• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paparan Pestisida dan Kondisi Kesehatan Petani Hortikultura Pengguna Pestisida dan Keluarganya di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Paparan Pestisida dan Kondisi Kesehatan Petani Hortikultura Pengguna Pestisida dan Keluarganya di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

PENGGUNAAN PESTISIDA DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KELUHAN KESEHATAN PETANI

HORTIKULTURA DAN KELUARGANYA DI DESA

PANCASARI KECAMATAN SUKASADA

KABUPATEN BULELENG

IDA AYU DWI ASTUTI MINAKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

TESIS

PENGGUNAAN PESTISIDA DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KELUHAN KESEHATAN PETANI

HORTIKULTURA DAN KELUARGANYA DI DESA

PANCASARI KECAMATAN SUKASADA

KABUPATEN BULELENG

IDA AYU DWI ASTUTI MINAKA

NIM 1492161047

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

PENGGUNAAN PESTISIDA DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KELUHAN KESEHATAN PETANI

HORTIKULTURA DAN KELUARGANYA DI DESA

PANCASARI KECAMATAN SUKASADA

KABUPATEN BULELENG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

IDA AYU DWI ASTUTI MINAKA

NIM 1492161047

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai

oleh Panitia Penguji pada

Progam Pascasarjana Universitas Udayana

pada Tanggal 18 Juli 2016

Berdasarkan SK Rektorat Universitas Udayana

No.

: 3257/UN 14.4/HK/2016

Tanggal

: 18 Juli 2016

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH

Anggota :

(5)

v

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama

: Ida Ayu Dwi Astuti Minaka

NIM

: 1492161047

Program Studi

: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Judul Tesis

: Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Keluhan

Kesehatan Petani Hortikultura dan Keluarganya di Desa

Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI Nomor 17,

tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Denpasar, Juli 2016

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan anugrah-Nyalah penulis

dapat menyelesaikan p

enelitian yang berjudul “

Penggunaan Pestisida dan

Hubungannya dengan Keluhan Kesehatan Petani Hortikultura dan

Keluarganya di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng

tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. dr.

Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku pembimbing I yang telah berkenan

memberikan kesempatan bagi penulis untuk memperoleh bimbingan dan arahan

selama penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula

penulis sampaikan kepada Ibu dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH selaku

pembimbing II yang telah dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.

Ucapan terima kasih penulis juga tujukan kepada Rektor Universitas

Udayana Bapak Prof. Dr. dr.I Ketut Suastika, Sp.PD(KEMD) atas kesempatan

dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program

Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih

ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Ibu Prof. Dr. dr.A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk menjadi mahasiswa program magister pada Program

Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih

kepada Bapak Prof. dr.Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku ketua PS MIKM

Universitas Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima

kasih kepada sekretariat PS MIKM Universitas Udayana, Koordinator Peminatan

Epidemiologi Lapangan PS MIKM Universitas Udayana, dan seluruh dosen dan

staf PS MIKM Universitas Udayana.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Desa

Pancasari, Ketua Gapoktan Desa Pancasari dan seluruh pihak yang tidak bisa

penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan ijin serta telah banyak

membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Akhirnya penulis ucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua beserta keluarga besar

penulis yang telah memberikan dukungan moral dan material kepada penulis

untuk menyelesaikan penelitian ini.

Denpasar, Juli 2016

(7)

vii

ABSTRAK

PENGGUNAAN PESTISIDA DAN HUBUNGANNYA DENGAN

KELUHAN KESEHATAN PETANI HORTIKULTURA DAN

KELUARGANYA DI DESA PANCASARI KECAMATAN SUKASADA

KABUPATEN BULELENG

Pestisida digunakan secara luas dalam bidang pertanian untuk membunuh

organisme pengganggu tanaman. WHO memperkirakan bahwa keracunan

pestisida menyumbang 300.000 kematian per tahun diseluruh dunia terutama di

negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Desa Pancasari merupakan

salah satu daerah pertanian di Provinsi Bali dengan penggunaan pestisida yang

tinggi. Hasil pemeriksaan

cholinesterase

di desa tersebut menemukan tingkat

keracunan pada petani yang tinggi dibandingkan dengan desa-desa pertanian

lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku penggunaan pestisida,

alat pelindung diri (APD) dan hubungannya dengan keluhan kesehatan petani.

Penelitian survei

cross sectional

dilakukan pada 87 petani hortikultura di

Desa Pancasari. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan

kuesioner dan observasi. Data tentang karakteristik sosiodemografi, pengetahuan

dan perilaku dalam menggunakan pestisida dan APD dihubungkan dengan

keluhan kesehatan akibat pestisida (sakit kepala, gatal-gatal, kelelahan meningkat

dan mual). Keluhan kesehatan ditentukan apabila terdapat minimal dua keluhan

dari empat keluhan tersebut. Hubungan kedua variabel pada analisis bivariat

menggunakan uji

chi square

dan analisis multivariate menggunakan uji regresi

logistic.

Mayoritas (94,3%) petani beru

mur ≥30 tahun, jenis kelamin laki

-laki

(81,6%) dengan pendidikan menengah kebawah (78,2%). Lebih dari setengahnya

(54,1%) petani memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai pestisida dan

APD namun perilakunya masih buruk. Sebanyak 60,9% petani dijumpai

mengalami keluhan kesehatan spesifik akibat pestisida dengan faktor-faktor yang

terbukti berhubungan yaitu menggunakan pestisida golongan organophosfat

(AOR=3,74; 95% CI: 1,33-10,48), lama hari pemakaian baju kerja sebelum dicuci

(AOR=1,37; 95% CI: 1,08-1,75), tidak menggunakan baju panjang pada saat

pencampuran (AOR=0,25;95% CI: 0,09-0,76) dan masker pada saat

penyemprotan (AOR=0,18; 95% CI: 0,05-0,69).

Risiko paparan pestisida tidak hanya terjadi pada petani penyemprot saat

penyemprotan namun juga terjadi mulai dari pencampuran sampai dengan

penanganan pestisida serta aktifitas lainnya di areal pertanian. Hal ini juga

ditunjukkan dengan adanya keluhan kesehatan pada keluarga petani yang hampir

sama dengan keluhan spesifik dari petani penyemprot diantaranya sakit kepala,

gatal-gatal dan mual. Hasil analisis kluster menunjukkan separuh keluarga petani

masih dalam paparan risiko rendah (44,83%) sedangkan sisanya berada dalam

risiko sedang (47,12%) dan tinggi (8,05%).

(8)

viii

ABSTRACT

PESTICIDE USE AND THE CORRELATION WITH HEALTH

COMPLAINTS AMONG HORTICULTURE FARMER AND THEIR

FAMILY IN PANCASARI SUKASADA BULELENG

Pesticides are widely used in agricultural production to prevent or control

pests, diseases, weeds, and other plant pathogens. According to estimates by the

World Health Organization (WHO) that 300.000 death cases of pesticide

intoxication occur in workers who work in agriculture regions especially in

low-middle income country. Pancasari is one of the agricultural centers on the

Province of Bali which still uses the high level of chemical pesticides. Based on

the result of cholinesterase examination was conducted in this region, the toxicity

to the famers is considered in high level compared with other famers in other

different villages. This study aims to discover the behavior of horticulture farmers

in using pesticide, personal protective equipments (PPE) and the correlation with

their health complaints.

The method of this study was based on cross

sectional which was carried

out on eighty seven (87) horticulture farmers (respondents) who were selected

purposively as the samples of this research. The respondents (famers) were

interviewed and observed directly by means of structured questionnaires and

observations papers. The characteristics of the sosiodemografi data, the

knowledge and the behavior in using pesticides, and personal protective

equipments were related to the health complaints due to poison effect of pesticide

use (headache, skin irritation, fatigue and nausea).The indication of health

complaints were determined by, at least, two minimal health complaint categories

among four common health complaints. The correlation of both variables which

based on bivariat analysis uses chi square test and multivariate analysis which

uses logistic regression test.

