EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM MEMBUANG
LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2010
TESIS
Oleh
YUNITA SARY HARAHAP
087033003/IKMPROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM MEMBUANG
LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2010
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
YUNITA SARY HARAHAP 087033003/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP
PERAWAT DALAM MEMBUANG LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2010 Nama Mahasiswa : Yunita Sary Harahap
Nomor Induk Mahasiswa : 087033003
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil) (Drs. Tukiman, M.K.M) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada tanggal : 14 Juli 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M
PERNYATAAN
EFEKTIVITAS METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM MEMBUANG
LIMBAH MEDIS PADAT DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2010
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2010
ABSTRAK
Limbah medis padat merupakan bahan infeksius dan berbahaya yang harus dikelola dengan benar agar tidak menjadi sumber infeksius baru bagi masyarakat di sekitar puskesmas maupun bagi tenaga kesehatan itu sendiri. Berdasarkan survey awal masih ditemukan limbah medis padat bercampur dengan limbah padat non medis, walaupun pemberian informasi tentang limbah medis padat tersebut sudah diberikan. Sehingga peneliti berasumsi bahwa efektivitas pemberian informasi belum menampakkan hasil yang optimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis efektifitas metode diskusi dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di puskesmas Kota Medan.
Jenis penelitian adalah eksperimen semu (quasi experiment), dengan rancangan pretest-posttest group design. Penelitian menggunakan dua kelompok, kelompok yang diberi intervensi dengan metode diskusi dan kelompok dengan metode ceramah. Jumlah sampel sebanyak 30 orang perawat, ditentukan secara purposive sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok secara merata, masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang perawat. Alat pengumpulan data adalah kuesioner. Uji yang digunakan Paired Samples T-test dan Independent Samples T-test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai pengetahuan tertinggi terjadi pada kelompok dengan intervensi metode diskusi sebesar 3,07 dengan standar deviasi 2,120, sedangkan kelompok dengan intervensi metode ceramah sebesar 1,13 dengan standar deviasi 0,352. Intervensi dengan metode diskusi menunjukkan rerata nilai sikap lebih tinggi yaitu sebesar 6,27 dengan standar deviasi 1,944 dibandingkan intervensi dengan metode ceramah yaitu sebesar 2,40 dengan standar deviasi 1,844. Hasil Uji T-Test menunjukkan metode diskusi lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas Kota Medan tahun 2010.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih mengutamakan metode diskusi sebagai salah satu alternatif dalam pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat. Bagi peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lanjutan untuk melihat perubahan tindakan perawat di tempat kerja dalam membuang limbah medis padat.
ABSTRACT
Solid medical waste is the infectious and dangerous substances that must be managed properly in order not to become the source of new infectious to the people around the health centers and for health officer themselves. Based on the preliminary survey still found solid medical waste mixed with non-medical solid waste, although the provision of information on solid medical waste has been given, so the researcher assumed that the effectiveness of providing information not yet revealed the optimal result. It is necessary for research with the aim to analyze the effectiveness of the discussion method and the lecturing method on the knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste at the health centers in Medan.
The type of the research was quasi experiment with pretest-posttest group design. This research used two group: the first group was given the discussion method intervention and the order group was given the lecturing method intervention. The sample were 30 nurses with purposive sampling which divided evenly into two groups where each group consisted of 15 nurses. The data were gathered by using questionnaires with Paired Samples T-test and Independent Sample T-test.
The result of the research showed that the highest mean value of knowledge occurred in the intervention group discussion method of 3.07 with a standard deviation of 2.120, while the intervention group with the lecturing method of 1.13 with a standard deviation of 0.352. Intervention with discussion method showed a higher mean value of the attitude that is equal to 6.27 with a standard deviation of 1.944 compared with the lecture method of intervention that is equal to 2.40 with a standard deviation of 1.844. Test T-test results indicate the method of discussion is more effective in improving knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste at the health center of Medan in 2010.
Suggested to Medan District Health office to better prioritize discussion method as an alternative in the provision of information to improve knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste. For the next researcher to conduct the study continued to see changes in the workplace nurses actions in solid medical waste.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul
“Efektivitas Metode Diskusi dan Ceramah terhadap Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Membuang Limbah Medis Padat di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010”.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara dan Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara serta Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku
Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran
serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
Terima kasih juga kepada Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan dr. Taufik
Azhar, M.K.M selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, masukan dan
saran untuk perbaikan tesis.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, dr. H. Edwin Effendi, M.Si yang telah
memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian ini.
Akhirnya, kepada kedua orang tua yang selalu mendoakan, suami tercinta
Ir.Ermansyah, M.M dan anak tersayang Ersa Sharmilla serta seluruh keluarga yang
senantiasa mendoakan, menghibur, mendampingi dan memberikan dorongan moril
maupun materil yang sangat berarti selama penulis pendidikan dan menyelesaikan
tesis ini.
Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, September 2010
RIWAYAT HIDUP
Yunita Sary Harahap lahir pada tanggal 30 Juni 1974 di Pematang Siantar,
anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan H. R. Harahap dan Hj. Maimunah
Dalimunthe.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di SD
Harapan 1 Medan selesai tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1
Banda Aceh selesai tahun 1989, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Medan
selesai tahun 1992 dan Fakultas Kedokteran USU selesai tahun 1998.
Bekerja menjadi Dokter Pegawai Tidak Tetap di Puskesmas Indrapura
Kabupaten Asahan tahun 1999 sampai 2002, sebagai Pegawai Negeri Sipil di
Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Asahan tahun 2003 sampai 2006,
Puskesmas Teladan Kota Medan tahun 2006 sampai sekarang.
Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan S2 di Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... ... ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB 1. PENDAHULUAN... 1
2.1. Promosi Kesehatan………. 11
2.2. Pengertian Efektivitas……… 12
2.3. Metode Promosi Kesehatan ……….. 14
2.3.1. Metode diskusi……… 14
2.3.2. Metode ceramah……….. 17
2.4. Domain Perilaku………. 18
2.4.1. Pengetahuan (knowledge)……….. 19
2.4.2. Sikap (attitude)……… 20
2.4.3. Tindakan atau Praktik (practice)……… 22
2.5. Puskesmas……….. 22
2.6. Konsep Limbah Medis Padat………. 24
2.6.1. Karakteristik limbah medis……… 24
2.6.4. Pengelolaan limbah medis padat………..…. 32
2.6.5. Teknologi pengolahan dan pembuangan limbah medis………. 38
2.7. Landasan Teori……….. 44
2.8. Kerangka Konsep……….. 46
BAB 3. METODE PENELITIAN………... 47
3.1. Jenis Penelitian……….. 47
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 48
3.2.1. Lokasi penelitian……… 48
3.2.2. Waktu penelitian……… 49
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 49
3.3.1. Populasi……….. 49
3.3.2. Sampel……… 49
3.4. Metode Pengumpulan Data………... 51
3.4.1. Pengumpulan data……….………. 51
3.4.2. Teknik pengumpulan data……….………. 52
3.4.3. Pelaksanaan pengumpulan data………. 52
3.4.4. Uji validitas dan reliabilitas………... 56
3.5. Variabel dan Definisi Operasional……… 59
3.5.1. Variabel……….. 59
3.5.2. Definisi operasional………..….. 59
3.6. Metode Pengukuran……….. 61
3.7. Metode Analisis Data... 62
BAB 4. HASIL PENELITIAN... 64
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 64
4.2. Karakteristik Responden... 65
4.2.1. Karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan masa kerja berdasarkan metode ceramah dan metode diskusi... 65
4.2.2. Pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah pemberian intervensi dengan metode ceramah dan metode diskusi... 67
4.3. Analisa Data... 68
4.3.1. Perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah pemberian intervensi dengan metode ceramah dan metode diskusi... 68
4.3.2. Perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap
berdasarkan metode promosi kesehatan
(metode ceramah dan metode diskusi)... 72
BAB 5. PEMBAHASAN... 74
5.1. Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi... 74
5.2. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah Intervensi Berdasarkan Metode Promosi Kesehatan (Metode Ceramah dan Metode Diskusi) 80
5.3. Keterbatasan Penelitian... 83
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 85
6.1. Kesimpulan... 85
6.2. Saran... 86
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Kategori Limbah Medis... 26
2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori... 34
3.1 Hasil Perhitungan Uji Validitas dan Reliabilitas... 57
3.2 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen... 61
4.1 Jumlah Tenaga Medis dan Non Medis di Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008……… 64
4.2 Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden Menurut Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir dan Masa Kerja Berdasarkan Metode Ceramah dan Metode Diskusi... 66
4.3 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi dengan Metode Ceramah dan Metode Diskusi... 67
4.4 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi dengan Metode Ceramah dan Metode Diskusi... 69
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Kerangka Konsep Penelitian... 46
3.1 Rancangan Penelitian... 47
4.1 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi dengan Metode
Ceramah... 70
4.2 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Pemberian Intervensi dengan Metode
Diskusi... 71
4.3 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan dan Sikap Responden Sesudah Pemberian Intervensi Berdasarkan Metode Promosi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian... 91
2. Materi Limbah Medis Padat... 97
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan dan Sikap... 101
4. Hasil Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden... 107
5. Hasil Dependent Samples T-Test Pengetahuan dan Sikap Responden... 110
6. Hasil Independent Samples T-Test Pengetahuan dan Sikap Responden... 112
7. Surat Izin Uji Kuesioner dari Fakultas Kesehatan Masyarakat... 113
8. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat... 114
9. Surat Selesai Uji Kuesioner dari Puskesmas Sering Kota Medan.. 115
10. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan... 116
11. Master Data Penelitian... 117
ABSTRAK
Limbah medis padat merupakan bahan infeksius dan berbahaya yang harus dikelola dengan benar agar tidak menjadi sumber infeksius baru bagi masyarakat di sekitar puskesmas maupun bagi tenaga kesehatan itu sendiri. Berdasarkan survey awal masih ditemukan limbah medis padat bercampur dengan limbah padat non medis, walaupun pemberian informasi tentang limbah medis padat tersebut sudah diberikan. Sehingga peneliti berasumsi bahwa efektivitas pemberian informasi belum menampakkan hasil yang optimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis efektifitas metode diskusi dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di puskesmas Kota Medan.
Jenis penelitian adalah eksperimen semu (quasi experiment), dengan rancangan pretest-posttest group design. Penelitian menggunakan dua kelompok, kelompok yang diberi intervensi dengan metode diskusi dan kelompok dengan metode ceramah. Jumlah sampel sebanyak 30 orang perawat, ditentukan secara purposive sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok secara merata, masing-masing kelompok terdiri dari 15 orang perawat. Alat pengumpulan data adalah kuesioner. Uji yang digunakan Paired Samples T-test dan Independent Samples T-test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai pengetahuan tertinggi terjadi pada kelompok dengan intervensi metode diskusi sebesar 3,07 dengan standar deviasi 2,120, sedangkan kelompok dengan intervensi metode ceramah sebesar 1,13 dengan standar deviasi 0,352. Intervensi dengan metode diskusi menunjukkan rerata nilai sikap lebih tinggi yaitu sebesar 6,27 dengan standar deviasi 1,944 dibandingkan intervensi dengan metode ceramah yaitu sebesar 2,40 dengan standar deviasi 1,844. Hasil Uji T-Test menunjukkan metode diskusi lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas Kota Medan tahun 2010.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk lebih mengutamakan metode diskusi sebagai salah satu alternatif dalam pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat. Bagi peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lanjutan untuk melihat perubahan tindakan perawat di tempat kerja dalam membuang limbah medis padat.
