• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

Secara terminologi, pengetahuan atau epistemologi berarti perkataan, pikiran, dan percakapan mengenai hal-hal terkait keilmuan. Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui dan disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui manusia melalui pengamatan inderawi. Hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan melalui panca inderanya terhadap suatu objek tertentu. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pengetahuan adalah hasil usaha atau hasil tahu, yang bersumber dari kehendak/ kemauan kodrati manusia yang menimbulkan dorongan dan rasa ingin tahu untuk memahami suatu objek (Widi, 2009; Suhartono, 2008; Surajiyo, 2007).

Umumnya, pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut (Widi, 2009).

2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk suatu persepsi seseorang. Tingkat pengetahuan seseorang juga mempengaruhi persepsi dan perilaku individu, yang mana makin tinggi pengetahuan seseorang maka makin baik menafsirkan sesuatu (Fitriani, 2011).

Pengetahuan dalam domain kognitif memiliki 6 tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Fitriani, 2011).

Tingkatan awal dari pengetahuan adalah tahu di mana seseorang dapat mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkatan tahu mencakup mengingat kembali (recall) dari sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari sebelumnya. Selanjutnya adalah memahami yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Seseorang dikatakan paham apabila mampu menjelaskan, memberi contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya mengenai objek yang dipelajari (Fitriani, 2011).

Tingkatan selanjutnya adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, yang disebut aplikasi. Aplikasi dapat dikatakan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Setelah aplikasi, tingkatan selanjutnya adalah analisis yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih berada dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Seseorang

dikatakan mampu melakukan analisis dilihat dari kemampuannya dalam menggunakan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya (Fitriani, 2011).

Tingkatan selanjutnya adalah sintesis yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dapat dikatakan sintesis adalah kemampuan seseorang untuk menyusun formula yang baru berdasarkan formula-formula yang ada. Kegiatan yang termasuk dalam tingkatan sintesis adalah menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang ada. Tingkatan terakhir adalah evaluasi yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pada tingkatan inilah pengukuran pengetahuan dilakukan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang diukur dari objek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur (Fitriani, 2011).

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pendidikan, media massa/ informasi, sosial ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia (Erfandi, 2009).

Secara teoritis, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin banyak informasi yang diterima dan dapat memperluas pengetahuannya. Perlu ditekankan bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan rendah tidak berarti

memiliki pengetahuan yang rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak dari pendidikan formal saja, tapi juga dari pendidikan non formal. Informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal dapat menghasilkan perubahan ataupun peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi menyebabkan berkembangnya sarana komunikasi dan berbagai bentuk media massa sehingga memberi pengaruh terhadap terbentuknya opini dan kepercayaan seseorang (Erfandi, 2009).

Kondisi sosial ekonomi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini terkait tingkat pendidikan yang mampu dicapai dan jaminan ketersediaan fasilitas dalam memperoleh informasi. Kondisi ini dapat didukung dengan situasi lingkungan yang baik pula. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang tinggal dalam lingkungan tersebut. Proses interaksi timbal balik ataupun yang tidak, akan direspon sebagai pengetahuan (Erfandi, 2009).

Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah pengalaman. Pengalaman menjadi salah satu cara dalam mengetahui kebenaran suatu pengetahuan, dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang pernah diperoleh. Usia menjadi salah satu faktor yang terkait dengan pengalaman seseorang. Semakin bertambah usia seseorang, semakin bertambah pula pengalamannya, terutama untuk individu yang aktif berinteraksi dengan individu lainnya. Selain itu, pertambahan usia dapat menyebabkan peningkatan daya tangkap dan pola pikir sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik (Erfandi, 2009).

4. Perkembangan Pengetahuan Kognitif

Pengetahuan merupakan hasil pemikiran seseorang yang berkembang sesuai bertambahnya usia. Pada fase usia remaja mulai terbentuk proses pemikiran operasional yang sifatnya lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Pemikiran abstrak cenderung idealis dan disertai cara berpikir yang lebih logis. Pemikiran operasional formal akan didominasi oleh proses asimilasi, yaitu penggabungan informasi yang baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Pada akhirnya, remaja mencapai keseimbangan intelektual di mana individu tersebut mengakomodasikan (menyesuaikan diri dengan informasi baru) suatu pergolakan kognitif (Santrock, 2002).

Setelah melewati fase remaja, seseorang akan memasuki fase dewasa awal atau dalam bahasa awam disebut masa muda, yaitu periode transisi antara masa remaja dengan masa dewasa yang merupakan perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara. Pada fase ini seseorang akan mulai berpikir tentang berbagai alternatif dan kemungkinan yang ada mengenai suatu hal. Kemampuan kognitif berkembang dengan baik pada masa dewasa awal. Terdapat fase mencapai prestasi yaitu fase di masa dewasa awal yang melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan (Santrock, 2002).

Fase kehidupan setelah dewasa awal adalah dewasa tengah. Pada fase ini perkembangan kognitif seseorang lebih ditekankan pada kemampuan daya ingat. Daya ingat cenderung menurun ketika berusaha mengingat kembali informasi

yang pernah didapatkan. Hal ini terjadi karena informasi tersebut tidak sering digunakan (Santrock, 2002).

5. Pengetahuan dan Sumber Informasi

Ilmu pengetahuan membutuhkan informasi, tetapi juga sekaligus menghasilkan informasi baru. Sebagai bentuk konsekuensi dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, maka informasi pun berkembang dengan cepat pula. Dapat dikatakan bahwa adanya ledakan pengetahuan menimbulkan ledakan informasi (Yusup dan Subekti, 2010).

Informasi dan sumbernya dibedakan menjadi tiga; primer, sekunder, dan tersier. Informasi primer merupakan informasi yang diterbitkan pertama kali oleh suatu penerbit atau sumbernya secara lengkap, asli. Informasi jenis ini biasanya digunakan dalam dunia ilmu pengetahuan, teknologi, dan penelitian-penelitian ilmiah. Sumber informasi primer adalah majalah, surat kabar, laporan penelitian, kertas kerja, monografi, laporan seminar, buku teks, buku pedoman, tesis, dan disertasi (Yusup dan Subekti, 2010).

Informasi sekunder adalah informasi yang bertujuan untuk membuka informasi primer. Jenis informasi ini tidak dihasilkan dari sumber pertama yang menerbitkannya, melainkan suatu media yang digunakan untuk menelusuri lebih lanjut mengenai informasi primer yang sudah ada. Contoh sumber informasi sekunder adalah abstrak, indeks artikel yang dibukukan, katalog, file bibliografi, dan artikel terjemahan. Kamus dan ensiklopedia termasuk jenis informasi

sekunder yang merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dari sumber informasi primer (Yusup dan Subekti, 2010).

Informasi tersier sering disamakan dengan informasi sekunder. Dapat dikatakan bahwa sumber informasi jenis ini merupakan keterangan atau tulisan dari sumber tertentu yang dapat digunakan untuk mengetahui atau menelusuri sumber-sumber informasi sekunder. Contoh sumber informasi tersier adalah katalog bahan-bahan referensi dan katalog indeks suatu bidang ilmu tertentu (Yusup dan Subekti, 2010).

B. Sikap

Dokumen terkait