Majority of the farmers (94.3%) were under 30 years old and 81.6%

among them were male with secondary education down (78.2). Actually, more

than a half (51.4%) of the farmers had good enough knowledge about pesticide

and personal protective equipments. However, in terms of the implementation,

they had bad and risky behaviors. The majority of the farmers (60.9%) in this

study were suffering from specific health complaints due to the poison effects of

the type of organophosfat pesticide use (AOR =3.74 ;95% CI : 1.33-10.48), the

couple day use of work cloth before being washed ( AOR=1.37 ; 95% CI :

1.08-1.75), no using long sleeves when mixing process of pesticide ( AOR =0.25 ; 95%

CI : 0.09-0.76), no using mask when spraying activity (AOR=0.18;95% CI

:0.05-0.69).

(9)

ix

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ... i

SAMPUL DALAM ... ii

LEMBAR PERSYARATAN GELAR ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT

... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3

Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2

Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1

Manfaat Praktis ... 8

1.4.2

Manfaat Teoritis ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1

Pestisida ... 10

2.1.1

Pengertian Pestisida ... 10

2.1.2

Penggolongan Pestisida ... 10

2.1.3

Pekerjaan yang Berhubungan dengan Pestisida ... 17

(10)

x

2.2.1

Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan ... 20

2.2.2

Faktor-Faktor

yang

Mempengaruhi

Keracunan

Pestisida ... 23

2.2.3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku/Praktik ... 31

BAB III KERANGKA

BERPIKIR,

KONSEP

DAN

HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir ... 34

3.2 Konsep Penelitian ... 36

3.3 Hipotesis ... 37

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian ... 38

4.2

Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

4.2.1 Tempat Penelitian ... 38

4.2.2 Waktu Penelitian ... 39

4.3

Ruang Lingkup Penelitian ... 39

4.4

Penentuan Sumber Data ... 39

4.4.1

Populasi Penelitian... 39

4.4.2

Kriteria Sampel Penelitian ... 39

4.4.3

Teknik Pengambilan Sampel ... 41

4.4.4

Cara Pengambilan Sampel ... 41

4.5

Variabel Penelitian ... 42

4.5.1

Variabel Penelitian... 42

4.5.2

Definisi Operasional ... 43

4.6

Instrumen Pengumpulan Data ... 51

4.7

Prosedur Pengumpulan Data ... 51

4.7.1

Pengumpulan Data Awal ... 51

4.7.2

Pengumpulan Data Penelitian ... 52

4.7.3

Jenis dan Sumber Data yang Dikumpulkan ... 52

4.8

Pengolahan dan Analisis Data ... 52

4.8.1 Pengolahan Data... 52

(11)

xi

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1

Karakteristik Sampel Penelitian ... 59

5.2

Pengetahuan Petani tentang Pestisida, APD dan Dampaknya

Terhadap Kesehatan ... 60

5.3

Karakteristik Pestisida yang Digunakan Petani di Desa

Pancasari ... 62

5.4

Perilaku Penggunaan Pestisida dan APD ... 64

5.5

Peranan Keluarga Petani dalam Aktifitas Pertanian dan

Penggunaan APD pada Keluarga Petani ... 68

5.6

Keluhan Kesehatan Petani dan Keluarganya ... 69

5.7

Hubungan Penggunaan Pestisida dengan Keluhan Kesehatan

Petani ... 70

5.8

Hubungan antara Jenis Pestisida dan Penggunaan APD dengan

Keluhan Kesehatan Pada Petani ... 73

5.9

Risiko Keluarga Petani Akibat Paparan Pestisida Berdasarkan

Aktifitasnya dalam Pertanian ... 75

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Pestisida dan APD

pada Petani di Desa Pancasari ... 78

6.2 Perilaku Penggunaan Pestisida yang Tidak Sesuai dengan

Regulasi ... 83

6.3 Keluhan Kesehatan Petani Pengguna Pestisida dan

Keluarganya ... 86

6.4 Faktor-Faktor yang Tidak Signifikan Berhubungan dengan

Keluhan Kesehatan ... 92

6.5 Keterbatasan Penelitian ... 94

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ... 95

7.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional ... 43

Tabel 5.1 Karakteristik Sosiodemografi Petani dan Keluarganya di Desa

Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng ... 60

Tabel 5.2 Tingkat Pengetahuan Petani di Desa Pancasari Kecamatan

Sukasada Kabupaten Buleleng tentang Pestisida, APD dan

Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan ... 61

Tabel 5.3 Karakteristik Pestisida yang Digunakan Petani di Desa Pancasari

Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng ... 63

Tabel 5.4 Perilaku Petani dalam Penggunaan Pestisida di Desa Pancasari

Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng ... 64

Tabel 5.5 Persentase Petani yang Tidak Menggunakan APD pada Saat

Menggunakan Pestisida di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada

Kabupaten Buleleng ... 67

Tabel 5.6 Peranan dalam Aktifitas Pertanian dan Persentase yang Tidak

Menggunakan APD pada Keluarga Petani di Desa Pancasari

Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng ... 68

Tabel 5.7 Keluhan Kesehatan Petani dan Keluarganya di Desa Pancasari

Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng ... 69

Tabel 5.8 Hubungan Penggunaan Pestisida dengan Keluhan Kesehatan

Petani di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten

Buleleng ... 71

Tabel 5.9 Adjusted OR Keluhan Kesehatan pada Petani Pengguna Pestisida

di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng ... 74

Tabel 5.10 Risiko Keluarga Petani Akibat Paparan Pestisida Berdasarkan

(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ACHe

:

Asetilcholinesterase

ADHD

: Attention Deficit

Hyperactivity Disorder

AOR

:

Addjusted Odds Ratio

ASEAN

:

Association of Southeast Asian Nations

BPS

: Badan Pusat Statistik

BPTPH

: Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura

CI

:

Confidence Interval

EP

:

Emulsifable Concentrate

INOFICE

: Indonesia Organic Farming Certification

Kesbangpol

: Kesatuan Bangsa dan Politik

OPT

: Organisme Pengganggu Tanaman

OSHANET

: Occupational Safety and Health Administration

OR

:

Odds Ratio

Permentan

: Peraturan Menteri Pertanian

RI

: Republik Indonesia

UPT

: Unit Pelaksana Teknis

WHO

:

World Health Organization

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Partisipasi Dalam Penelitian ... 104

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 105

Lampiran 3. Kuesioner (Petani Penyemprot Pestisida) ... 106

Lampiran 4. Kuesioner (Istri/Suami dan Anak petani penyemprot pestisida) 115

Lampiran 5. Karakteristik pestisida yang digunakan di wilayah Desa

Pancasari ... 119

Lampiran 6. Nama dagang, jenis bahan aktif dan golongan pestisida

yang digunakan oleh petani di Desa Pancasari ... 120

Lampiran 7. Keluhan Kesehatan Pada Petani Penyemprot Pestisida... 121

Lampiran 8. Kelompok keluarga petani berdasarkan alamat tinggal,

pendidikan dan keluhan kesehatan ... 122

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian ... 123

Lampiran 10. Hasil analisis bivariat, multivariat dan hasil analisis kluster

(16)
(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian

terbesar salah satunya di Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di

sektor pertanian. Jumlah angkatan kerja di bidang pertanian berdasarkan data dari

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia hingga bulan Agustus 2014 mencapai

38,97% dari total 151,9 juta angkatan kerja (BPS,2014).

Secara luas pestisida dalam bidang pertanian digunakan untuk membunuh

organisme pengganggu tanaman (OPT) dan merupakan zat yang dapat bersifat

racun (WHO, 2006; Permentan, 2007). Penggunaan pestisida di dunia mencapai

3,5 juta ton pertahun dimana pengguna terbanyak pestisida dengan jenis highly

toxic adalah dari negara-negara berkembang seperti Indonesia (Perveen,2011).

Berdasarkan data dari INOFICE (Indonesia Organic Farming

Certification) disebutkan bahwa jumlah formula pestisida yang terdaftar di

Indonesia meningkat sangat signifikan. Pada tahun 1996 terdaftar 520 formula,

meningkat hampir tiga kali lipat di tahun 2006 menjadi 1.300 formula. Berikutnya

meningkat hampir tiga kali lipat di tahun 2015 mencapai 3.459 formula (per bulan

Mei) atau dalam 9 tahun terakhir jumlah rata-rata formula yang didaftarkan per

tahun mencapai sekitar 240 formula.