ABSTRACT
Solid medical waste is the infectious and dangerous substances that must be managed properly in order not to become the source of new infectious to the people around the health centers and for health officer themselves. Based on the preliminary survey still found solid medical waste mixed with non-medical solid waste, although the provision of information on solid medical waste has been given, so the researcher assumed that the effectiveness of providing information not yet revealed the optimal result. It is necessary for research with the aim to analyze the effectiveness of the discussion method and the lecturing method on the knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste at the health centers in Medan.
The type of the research was quasi experiment with pretest-posttest group design. This research used two group: the first group was given the discussion method intervention and the order group was given the lecturing method intervention. The sample were 30 nurses with purposive sampling which divided evenly into two groups where each group consisted of 15 nurses. The data were gathered by using questionnaires with Paired Samples T-test and Independent Sample T-test.
The result of the research showed that the highest mean value of knowledge occurred in the intervention group discussion method of 3.07 with a standard deviation of 2.120, while the intervention group with the lecturing method of 1.13 with a standard deviation of 0.352. Intervention with discussion method showed a higher mean value of the attitude that is equal to 6.27 with a standard deviation of 1.944 compared with the lecture method of intervention that is equal to 2.40 with a standard deviation of 1.844. Test T-test results indicate the method of discussion is more effective in improving knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste at the health center of Medan in 2010.
Suggested to Medan District Health office to better prioritize discussion method as an alternative in the provision of information to improve knowledge and attitude of nurses in throwing away solid medical waste. For the next researcher to conduct the study continued to see changes in the workplace nurses actions in solid medical waste.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan
dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku
hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil
dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian,
pembangunan kesehatan dilandaskan kepada paradigma sehat. Paradigma yang akan
mengarahkan pembangunan kesehatan untuk lebih mengutamakan upaya-upaya
peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif), tanpa
mengabaikankan upaya-upaya penanggulangan atau penyembuhan penyakit (kuratif)
dan pemulihan (rehabilitatif) (Depkes RI, 2005).
Aspek yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut
salah satunya adalah lingkungan sehat dan bersih, termasuk lingkungan pelayanan
kesehatan masyarakat seperti puskesmas, seperti yang tertuang dalam Undang-undang
RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa “Setiap tempat dan
sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat
sesuai dengan standar dan persyaratan” (Depkes, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Blum (1974)
menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu:
Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar
pengaruhnya terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Kondisi kesehatan individu dan masyarakat dapat dipengaruhi lingkungan.
Kualitas lingkungan yang buruk merupakan penyebab timbulnya berbagai gangguan
kesehatan. Untuk mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimum diperlukan
suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang juga optimum (Mulia, 2005).
Upaya pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan perlu diterapkan
sesuai dengan prinsip-prinsip sanitasi yang menitikberatkan pada kebersihan
lingkungan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam peningkatan kualitas
lingkungan adalah dengan melakukan kegiatan pengelolaan limbah, karena dengan
pengelolaan limbah yang benar merupakan bagian yang paling penting dalam upaya
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes, 2009).
Puskesmas merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang dalam
kegiatannya menghasilkan limbah medis padat maupun limbah padat non medis.
Limbah medis padat di puskesmas dihasilkan dari kegiatan yang berasal dari ruang
perawatan bagi puskesmas rawat inap, poliklinik umum, poliklinik gigi, poliklinik ibu
dan anak/KIA, laboratorium dan apotik. Limbah medis padat merupakan bahan
infeksius dan berbahaya yang harus dikelola dengan benar agar tidak menjadi sumber
infeksius baru bagi masyarakat di sekitar puskesmas maupun bagi tenaga kesehatan
itu sendiri. Dalam hubungan interaksi, dimungkinkan terjadi kontak antar pasien
dengan tenaga kesehatan dalam lingkungan puskesmas melalui alat-alat medis yang
keadaan intensitas kontak tinggi dari penderita dengan tenaga kesehatan maupun
pengunjung, tidak mustahil kuman penyakit dapat berpindah kepada orang yang sehat,
yang akhirnya terjadi proses penularan penyakit yang lebih meluas.
World Health Organization (WHO) 1999, melaporkan perkiraan kasus infeksi
Hepatitis B (HBV) akibat cidera oleh benda tajam dikalangan tenaga medis dan tenaga
pengelolaan limbah rumah sakit. Jumlah kasus HBV per tahun di AS akibat pajanan
limbah adalah sekitar 162-321 kasus dari jumlah total per tahun yang mencapai
300.000 kasus. Pada tahun 1999 WHO juga melaporkan bahwa di Perancis pernah
terjadi 8 kasus pekerja kesehatan terinfeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus)
melalui luka, 2 kasus diantaranya menimpa petugas yang menangani limbah medis.
Pada bulan Juni 1994, terdapat 39 kasus infeksi HIV yang berhasil dikenali oleh
Centers for Disease Control and Prevention sebagai infeksi okupasional dengan cara
penularan sebagai berikut: 32 kasus akibat tertusuk jarum suntik, 1 kasus akibat teriris
pisau, 1 kasus akibat luka terkena pecahan gelas (pecahan kaca berasal dari tabung
berisi darah yang terinfeksi), 1 kasus akibat kontak dengan benda infeksius yang tidak
tajam, 4 kasus akibat kulit atau membran mukosa terkena darah yang terinfeksi. Pada
bulan Juni 1996, jumlah keseluruhan kasus infeksi HIV okupasional meningkat
menjadi 51 kasus. Semua kasus tersebut yang terkena adalah perawat, dokter dan
teknisi laboratorium (Prüss, 2005).
