• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2. Pengetahuan Responden

5.2.1. Gambaran Pengetahuan Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif yang akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu sehingga jika semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui maka akan semakin menumbuhkan sikap makin positif terhadap hal tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Fatmawati (2004) pengetahuan dapat diartikan sebagai kumpulan informasi yang dapat dipahami dan diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat untuk penyesuaian diri. Pengetahuan merupakan pengenalan terhadap kenyataan, kebenaran, prinsip dan kaidah suatu objek dan merupakan hasil stimulasi informasi untuk terjadinya perubahan perilaku. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007). Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa kategori tingkatan pengetahuan adalah baik yaitu sebanyak 47 orang (61,0%). Dapat diinterpretasikan bahwa orangtua

sudah mengetahui hal mengenai pendidikan seks dimulai dari pengertian masa remaja, tahap-tahap perkembangan masa remaja, pengertian masa pubertas, pengertian seks, pengertian pendidikan seks, manfaat pendidikan seks, tujuan pendidikan seks, aspek penting dalam pendidikan seks, peran orangtua, cara mengontrol pergaulan anak, dan mengenai perkembangan remaja.

Dari wawancara yang dilakukan, sebagian orangtua mengatakan bahwa dalam memberikan informasi mengenai pendidikan seks kepada anak mereka menjawab dengan seperlunya saja dan juga jika sang anak bertanya. Dalam hal ini beberapa orangtua juga mengatakan belum pantas ataupun belum cukup umur untuk diberikannya informasi kepada anak mengenai informasi darimana datangnya bayi (proses kelahiran bayi), penyakit kelamin, organ reproduksi dan fungsinya, aborsi, onani/masturbasi, dan seks bebas. Karena orangtua menilai bahwa karakter anak mereka masih kekanak-kanakan meski pertumbuhan badannya sudah terbilang dewasa. Mereka juga menganggap bahwa informasi tersebut sudah didapat dari sekolah sehingga tidak perlu diberikan lagi.

Beberapa orangtua mengatakan bahwa kekurangan mereka adalah kurang pandainya dalam hal menggunakan sosial media seperti facebook, dengan terang- terangan dikatakan bahwa sama sekali kurang mengerti dalam menggunakannya sehingga tidak dapat mengontrol lebih jauh perkembangan sang anak dan memonitoring pergaulan sang anak. Wuryani (2008) mengatakan bahwasanya sebagian orangtua berpikir bahwa pengetahuan yang menyeluruh tentang seksualitas menjadi syarat yang sangat penting untuk menjadi pendidik untuk anak-anaknya

dan pentingnya pengetahuan tentang seks dapat mengajarkan anak laki-laki dan perempuan mereka tentang fakta-fakta serta nilai-nilai moral yang menyertainya, yang harus digabungkan dengan informasi yang benar tentang seks.

5.3. Sikap Responden

5.3.1. Gambaran Sikap Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013

Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek (Heri, 1998). Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Menurut Azwar (2005), komponen-komponen sikap adalah sebagai berikut:

1. Kognitif yaitu terbentuk dari pengetahuan dan informasi yang diterima selanjutnya diproses menghasilkan suatu keputusan untuk bertindak.

2. Afektif yaitu menyangkut masalah emosional subyektif sosial terhadap suatu obyek, secara umum komponen disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu obyek.

3. Konatif yaitu menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.

Secara teori, sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap situasi sosial yang telah terkendali (Azwar, 2009). Menurut Sarwono (2004) faktor penentu sikap seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya.

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi interval seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, agama serta faktor emosi dalam diri individu yang memegang peranan penting untuk terbentuknya sikap. Menurut Azwar (2009), sikap terbentuk dari adanya informasi secara formal maupun informal yang diperoleh setiap individu. Sikap merupakan tanggapan atau reaksi seseorang terhadap obyek tertentu yang bersifat positif atau negatif yang biasanya diwujudkan dalam bentuk rasa suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju. Sikap biasanya sejalan dengan pengetahuan yaitu pada saat seseorang berpengetahuan baik maka sikapnya pun akan baik pula.