Peranan pestisida dalam sistem pertanian menjadi dilema yang sangat

(18)

2

namun di sisi lain pestisida memberikan dampak negatif baik terhadap kesehatan

manusia maupun terhadap kesehatan lingkungan. Data dari database ASEAN

OSHANET dan ILO dalam Haerani (2010), menunjukkan bahwa kecelakaan kerja

termasuk keracunan pestisida di Indonesia yang terjadi di industri pertanian

menduduki tempat kedua atau ketiga terbesar dibanding industri lain. WHO

memperkirakan bahwa keracunan pestisida menyumbang 300.000 kematian per

tahun di seluruh dunia, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan

menengah (Goel dan Aggarwal 2007).

Dalam Afriyanto (2008), dikemukakan oleh Asosiasi Industri

Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) dari 1000 petani, kurang dari 10%

petani yang telah menerapkan pola pemakaian pestisida secara benar. Hasil

penelitian Asep Nugraha (Balai Penelitian Lingkungan Pertanian) pada buku

“Prinsip dan Teknologi Pertanian Organik Tahun 2014” menunjukkan bahwa

residu pestisida di sentra produksi pertanian terdapat pada padi, sayuran, perairan,

tanah, bahkan ada pestisida yang sudah puluhan tahun yang lalu digunakan namun

residunya masih terdeteksi, sehingga sangat membahayakan bagi kesehatan

manusia dan lingkungan.

Tingkat pekerjaan masyarakat di bidang pertanian dan perkebunan di

Provinsi Bali berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Bali tahun 2014 mencapai

23,25% dari seluruh angkatan kerja dan merupakan bidang kerja tertinggi kedua

diantara bidang pekerjaan lainnya. Penggunaan pestisida pada sektor pertanian di

Bali mengalami peningkatan dari tahun 2001 (28.663,90 lt/kg) ke tahun 2005

(19)

3

pertanian hortikultura tahun 2015 sampai dengan bulan Agustus adalah sebanyak

6152,25 lt/kg (UPT.BPTPH Prov. Bali, 2015).

Hasil pengujian dampak penggunaan pestisida melalui pemeriksaan

cholinesterase oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2014 dan 2015 di

beberapa wilayah pertanian hortikultura di Bali diantaranya pada 45 petani di

Desa Landih Bangli, pada 57 petani di Desa Sinduwati Karangasem dan 30 petani

di Desa Songan Kinatamani Bangli tidak terdapat petani yang mengalami

keracunan sedangkan hasil pemeriksaan pada 22 orang petani di Desa Pancasari

Kecamatan Sukasada sebanyak 18% petani mengalami keracunan (Dinas

Kesehatan Provinsi Bali, 2014). Hasil penelitian lain yang sebelumnya pernah

dilaksanakan terkait dengan penggunaan pestisida di Desa Pancasari adalah

pemeriksaan kualitas air Danau Buyan yang merupakan salah satu badan air

sekaligus sumber air bersih di Desa Pancasari diketahui bahwa air danau Buyan

positif mengandung residu pestisida golongan organokhlorin, oragnophosfat dan

karbamat (Manuaba, 2009).

Desa Pancasari merupakan salah satu desa di Kabupaten Buleleng Provinsi

Bali dengan aktivitas pertanian hortikultura merupakan mata pencaharian

sebagian besar penduduk yaitu sebanyak 1698 penduduk laki-laki sebagai petani

dan 1274 penduduk perempuan sebagai petani atau sebesar 64% penduduk

laki-laki dan perempuan sebagai petani dari 4610 jumlah penduduk. Hasil dari studi

pendahuluan melalui wawancara pada 10 orang petani disebutkan bahwa selama

penggunaan pestisida keseluruhan petani yang diwawancara pernah mengalami

(20)

4

pada kulit. Selain itu sistem pencampuran pestisida bervariasi yaitu 2-5 jenis

pestisida dalam satu kali aplikasi sementara berdasarkan petunjuk aplikasi

pestisida dari UPT BPTPH Provinsi Bali maksimal campuran pestisida yang

dianjurkan adalah 1-2 jenis pestisida. Jenis pestisida yang banyak digunakan oleh

petani di wilayah tersebut diantaranya Mitracol (fungisida, bahan aktifnya

Propineb 70%) dan Dithane (fungisida, bahan aktifnya Mancozeb 80%)

sedangkan jenis insektisida yang banyak digunakan adalah Promectin 18 EC

(bahan aktifnya Abamectin 18 g/L).

Dampak penggunaan pestisida pada aktivitas pertanian di Desa Pancasari

juga diindikasikan dengan tingginya angka kejadian dermatitis kontak di wilayah

Desa Pancasari. Berdasarkan data morbiditas Puskesmas II Sukasada yang

berlokasi di Desa Pancasari, prevalensi kejadian dermatitis kontak tahun 2014

sebesar 45 per 1000 penduduk dengan kejadian kasus tertinggi pada golongan usia

20-69 tahun. Kejadian kasus tersebut tinggi jika dibandingkan dengan wilayah

puskesmas lain yang karakteristik penduduknya bermata pencaharian bukan

petani yaitu di Puskesmas Sukasada I kejadian dermatitis sebesar 19 per 1000

penduduk dan di Puskesmas Tejakula I sebesar 15 per 1000 penduduk dengan

diagnosa dermatitis yang tidak ditentukan.

Dermatitis kontak merupakan salah satu penyakit yang berhubungan

dengan penggunaan pestisida. Hasil penelitian di Taiwan menyebutkan bahwa

prevalensi kejadian dermatitis kontak pada 122 orang petani berhubungan dengan

frekuensi penyemprotan pestisida dan lebih banyak terjadi pada petani yang

(21)

5

(2015), pada petani di Cordoba Argentina menunjukkan bahwa gejala iritasi pada

kulit meningkat sebesar 1,58 kali pada petani yang pemakaian alat pelindung diri

tidak lengkap dengan nilai OR 1,58 ; 95% CI: 1,05-2,37.

Dampak lain dari penggunaan pestisida terhadap kesehatan petani

ditunjukkan oleh hasil penelitian Perez et al., (2014) pada petani di Mindanao,

Philipina disebutkan bahwa keluhan paling umum dirasakan oleh petani yang

menerapkan pestisida diantaranya iritasi kulit (32,95%), sakit kepala (29,55%),

batuk (23,30%), tenggorokan kering (15,34%), sesak nafas (14,96%), pusing

(14,20%), mual (12,69%) dan iritasi mata (11,36%). Hasil penelitian lainnya oleh

Lekei et al., (2014), menyebutkan bahwa sebagian besar kejadian keracunan

akibat pestisida khususnya di negara berkembang disebabkan oleh penyimpanan

pestisida pada tempat yang tidak aman dan mudah dijangkau oleh anak-anak.

Penelitian oleh Kim et al., (2013), menyebutkan, peningkatan aktivitas di wilayah

pertanian (OR 1,74; 95% CI; 1,32–2,29), tidak menggunakan alat pelindung diri

(APD) seperti selop tangan (OR 1,29 ; 95% CI 1,04 -1,60) atau masker (OR 1,39;

95% CI 1,11-1,73) dan penyemprotan yang dilakukan pada siang hari

meningkatkan keluhan kesehatan pada petani (OR 1,48 ; 95% CI 1,09-2,01).

Mengingat pentingnya monitoring terhadap kesehatan masyarakat

khususnya petani di wilayah Desa Pancasari berkaitan dengan tingginya tingkat

pemakaian pestisida pada aktivitas pertanian maka penelitian mengenai dampak

penggunaan pestisida terhadap kesehatan petani sangat penting dilakukan di

samping itu berdasarkan informasi dari salah satu dokter praktek swasta di Desa

(22)

6

beberapa kasus vertigo pada anak sehingga melalui penelitian ini juga diperoleh

gambaran situasi kesehatan pada keluarga petani yang kemungkinan secara tidak

langsung terkena dampak dari penggunaan pestisida.

