• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN PUSTAKA

2.1.2 Penggolongan Pestisida

Menurut Departemen Kesehatan Indonesia dalam Khamdani (2009), persentase penggunaan pestisida di Indonesia diantaranya insektisida 55,42%, herbisida 12,25%, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, bahan pengawet kayu 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%, rodentisida 2,81%, bahan perata atau perekat 2,41%, akarisida 1,4%, moluskisida 0,4%, nematisida 0,44%, dan 0,40% ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa insektisida merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan. Secara umum pestisida digolongkan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut.

11

a. Menurut sasaran atau organisme target

Pestisida diklasifikasikan menjadi 16 jenis menurut sasaran atau organisme targetnya diantaranya (1) Insektisida untuk mengendalikan serangga, (2) Herbisida untuk membunuh gulma, (3) Fungisida untuk membunuh jamur, (4) Algasida untuk membunuh alga, (5) Avisida untuk mengontrol populasi burung, (6) Akarisida untuk membunuh tungau atau kutu, (7) Bakterisida untuk membunuh bakteri, (8) Larvasida untuk membunuh larva, (9) Moluskisida untuk membunuh siput, (10) Nematisida untuk membunuh cacing, (11) Ovisida untuk membunuh telur, (12) Pedukulisida untuk membunuh kutu, (13) Piscisida untuk membunuh ikan, (14) Rodentisida untuk membunuh binatang pengerat, (15) Predisida untuk membunuh pemangsa atau predator, (16) Termisida untuk membunuh rayap.

b. Menurut cara kerja

Dalam sistem pertanian hortikultura jenis insektisida, herbisida dan fungisida yang banyak digunakan oleh petani jika dilihat dari cara kerjanya diantaranya sebagai berikut (Djojosumarto, 2000).

1. Insektisida

Insektisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya menurut cara kerja pada tanaman terdiri dari (1) Insektisida Sistemik yaitu jenis insektisida yang diserap oleh organ-organ tanaman baik melalui akar, batang ataupun daun. Contoh insektisida sistemik adalah Furatiokarb, Fosfamidon, Isolan, Karbofuran, dan Monokrotofos. (2)Insektisida Nonsistemik merupakan jenis insektisida yang hanya menempel pada bagian luar tanaman saja. Contohnya adalah Dioksikarb,

12

Diazinon, Diklorvos, Profenofos, dan Quinalfos. Jenis insektisida lainnya berdasarkan cara kerjanya yaitu Insektisida sistemik lokal. Contohnya adalah Dimetan, Furatiokarb, Pyrolan, dan Profenofos.

2. Fungisida

Fungisida dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan cara kerjanya di dalam tubuh tanaman diantaranya Fungisida Nonsistemik, Fungisida Sistemik dan Fungisida Sistemik Lokal. Contoh fungisida nonsitemik adalah Kaptan, Maneb, Zineb, Mankoneb, Ziram, Kaptafol, dan Probineb sedangkan fungsida sistemik tidak akan hilang apabila terjadi hujan. Contoh fungisida

sistemik adalah Benomil, Difenokonazol, Karbendazim, Matalaksil,

Propikonazol, dan Triadimefon dan fungisida sistemik lokal akan diabsorsikan oleh jaringan tanaman contohnya adalah Simoksanil.

Berdasarkan banyaknya lokasi aktivitas fungisida dalam sistem biologi jamur, fungisida dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu Multiside inhibitor contoh dari multiside inhibitor adalah Maneb, Mankozeb, Zineb, Probineb, Ziram, dan Thiram dan monoside inhibitor yaitu fungisida yang bekerja dengan menghambat salah satu proses metabolisme jamur. Contoh dari monoside inhibitor adalah Metalaksil, Oksadisil, dan Benalaksil.

3. Herbisida

Secara tradisional, herbisida dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu (1) Herbisida yang aktif untuk mengendalikan gulma dari kelompok rumput, misalnya Alaklor, Butaklor, dan Ametrin. (2) Herbisida yang aktif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan pakis, misalnya 2,4-D, MCPA dan (3)

13

Herbisida yang aktif untuk semua kelompok gulma yang disebut sebagai herbisida nonselektif contohnya Glifosat, Glufosinat, dan Paraquat.