Pada fasilitas layanan kesehatan dimanapun, perawat dan tenaga kebersihan
merupakan kelompok utama yang berisiko mengalami cidera, jumlah bermakna justru
serius seperti HIV/AIDS (Acquired Immuno Defficiency Syndrome) serta hepatitis B
dan C, tenaga layanan kesehatan terutama perawat merupakan kelompok yang
berisiko paling besar untuk terkena infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang
terkontaminasi, umumnya jarum suntik (Prüss, 2005).
Data P2M-PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan)
menunjukkan, limbah alat suntik secara kuratif di Indonesia diperkirakan sekitar 300
juta per tahun. Limbah alat suntik khusus untuk imunisasi diperkirakan sekitar 66 juta
per tahun. Dari jumlah itu 36,8 juta diantaranya merupakan limbah alat suntik
imunisasi bayi, imunisasi ibu hamil/wanita usia subur sekitar 10 juta, imunisasi anak
sekolah sekitar 20 juta. Dengan demikian jumlah limbah medis benda tajam di
Indonesia menjadi sangat tinggi. Limbah alat suntik dan limbah lainnya dapat menjadi
faktor risiko penularan berbagai penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis B dan C serta
penyakit lain yang ditularkan melalui darah. Jika pengelolaan pembuangan limbah
medis padat tidak baik, sangat berbahaya bagi para tenaga kesehatan, pasien,
pengunjung maupun lingkungannya (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No.1204/MENKES/ SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit/Puskesmas dibuatlah nota
kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Rumah Sakit Dr.Pirngadi Kota
Medan dengan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2006, untuk mengadakan
kerjasama dalam pemusnahan limbah medis padat puskesmas yang berada di bawah
wewenang Dinas Kesehatan Kota Medan (DKK) di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota
disediakan tempat khusus pembuangan limbah medis padat berupa kotak karton
tertutup dan wadah plastik beserta tutupnya, yang diletakkan di ruangan-ruangan
penghasil limbah medis. Limbah medis padat yang telah dikumpulkan pada
tempatnya, akan diangkut ketempat pembuangan akhir oleh petugas pengangkut
limbah medis dari Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan.
Dari survey pendahuluan peneliti, di ruangan puskesmas yang menghasilkan
limbah medis padat yang berasal dari kegiatan di ruang rawat inap, poliklinik umum,
poliklinik gigi, poliklinik ibu dan anak/KIA terlihat perawat sangat berperan dalam
melakukan tindakan pelayanan keperawatan kepada pasien seperti menyuntik,
memasang selang infus, mengganti cairan infus, memasang selang urine, perawatan
luka, perawatan dalam pemberian obat dan lain-lain. Dari hal tersebut di atas,
kemungkinan besar perawat yang pertama kali berperan apakah limbah medis padat
akan berada pada tempat yang aman atau tidak, sebelum diangkut ketempat
pembuangan akhir yakni insinerator oleh petugas pengangkut limbah dari rumah sakit.
Dari ruangan-ruangan penghasil limbah medis padat tersebut masih ditemukan
di tempat sampah limbah medis padat seperti perban dan kapas bercampur darah,
infus set bekas, jarum suntik bekas, sarung tangan bekas dan lain-lain bercampur
dengan limbah non medis. Selain itu terlihat limbah medis padat tidak segera
dimasukkan ketempat penampungannya, tetapi terletak di wadah-wadah kecil
pengobatan (nierbekken). Asumsi peneliti, perawat tidak memilah limbah medis padat
sebelum dibuang ketempat sampah, padahal di tempat sampah sudah tertera jenis
lalat berkeliaran dan berinteraksi dengan limbah medis padat sehingga rentan
terjadinya penularan kuman patogen.
Hal tersebut di atas besar kemungkinan ada hubungannya dengan pengetahuan
dan sikap perawat tentang pengelolaan/pembuangan limbah medis padat dan bahaya
yang dapat ditimbulkannya terhadap kesehatan diri dan lingkungan. Semua perawat
yang menghasilkan limbah medis padat harus bertanggung jawab dalam
pemilahannya. Proses pengelolaan limbah medis dilakukan oleh perawat pada tahap
pemilahannya dan petugas kebersihan pada tahap pengangkutan (Prüss, 2005).
Dinas Kesehatan Kota Medan sudah melakukan kegiatan pemberian informasi
tentang limbah medis dan cara pengelolaan limbah medis. Kegiatan pemberian
informasi tersebut selalu disampaikan dalam rapat bulanan petugas kesehatan. Namun
efektivitas pemberian informasi ini belum menampakkan hasil yang optimal, dapat
dilihat dari pemilahan/pembuangan limbah medis padat yang masih belum tepat. Hal
ini mungkin karena pemberian informasi tentang limbah medis padat tidak secara
khusus disampaikan dengan menggunakan metode yang cocok atau sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju
tercapainya tujuan promosi kesehatan, yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor yang memengaruhi suatu proses pendidikan salah satunya
adalah faktor metode yang digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan
(Notoatmodjo, 2005).
Hal yang penting dalam pembuangan/pemilahan limbah medis padat adalah
dapat lebih mengetahui kategori limbah medis, pewadahannya, pengolahannya,
pemusnahan dan efek yang ditimbulkan limbah medis padat tersebut. Dalam hal ini
perlu adanya suatu promosi kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
sikap perawat tersebut.
Untuk melaksanakan kegiatan dalam promosi kesehatan diperlukanlah metode
promosi kesehatan yaitu dengan cara dan alat bantu apa yang digunakan oleh pelaku
promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan, memberikan atau
meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan atau mentransformasikan
perilaku kesehatan kepada sasaran (Notoatmodjo, 2005).