Penelitian terkait dengan penggunaan pestisida dan hubungannya dengan

keluhan kesehatan petani dan keluarga petani di wilayah Desa Pancasari masih

jarang dilaksanakan. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan bahan sosialisasi dalam rangka mencegah dampak negatif dari

penggunaan pestisida terhadap kesehatan petani dan keluarga petani mulai dari

jenis pestisida yang digunakan sampai dengan cara penggunaan dan pengelolaan

pestisida yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimanakah karakteristik petani hortikultura dan keluarganya

berdasarkan faktor sosiodemografi meliputi umur, jenis kelamin,

pendidikan, masa kerja, luas lahan dan jenis lahan di Desa Pancasari

Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng?

1.2.2 Bagaimanakah tingkat pengetahuan petani hortikultura di Desa Pancasari

Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng mengenai pestisida., APD dan

dampaknya terhadap kesehatan?

1.2.3 Bagaimanakah karakteristik pestisida yang digunakan (jenis campuran,

(23)

7

penyemprotan dan pengamanan pestisida) dan pemakaian APD oleh petani

hortikultura di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng?

1.2.4 Bagaimanakah gambaran keluhan kesehatan petani hortikutltura pengguna

pestisida dan keluarganya di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada

Kabupaten Buleleng?

1.2.5 Apakah masa kerja, luas lahan dan jenis lahan yang digarap berhubungan

dengan keluhan kesehatan pada petani di Desa Pancasari Kecamatan

Sukasada Kabupaten Buleleng?

1.2.6 Apakah tingkat pengetahuan, karakteristik pestisida, perilaku dalam

pencampuran, penyemprotan dan pengamanan pestisida serta perilaku

pemakaian APD berhubungan dengan keluhan kesehatan pada petani

hortikultura di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perilaku penggunaan pestisida oleh petani dan hubungannya

dengan keluhan kesehatan petani hortikultura dan keluarganya di Desa Pancasari

Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian dampak penggunaan pestisida terhadap

keluhan kesehatan petani hortikultura dan keluarganya di Desa Pancasari

(24)

8

a. Karakteristik sosiodemografi petani dan keluarga petani dalam hal umur,

jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, luas lahan dan jenis lahan.

b. Tingkat pengetahuan petani mengenai pestisida, APD dan dampaknya

terhadap kesehatan.

c. Karakteristik pestisida yang digunakan (jenis campuran, bahan aktif dan

dosis), perilaku penggunaan pestisida (saat pencampuran, penyemprotan dan

pengamanan pestisida) dan pemakaian APD oleh petani.

d. Jenis-jenis keluhan kesehatan yang dialami petani dan keluarganya.

e. Hubungan antara masa kerja, luas lahan dan jenis lahan dengan keluhan

kesehatan pada petani.

f. Hubungan antara tingkat pengetahuan karakteristik pestisida, perilaku dalam

pencampuran, penyemprotan dan pengamanan pestisida serta perilaku

pemakaian APD berhubungan dengan keluhan kesehatan pada petani

hortikultura di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dengan

bukti ilmiah bagi instansi terkait maupun pembuat kebijakan terutama

dalam hal pengawasan pemakaian pestisida serta dampaknya terhadap

kesehatan.

b. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya petani pengguna

(25)

9

1.4.2 Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini nantinya diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan

kesehatan khususnya terkait dengan dampak penggunaan pestisida bagi

kesehatan terutama bagi petani pengguna pestisida.

b. Data yang diperoleh dapat dipergunakan sebagai informasi awal untuk

penelitian terkait dengan pestisida dan dampaknya terhadap kesehatan

yang lebih luas dengan analisis yang lebih mendalam tidak hanya terbatas

pada kesehatan petani namun juga dampaknya terhadap kualitas

(26)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

2.1.1 Pengertian Pestisida

Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia, atau

bahan-bahan lain yang bersifat racun dan bioaktif. Oleh sebab sifatnya sebagai racun

pestisida dibuat, dijual, dan digunakan untuk meracuni organisme pengganggu

tanaman (OPT). Menurut The United State Federal Environmental Pesticide

Control Act, pestisida merupakan suatu zat yang fungsinya untuk memberantas

atau mencegah gangguan OPT diantaranya serangga, binatang pengerat,

nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama

pengganggu tanaman (Kardinan, 2000). Pestisida dalam pertanian secara spesifik

disebut sebagai produk perlindungan tanaman (crop protection products)

(Djojosumarto, 2008).

2.1.2 Penggolongan Pestisida

Menurut Departemen Kesehatan Indonesia dalam Khamdani (2009),

persentase penggunaan pestisida di Indonesia diantaranya insektisida 55,42%,

herbisida 12,25%, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, bahan pengawet kayu 3,61%,

zat pengatur pertumbuhan 3,21%, rodentisida 2,81%, bahan perata atau perekat

2,41%, akarisida 1,4%, moluskisida 0,4%, nematisida 0,44%, dan 0,40% ajuvan

serta lain-lain berjumlah 1,41%. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa

insektisida merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan. Secara

(27)

11

a. Menurut sasaran atau organisme target

Pestisida diklasifikasikan menjadi 16 jenis menurut sasaran atau

organisme targetnya diantaranya (1) Insektisida untuk mengendalikan serangga,

(2) Herbisida untuk membunuh gulma, (3) Fungisida untuk membunuh jamur, (4)

Algasida untuk membunuh alga, (5) Avisida untuk mengontrol populasi burung,

(6) Akarisida untuk membunuh tungau atau kutu, (7) Bakterisida untuk

membunuh bakteri, (8) Larvasida untuk membunuh larva, (9) Moluskisida untuk

membunuh siput, (10) Nematisida untuk membunuh cacing, (11) Ovisida untuk

membunuh telur, (12) Pedukulisida untuk membunuh kutu, (13) Piscisida untuk

membunuh ikan, (14) Rodentisida untuk membunuh binatang pengerat, (15)

Predisida untuk membunuh pemangsa atau predator, (16) Termisida untuk

membunuh rayap.

b. Menurut cara kerja

Dalam sistem pertanian hortikultura jenis insektisida, herbisida dan

fungisida yang banyak digunakan oleh petani jika dilihat dari cara kerjanya

diantaranya sebagai berikut (Djojosumarto, 2000).

1. Insektisida

Insektisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya menurut

cara kerja pada tanaman terdiri dari (1) Insektisida Sistemik yaitu jenis insektisida

yang diserap oleh organ-organ tanaman baik melalui akar, batang ataupun daun.

Contoh insektisida sistemik adalah Furatiokarb, Fosfamidon, Isolan, Karbofuran,

dan Monokrotofos. (2)Insektisida Nonsistemik merupakan jenis insektisida yang

(28)

12

Diazinon, Diklorvos, Profenofos, dan Quinalfos. Jenis insektisida lainnya

berdasarkan cara kerjanya yaitu Insektisida sistemik lokal. Contohnya adalah

Dimetan, Furatiokarb, Pyrolan, dan Profenofos.

2. Fungisida

Fungisida dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan cara

kerjanya di dalam tubuh tanaman diantaranya Fungisida Nonsistemik, Fungisida

Sistemik dan Fungisida Sistemik Lokal. Contoh fungisida nonsitemik adalah

Kaptan, Maneb, Zineb, Mankoneb, Ziram, Kaptafol, dan Probineb sedangkan

fungsida sistemik tidak akan hilang apabila terjadi hujan. Contoh fungisida

sistemik adalah Benomil, Difenokonazol, Karbendazim, Matalaksil,

Propikonazol, dan Triadimefon dan fungisida sistemik lokal akan diabsorsikan

oleh jaringan tanaman contohnya adalah Simoksanil.

Berdasarkan banyaknya lokasi aktivitas fungisida dalam sistem biologi

jamur, fungisida dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu Multiside inhibitor

contoh dari multiside inhibitor adalah Maneb, Mankozeb, Zineb, Probineb, Ziram,

dan Thiram dan monoside inhibitor yaitu fungisida yang bekerja dengan

menghambat salah satu proses metabolisme jamur. Contoh dari monoside

inhibitor adalah Metalaksil, Oksadisil, dan Benalaksil.

3. Herbisida

Secara tradisional, herbisida dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

(1) Herbisida yang aktif untuk mengendalikan gulma dari kelompok rumput,

misalnya Alaklor, Butaklor, dan Ametrin. (2) Herbisida yang aktif untuk

(29)

13

Herbisida yang aktif untuk semua kelompok gulma yang disebut sebagai herbisida

nonselektif contohnya Glifosat, Glufosinat, dan Paraquat.

