• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Konsep Limbah Medis Padat

2.6.5. Teknologi pengolahan dan pembuangan limbah

Insinerasi biasanya merupakan metode pilihan untuk kebanyakan limbah medis yang berbahaya dan sampai saat ini masih banyak dipakai. Namun, metode

pengolahan alternatif yang baru-baru saja dikembangkan semakin popular. Pilihan akhir untuk sistem pengolahan harus dipertimbangkan secara cermat dan didasarkan pada berbagai faktor yang kebanyakan diantaranya bergantung pada persyaratan lokal seperti efisiensi desinfeksi, pertimbangan kesehatan dan lingkungan, pengurangan volume dan massa, pertimbangan kesehatan dan keselamatan kerja, kuantitas limbah, tipe limbah, persyaratan infrastruktur, pilihan dan teknologi pengolahan yang ada di tingkat lokal, pilihan yang ada untuk pembuangan akhir, pertimbangan pelaksanaan, pemeliharaan dan ruang yang tersedia, lokasi dan kondisi sekitar lokasi pengolahan dan fasilitas pembuangan akhir, biaya investasi dan biaya operasional, keberterimaan masyarakat dan persyaratan perundangan (Prüss, 2005).

Menurut Chandra (2007), pengolahan limbah harus dilakukan dengan benar dan efektif serta memenuhi persyaratan sanitasi. Adapun persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi, antara lain:

1. Limbah tidak boleh mencemari tanah, air permukaan, air tanah dan udara. 2. Limbah tidak boleh dihinggapi lalat, tikus dan binatang lainnya.

3. Limbah tidak menimbulkan bau busuk dan pemandangan yang tidak baik.

4. Limbah cair yang beracun harus dipisahkan dari limbah cair yang lain dan harus memiliki tempat penampungannya sendiri.

Beberapa pilihan teknologi pengolahan dan pembuangan limbah medis yang dapat digunakan sebagai berikut (Prüss, 2005):

1. Insinerasi.

Insinerasi merupakan proses oksidasi kering bersuhu tinggi yang dapat mengurangi limbah organik dan limbah yang mudah terbakar menjadi bahan anorganik yang tidak mudah terbakar dan mengakibatkan penurunan yang sangat signifikan dari segi volume maupun berat limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk mengolah limbah yang tidak dapat didaur ulang, dimanfaatkan kembali, atau dibuang di lokasi landfill. Alat untuk melakukan insinerasi disebut insinerator yang harus dioperasikan pada suhu antara 1000 0C dan 1200 0C.

Insinerasi tidak memerlukan pengolahan pendahuluan, asalkan limbah jenis tertentu tidak termasuk dalam materi yang akan dibakar. Limbah yang tidak boleh diinsinerasi seperti kontainer gas bertekanan, limbah kimia reaktif dalam jumlah banyak, limbah radiografis atau yang mengandung garam perak, limbah yang mengandung merkuri atau kadmium dalam kadar yang tinggi seperti termometer pecah.

2. Insinerasi pirolitik.

Insinerasi pirolitik disebut juga insinerasi udara terkontrol yaitu limbah dihancurkan secara termal melalui proses pembakaran suhu sedang (800-9000C) dengan kadar oksigen yang diturunkan yang kemudian menghasilkan abu dan gas. Abunya akan mengandung kurang dari 1% materi tak terbakar yang dapat dibuang ke landfill. Alat yang digunakan disebut insinerator pirolitik.

Insinerator pirolitik digunakan untuk pengolahan limbah infeksius, limbah benda tajam, limbah patologis dan residu sediaan farmasi dan bahan kimia. Sedangkan

limbah dengan kontainer bertekanan dan mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi tidak boleh memakai insinerator pirolitik.

Harga insinerator pirolitik relatif mahal, demikian pula biaya operasional dan pemeliharaannya. Juga diperlukan tenaga yang terlatih dengan baik untuk menjalankan insinerator tersebut.

3. Rotary klin.

Rotary klin (tungku berputar) yang terdiri dari sebuah open berputar dan sebuah bilik pasca pembakaran. Suhu insinerasi 1200-16000C yang memungkinkan terjadinya penguraian bahan kimia. Rotary klin sesuai untuk kategori limbah infeksius, limbah benda tajam, limbah patologis, limbah bahan kimia dan sediaan farmasi serta limbah sitotoksik. Limbah yang tidak boleh diinsinerasi dengan Rotary klin adalah kontainer bertekanan dan limbah yang mengandung logam berat berkonsentrasi tinggi. Biaya peralatan dan biaya operasional cukup tinggi, demikian pula dengan energi yang dibutuhkan. Limbah produk sampingan insinerasi sangat korosif sehingga lapisan tahan panas tungku harus sering diperbaiki atau diganti. Dibutuhkan tenaga yang terlatih dengan baik untuk menjalankannya.