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam promosi kesehatan adalah
metode ceramah. Metode ini merupakan cara yang paling umum digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan. Dengan metode ini lebih dapat dipastikan
tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu
yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak
pesan dalam waktu singkat. Namun metode ceramah mempunyai kelemahan yaitu jika
ceramahnya berlangsung terus-menerus selama 1 jam atau lebih, harus waspada
terhadap kebosanan hadirin, dan pesan/materi pelajaran mudah dilupakan setelah
beberapa lama sesudahnya (Lunandi, 1993).
Metode promosi kesehatan yang lain adalah metode diskusi. Diskusi
merupakan salah satu metode yang ampuh dan menarik. Diskusi diarahkan pada
keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningkatan pemecahan masalah
diskusi terdapat interaksi yang timbal-balik, suasana bebas dan arus pemberian
informasi seluas-luasnya (Kartono, 1998). Seperti metode ceramah, metode diskusi
juga mempunyai kelemahan yaitu jika peserta kurang berpartisipasi secara aktif untuk
bertukar pengalaman dan pengetahuan serta adanya dominasi pembicaraan oleh satu
atau beberapa orang saja.
Dalam pemilihan metode promosi kesehatan, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemilihan metode berkaitan erat dengan tujuan yang ingin
dicapai. Sebagai contoh, metode ceramah dan diskusi ternyata bermanfaat untuk
meningkatkan pengetahuan tokoh masyarakat dalam pencegahan malaria (Tarigan,
2007). Penelitian Sitepu (2008) yang dilakukan pada ibu dengan metode ceramah
ternyata berdampak positif terhadap pengetahuan dan sikap tentang penyakit
pneumonia pada balita.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas
metode diskusi dan ceramah yang diberikan kepada perawat untuk dapat
meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga mempunyai dampak pada pembuangan
limbah medis padat.
1.2.Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana efektivitas metode diskusi dan ceramah terhadap
pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas metode diskusi
dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis
padat di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010.
1.4.Hipotesis
1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan perawat sebelum dan sesudah intervensi
dengan metode ceramah dalam membuang limbah medis padat.
2. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan perawat sebelum dan sesudah intervensi
dengan metode diskusi dalam membuang limbah medis padat.
3. Ada perbedaan rata-rata sikap perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan
metode ceramah dalam membuang limbah medis padat.
4. Ada perbedaan rata-rata sikap perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan
metode diskusi dalam membuang limbah medis padat.
5. Ada perbedaan keefektifan metode diskusi dan metode ceramah terhadap
pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat.
1.5.Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota sebagai masukan dalam upaya meningkatkan dan
mengembangkan metode promosi kesehatan yang efektif bagi perawat dalam
upaya pengelolaan/pembuangan limbah medis padat di puskesmas.
2. Bagi puskesmas sebagai masukan kepada pengelola program Promosi
promosi kesehatan dalam upaya pengelolaan/pembuangan limbah medis padat
di puskesmas.
3. Bagi mahasiswa sebagai referensi dalam melakukan penelitian yang
berkaitan dengan metode promosi kesehatan dalam pembuangan limbah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan
harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau
individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.
Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.
Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat
membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran.
Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green
(1984) merumuskan definisi sebagai berikut: “Promosi Kesehatan adalah segala
bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi,
politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”.
Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan
lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar
dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari
proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan,
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat
mengerjakan sesuatu. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga unsur pokok yang saling
berkaitan, yakni masukan (input), proses, dan keluaran (output). Dalam proses belajar,
terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar,
pengajar atau fasilitator belajar, metode yang digunakan dan materi atau bahan yang
dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil belajar itu sendiri, yang terdiri dari
kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Suryabrata (1998) hal-hal pokok dalam belajar adalah:
1. Bahwa belajar itu membawa perubahan.
2. Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.
3. Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
2.2. Pengertian Efektivitas
Menurut Danfar (2009), efektivitas berasal dari kata efektif, dimana pengertian
efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan
yang telah ditetapkan atau suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat J.Guilbert
mengelompokkan faktor-faktor yang memengaruhi proses belajar yaitu faktor materi,
terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat
peraga, dan perangkat lunak (software) seperti kurikulum (dalam pendidikan formal),
pengajar atau fasilitator belajar serta metode belajar mengajar. Untuk memperoleh
hasil belajar yang efektif, faktor instrumental dirancang sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan materi dan subjek belajar. Misalnya, metode untuk belajar pengetahuan
lebih baik digunakan metode ceramah, sedangkan untuk belajar sikap, tindakan,
keterampilan atau perilaku lebih baik digunakan metode diskusi kelompok,
demonstrasi, bermain peran (role play).
Dengan demikian dapat disimpulkan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien, maka metode pembelajaran merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran tersebut.
Notoatmodjo (1989) menyatakan bahwa agar tercapai hasil belajar (perubahan
perilaku) dengan efektif dan efisien, maka pemilihan metode pendidikan perlu
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemilihan metode hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan.
2. Pemilihan metode tergantung kepada kemampuan guru atau pendidiknya.
3. Pemilihan metode harus mempertimbangkan kemampuan dari sasaran belajar
(pihak yang belajar).
4. Pemilihan metode tergantung pada besarnya kelompok sasaran.
5. Pemilihan metode harus disesuaikan dengan waktu pemberian atau penyampaian
pesan.
2.3. Metode Promosi Kesehatan
Di dalam suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan
promosi kesehatan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu
faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang
melakukannya, dan alat-alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan. Metode dan teknik promosi kesehatan, adalah dengan cara dan alat bantu apa
yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau
masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
2.3.1. Metode diskusi
Metode diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam
proses pendidikan. Harus ada partisipasi yang baik dari peserta yang hadir. Diskusi
diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningkatan
pemecahan masalah secara efisien, dan untuk memengaruhi para peserta agar mau
mengubah sikap (Kartono, 1998). Dalam suatu diskusi para pesertanya berpikir
bersama dan mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada diri
sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang didiskusikan
(Lunandi, 1993).