Herbisida juga dapat dikelompokkan berdasarkan bidang sasarannya yaitu

(1) Herbisida Tanah (Soil Acting Herbicides. Contohnya adalah herbisida

kelompok urea (Diuron, Linuron, Metabromuron), triazin (Atrazine, Ametrin),

karbamat (Asulam, Tiobenkarb), kloroasetanilida (Alaklor, Butaklor, Metalaklor,

Pretilaklor), dan urasil (Bromasil) dan (2) Herbisida yang aktif pada gulma yang

sudah tumbuh. Contohnya adalah 2,4-D, dan Glifosat. Selain kedua kelompok

utama tersebut, terdapat pula herbisida tanah yang aktif terhadap gulma yang baru

tumbuh, misalnya beberapa herbisida dari jenis urea dan triazim

c. Menurut struktur bahan kimia

Berdasarkan struktur kimianya, Sudarmo (1991) dalam Runia (2008)

pestisida terdiri dari empat kelompok besar yaitu organokhlorin, organophosfat,

karbamat dan piretiroid.

Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates,

phosphoris insecticides, phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus

esters atau phosphoris acid esters. Mereka adalah derivat dari phosphoric acid

dan biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan

organofosfat struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas

syaraf. Organofosfat merupakan senyawa kimia ester asam fosfat yang terdiri atas

1 molekul fosfat yang dikelilingi oleh 2 gugus organik C2H5O (R1 dan R2) serta

gugus (X) atau leaving group yang tergantikan saat organofosfat menfosforilasi

(30)

14

R dapat berupa gugus aromatik atau alifatik. Pada umumnya gugus R adalah

dimetoksi atau dietoksi. Sedangkan gugus X dapat berupa nitrogen , fluorida,

halogen lain dan dimetoksi atau dietoksi. Bahan aktif organophosfat yang sudah

dilarang beredar di Indonesia diantaranya diazinon, fention, fenitrotion, fentoat,

klorfirifos, kuinalfos dan malation. Pestisida ini memiliki kemampuan

menghambat aktivitas enzim achetylcholinesterase (ACHe) yang merupakan

neurohormon pada ujung syaraf untuk meneruskan rangsang (Sitepu, 2010).

Berdasarkan toksisitasnya pestisida golongan organophosfat dibagi menjadi

kelompok sangat toksik (extremely toxic) (klorpirifos, parathion dan metil

parathion) dan kelompok toksisitas sedang (dimethoate dan malathion). Gejala

keracunan yang ditimbulkan akibat pestisida golongan organophosfat terhadap

fungsi enzim cholinesterase diantaranya mudah letih, tidak bertenaga, mual

muntah dan merasa lemah, sakit kepala, gangguan penglihatan, sesak nafas,

banyak kelenjar cairan hidung, banyak keringat dan air mata, dan akhirnya

menyebabkan kelumpuhan otot-otot rangka, sukar bicara, kejang dan koma.

Berdasarkan masa degradasinya dalam lingkungan, frekuensi/jarak penyemprotan

sebaiknya adalah 2 minggu sekali (Ardiyanto, 2013).

Kelompok pestisida golongan Karbamat (carbamat) yang terkenal antara

lain proxposure (baygon), carbofuran (furadan), carbaryl (sevin). Insekisida

golongan karbamat sangat banyak digunakan, sama seperti juga insektisida dari

golongan organosfosfat. Sifat-sifat dari senyawa golongan ini tidak banyak

berbeda dengan senyawa golongan organosfosfat baik dari segi aktivitas maupun

(31)

HO-15

CO-NH2. Seperti halnya pada senyawa golongan organosfosfat, senyawa

golongan karbamat juga menghambat kerja enzim cholinesterase. Berdasarkan

toksisitasnya pestisida golongan karbamat juga dibagi menjadi toksisitas tinggi

(highly toxic) (carbofuran, methomyl dan temik) dan kelompok toksisitas sedang

(carbaryl dan baygon). Sama halnya dengan Organophosfat, pestisida jenis ini

menghambat kerja enzim cholinesterase. Gejala keracunan yang timbul sebagian

besar hampir sama dengan gejala yang muncul akibat keracunan Organophosfat

yang paling umum diantaranya sakit kepala, gangguan penglihatan, muntah dan

merasa lemah. Keracunan akut dapat menimbulkan terjadinya kelumpuhan

otot-otot rangka, bingung, sukar bicara, kejang-kejang dan koma. Masa degradasi di

lingkungan hampir sama dengan Organophosfat yaitu sekitar 12-14 hari, oleh

karena itu maka frekuensi penyemprotannya berkisar 12-14 hari.

Organiklorin merupakan senyawa insektisida yang mengandung atom

karbon, klor, dan hidrogen, dan terkadang oksigen. Senyawa ini sering juga

disebut sebagai hidorokarbon khlorinat. Senyawa organoklorin tergolong

memiliki toksisitas yang relatif rendah namun mampu bertahan lama dalam

lingkungan. Racun yang terdapat dalam senyawa ini bersifat menggaggu susunan

syaraf pusat dan larut dalam lemak. Pada umumnya pestisida golongan ini

berbentuk padat dan menggunakan air atau pelarut organik sebagai pelarut.

Larutan pestisida organoklorin tahan terhadap pengaruh udara, cahaya, panas, dan

karbondioksida. Pestisida jenis ini tidak dapat rusak oleh asam kuat, namun bisa

rusak dengan basa dimana pestisida jenis ini akan menjadi tidak stabil dan

(32)

16

udara, saluran pencernaan, dan absorpsi melalui kulit. Bila digunakan dalam

bentuk serbuk, absorpsi melalui kulit tidak akan terlalu berbahaya, namun apabila

digunakan sebagai larutan dalam minyak atau pelarut organik, maka toksisitasnya

akan meningkat. Senyawa ini memiliki kemampuan untuk menembus membran

sel dengan cukup kuat, dan tersimpan di dalam jaringan lemak tubuh. Karena

bersifat lipotropik, senyawa ini tersimpan di Organokhlorin dalam sistem

pertanian juga dilarang penggunaannya seperti dieldrin, endosulfan, dan clordan.

Nama formulasi yang beredar di Indonesia adalah herbisida garlon 480 EC dan

fungisida Akofol 50 WP. Golongan ini dapat mengakibatkan sakit kepala, pusing,

mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang dan

hilang kesadaran (Wudianto, 2005).

Piretiroid merupakan jenis golongan pestisida lainnya selain dari

organophosfat, karbamat dan organokhlorin serta secara alamiah piretroid

diperoleh dari ekstrak bunga chrysanthemum. Senyawa aktifnya adalah piretrin I

dan II cinerin I dan II, dan jasmolin I dan II, yang merupakan ester dari tiga

alkohol, pyrethrolone, cinerolone, dan jasmolone, dengan asam chrysanthemic

dan pyrethric. Karena sifat toksiknya terhadap mamalia yang sangat rendah

dibanding pestisida jenis lain, piretroid banyak digunakan sebagai bahan aktif dari

produk insektisida yang ada di pasaran. Pada umumnya piretroid mengalami

metabolisme pada mamalia melalui proses hidrolisis, oksidasi dan konjugasi.

Tidak ada kecenderungan terjadinya akumulasi pada jaringan akibat pajanan

terhadap piretroid. Piretroid bersifat racun terhadap jaringan saraf, yakni dengan

(33)

17

impuls saraf. Contoh dari pestisida golongan pyretroid adalah Deltametrin,

Permetrin, Fenvalerate, Difetrin, Sipermetrin, Fluvalinate, Siflutrin, Fenpropatrin,

Tralometrin, Sihalometrin, Flusitrinate, Alletrin, dan Bioresmetrin.