Herbisida juga dapat dikelompokkan berdasarkan bidang sasarannya yaitu (1) Herbisida Tanah (Soil Acting Herbicides. Contohnya adalah herbisida kelompok urea (Diuron, Linuron, Metabromuron), triazin (Atrazine, Ametrin), karbamat (Asulam, Tiobenkarb), kloroasetanilida (Alaklor, Butaklor, Metalaklor, Pretilaklor), dan urasil (Bromasil) dan (2) Herbisida yang aktif pada gulma yang sudah tumbuh. Contohnya adalah 2,4-D, dan Glifosat. Selain kedua kelompok utama tersebut, terdapat pula herbisida tanah yang aktif terhadap gulma yang baru tumbuh, misalnya beberapa herbisida dari jenis urea dan triazim

c. Menurut struktur bahan kimia

Berdasarkan struktur kimianya, Sudarmo (1991) dalam Runia (2008) pestisida terdiri dari empat kelompok besar yaitu organokhlorin, organophosfat, karbamat dan piretiroid.

Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates, phosphoris insecticides, phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus esters atau phosphoris acid esters. Mereka adalah derivat dari phosphoric acid dan biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan organofosfat struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf. Organofosfat merupakan senyawa kimia ester asam fosfat yang terdiri atas 1 molekul fosfat yang dikelilingi oleh 2 gugus organik C2H5O (R1 dan R2) serta gugus (X) atau leaving group yang tergantikan saat organofosfat menfosforilasi asetilkholin. Gugus X merupakan bagian yang paling mudah terhidrolisis. Gugus

14

R dapat berupa gugus aromatik atau alifatik. Pada umumnya gugus R adalah dimetoksi atau dietoksi. Sedangkan gugus X dapat berupa nitrogen , fluorida, halogen lain dan dimetoksi atau dietoksi. Bahan aktif organophosfat yang sudah dilarang beredar di Indonesia diantaranya diazinon, fention, fenitrotion, fentoat, klorfirifos, kuinalfos dan malation. Pestisida ini memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim achetylcholinesterase (ACHe) yang merupakan neurohormon pada ujung syaraf untuk meneruskan rangsang (Sitepu, 2010). Berdasarkan toksisitasnya pestisida golongan organophosfat dibagi menjadi kelompok sangat toksik (extremely toxic) (klorpirifos, parathion dan metil parathion) dan kelompok toksisitas sedang (dimethoate dan malathion). Gejala keracunan yang ditimbulkan akibat pestisida golongan organophosfat terhadap fungsi enzim cholinesterase diantaranya mudah letih, tidak bertenaga, mual muntah dan merasa lemah, sakit kepala, gangguan penglihatan, sesak nafas, banyak kelenjar cairan hidung, banyak keringat dan air mata, dan akhirnya menyebabkan kelumpuhan otot-otot rangka, sukar bicara, kejang dan koma. Berdasarkan masa degradasinya dalam lingkungan, frekuensi/jarak penyemprotan sebaiknya adalah 2 minggu sekali (Ardiyanto, 2013).

Kelompok pestisida golongan Karbamat (carbamat) yang terkenal antara lain proxposure (baygon), carbofuran (furadan), carbaryl (sevin). Insekisida golongan karbamat sangat banyak digunakan, sama seperti juga insektisida dari golongan organosfosfat. Sifat-sifat dari senyawa golongan ini tidak banyak berbeda dengan senyawa golongan organosfosfat baik dari segi aktivitas maupun daya racunnya. Senyawa karbamat merupakan turunan dari asam karbamik

