• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Penggalan Kisah Inspiratif KKN

TOGETHER TO BE BETTER

15

Oleh: Hanifah Perjuangan Yang Akan Dimulai

Saya pernah melakukan kegiatan seperti program pengabdian masyarakat dari Madrasah Aliyah, Akan tetapi lebih berbeda tempatnya. Saat saya di MA, saya melakukan kegiatan pengabdian tersebut di sebuah yayasan, kegiatan tersebut juga diselingi dengan mencari study kasus yang berbeda di masyarakat lainnya. Saat di kampus ini, saya bertemu lagi dengan kegiatan pengabdian masyarakat. Akan tetapi berbeda sebutannya, yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN), sebuah kegiatan pengabdian masyarakat yang benar-benar nyata dan terjun langsung dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun saya memiliki persepsi tentang KKN sebelum ke lokasi itu karena kegiatannya di sebuah kampung, saya merasa bersemangat untuk memberi perubahan di sana. Saya suka dengan mengajar, jadi yang saya harapkan bagi anak-anak bangsa walau dalam keterbatasan apapun tetaplah semangat belajar dan jangan sampai putus sekolah yang dikarenakan kondisi ekonomi yang kurang memungkinkan untuk lanjut ke jenjang berikutnya. Belajar bisa di mana saja, tak harus mencari ilmu di sekolah saja. Ada pepatah mengatakan: ”Tuntutlah ilmu walau sampai Negeri Cina,” tanpa ilmu hidup tak akan maju seperti saat ini. semoga program-program KKN kelompok saya bisa memberi perubahan dan kelayakan pada masyarakat dan desa tersebut.

Saya dan teman-teman melakukan survei terlebih dahulu untuk melihat kondisi desa di sana, dan ternyata banyak sekali polusi yang

14 Wawancara pribadi dengan Aktivis Pemuda, Abang Wahyu, pada tanggal 21 Agustus 2016

mencemari lingkungan sekitar. Kondisi itu bertepat di depan Kantor Desa, dan hingga akhirnya saya dan teman-teman memilih tempat lokasi KKN yang jauh dari polusi yang kami dapatkan di Desa Kampung Sawah RW 06 yaitu Kampung Candi dan Kampung Cigewor. Keberadaan Desa yang berada di bawah kaki Gunung Munara dan masih terdapat ladang sawah, empang, dan masih asri sekali dengan suasana hijaunya. Saya merasa senang bercampur sedih, karena saya senang bisa melakukan kegiatan KKN bersama teman-teman baru dikenal, dan sedih karena saya jauh dari orang tua, akan tetapi saya sudah biasa jika jauh dengan orang tua

Di sini saya dan teman-teman bisa dibilang aktif dalam kegiatan, seperti meluangkan waktu untuk mengerjakan proposal, survei ke lokasi KKN, melaksanakan program dan sekarang menyeleseikan laporan KKN. Pembentukan sebuah nama kelompok ditentukan secara tak sengaja dengan teman- teman karena sudah tidak terpikirkan lagi apa namanya, jadi, kami ambil namanya dengan nama kelompok KKN BAROKAH. Nama Barokah dipilih karena kesepakatan kelompok juga, untuk menjadi kelompok KKN dengan apa yang dilakukan selalu diberi keberkahan dalam setiap kegiatan. Jadi, nama kelompok ini ada unsur agamisnya dan tidak jauh dari Yang Maha Pemberi keberkahan hidup. Semoga dari mulainya kami saling mengenal satu sama lain hingga saat ini yang masih terjalin sebagai teman baik selalu diberi keberkahan untuk setiap apa yang kami lakukan dan sukses untuk kedepannya.