2.1.3 Pekerjaan yang Berhubungan dengan Pestisida

Dalam penggunaan pestisida aktivitas yang berpengaruh terhadap

gangguan kesehatan diantaranya adalah pada saat pencampuran, penyemprotan

dan penanganan pestisida. Mencampur pestisida merupakan pekerjaan yang paling

berisiko oleh karena bekerja secara langsung dengan konsentrat. Upaya yang

dapat dilakukan untuk menghindarkan diri dari kontak secara langsung dengan

pestisida diantaranya pemilihan tempat pencampuran yang sirkulasi udaranya

lancar dan penggunaan alat pelindung diri. Dalam pencampuran pestisida wadah

yang digunakan adalah khusus untuk pencampuran bisa menggunakan ember dan

corong untuk memindahkan pestisida ke tangki penyemprotan. Pada saat

pencampuran pestisida, dosis dan konsentrasi disesuaikan dengan yang dianjurkan

pada kemasan. Pada saat pencampuran APD yang dianjurkan untuk digunakan

adalah masker (pelindung pernafasan) dan sarung tangan karet. Selain itu juga

makan, minum, dan merokok selama melakukan pencampuran sangat tidak

dianjurkan (Wudianto, 2005).

Penyemprotan sebagai aktivitas dalam aplikasi pestisida juga perlu

memperhatikan hal-hal berikut diantaranya (1) pemilihan alat semprot sesuai

dengan luas areal yang akan di semprot, jenis-jenis alat semprot pestisida

(34)

18

tangki paling kecil dan mudah untuk dipindahkan ke bagian tanaman yang akan

disemprot sedangkan sprayer lainnya yaitu back sprayer (sprayer knap sack)

digunakan dengan cara menggendong di punggung dan menggunakan tenaga

manusia untuk memompa dan sprayer mesin (machine sprayer) menggunakan

mesin untuk menggerakkan pompa. Waktu untuk melakukan penyemprotan

sebaiknya antara pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pukul 15.00-18.00 WIB

dan tidak dilakukan pada saat aliran udara meningkat (thermik) selain itu tidak

dianjurkan melakukan penyemprotan di saat angin kencang dan melawan arah

angin karena banyak pestisida yang tidak mengenai sasaran (Wudianto, 2005).

Dalam hal penyimpanan pestisida, perlu diperhatikan beberapa hal seperti

penyimpanan pestisida harus jauh dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur

dengan tempat makan atau bahan makanan dan tersedia tempat khusus yang

terkunci dan terhindar dari sinar matahari langsung. Setelah selesai penyemprotan

hal-hal yang juga perlu diperhatikan diantaranya alat semprot segera dibersihkan

setelah selesai digunakan sedangkan untuk sisa cairan pestisida dan bekas

kemasan pestisida dikubur atau dibakar jauh dari sumber mata air untuk

menghindari pencemaran ke badan air dan tidak menggunakan bekas kemasan

pestisida untuk tempat makanan dan minuman. Selain itu, setelah selesai aplikasi

pakaian yang digunakan segera dicuci dengan bersih dan petani penyemprot

segera mandi dengan bersih menggunakan sabun (Wudianto, 2005).

Dalam Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida yang diterbitkan oleh

Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementrian Pertanian Tahun 2011 disebutkan

(35)

19

aplikasi, tetapi sejak mulai mencampur, mencuci peralatan aplikasi dan sesudah

aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan pelindung yang harus dipakai adalah

sebagai berikut (1) untuk menutupi seluruh atau sebagian dari percikan bahan

beracun dapat digunakan pakaian terusan dengan celana panjang dan lengan

panjang. Baju panjang dan celana panjang yang digunakan adalah berbahan kulit

atau plastik. Jika baju panjang dan celana panjang yang digunakan adalah pakaian

kerja sehari-hari maka pada saat melakukan penyemprotan harus dilapisi dengan

beberapa baju dan celana panjang atau pakaian terusan yang berbahan tenunan

rapat atau menggunakan apron (bahan kulit atau plastik) (2) penutup kepala yang

digunakan petani dapat berupa topi atau tudung untuk melindungi kepala dari

zat-zat kimia dan kondisi iklim yang buruk dan penutup mata untuk menghindari

kontak pada mata dapat menggunakan kaca mata (3) alat pelindung hidung dan

mulut dapat berupa masker untuk melindungi pernafasan dari gas, uap, debu atau

udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang dapat bersifat racun dan korosi,

(4) sarung tangan dapat terbuat dari karet untuk melindungi diri dari paparan

bahan kimia sehingga larutan pestisida tidak masuk ke kulit dan (5) sepatu kerja

untuk melindungi kaki dari larutan kimia dapat terbuat dari kulit, karet sintetik

atau plastik. Ketika menggunakan sepatu boot ujung celana tidak boleh

dimasukkan ke dalam sepatu, karena cairan pestisida dapat masuk ke dalam

(36)

20

2.2 Dampak Penggunaan Pestisida

2.2.1 Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan

Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia melalui tiga cara diantaranya

melalui kulit (epidermis) apabila pestisida kontak dengan kulit. Lebih dari 90%

kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Selain

itu pestisida masuk melalui sistem pernafasan (inhalation) apabila

terhisap/terhirup, dan melalui mulut/pencernaan (ingestion) apabila

terminum/tertelan (Wudianto, 2005). Organ-organ tubuh yang biasanya terkena

dampak dari racun pestisida diantaranya paru-paru, hati (hepar), susunan saraf

pusat (otak dan sumsum tulang belakang), sumsum tulang, ginjal, kulit, susunan

saraf tepi, dan darah. Efek racun pada tubuh juga akan memberikan efek lokal

seperti iritasi, reaksi alergi, dermatitis, ulkus dan gejala lain.

a. Keracunan Kronis

Keracunan kronis timbul setelah terjadinya pemaparan dalam jangka

panjang karena racun terakumulasi di dalam tubuh khususnya dalam lemak tubuh.

Keracunan kronik lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak

menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronik dalam

jangka waktu lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Keracunan kronis

dapat ditemukan dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik)

atau mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan pestisida,

antara lain gangguan otak dan syaraf (ingatan, kelumpuhan, bahkan kehilangan

kesadaran dan koma), gangguan pada fungsi hati diantaranya paparan selama

(37)

21

Hasil penelitian Fleming, Gomez-Martin, Zheng Ma, Lee, et al., (2003),

melalui analisis data survei kematian oleh National Health di Amerika diperoleh

bahwa petani penyemprot pestisida baik laki-laki maupun perempuan berisiko

tinggi untuk menderita kanker, gangguan limfa dan kelainan susunan saraf. Selain

itu pestisida juga berdampak terhadap kesehatan keluarga petani di wilayah

Neonates oleh hasil penelitian Eskenazi et al.,(2005), diperoleh hasil penggunaan

pestisida Organophosfat mempengaruhi fungsi organ dan sistem saraf.

Studi di Amerika Serikat (AS) oleh Bouchard et al., (2010), membuktikan

bahwa anak yang di dalam urinnya terdeteksi mengandung metabolit pestisida

golongan Organophosfat mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mengalami

attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) yaitu suatu gangguan

perkembangan yang bila dalam derajat berat disebut sebagai autisme, yang jumlah

kasusnya juga semakin meningkat di Indonesia. Hasil penelitian di Ekuador oleh

Grandjean et al., (2006), membuktikan bahwa pajanan pestisida merupakan

prediktor untuk terjadinya keterlambatan tumbuh-kembang pada anak

(Suhartono,2014).

b. Keracunan akut.

Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan pestisida langsung pada

saat aplikasi atau seketika setelah aplikasi pestisida. Dampak dari Keracunan akut

dibedakan menjadi (1) efek akut lokal, apabila efeknya hanya mempengaruhi

bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan pestisida biasanya bersifat

iritasi mata, hidung, tenggorokan dan kulit dan (2) efek akut sistemik, terjadi

(38)

22

Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh yang menyebabkan

bergeraknya saraf-saraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus maupun

kasar dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan,

pernafasan menjadi lemah/cepat (tidak normal).

Hasil penelitian Butinof (2015), menunjukkan bahwa dampak penggunaan

pestisida pada 880 petani yang diobservasi di wilayah Cordoba Argentina

sebanyak 47,4% mengalami iritasi, 35,5% mengalami fatigue, 40,4% menderita

sakit kepala dan 27,6% mengalami gangguan saraf dan depresi selama

menggunakan pestisida. Hasil penelitian di Indonesia oleh Catur, (2012)

menunjukkan keluhan utama yang dirasakan oleh petani penyemprot pestisida

yang mengalami keracunan pestisida diantaranya sakit kepala (25,6%), mudah

lelah (13,95%). Hasil penelitian oleh Choudary (2011), pada 175 petani di Bhopal

Madhya Pradesh, India gejala keracunan akut yang dialami oleh para petani

diantaranya iritasi mata/mata merah sebanyak 62,5%, 37,5% mengalami gangguan

pada kulit dan gangguan saraf selama aplikasi pestisida.