HO-15

CO-NH2. Seperti halnya pada senyawa golongan organosfosfat, senyawa golongan karbamat juga menghambat kerja enzim cholinesterase. Berdasarkan toksisitasnya pestisida golongan karbamat juga dibagi menjadi toksisitas tinggi (highly toxic) (carbofuran, methomyl dan temik) dan kelompok toksisitas sedang (carbaryl dan baygon). Sama halnya dengan Organophosfat, pestisida jenis ini menghambat kerja enzim cholinesterase. Gejala keracunan yang timbul sebagian besar hampir sama dengan gejala yang muncul akibat keracunan Organophosfat yang paling umum diantaranya sakit kepala, gangguan penglihatan, muntah dan merasa lemah. Keracunan akut dapat menimbulkan terjadinya kelumpuhan otot-otot rangka, bingung, sukar bicara, kejang-kejang dan koma. Masa degradasi di lingkungan hampir sama dengan Organophosfat yaitu sekitar 12-14 hari, oleh karena itu maka frekuensi penyemprotannya berkisar 12-14 hari.

Organiklorin merupakan senyawa insektisida yang mengandung atom karbon, klor, dan hidrogen, dan terkadang oksigen. Senyawa ini sering juga disebut sebagai hidorokarbon khlorinat. Senyawa organoklorin tergolong memiliki toksisitas yang relatif rendah namun mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun yang terdapat dalam senyawa ini bersifat menggaggu susunan syaraf pusat dan larut dalam lemak. Pada umumnya pestisida golongan ini berbentuk padat dan menggunakan air atau pelarut organik sebagai pelarut. Larutan pestisida organoklorin tahan terhadap pengaruh udara, cahaya, panas, dan karbondioksida. Pestisida jenis ini tidak dapat rusak oleh asam kuat, namun bisa rusak dengan basa dimana pestisida jenis ini akan menjadi tidak stabil dan mengalami deklorinase. Senyawa organoklorin masuk ke dalam tubuh melalui

16

udara, saluran pencernaan, dan absorpsi melalui kulit. Bila digunakan dalam bentuk serbuk, absorpsi melalui kulit tidak akan terlalu berbahaya, namun apabila digunakan sebagai larutan dalam minyak atau pelarut organik, maka toksisitasnya akan meningkat. Senyawa ini memiliki kemampuan untuk menembus membran sel dengan cukup kuat, dan tersimpan di dalam jaringan lemak tubuh. Karena bersifat lipotropik, senyawa ini tersimpan di Organokhlorin dalam sistem pertanian juga dilarang penggunaannya seperti dieldrin, endosulfan, dan clordan. Nama formulasi yang beredar di Indonesia adalah herbisida garlon 480 EC dan fungisida Akofol 50 WP. Golongan ini dapat mengakibatkan sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang dan hilang kesadaran (Wudianto, 2005).

Piretiroid merupakan jenis golongan pestisida lainnya selain dari organophosfat, karbamat dan organokhlorin serta secara alamiah piretroid diperoleh dari ekstrak bunga chrysanthemum. Senyawa aktifnya adalah piretrin I dan II cinerin I dan II, dan jasmolin I dan II, yang merupakan ester dari tiga alkohol, pyrethrolone, cinerolone, dan jasmolone, dengan asam chrysanthemic dan pyrethric. Karena sifat toksiknya terhadap mamalia yang sangat rendah dibanding pestisida jenis lain, piretroid banyak digunakan sebagai bahan aktif dari produk insektisida yang ada di pasaran. Pada umumnya piretroid mengalami metabolisme pada mamalia melalui proses hidrolisis, oksidasi dan konjugasi. Tidak ada kecenderungan terjadinya akumulasi pada jaringan akibat pajanan terhadap piretroid. Piretroid bersifat racun terhadap jaringan saraf, yakni dengan cara mempengaruhi permeabilitas membran terhadap ion, sehingga mengganggu

17

impuls saraf. Contoh dari pestisida golongan pyretroid adalah Deltametrin, Permetrin, Fenvalerate, Difetrin, Sipermetrin, Fluvalinate, Siflutrin, Fenpropatrin, Tralometrin, Sihalometrin, Flusitrinate, Alletrin, dan Bioresmetrin.

Dokumen terkait