Sebelum dimulainya kegiatan KKN, saya mempunyai kendala walau tak serumit yang saya bayangkan, yaitu Pertama, kondisi kampungnya. Apalagi saat saya melihat di internet tentang kampung yang saya tempati yaitu di Kecamatan Rumpin, Desa Kampung Sawah diinformasikan bahwa jika sudah malam tiba sering terjadi pembegalan, selain itu, jalanan rusak dan gelap saat malam hari, dan banyak isu-isu yang kurang baik. Itu hanya sebuah cerita, dan kenyatanya tidak seperti apa yang saya bayangkan. Kedua, teman kelompok yang ditentukan. Awalnya sedikit keberatan dengan ditentukannya teman kelompok KKN, karena saya termasuk orang yang tidak cepat untuk beradaptasi dengan orang yang baru dikenal dan yang saya takuti lagi adalah mendapat teman yang tidak mau ikut kerja, malas-malasan, egois, dan lain-lain. Ternyata tidak seperti yang saya bayangkan, Alhamdulillah, saya merasa bersyukur dengan teman-teman kelompok saya saat sedih bisa membawa tawa, saat susah bisa saling mengerti, saat dibutuhkan mereka pun siap. Ketiga, masih kurangnya

komunikasi dengan teman kelompok saat awal-awal pembentukan kelompok, seperti ingin melakukan survey dan sulitnya menemukan waktu yang tepat untuk berkumpul secara lengkap. Sebelumnya, masih saja ada yang belum bisa ikut dan ada alasan lain hingga berhalangan hadir. Syukur Alhamdulillah sebagian dari mereka masih ada yang peduli untuk pembuatan segala sesuatunya.

Teman Adalah Sebuah Keluarga Baru

Pada awalnya saya sedikit keberatan dengan ditentukannya teman kelompok KKN saat itu. Seiring berjalannya waktu dan kami sering berkumpul untuk berdiskusi tentang KKN, saya pun dapat menyesuaikan diri dengan mereka yang karakternya berbeda-beda apalagi saat kegiatan KKN berlangsung. Saya merasa senang bisa mengenal mereka, walaupun terkadang suka dibuat kesal. Bukan sebulan kami saling mengenal tapi sudah hampir setengah tahun kami sudah berbagi suka dan duka. Walau baru kenal satu bulan, kekompakkan bisa terjalin dan saling menyemangati satu sama lain.

Tiba waktunya kegiatan KKN, pada hari-hari itu saya dan teman- teman menjalani program KKN. Di sini sangat terlihat sekali perhatian, pengertian mereka khususnya untuk anggota kelompok laki-laki. Tempat tinggal untuk anggota kelompok laki-laki dan perempuan dipisah, menempati dua kontrakan, akan tetapi saling bersampingan. Saya bersikeras sekali untuk hal tempat tinggal, tidak mau ada sesuatu kejadian yang fatal apalagi itu tinggal di kampung orang. Sudah dua tahun lebih rumah kontrakan itu tidak ditempati, saya dan teman- teman saya memilih untuk menempati tempat itu karena tak ada tempat lagi untuk ditinggali. Hingga malam harinya, saya dan teman- teman tertidur setelah membersihkan kontrakan. Anggota yang perempuan merasa tidak nyaman dengan keadaan kontrakan itu, kami merasakan ada aura yang berbeda dan tidak baik. Pada malam hari, dua teman saya mendengarkan suara tertawa di belakang kontrakan. Hari esoknya mereka bercerita kepada teman-teman kelompok tentang apa yang mereka dengar itu, dan dari sini, sifat para anggota kelompok terlihat, dibuktikan dengan memberi solusi dan pengertian sampai akhirnya saling tukar kontrakan. Karena sebelumnya, kontrakan anggota perempuan yang ditempati itu bertepatan dengan

gudang di sampingnya, gudang tersebut sudah lama tidak ditempati dan dirapikan.

Saya tidak menyangka dengan teman-teman kelompok saya, walau berasal dari kota, tetapi mereka bisa langsung menyesuaikan diri di kampung tersebut. Di sana keadaan airnya masih kurang bersih, jadi, terkadang teman anggota kelompok yang laki-laki sering mandi dan buang air di kali, saya dan teman-teman perempuan hanya mencuci piring dan baju di kali. Diceritakan dari warga bahwa air kali tersebut berasal dari gunung, namun air kali mulai surut karena adanya bendungan di atas.