Baik petani maupun keluarga petani memiliki risiko yang sama terkena

dampak akut penggunaan pestisida seperti keluhan sakit kepala, iritasi kulit dan

gangguan pernafasan. Sebagian besar istri petani ikut terlibat dalam sistem

pertanian dalam hal menyiangi rumput/tanaman pengganggu, memanen, atau

menata dan mengikat hasil panen, hal tersebut menempatkan mereka sebagai

populasi yang berisiko mengalami berbagai gangguan kesehatan akibat pajanan

(39)

23

Keluarga petani yang tinggal di kawasan pertanian meskipun tidak terlibat

secara langsung dalam kegiatan pertanian juga memiliki risiko kontak dengan

pestisida melalui residu yang ada di lingkungan, seperti hasil panen, air maupun

tanah. Kebiasaan petani dalam penanganan pestisida pasca penyemprotan (

take-home pathway) oleh Fenske et al., (2000), dan Curl et al., (2002), diantaranya

membawa pakaian kerja pulang tanpa dibersihkan terlebih dahulu, membawa atau

menyimpan sisa pestisida dan kemasan pestisida dengan tidak aman dari

jangkauan anak-anak diidentifikasikan sebagai sumber utama paparan pestisida

pada keluarga petani.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida dan

gangguan kesehatan lainnya pada petani diantaranya dapat dibedakan menjadi dua

kelompok meliputi faktor eksternal dan faktor internal.

a. Faktor eksternal

Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya keracunan

pestisida diantaranya sebagai berikut.

1. Suhu lingkungan dan waktu penyemprotan

Suhu lingkungan berkaitan dengan pengaruh penguapan melalui keringat

petani, sehingga tidak dianjurkan menyemprot pada suhu udara lebih dari 35oC.

Suhu lingkungan pada saat penyemprotan juga berkaitan dengan waktu

penyemprotan yang sesuai sehingga menurut Sartono (2002), secara umum

(40)

24

pagi hari pukul 07.00-10.00 dan sore hari pukul 15.00-18.00 (Budiawan, 2013).

Waktu penyemprotan pestisida berkaitan dengan suhu lingkungan yang mana

penyemprotan pestisida pada siang hari dapat menyebabkan keluarnya keringat

lebih banyak sehingga kemungkinan penyerapan pestisida melalui kulit lebih

mudah selain itu kondisi panas yang terik menyebabkan kecenderungan petani

menyeka APD karena kondisi panas (Dahlan, 2009).

2. Arah kecepatan angin

Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan searah dengan arah angin

sehingga kabut semprot tidak mengarah kepada penyemprot dan sebaiknya

penyemprotan dilakukan pada kecepatan angin dibawah 750 mil permenit. Petani

yang melakukan penyemprotan melawan arah angin memiliki risiko 1,54 kali

lebih besar untuk mengalami keracunan dibandingkan dengan petani yang

menyemprot mengikuti arah angin dengan nilai OR 1,54 ; 95%CI : 1,20-1,94

(Kim et al., 2013).

3. Dosis pestisida

Pestisida merupakan racun sehingga jika penggunaan dosisnya

ditingkatkan dapat mempermudah terjadinya keracunan karena efek toksik juga

akan meningkat. Berkaitan dengan penggunaan pestisida yang juga sering menjadi

masalah adalah dalam penentuan dosis, dimana dalam anjuran pakai pestisida

untuk dosis cair rata-rata 1,5 - 2,5 cc per 1 liter air sedangkan untuk pestisida

bubuk 1,5 – 2,5 gram per 1 liter air. Tangki yang umum digunakan berkapasitas

17 liter. Dalam perhitungan luas tanaman 1 hektar diperlukan sekitar 500 liter

(41)

25

Kim et al., (2013) menyatakan bahwa penggunaan dosis pestisida tanpa

mengikuti label instruksi kemasan pestisida meningkatkan risiko keracunan akut

sebesar 1,61 kali lebih besar dibandingkan dengan yang mengikuti label instruksi

kemasan pestisida dengan nilai OR 1,61; 95% CI 1,21-213.

4. Lama penyemprotan

Semakin lama seseorang kontak dengan pestisida, semakin besar risiko

mengalami keracunan, penyemprotan hendaknya tidak melebihi 4-5 jam secara

terus-menerus dalam sehari. Hasil penelitian oleh Mahyuni (2015), menunjukkan

bahwa lama menyemprot berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani

bawang merah di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dengan nilai p value

kurang dari 0,05 (0,018<0,05). Selain itu hasil penelitian oleh Nasruddin (2001),

menyatakan bahwa petani yang melakukan penyemprotan lebih dari 3 jam per hari

memiliki risiko 3 kali lebih besar mengalami keracunan (OR 3,32; 95% CI 1,39

6,14).

5. Masa kerja

Semakin lama seseorang menjadi petani maka semakin banyak pula

kemungkinan untuk kontak dengan pestisida sehingga risiko untuk mengalami

keracunan juga akan semakin tinggi. Hasil penelitian oleh Butinof (2015),

disebutkan bahwa masa kerja > 10 tahun berhubungan dengan kejadian iritasi

kulit pada petani dengan nilai p value < 0,05 (0,03<0,05). Hasil penelitian oleh

Zuraida (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan

keluhan kesehatan pada petani dimana dijelaskan bahwa petani petani yang

(42)

26

pestisida lebih baik daripada petani yang memiliki masa kerja sudah lebih dari 10

sehingga lebih mampu untuk menjaga kesehatannya pada saat akan kontak dengan

pestisida.

6. Jenis lahan dan tinggi tanaman yang disemprot

Jenis lahan pertanian khususnya hortikultura dapat berupa ladang terbuka

dan juga greenhouse. Hasil penelitian oleh Kim et al., (2013), menunjukkan

bahwa jenis lahan greenhouse bukan merupakan faktor risiko keracunan pada

petani (OR 0,55; 95% CI 0,24-1,29) selain itu jenis tanaman yang ditanam akan

berkaitan dengan tinggi tanaman yang disemprot karena semakin tinggi tanaman

maka petani cenderung mendapat pemaparan yang lebih besar.

7. Luas lahan

Luas lahan yang digarap oleh petani memberikan risiko kepada petani

untuk mengalami keracunan. Hal ini dikaitkan dengan lama kontak petani dengan

pestisida semakin luas lahan yang digarap kemungkinan untuk mengalami

keracunan akan meningkat, hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh

Kim et al., (2013) yaitu petani yang menggarap lahan ≥ 1 ha memiliki risiko 1,9

kali lebih besar untuk mengalami keracunan dibandingkan dengan petani yang

menggarap lahan < 1 ha (OR 1,90 ; 95% CI 1,53-2,53).

8. Kebiasaan memakai alat pelindung diri

Petani yang menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang akan

mendapat efek yang lebih rendah dibandingkan yang berpakaian minim. Hasil uji

regresi logistik multinomial dalam penelitian Kim et al., (2013), menunjukkan

(43)

27

masker (OR 1,46; 95% CI 1,04-2,06) sedangkan hasil penelitian Butinof (2015),

menunjukkan bahwa penggunaan alat pelindung diri (APD) yang tidak lengkap

berhubungan dengan gejala iritasi pada petani pengguna pestisida dengan nilai p

adalah 0,004 dan hasil uji regresi pemakaian APD sebagai faktor protektif dengan

nilai (OR 0.61; 95% CI 0.40-0.92).

9. Jenis pestisida

Penggunaan pestisida campuran lebih berbahaya dari pada penggunaan

dalam bentuk tunggal, hal ini berkaitan dengan kandungan zat aktif yang ada

dalam pestisida. Hasil penelitian Butinof (2015), menyatakan bahwa mencampur

pestisida atau mengaplikasikan pestisida lebih dari 10 jenis dalam sekali

campuran meningkatkan risiko terjadinya gejala iritasi pada kulit (OR 1,56;

95%CI: 1.04-2.35). Hasil penelitian di Kecamatan Kersana oleh Siwiendayanti

(2011), menunjukkan jumlah jenis pestisida yang digunakan dalam waktu yang

sama menimbulkan efek sinergistik dan memberikan risiko 3 kali lebih besar

untuk terjadinya keracunan bila dibandingkan dengan 1 jenis pestisida yang

digunakan karena daya racun dan dosis pestisida akan semakin kuat sehingga

memberikan efek samping yang semakin besar pula.

