Medan (DKK) di

Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan. Dengan adanya nota kesepahaman tersebut, di

puskesmas Kota Medan telah disediakan tempat khusus pembuangan limbah medis

padat berupa kotak karton tertutup dan wadah plastik beserta tutupnya, yang

diletakkan di ruangan-ruangan penghasil limbah medis. Limbah medis padat yang

telah dikumpulkan pada tempatnya, akan diangkut ke tempat pembuangan akhir oleh

(42)

2.6. Konsep Limbah Medis Padat 2.6.1. Karakteristik limbah medis

Menurut Prüss (2005), limbah layanan kesehatan adalah limbah yang

mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas

penelitian dan laboratorium. Selain itu, limbah layanan kesehatan juga mencakup

limbah yang berasal dari sumber-sumber kecil misalnya limbah hasil perawatan yang

dilakukan di rumah (suntikan insulin). Sekitar 75-90% limbah yang berasal dari

instalasi kesehatan merupakan limbah yang tidak mengandung resiko atau limbah

umum dan menyerupai limbah rumah tangga. Limbah tersebut kebanyakan berasal

dari aktivitas administratif dan keseharian instalasi, disamping limbah yang dihasilkan

selama pemeliharaan bangunan instalasi tersebut. Sisanya yang 10-25% merupakan

limbah yang dipandang berbahaya dan dapat menimbulkan berbagai jenis dampak

kesehatan.

Kepmenkes Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 mengatakan

Limbah Rumah Sakit ada 3 macam, yakni:

1. Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan

rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia

beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.

2. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari

insinerator, dapur, perlengkapan generator, anestesi dan pembuatan obat

(43)

3. Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan

rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.

Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,

farmasi, laboratorium, radiografi, fasilitas penelitian yang kemungkinan mengandung

mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan

dan lingkungan (Djojodibroto, 1997).

Menurut Chandra (2007), limbah medis padat adalah limbah yang langsung

dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk

kegiatan medis di ruang poliklinik, ruang perawatan, ruang bedah, ruang kebidanan,

ruang otopsi dan ruang laboratorium seperti perban, kasa, alat injeksi, ampul dan botol

bekas obat injeksi, kateter, swab, plester, masker, plasenta, jaringan organ, sediaan

dan media sampel untuk pemeriksaan laboratorium.

Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,

limbah patologi, limbah benda tajam, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah

radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat

yang tinggi (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/ SK/ X/2004, Depkes RI, 2004).

Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di

luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat

dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi

kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan

(44)

ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah padat non medis

(Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

Tabel 2.1 Kategori Limbah Medis (Prüss, 2005)

No Kategori Limbah Definisi Contoh

1. organisme patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada pejamu yang rentan.

Limbah berasal dari pembiakan dan stok bahan yang sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.

(45)

Tabel 2.1 Lanjutan

No Kategori Limbah Definisi Contoh

4. Limbah farmasi mencakup produk farmasi. Kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, selang penghubung dan ampul obat.

5. Limbah sitotoksik/ genotoksik

Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang

(46)

Tabel 2.1 Lanjutan

No Kategori Limbah Definisi Contoh

7. Limbah radioaktif Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionuklida. Limbah ini dapat berasal dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.

cairan yang tidak terpakai dari

radioaktif atau riset di laboratorium,

Limbah yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk dalam subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik.

9. Limbah kontainer bertekanan

Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan dalam kegiatan di instalasi kesehatan.

(47)

2.6.2. Pengaruh limbah medis terhadap lingkungan dan kesehatan

Menurut Wicaksono (2001), pengaruh limbah medis terhadap lingkungan dan

kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:

1. Gangguan kenyamanan dan estetika.

Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika

lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan

pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar. Ini berupa warna yang

berasal dari larutan bahan kimia, dan bau phenol.

2. Kerusakan harta benda.

Dapat disebabkan oleh zat-zat kimia yang terlarut (korosif, reaktif, menimbulkan

karat) yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar lingkungan layanan

kesehatan maupun masyarakat luar.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang.

Ini dapat disebabkan oleh residu bahan farmasi yang mengandung antibiotik dan

antiseptik, zat kimia seperti fenol, logam berat seperti merkuri dan lain-lain.

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia.

Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun, buangan

yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat menimbulkan gangguan

kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja. Penyakit

HIV/AIDS dan Hepatitis B dan C terjadi melalui cidera akibat jarum suntik yang

terkontaminasi darah manusia. Bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas

(48)

(peledakan, cidera) yang mengancam jiwa bagi tenaga kesehatan (Depkes RI,

2007). Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme

pembawa penyakit melalui proses infeksi silang, dari petugas ke pasien ataupun

dari pasien ke petugas, yang dikenal dengan nama infeksi nosokomial. Ini dapat

disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, senyawa

logam seperti Hydrargyrum (Hg), Cadmium (Cd), dan Plumbum (Pb) yang

berasal dari bagian kedokteran gigi. Keracunan air raksa atau Hydrargyrum (Hg)

menimbulkan gejala susunan saraf pusat seperti tremor, konvulsi, pikun,

insomnia, gangguan pencernaan dan kulit seperti dermatitis dan ulcer. Keracunan

Cadmium (Cd) akut akan menyebabkan gejala pencernaan, penyakit ginjal, dan

fase lanjut menyebabkan pelunakan tulang dan patah (fraktur) tulang punggung.