Diskusi dipakai sebagai forum untuk bertukar informasi, pendapat dan
pengalaman dalam bentuk tanya-jawab yang teratur dengan tujuan mendapatkan
pengertian yang lebih luas, kejelasan tentang suatu permasalahan dan untuk
merupakan saluran yang paling baik untuk menjaga kredibilitas pesan-pesan,
menyediakan informasi, dan mengajarkan keterampilan yang kompleks yang
membutuhkan komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai sumber
informasi yang terpercaya (Graeff, 1996).
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas
berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa
sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain,
misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi juga duduk di
antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi. Dengan kata
lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap kelompok mempunyai
kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat (Notoatmodjo, 2007). Selama
berlangsungnya diskusi, penilaian atau kritik tidak dibenarkan, sebab kritik akan
mematikan kreativitas (Effendi, 1992).
Keberhasilan metode diskusi banyak tergantung dari pimpinan diskusi untuk
memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta, memelihara perhatian yang
terus-menerus dari para peserta, memberikan kesempatan kepada semua orang untuk
mengemukakan pendapatnya dan menghindari dominasi beberapa orang saja,
membuat kesimpulan pembicaraan-pembicaraan dan menyusun saran-saran yang
diajukan, memberikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta sampai pada
kesimpulan yang tepat. Metode diskusi mempunyai kelemahan yaitu jika peserta
kurang berpartisipasi secara aktif untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan serta
Diskusi membutuhkan perencanaan dan persiapan, serta terdapat banyak cara
untuk memicu dan mempersiapkan stuktur yang akan membantu setiap orang untuk
berpartisipasi. Diskusi dapat dipicu dengan menyajikan suatu pokok masalah,
sebaiknya hal yang kontroversial (Ewless, 1994).
Menurut Suprijanto (2008), ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam
diskusi kelompok, antara lain:
1. Kelompok buzz (Buzz Groups).
Pada teknik ini peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, hasil diskusi
kelompok kecil ini dilaporkan pada kelompok besar. Caranya sekretaris kelompok
kecil membuat catatan tentang ide-ide yang disarankan oleh anggota kelompok dan
menyiapkan kesimpulan yang akan disampaikan kepada kelompok besar setelah
diskusi kelompok buzz selesai. Biasanya sesi buzz memerlukan waktu 10-20 menit
tergantung pada topik yang dibicarakan. Kelebihan teknik ini adalah mudah
dilakukan, menjamin partisipasi semua anggota kelompok dan peserta dihadapkan
pada suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta lebih mudah mengeluarkan
pendapat secara spontan, selain itu teman-teman sekitar dapat langsung memberi
sambutan.
2. Diskusi mangkuk ikan (Fishbowl Discussion).
Pada teknik ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dalam
dan kelompok luar. Kelompok dalam bertugas mendiskusikan sesuatu, sedangkan
kelompok luar menyaksikan jalannya diskusi, tetapi juga boleh berpartisipasi dalam
3. Teknik urun pendapat.
Teknik ini digunakan dalam memecahkan suatu masalah dengan
mengumpulkan gagasan atau saran-saran dari semua peserta. Dalam teknik ini tidak
ada gagasan atau saran-saran dari semua peserta yang disalahkan. Semua peserta
diberikan kesempatan yang leluasa untuk berbicara, mengungkapkan gagasan maupun
saran-sarannya. Gagasan tersebut dicatat ketika muncul dari setiap peserta. Peserta
kemudian dibagi menjadi beberapa sub kelompok dan membahas gagasan tersebut.
Kesimpulan dari hasil diskusi ditentukan masing-masing peserta sesuai dengan
pengalaman dan menurut sudut pandang mereka.
2.3.2. Metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang sering digunakan.
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah
(Notoatmodjo, 2007).
Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari
penceramah kepada hadirin. Pada metode ini penceramah lebih banyak memegang
peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit
memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya
(Lunandi, 1993).
Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi
biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta
daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi
maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat.
Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya
adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Lunandi, 1993).
Ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa
yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan
mempelajari materi dengan sistematika yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam
diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya
makalah singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya. Menurut
Notoatmodjo, dkk (1989) ceramah akan berhasil apabila teknik ceramah dimodifikasi
dengan melakukan tanya-jawab sesudah penyampaian materi. Hal ini bertujuan agar
peserta dapat bertanya tentang hal-hal yang belum dipahaminya tentang materi yang
sudah diberikan penceramah.
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah
tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan
hal-hal sebagai berikut: sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh
bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan
harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (dipertengahan),
seyogyanya tidak duduk, menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin
(Notoatmodjo, 2007).
2.4. Domain Perilaku
maupun dari dalam dirinya (Depkes RI, 1997). Perilaku manusia merupakan hasil dari
segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Sarwono, 1993).
Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Benyamin Bloom
(1908) membagi perilaku seseorang kedalam tiga domain, ranah atau wilayah yakni
pengetahuan (cognitive domain), sikap (affective domain) dan tindakan (psychomotor
domain).
2.4.1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Perilaku baru atau adopsi
perilaku yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat
langgeng (long lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan
kesadaran tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang
berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibagi dalam enam tingkatan pengetahuan
menurut Notoatmodjo (2005), yaitu:
1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang
telah dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluasi), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
2.4.2. Sikap (attitude)
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak
senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Notoatmodjo
(2005) yang mengutip pendapat Campbell (1950) sikap adalah suatu sindroma atau
kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan
Menurut Azwar (2007) yang mengutip pendapat Allen, dkk (1980)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap
adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Sikap, menurut Setiana (2005) yang mengutip pendapat Widayatun (1999)
adalah kesiapan seseorang untuk bertindak atau berperilaku tertentu. Sikap juga dapat
diartikan sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui
pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respon individu
pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Komponen sikap adalah
pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak.