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu melalui persuasif serta tekanan dari kelompok sosialnya. Dari table 4.15. dapat dilihat bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sikap responden berada pada kategori baik sebanyak 52 orang (67,5%) terhadap pemberian informasi mengenai pendidikan seks. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Voss dalam Wuryani (2008) bahwa sikap toleransi harus ditunjukkan dalam memberikan pendidikan seks agar dapat membantu partisipan untuk menerima orang lain yang mempunyai pandangan dan tingkah laku yang berbeda. Kita akan terus-menerus mengekspos kondisi yang mengubah sikap dan tingkah laku kita mengenai masalah-masalah seksual. Maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden yang baik dapat mencerminkan sikap yang baik pula dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks.

Sikap orangtua yaitu dengan memberikan pengertian bahwa penyakit kelamin juga bisa ditularkan melalui penggunaan toilet duduk. Jadi sebaiknya perlu lebih berhati-hati dan kalau boleh tidak perlu menggunakannya.

5.4. Tindakan Responden

5.4.1. Gambaran Tindakan Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2, yakni faktor intern dan ekstern. Perubahan merupakan suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap yaitu pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan.

Menurut Notoatmodjo (2003), praktek/tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:

1. Persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama

2. Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat dua

3. Mekanisme yaitu apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka itu sudah mencapai praktek tingkat ketiga

4. Adopsi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan merupakan tahap akhir dari perilaku, sehingga tindakan yang baik atau yang kurang yang dilakukan oleh responden adalah pengaruh dari tingkat pengetahuan dan sikap responden. Tindakan yang kurang seperti halnya dalam memberikan informasi dasar tentang permasalahan seksualitas, organ reproduksi dan fungsinya, bahaya aborsi dan seks bebas, tidak mengetahui kalau anak sudah pernah berpacaran, ciuman, ataupun onani/masturbasi kiranya perlu dibenahi kembali.

Dalam memberikan pendidikan seks hal yang terpenting bagi anak-anak bukanlah pengetahuan tentang fakta-fakta biologisnya namun jika mereka tidak dibimbing untuk melihatnya dalam hubungan yang sebenarnya karena hal yang penting bagi mereka adalah apakah fakta-fakta biologis yang diterangkan kepada mereka itu adalah sesuatu hal yang hakiki tentang manusia, masa lampaunya, tentang panggilannya, tentang tanggung jawabnya dan tentang masa depannya. Penjelasan seksual baru benar dan ada manfaatnya ketika anak-anak dalam kehidupan mereka di

kemudian hari sebagai orang dewasa dapat menempatkan fakta-fakta biologis itu dalam keseluruhan apa yang mereka dengar, lihat dan alami. Jadi yang terpenting adalah sebagai orangtua mempunyai sikap yang tepat terhadap hidup ini dengan perbuatan kita yang seolah-olah mengalir keluar dari sikap kita harus menguatkan apa yang kita katakan. Karena pendidikan seks bukanlah pertama-tama soal kata-kata tetapi soal perbuatan/tindakan dan soal hidup (Wuryani, 2008).

Berdasarkan teori ditas sesuai dengan tabel 4.38. diketahui bahwa tindakan reponden dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks termasuk dalam kategori cukup yaitu sebanyak 50 orang (64,9%). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Apabila tindakan itu dicapai maka dapat dikatakan bahwa pendidikan seks dalam hal ini sangatlah bermanfaat. Namun tindakan responden dalam hal ini masih dikatakan cukup.

Menurut pengakuan responden bahwa sang anak ketahuan menonton video porno yang didapat/dibuka dari laptop sang ayah yang dalam keadaan tidak digunakan oleh ayahnya pada saat itu. Kelalaian orangtua dalam hal ini adalah kurang menjaga privasi dan juga tidak seharusnya dimasukkan hal-hal yang berbau pornografi ke dalam laptop tersebut apabila itu bisa dipakai oleh anak-anak dirumah jika dalam keadaan tidak sedang digunakan. Karena hal ini dapat merusak pikiran sang anak karena sudah menonton video yang seharusnya tidak boleh ditonton.

Dokumen terkait