Keracunan Plumbum (Pb) atau timbal menyebabkan gangguan pencernaan dan

susunan saraf pusat (Slamet, 2002). Bahan radioaktif seperti radium mempunyai

sifat kimia seperti kalsium, oleh karena itu mempunyai kecenderungan untuk

terabsorbsi ke dalam tulang jika masuk ke dalam tubuh sehingga dapat

mengganggu kesehatan (Fardiaz, 2003).

5. Gangguan genetik dan reproduksi.

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun

beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan

(49)

2.6.3. Peran perawat dalam pengelolaan limbah medis

Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan

kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam

fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada di luar fasilitas serta

memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat

kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang beresiko

antara lain dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan, tenaga bagian pemeliharaan

layanan kesehatan, pasien dan pengunjung, tenaga bagian layanan pendukung yang

bekerjasama dengan instansi layanan kesehatan misalnya bagian binatu, pengelolaan

limbah dan bagian transportasi, pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya

di tempat penampungan sampah akhir atau di insinerator) termasuk pemulung (Prüss,

2005).

Dengan demikian, peran dan tanggung jawab tenaga kesehatan termasuk

perawat didalam keseluruhan program pengelolaan harus diterapkan dengan seksama,

konsisten, dan menyeluruh sehingga dapat menggugah kesadaran terhadap

permasalahan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkaitan dengan limbah

layanan kesehatan.

Pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme

sumberdaya manusia dibidang kesehatan lingkungan yang secara fungsional

merupakan sumberdaya inti dalam pengelolaan dan penyelenggaraan program

(50)

2.6.4. Pengelolaan limbah medis padat

Persyaratan pengelolaan limbah medis padat pada layanan kesehatan sesuai

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004:

A. Minimisasi Limbah

1. Setiap layanan kesehatan harus melakukan reduksi limbah dimulai dari

sumbernya.

2. Setiap layanan kesehatan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan

kimia yang berbahaya dan beracun.

3. Setiap layanan kesehatan harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan

farmasi.

4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari

pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari

pihak yang berwenang.

B. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang

1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan

limbah.

2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang

tidak dimanfaatkan kembali.

3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa

memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor,

anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak

(51)

4. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses

sterilisasi.

Metode sterilisasi terdiri dari:

a. Sterilisasi termal, ada dua yaitu sterilisasi kering dalam oven “Poupinel”

dengan suhu 1600C selama 120 menit atau 1700C selama 60 menit, dan

sterilisasi basah dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 30 menit.

b. Sterilisasi kimia dengan ethylene oxide (gas) dengan suhu 500C–600C

selama 3-8 jam atau glutaraldehyde (cair) selama 30 menit.

5. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.

Apabila fasilitas layanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai

(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah

melalui proses salah satu metode sterilisasi.

6. Pewadahan limbah medis padat menurut Kepmenkes RI No.

1204/Menkes/SK/X/2004 harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan

(52)

Tabel 2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori

No. Kategori Wadah kontainer/kantong

plastik

Lambang Keterangan

1. Radioaktif Merah Kantong boks timbal

dengan simbol radioaktif

2. Sangat infeksius Kuning Kantong plastik kuat, anti

bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf

3. Limbah infeksius, patologis

Kuning Plastik kuat dan anti bocor

atau kontainer

4. Sitotoksik Ungu Kontainer plastik kuat

dan anti bocor

5. Limbah kimia dan farmasi

Coklat - Kantong plastik atau

kontainer

7. Proses daur ulang tidak bisa dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan kecuali

untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari pengolahan foto rontgen.

8. Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi

(53)

C. Tempat Penampungan Sementara

1. Lokasi penampungan sementara untuk limbah layanan kesehatan harus

dirancang agar berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan.

2. Lokasi penampungan sementara tidak boleh berada di dekat lokasi

penyimpanan dan penyiapan makanan.

3. Limbah, baik dalam kantong maupun kontainer, harus ditampung di area,

ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas

limbah yang dihasilkan dan frekwensi pengumpulannya.

4. Ruangan atau area penampungan harus dapat dikunci untuk mencegah

masuknya mereka yang tidak berkepentingan, dan jangan sampai mudah

dimasuki serangga, burung dan binatang lainnya.

D. Transportasi

1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut

harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.

2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun

binatang.

3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang

terdiri topi, masker, pelindung mata, pakaian panjang (coverall), apron untuk

industri, pelindung kaki/sepatu boot dan sarung tangan khusus (disposable

Gambar

Tabel 2.1 Kategori Limbah Medis (Prüss, 2005)
Tabel 2.1 Lanjutan
Tabel 2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Laporan Keuangan Perwakilan BPKP Provinsi Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2014 ( Audited ).. Kata Pengantar- i -

“ Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS)

Paket Hemat 2 terdiri dari Modul SD, SMP, Skill Count SD dan SMP, English Skill, Administrasi v.4 dengan Logo Aqila Course, Biaya bagi hasil sebesar Rp 1.000,- per siswa

Dalam percobaan ini didapatkan hasil bahwa penggunaan Abu Batu semakin besar akan menurunkan mutu dari batu bata beton ringan ini semakin turun hal bisa terjadi dikarenakan Abu

Guna Memenuhl Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studl Pada Program Diploma III Fakultas Ekonoml.. UNIVERSiTAS SUMATERA

Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan ( life skill ) dan minat para perempuan kurban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Desa Duwet,

Dengan demikian akan mengurangi adanya asimetri informasi dan memperkecil ketidakpastian pasar dan pada akhirnya perusahaan dan penjamin emisi cenderung menentukan harga