10.Frekuensi menyemprot

Semakin sering petani melakukan penyemprotan akan lebih besar risiko

keracunan karena menyebabkan residu pestisida dalam tubuh manusia menjadi

lebih tinggi. Namun hasil penelitian oleh Mahyuni (2015) menunjukkan bahwa

frekuensi penyemprotan tidak berhubungan dengan keluhan kesehatan pada

dengan nilai p lebih besar dari 0,05 (0,406>0,05). Petani yang melakukan

(44)

28

tinggi untuk mengalami keracunan dengan nilai OR 4,95; 95% CI 2,03-12,07

(Mualim, 2002).

11.Pengelolaan pestisida

Pengelolaan pestisida meliputi tindakan pencampuran, penyemprotan

sampai dengan penanganan pestisida setelah selesai penyemprotan. Tindakan ini

berpengaruh terhadap kejadian keracunan jika tidak dilakukan sesuai dengan

ketentuan. Hasil penelitian oleh Prijanto (2009), menunjukkan bahwa cara

penyimpanan (OR 1,61; 95% CI 1,090-2,369), tempat pencampuran (OR 1,51;

95% CI 1,030-2,218) dan cara penanganan pestisida (OR 2,44; 95%CI

1,182-5,057) berkaitan dengan kejadian keracunan pestisida golongan Organophosfat

pada petani di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

12.Jenis alat semprot

Keterpaparan pestisida juga dapat terjadi melalui kontak langsung saat

penggunaan pompa gendong (back sprayer). Pada saat pemindahan pestisida yang

telah dicampur ke pompa gendong ada risiko pestisida tertumpah dan mengenai

bagian tubuh secara langsung. Namun hasil uji chi square pada penelitian

Mahyuni (2014), menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara

keluhan dengan jenis alat penyemprot yang digunakan dengan nilai p sebesar

0,685 (0,685>0,05). Jika dilihat dari aspek ergonomi, berat pompa gendong juga

mempengaruhi kelelahan kerja akibat manual handling (mulai dari mengangkat,

menopang beban, menurunkan dan memindahkan beban dari satu tempat ke

(45)

29

penggunaan alat semprot back sprayer berhubungan dengan keluhan pusing (sakit

kepala) dengan nilai p < 0,05 (0,02<0,05).

13.Kebiasaan merokok, makan, minum diladang dan kebersihan baju kerja

Dalam aplikasi pestisida, makan, minum dan merokok sangat tidak

dianjurkan. Sesuai dengan penelitian Budiyono (2004), merokok saat menyemprot

dapat memberikan kontribusi terhadap absorbsi pestisida pada petani penyemprot.

Namun, dari hasil penelitian Kim et al., (2013), kebiasaan merokok selama

menangani pestisida tidak berhubungan dengan kejadian keracunan akut pada

petani dengan nilai OR 1,02; 95% CI 0,79 – 1,33. Selain itu mencuci tangan dan

muka sebaiknya dilakukan jika akan makan, minum dan merokok. Kebiasaan

mencuci tangan dibutuhkan selalu setiap selesai melakukan aktivitas yang

berhubungan dengan pestisida.

Budiyono, 2006 juga mengemukakan bahwa proporsi keracunan pestisida

melalui absorpsi tubuh sebesar 64,72% jika tidak mengganti pakaian setelah

menyemprot dan proporsi yang tidak mandi setelah menyemprot sebesar 55,88%

dapat pula meningkatkan keracunan pestisida pada petani penyemprot.

Peningkatan dampak pestisida terhadap petani dikarenakan juga oleh petani

setelah melakukan penyemprotan tidak langsung pulang ke rumah tetapi masih

melanjutkan aktivitas di sawah. Hal ini yang membuat mereka rentan terpapar

pestisida, pakaian yang mereka pakai tidak langsung dicuci tetapi masih

(46)

30

b. Faktor internal

Beberapa faktor internal yang mempengaruhi terjadinya keracunan sebagai

berikut.

1. Umur petani

Semakin tua usia petani akan semakin cenderung untuk mendapatkan

pemaparan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan menurunnya fungsi organ tubuh

yang berakibat pada menurunnya aktivitas cholinesterase darahnya dan

mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Hasil penelitian oleh Kim et al.,

(2013) menunjukkan bahwa umur > 30 tahun tidak berhubungan dengan kejadian

keracunan pestisida pada petani (OR 0,81 ; 95% CI 0,57-1,17).

2. Jenis kelamin

Petani dengan jenis kelamin wanita cenderung memiliki rata-rata kadar

cholinesterase yang lebih tinggi dibandingkan petani laki-laki. Meskipun

demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada kehamilan

kadar cholinesterase cenderung turun sehingga kemampuan untuk menghidrolisa

acethilcholin berkurang. Hasil penelitian oleh Zuraida (2012), menunjukkan

bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida

dengan nilai p 0,697 > 0,05.

3. Status gizi

Petani yang status gizinya buruk memiliki kecenderungan untuk

mendapatkan risiko keracunan yang lebih besar bila bekerja dengan pestisida

organophosfat dan karbamat oleh karena gizi yang kurang berpengaruh terhadap

(47)

31

dapat diukur dengan perhitungan BMI/IMT, status gizi berkaitan dengan kadar

cholinesterase. Dalam Mualim (2002) disebutkan bahwa status gizi merupakan

faktor risiko keracunan pada petani (OR 6,87; 95% CI 2,08-22,62).

4. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin kecil

peluang terjadinya keracunan pada dirinya karena pengetahuannya mengenai

pestisida termasuk cara penggunaan dan penanganannya secara aman dan tepat

sasaran akan semakin tinggi sehingga kejadian keracunan akan dapat dihindari.

Hasil penelitian oleh Butinof (2015), menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

tidak berhubungan dengan keluhan kesehatan pada petani di Cordoba, Argentina

dengan nilai p value > 0,005 (0,20>0,05).

5. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan tentang pestisida sangat penting untuk dimiliki oleh petani

khususnya. Hal ini berkaitan dengan pemahaman dan kemampuan petani dalam

melakukan pengelolaan pestisida dengan baik pula, sehingga risiko terjadinya

keracunan dapat dihindari.Hasil penelitian Prijanto (2009), menunjukkan bahwa

tingkat pengetahuan petani merupakan faktor risiko terjadinya keracunan dengan

nilai OR 1,96; 95% CI 1,09-3,15. Namun hasil penelitian oleh Zuraida (2012),

menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

Jika mengutip dari website atau media elektronik, yang perlu dicantumkan adalah nama penulis, tahun penerbitan, nomor halaman (untuk kutipan langsung) atau jika tidak ada

Hasil penelitian meninjukkan bahwa: (1) Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah , Audit Internal, dan Good Governance menunjukkan kondisi yang baik; (2) Penerapan

Metode: Penelitian deskriptif obsevasional ini dilakukan pada 50 model studi pasien yang dirawat di Klinik Pendidikan Spesialis Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi

Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik anak (jenis kelamin, berat lahir anak, berat badan, dan tinggi badan anak), karakteristik keluarga (berat badan

Berdasarkan hasil perhitungan diatas diperoleh bahwa nilai rata-rata kinerja dari strategi 7T merchandising yang diberikan oleh Golden Swalayan Kota Kediri dengan adanya olshop

produk baik Proses tidak terkendali dengan penentuan ukuran lot produksi pada sistem produksi yang mengalami deteriorasi dengan kriteria minimasi ongkos dengan proses

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas pengaruh kepuasan kerja terhadap employee engangement, salah satunya adalah tesis yang dilakukan oleh Andi Kari pada

Puasa Kifarat, yaitu puasa denda atau pengganti bagi mereka yang berbuka puasa pada bulan Ramadan yang melanggar syari'at.. Misalnya: bersetubuh di siang hari pada bulan