4. Desinfeksi kimia.

Desinfeksi kimia yang digunakan secara rutin dalam aktivitas layanan kesehatan untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan medis dan pada lantai atau dinding, saat ini telah diperluas penggunaannya untuk pengolahan limbah medis. Zat kimia ditambahkan ke dalam limbah untuk membunuh atau menonaktifkan patogen yang ada di dalamnya, perlakuan tersebut biasanya menyebabkan desinfeksi,

bukan sterilisasi. Desinfeksi kimia paling sesuai untuk mengolah limbah seperti darah, urine dan feses. Limbah medis padat dan limbah infeksius mencakup kultur mikrobiologis, serta limbah benda tajam juga dapat didesinfeksi secara kimia dengan syarat desinfektan yang dipergunakan berasal dari jenis yang kuat, yang juga termasuk bahan berbahaya dan hanya boleh digunakan oleh petugas yang terlatih dan terlindung dengan baik.

Jenis bahan kimia yang digunakan untuk desinfeksi limbah medis seperti formaldehid, etilen oksida, glutaraldehid, natium hipoklorit dan klor dioksida.

5. Autoclaving.

Autoclaving merupakan proses desinfeksi termal basah yang efisien. Biasanya otoklaf digunakan di rumah sakit untuk sterilisasi peralatan medis yang dapat digunakan kembali. Peralatan tersebut hanya dapat mengolah sedikit limbah sehingga umumnya hanya digunakan untuk limbah yang sangat infeksius misalnya kultur mikroba atau benda tajam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inaktivasi yang efektif terhadap semua mikroorganisme vegetatif dan kebanyakan spora bakteri dalam sedikit limbah (sekitar 5-8 kg) memerlukan siklus 60 menit pada suhu dan tekanan minimum 1210C sehingga kondisi tersebut memungkinkan uap untuk berpenetrasi secara maksimum ke dalam materi limbah.

6. Sanitary landfill.

Sanitary landfill adalah pembuangan limbah yang terkelola di sebuah lokasi yang kecil, memungkinkan limbah untuk disebar merata, dipadatkan, dan ditimbun

(ditutup dengan tanah) setiap hari. Penutupan yang adekuat bagian dasar dan sisi lubang di lokasi untuk meminimalkan pergerakan cairan dari sampah keluar dari lokasi.

Pembuangan limbah infeksius dan sedikit limbah sediaan farmasi dapat dilakukan dengan sanitary landfill. Metode ini dapat mencegah kontaminasi tanah dan air permukaan serta air tanah dan mengurangi pencemaran udara, bau, serta kontak langsung dengan masyarakat umum.

7. Encapsulation (pembungkusan).

Encapsulation (pembungkusan) adalah pengolahan limbah dengan memasukkan limbah ke dalam kontainer kemudian ditambahkan zat yang membuat limbah tidak dapat bergerak kemudian kontainer ditutup. Proses ini dapat menggunakan kotak yang terbuat dari drum logam yang tiga perempatnya diisi dengan benda tajam atau residu bahan kimia atau sediaan farmasi. Kontainer atau kotak tersebut kemudian ditutup dengan sejenis busa plastik, pasir bitumen, adukan semen atau materi lempung. Setelah media tersebut kering, kontainer dapat ditutup dan dibuang ke lokasi landfill.

8. Inertisasi.

Proses inertisasi mencakup pencampuran limbah dengan semen dan substansi lain sebelum dibuang guna meminimalkan resiko berpindahnya substansi yang terkandung dalam limbah ke air permukaan atau air tanah. Proporsi campuran terdiri dari 65% limbah farmasi, 15% batu kapur, 15% semen dan 5% air. Metode ini sangat sesuai untuk limbah sediaan farmasi dan untuk abu insinerasi yang mengandung

logam berkadar tinggi. Proses ini tidak mahal dan dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. Tetapi inertisasi tidak bisa digunakan untuk limbah infeksius.

Dokumen terkait