Masalah buang air di kali pasti ada saja hal-hal yang lucu, saya dan teman-teman perempuan mendengarkan cerita dari teman-teman laki-laki hingga tertawa terbahak-bahak. Saya di sini sebagai juru masak untuk teman-teman saya, didampingi oleh Anita karena saya tidak sanggup untuk memasak sendiri untuk sepuluh orang. Akhirnya, kami membuat jadwal piket, jadwal imam sholat dan jadwal pergi ke pasar, agar segala pekerjaan dapat dilakukan secara bergantian.

Di kelompok KKN ini, saya mempunyai amanah untuk mengatur keuangan, dan saya sangat berhati-hati dalam masalah keluar dan masuknya uang. Hingga akhirnya saya dibilang pelit oleh anggota kelompok yang laki-laki, karena apa yang saya lakukan ini tidak untuk mengeluarkan atau membelikan sesuatu yang kurang berguna, seperti contohnya pada saat melakukan kerja bakti, teman saya meminta uang konsumsi yaitu rokok, dan saya mencegah sampai dia tidak suka dengan pendapat saya. Hingga saya beradu mulut dengannya “kan cuma kamu saja yang merokok, yang lain kan tidak merokok,” tidak apa saya dibilang pelit karena ini untuk kebaikan bersama dan pengeluaran tidak diharuskan untuk keperluan pribadi. Ada juga teman saya yang mengerti keadaan, saat yang perempuan sedang bosan, tidak ada mood untuk memasak yang menggantikan memasak biasanya Andri, dia adalah satu-satunya anggota kelompok laki-laki yang mau memasak untuk kami.

Hari-hari sebelum penutupan KKN, saya dan teman- teman mungkin sudah merasa bosan, walau banyak hal- hak menarik di sana. Kami sering bertengkar hanya karena masalah sepele, itu wajar saja dan terkadang membuat teman-teman kelompok perempuan merasa kesal. Di sini hidup bersama-sama dan jika ada masalah harus diselesaikan bersama juga. Saya senang, tetapi terkadang merasa jengkel, meskipun begitu mereka selalu ada di saat saya merasa sedih. Saya pernah mengalami kegalauan di saat

KKN berlangsung yang mungkin tak bisa teman-teman saya rasakan, tapi jangan sampai mereka merasakan apa yang saya rasakan. Beruntungnya saya bersama mereka mendapat pencerahan walau tak banyak membatu, tapi saya senang sekali dan Allah selalu mendengarkan segala keluh kesah hamba-Nya yang sedang diuji.

Sekarang, Jauh di Mata, Namun Masih Dekat di Hati

Desa yang saya dan teman-teman kelompok KKN tinggali cukup aman, damai dengan keadaan kehijauan sawah dan tanaman-tanaman yang tumbuh di sana, warganya ramah dan sederhana. Lokasi tempat tinggal kelompok KKN berada di kaki Gunung Munara, sayangnya saya belum sempat naik ke Gunung Munara. Saat pagi tiba, udara di sana terasa sejuk berbeda seperti di rumah walau saya juga asli Bogor, tapi saya tinggal di Bogor Timur. Saya melakukan perjalanan dengan salah satu teman saya untuk melihat-lihat keadaan di kampung, dan saya jarang melihat hal seperti ini, keadaan yang tentram, sejuk dan nyaman. Saya melihat kerbau sedang dimandikan di sebuah aliran kali kecil sambil didorong-dorong oleh bapak penggembalanya, setelah mandi, kerbau-kerbau itu dibawa ke sebuah lapang dan diberi makan di sana, itulah kegiatan kerbau-kerbau sebelum mereka membantu penggembala membajak sawah.