Menurut Notoatmodjo (2005), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Hal ini menunjukkan bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan
2.4.3. Tindakan atau Praktik (practice)
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu
terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan atau
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain adanya fasilitas dan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo,
2007).
2.5.Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung-jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional, standar wilayah kerja
Puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di suatu kecamatan terdapat lebih
dari satu puskesmas, maka tanggung-jawab wilayah kerja dibagi diantara
puskesmas-puskesmas tersebut. Masing-masing puskesmas-puskesmas tersebut bertanggung jawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/Menkes/SK/2004 tahun
2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat disebutkan bahwa fungsi
Puskesmas adalah sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama
(Depkes, 2005). Dengan demikian, puskesmas mempunyai upaya wajib yang harus
dilaksanakan oleh semua puskesmas, salah satunya adalah kesehatan lingkungan
gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan pengobatan
(Trihono, 2005). Ini berarti bahwa setiap tenaga kesehatan di puskesmas memiliki
kewajiban untuk melaksanakan upaya wajib tersebut.
Dinas Kesehatan Kota Medan terdiri dari 39 unit puskesmas yang terdiri dari
13 unit puskesmas rawat inap dan 26 unit puskesmas non rawat inap (Dinas Kesehatan
Kota Medan, 2009). Dalam kegiatan pelayanan kesehatan, puskesmas Kota Medan
menghasilkan limbah medis padat maupun limbah padat non medis. Untuk
pemusnahan limbah medis padat, maka berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit/Puskesmas dibuatlah nota kesepahaman (Memorandum of Understanding)
antara Rumah Sakit Dr.Pirngadi Kota Medan dengan Dinas Kesehatan Kota Medan
tahun 2006, untuk mengadakan kerjasama dalam pemusnahan limbah medis padat
puskesmas yang berada di bawah wewenang Dinas Kesehatan Kota Medan (DKK) di
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan. Dengan adanya nota kesepahaman tersebut, di
puskesmas Kota Medan telah disediakan tempat khusus pembuangan limbah medis
padat berupa kotak karton tertutup dan wadah plastik beserta tutupnya, yang
diletakkan di ruangan-ruangan penghasil limbah medis. Limbah medis padat yang
telah dikumpulkan pada tempatnya, akan diangkut ke tempat pembuangan akhir oleh
2.6. Konsep Limbah Medis Padat 2.6.1. Karakteristik limbah medis
Menurut Prüss (2005), limbah layanan kesehatan adalah limbah yang
mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas
penelitian dan laboratorium. Selain itu, limbah layanan kesehatan juga mencakup
limbah yang berasal dari sumber-sumber kecil misalnya limbah hasil perawatan yang
dilakukan di rumah (suntikan insulin). Sekitar 75-90% limbah yang berasal dari
instalasi kesehatan merupakan limbah yang tidak mengandung resiko atau limbah
umum dan menyerupai limbah rumah tangga. Limbah tersebut kebanyakan berasal
dari aktivitas administratif dan keseharian instalasi, disamping limbah yang dihasilkan
selama pemeliharaan bangunan instalasi tersebut. Sisanya yang 10-25% merupakan
limbah yang dipandang berbahaya dan dapat menimbulkan berbagai jenis dampak
kesehatan.
Kepmenkes Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 mengatakan
Limbah Rumah Sakit ada 3 macam, yakni:
1. Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
2. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
insinerator, dapur, perlengkapan generator, anestesi dan pembuatan obat
3. Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan
rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.
Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,
farmasi, laboratorium, radiografi, fasilitas penelitian yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan
dan lingkungan (Djojodibroto, 1997).
Menurut Chandra (2007), limbah medis padat adalah limbah yang langsung
dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk
kegiatan medis di ruang poliklinik, ruang perawatan, ruang bedah, ruang kebidanan,
ruang otopsi dan ruang laboratorium seperti perban, kasa, alat injeksi, ampul dan botol
bekas obat injeksi, kateter, swab, plester, masker, plasenta, jaringan organ, sediaan
dan media sampel untuk pemeriksaan laboratorium.
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/ SK/ X/2004, Depkes RI, 2004).
Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi
kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan
ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah padat non medis
(Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).
Tabel 2.1 Kategori Limbah Medis (Prüss, 2005)
No Kategori Limbah Definisi Contoh
1. organisme patogen (bakteri, virus, parasit atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada pejamu yang rentan.
Limbah berasal dari pembiakan dan stok bahan yang sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Tabel 2.1 Lanjutan
No Kategori Limbah Definisi Contoh
4. Limbah farmasi mencakup produk farmasi. Kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, selang penghubung dan ampul obat.
5. Limbah sitotoksik/ genotoksik
Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang
Tabel 2.1 Lanjutan
No Kategori Limbah Definisi Contoh
7. Limbah radioaktif Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionuklida. Limbah ini dapat berasal dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
cairan yang tidak terpakai dari
radioaktif atau riset di laboratorium,
Limbah yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk dalam subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik.
9. Limbah kontainer bertekanan
Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan dalam kegiatan di instalasi kesehatan.
2.6.2. Pengaruh limbah medis terhadap lingkungan dan kesehatan
Menurut Wicaksono (2001), pengaruh limbah medis terhadap lingkungan dan
kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:
1. Gangguan kenyamanan dan estetika.
Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika
lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan
pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar. Ini berupa warna yang
berasal dari larutan bahan kimia, dan bau phenol.
2. Kerusakan harta benda.
Dapat disebabkan oleh zat-zat kimia yang terlarut (korosif, reaktif, menimbulkan
karat) yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar lingkungan layanan
kesehatan maupun masyarakat luar.