Jalan akses di sana banyak dikelilingi gunung-gunung, ada satu gunung yang saya dengar bahwa gunung tersebut merupakan tempat pemujaan berlangsung dan tidak boleh ada orang yang naik gunung tersebut, yaitu Gunung Nyungcung. Keberadaan Gunung Nyuncung ini tidak jauh dari kantor Kepala Desa Kampung Sawah, dekat dengan jalan raya yang biasanya mobil truk dan kendaraan lain melawati jalan di dekatnya. Di desa ini merupakan tempatnya truk-truk penambangan pasir, batu kali, dan lainnya sering lewati, entah dari mana asal penambangan tersebut. Selain itu, jalan akses di Kampung Sawah, Kecamatan Rumpin banyak jalanan yang rusak parah, padahal selalu dilewati truk-truk besar setiap saat, begitu juga dengan jalan utama jika ingin ke Leuwiliang dan Jasinga. Di Desa Kampung Sawah, pasar biasanya hanya buka 3 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Selasa, Kamis dan Minggu. Selain hari itu tidak buka dan untuk masak-memasak, saya dan teman-teman biasa beli di warung dekat kontrakan walau harganya sedikit lebih mahal atau suka

membeli makanan siap santap seperti gado-gado, bakso, mie instant, dan lain-lain.

Saya dan teman-teman mengajar di SDN Kampung Sawah 03 bertempat di Kampung Cigewor. Alhamdulillah, guru- guru termasuk kepala sekolah senang menerima kami mengajar di sana. Saat itu, pertama kali saya mengajar di kelas 5B, mereka sudah bisa menulis akan tetapi masih lamban prosesnya dan masih menggunakan pensil, jika tulisan mereka bagus, tidak mengapa jika menulis dengan menggunakan pulpen. Pernah juga saya mengajar di kelas 2B, mereka lucu- lucu sekali dan pintar, hanya saja masih ada kurang lebih sebanyak enam orang anak yang masih belum bisa membaca dan menulis, saya merasa kasihan pada keadaan mereka yang belum bisa apa-apa. Banyak sesuatu yang membuat saya miris dengan mereka, salah satunya ketidakhadiran pada waktu diabsen. Saya terus bertanya-tanya masalah ini, apa yang sedang mereka lakukan sehingga tidak masuk sekolah? Saya pun bertanya pada murid sekelas apa yang menyebabkan mereka suka tidak berangkat ke sekolah, murid pun menjawab bahwa mereka banyak yang tidak hadir karena malas dan rumahnya yang jauh dengan sekolah menjadi salah satu pemicunya. Saya pun merasa sedih, memang sekolah di kampung itu hanya ada satu dan kebanyakan dari mereka yang bersekolah bertempat tinggal di atas gunung.

Warga di sana juga ramah, baik dan bersahabat, saya merasa betah tinggal di sana. Di saat kelompok kami meminta bantuan, mereka sangat cepat untuk membantu kami, seperti suatu ketika saya ingin memasak tumis oncom dan bahannya ada yang kurang yaitu daun kemangi, saya mencari ke setiap warung sayur namun tidak ada kemangi yang dijual atau sudah habis, dan salah satu tetangga menawarkan dengan bicara ”mau kemangi tèh? Ambil aja di pinggir empang” saya merasa senang dan berterima kasih dan baiknya juga Ibu dan Bapak Ketua RW 06 yang sering membantu saya dan teman-teman perempuan untuk mandi di tempat beliau, karena saat itu air masih bau dan tercampur lumpur. Biasanya tiap malam itu sepi untuk bermain keluar, saat adanya KKN kami, mereka bisa bermain sesuka hati mereka, sehingga tak pernah sepi karena anak- anak bermain di tempat KKN dan terkadang ibu-ibunya melihat anaknya sedang main.

Dan yang paling berkesan di sana adalah saat-saat kegiatan 17 Agustusan, mereka sangat bersemangat untuk mengikuti lomba-lomba

yang diadakan oleh kelompok KKN Barokah. Melihat canda tawa dan wajah riang mereka menimbulkan rasa kekeluargaan yang nyata walau kami hanya sebagai pendatang baru di sana. Senang sekali rasanya mengingat-ingat saat keadaan suka yang tak ingin dilupakan.

Jika Itu Saya?

Mata pencaharian di Kampung Candi dan Kampung Cigewor adalah dari usaha kecil di rumah dan bertani. Saya melihat kondisi ekonomi mereka sekitar 65% warga yang mampu dan 35% warga kurang mampu. Maka dari itu, jika saya menjadi mereka dan dalam misi memberdayakan masyarakat yang harus saya lakukan adalah: Pertama, Sumber daya manusianya, ini merupakan unsur yang sangat penting. Apalagi untuk kawula mudanya, saya ingin mereka diberi motivasi untuk masa depannya yang baik, mengajarkan bagaimana menjadi seorang pemilik usaha bukan yang hanya disuruh-suruh atasan. Tidak menjadi orang yang bermalas-malasan, harus berfikir produktif dan kreatif, intinya penerus bangsa yang mampu mewujudkan menjadi masyarakat madani. Kedua, bidang pendidikan, pemberdayaan yang dilakukan seperti fasilitas sekolah yang memadai, adanya les/bimbingan belajar/pelajaran tambahan di luar sekolah. Jika itu saya, saya berharap mereka mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya dan tidak putus sekolah.

Ketiga, dalam bidang teknologi, walau mereka berada di kampung, namun mereka pasti bisa maju secara perlahan agar tidak terlalu gagap teknologi apalagi sekarang sudah masuk zamannya menggunakan teknologi (gadget). Jika saya menjadi mereka, saya meminta permohonan dana sumbangan pada pihak kecamatan atau Kementerian Agama untuk memberikan fasilitas komputer untuk belajar anak-anak dan remaja yang sekolah karena ini adalah kebutuhan untuk masa depannya. Keempat, dalam bidang keagamaan, pemberdayaan yang harus saya lakukan seperti pemberdayaan masjid meningkatkan kualitas fisik masjid karena menyangkut dalam kekhusyukan dalam beribadah dan masjid adalah tempat yang suci dan harus menjadi nyaman bagi jamaah beribadah.

Hal-hal yang berbau keagamaan seharusnya diajarkan sejak dini agar mereka tahu apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengetahui syari’at Islam yang sesungguhnya, di sana mayoritas beragama Islam, akan tetapi jika saya pandang dari kehidupan mereka, masih minim pengetahuan

keagamaannya. Hal terpenting yaitu seperti ibadah wajib yang masih lalai untuk dilakukan. Apa yang saya pandang di sana saya ingin mengirim seorang tokoh agama atau ustadz di setiap RT. Sedangkan dibangunnya pondok pesantren sangat bermanfaat bagi mereka yang kurang mampu jika belum bisa meneruskan sekolah di sini akan diajarkan menjadi sosok yang mandiri, ilmu modern saat ini juga ilmu salafiyahnya, hingga akhirnya dunia dan akhirat pun akan didapatkan. Kelima, dalam bidang kesehatan, saya perhatikan dan saya bertanya-tanya juga kepada beberapa warga bahwasannya untuk keberadaan bidan sangat minim, saya prihatin untuk anak balita yang masih membutuhkan imunisasi, gizi dan hidup sehat.

Saya ingin membuat rumah bidan/klinik di sana agar mereka yang ingin melakukan pengobatan bisa menjadi dekat dan tidak harus menempuh jarak yang sangat jauh yang dapat memakan waktu yang banyak. Keenam, dalam bidang ekonomi, dari semua pemberdayaan yang ingin dilakukan pasti membutuhkan banyak dana. Maka dari itu dari ekonomi ini saya ingin warga mampu dalam membuat usaha sendiri seperti kerajinan tangan, menjual makanan, mengolah ulang sampah-sampah yang masih layak untuk digunakan ulang, dan lainnya. Di sinilah aset untuk kampung jika mereka ingin memberdayakan lingkungannya dan menyejahterakan masyarakat.