3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang.
Ini dapat disebabkan oleh residu bahan farmasi yang mengandung antibiotik dan
antiseptik, zat kimia seperti fenol, logam berat seperti merkuri dan lain-lain.
4. Gangguan terhadap kesehatan manusia.
Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun, buangan
yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat menimbulkan gangguan
kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja. Penyakit
HIV/AIDS dan Hepatitis B dan C terjadi melalui cidera akibat jarum suntik yang
terkontaminasi darah manusia. Bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
(peledakan, cidera) yang mengancam jiwa bagi tenaga kesehatan (Depkes RI,
2007). Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme
pembawa penyakit melalui proses infeksi silang, dari petugas ke pasien ataupun
dari pasien ke petugas, yang dikenal dengan nama infeksi nosokomial. Ini dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, senyawa
logam seperti Hydrargyrum (Hg), Cadmium (Cd), dan Plumbum (Pb) yang
berasal dari bagian kedokteran gigi. Keracunan air raksa atau Hydrargyrum (Hg)
menimbulkan gejala susunan saraf pusat seperti tremor, konvulsi, pikun,
insomnia, gangguan pencernaan dan kulit seperti dermatitis dan ulcer. Keracunan
Cadmium (Cd) akut akan menyebabkan gejala pencernaan, penyakit ginjal, dan
fase lanjut menyebabkan pelunakan tulang dan patah (fraktur) tulang punggung.
Keracunan Plumbum (Pb) atau timbal menyebabkan gangguan pencernaan dan
susunan saraf pusat (Slamet, 2002). Bahan radioaktif seperti radium mempunyai
sifat kimia seperti kalsium, oleh karena itu mempunyai kecenderungan untuk
terabsorbsi ke dalam tulang jika masuk ke dalam tubuh sehingga dapat
mengganggu kesehatan (Fardiaz, 2003).
5. Gangguan genetik dan reproduksi.
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun
beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan
2.6.3. Peran perawat dalam pengelolaan limbah medis
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan
kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam
fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada di luar fasilitas serta
memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat
kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang beresiko
antara lain dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan, tenaga bagian pemeliharaan
layanan kesehatan, pasien dan pengunjung, tenaga bagian layanan pendukung yang
bekerjasama dengan instansi layanan kesehatan misalnya bagian binatu, pengelolaan
limbah dan bagian transportasi, pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya
di tempat penampungan sampah akhir atau di insinerator) termasuk pemulung (Prüss,
2005).
Dengan demikian, peran dan tanggung jawab tenaga kesehatan termasuk
perawat didalam keseluruhan program pengelolaan harus diterapkan dengan seksama,
konsisten, dan menyeluruh sehingga dapat menggugah kesadaran terhadap
permasalahan kesehatan, keselamatan, dan lingkungan yang berkaitan dengan limbah
layanan kesehatan.
Pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme
sumberdaya manusia dibidang kesehatan lingkungan yang secara fungsional
merupakan sumberdaya inti dalam pengelolaan dan penyelenggaraan program
2.6.4. Pengelolaan limbah medis padat
Persyaratan pengelolaan limbah medis padat pada layanan kesehatan sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004:
A. Minimisasi Limbah
1. Setiap layanan kesehatan harus melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumbernya.
2. Setiap layanan kesehatan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan
kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Setiap layanan kesehatan harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi.
4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari
pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari
pihak yang berwenang.
B. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan
limbah.
2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang
tidak dimanfaatkan kembali.
3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor,
anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
4. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses
sterilisasi.
Metode sterilisasi terdiri dari:
a. Sterilisasi termal, ada dua yaitu sterilisasi kering dalam oven “Poupinel”
dengan suhu 1600C selama 120 menit atau 1700C selama 60 menit, dan
sterilisasi basah dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama 30 menit.
b. Sterilisasi kimia dengan ethylene oxide (gas) dengan suhu 500C–600C
selama 3-8 jam atau glutaraldehyde (cair) selama 30 menit.
5. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.
Apabila fasilitas layanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai
(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah
melalui proses salah satu metode sterilisasi.
6. Pewadahan limbah medis padat menurut Kepmenkes RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004 harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan
Tabel 2.2 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori
No. Kategori Wadah kontainer/kantong
plastik
Lambang Keterangan
1. Radioaktif Merah Kantong boks timbal
dengan simbol radioaktif
2. Sangat infeksius Kuning Kantong plastik kuat, anti
bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
3. Limbah infeksius, patologis
Kuning Plastik kuat dan anti bocor
atau kontainer
4. Sitotoksik Ungu Kontainer plastik kuat
dan anti bocor
5. Limbah kimia dan farmasi
Coklat - Kantong plastik atau
kontainer
7. Proses daur ulang tidak bisa dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan kecuali
untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari pengolahan foto rontgen.
8. Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi
C. Tempat Penampungan Sementara
1. Lokasi penampungan sementara untuk limbah layanan kesehatan harus
dirancang agar berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan.
2. Lokasi penampungan sementara tidak boleh berada di dekat lokasi
penyimpanan dan penyiapan makanan.
3. Limbah, baik dalam kantong maupun kontainer, harus ditampung di area,
ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas
limbah yang dihasilkan dan frekwensi pengumpulannya.
4. Ruangan atau area penampungan harus dapat dikunci untuk mencegah
masuknya mereka yang tidak berkepentingan, dan jangan sampai mudah
dimasuki serangga, burung dan binatang lainnya.
D. Transportasi
1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut
harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun
binatang.
3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang
terdiri topi, masker, pelindung mata, pakaian panjang (coverall), apron untuk
industri, pelindung kaki/sepatu boot dan sarung tangan khusus (disposable