Demikian untuk sebuah kampung yang masih kurang produktif dalam pemberdayaannya maka perlu adanya kader dari pemuda dan pemudi yang dapat mewujudkan segala harapan. Perlu ditanamkan dalam jiwa masing-masing untuk peduli akan sekitar kehidupan kita. Tidak harus muluk-muluk dalam hal materi, namun dengan kesederhanaan lah yang bisa menyatukan warga untuk membangun sebuah istana desa.

BULAN PENUH BERKAH

Oleh: Dwi Nurmayunita Persepsi Pra-KKN dengan Beribu Kendala

KKN merupakan sebuah kegiatan wajib yang harus dilakukan di jenjang perkuliahan ini. Tidak jarang mahasiswa yang mengeluh dalam menjalaninya termasuk saya, walaupun tidak terlalu berat bagi saya dibanding teman-teman saya yang memiliki cerita yang kurang baik untuk melaksanakan tugas yang telah diamanatkan dari kampus tersebut karena seputar teman kelompok KKN yang kurang bersahabat. Saya masih bersyukur atas dipertemukannya saya dengan teman kelompok KKN “Barokah” dengan sifat dan watak yang bersahabat, kompak, seru, walaupun terkadang jahil. Saya dapat membayangkan bagaimana serunya hidup bersama dengan mereka selama satu bulan di desa.

Beberapa waktu menjelang KKN, saya dan teman-teman terus melakukan survey untuk menentukan lokasi mana yang akan diambil untuk program pengabdian ini. Awalnya saya mengeluh atas lokasi desa yang sangat berdebu karena banyaknya truk pengangkut pasir yang berlalu lalang dan kondisi jalan atau akses menuju desa yang rusak parah. Akan tetapi, setelah survei beberapa kali, saya dan teman-teman memutuskan untuk mengabdi di RW 06 di Desa Kampung Sawah Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut dipilih karena tempat yang tidak terlalu berpolusi, selain itu pemandangan hamparan sawah dan gunung menjadi daya tarik bagi saya karena lokasi KKN kami berada di kaki Gunung Munara.

Menjelang KKN merupakan hal yang bisa dibilang mendebarkan. Di satu sisi, saya senang karena akan tinggal bersama dengan teman-teman baru yang seperti teman lama, namun di sisi lain, saya merasakan kesedihan karena jauh dari orang tua. Mungkin bagi sebagian orang, hal itu sudah biasa, namun bagi saya, hal itu merupakan pilihan yang berat, karena tinggal di kost-an selama lima hari pun saya sudah rindu sekali dengan kedua orang tua saya, saya dapat membayangkan bagaimana rasanya kerinduan jika saya tidak pulang ke rumah selama satu bulan. Sebelum berangkat ke lokasi KKN pun, saya berpamitan kepada ibu saya, saya melihat kesedihan dari matanya, tidak tega rasanya meninggalkan ibu

saya, kekhawatiran terus hinggap dalam hati, namun kewajiban yang diberikan kampus ini senantiasa harus tetap dijalani.

Selain itu, saya juga merasa khawatir jika penduduk desa di tempat KKN kurang ramah, yang saya pikirkan, bagaimana jika nanti saya butuh pertolongan di sana dan tidak ada warga yang memiliki empati untuk menolong pendatang baru seperti saya dan teman-teman, dan saya juga sempat berpikir bagaimana jika penduduk di sana banyak yang tidak menyukai kehadiran saya dan teman-teman, sehingga memunculkan ide mereka untuk melakukan santet karena teman-teman saya di kampus sering mengingatkan untuk tetap berhati-hati dalam kegiatan KKN, karena di kampung masih sering menggunakan media black magic seperti santet untuk melukai seseorang, maka dari itu, jika salah sedikit, hal mistis seperti itu akan bekerja.

Semua itu hanyalah kecemasan, hanya dua hari pun saya sudah merasakan kenyamanan di sana, tidak ada kekhawatiran akan warga yang

Dokumen terkait