• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan

Dalam dokumen KOMPARASI POTENSI DAN PEMANFAATAN BENTAN (Halaman 116-145)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Pembahasan

4.3.1. Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan

Data pengunaan lahan dan pemanfaatan lahan di lokasi kajian, akan disajikan dalam bentuk tabel. Berikut ini tabel penggunaan dan pemanfaatan lahan hasil observasi:

Tabel 4.3. Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan Kajian KKL

Lokasi Penggunaan Lahan Pemanfaatan Lahan Pantai Parangtritis Kawasan Pariwisata Kawasan Lindung

Hutan Wanagama Hutan Lindung Hutan Lindung

Desa Kelor Persawahan Perladangan

Goa Pindul Kawasan Pariwisata Kawasan Pariwisata

Selokan Mataram Persawahan Persawahan

Kec. Cangkringan Persawahan Persawahan

Pasar Kenteng Persawahan Persawahan

Waduk Sermo Tampungan Air Tampungan Air

Pantai Glagah Infrastruktur Perhubungan Perdu Pantai

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 106 Parangtritis merupakan salah satu pantai yang menghadap langsung ke Samudera Hindia, sehingga memiliki karakteristik khas berupa gelombang yang tinggi dan arus yang deras. Parangtritis memiliki memiliki potensi sebagai kawasan pariwisata bahari dan pusat penelitian mengenai geomaritim. Pesisir Parangtritis merupakan salah satu lubang angin untuk pembentukan tropic sand dune, salah satu fenomena langka di dunia. Hal itu jugalah yang mendorong pemerintah daerah setempat untuk memanfaatkan kawasan Parangtritis sebagai kawasan lindung agar pembentukan gumuk pasir tersebut masih terus berlangsung dalam jangka panjang.

Gambar 4.22. Peta Perjalanan ke Lokasi Hutan Wanagama

Hutan Wanagama adalah salah satu hutan buatan yang dibangun di atas wilayah gersang dan tandus, Daerah Karst Gunungkidul. Hutan ini

pertama kali dirintis tahun 1964 oleh Prof Oemi Hani’in dan rekan- rekannya (dosen Fakultas Kehutanan UGM). Saat ini Hutan Wanagama I diperuntukan pemerintah daerah sebagai wilayah hutan lindung berbasis kehutanan edukatif dan pengelolaan wilayah kritis. Selain berfungsi

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 107 sebagai hutan lindung, keberadaan Hutan Wanagama I secara tidak langsung juga memberikan nilai ekologis, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya.

Gambar 4.23. Peta Perjalanan ke Lokasi Desa Kelor

Desa kelor merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Gunungkidul. Karena Desa ini berada di kawasan kars yang memiliki karakteristik wilayah yang gersang dan sulit untuk di tanami tumbuhan, tetapi itu adalah kondisi wilayah yang dahulu. Desa Kelor yang dulu berbeda dengan Desa Kelor yang sekarang. Desa Kelor yang sekarang menjadi Desa yang subur, hal ini dibuktikan dengan adanya penggunaan lahan persawahan, adanya hal tersebut didukung dengan pengadaan bor yang berfungsi sebagai sistem pengairan untuk mengairi persawahan yang berada di daerah sekitar. Untuk lahan yang tidak dimanfaatakan sebagai pertanian oleh warga sekitar di manfaatkan sebagai daerah perkebunan.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 108 Gambar 4.24. Peta Perjalanan ke Lokasi Goa Pindul

Goa Pindul adalah salah satu goa yang memiliki pemandangan yang cukup bagus hal ini dibuktikan dengan adanya jendela kars. Dengan adanya jendela kars tersebut kita dapat menyaksikan cahaya dari surga (kebanyakan orang menyebutnya demikian), fenomena ini sangat direkomendasikan untuk disaksikan pada siang hari karena pada saat itulah pemandangan yang indah yang dihasilkan dari jendela kars tersebut. Oleh karena itu, daerah ini memang pantas dijadikan sebagai kawasan pariwisata.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 109 Gambar 4.25. Peta Perjalanan ke Lokasi Selokan Mataram

Dalam meningkatkan produksi pertanian di DIY, Pemerintah Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat membangun saluran irigasi yang bernama Selokan Mataram. Saluran ini menghubungkan Kali Progo dan Kali Opak. Berdasarkan data hasil observasi dan Bappeda DIY, lahan di sekitar Selokan Mataram telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan rencana awal.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 110 Gambar 4.26. Peta Perjalanan ke Lokasi Cangkringan

Produksi pertanian di daerah Cangkringan ini adalah padi, kemudian disusul kacang tanah, jagung, buah-buahan, dan sayuran. Sementara itu, dari sektor peternakan juga memproduksi sapi potong terbanyak, kemudian kambing dan domba. Selain itu, dari sektor perikanan memproduksi ikan mujahir/nila, kemudian disusul lele dan gurame. Selanjutnya tidak lupa bahwa di daerah ini terdapat Sabo yang merupakan bendungan penahan aliran lahar dingin yang disebabkan oleh erupsi Gunungapi Merapi sehingga dapat meminimalisir kerusakan dan kerugian yang dialami oleh masyarakat setempat.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 111 Gambar 4.27. Peta Perjalanan ke Lokasi Pasar Kenteng

Pasar Kenteng, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah persawahan yang produktif dengan intensitas panen padi sebanyak 3 kali dalam setahun. Berdasarkan data lapangan dan Bappeda DIY, kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan intensifikasi lahan pertanian yang ditunjang oleh sarana irigasi teknis yang sangat memadai. Penggunaan dan pemanfaatan lahan di kawasan ini relatif sama.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 112 Gambar 4.28. Peta Perjalanan ke Lokasi Waduk Sermo

Sarana irigasi yang terdapat di Kulon Progo ditunjang oleh keberadaan Waduk Sermo, penampungan air yang telah berdiri selama 2 dekade ini merupakan wilayah yang direncanakan sebagai wilayah tampungan air bagi irigasi di Kulon Progo. Hingga saat ini, Waduk Sermo merupakan waduk dengan fungsi ganda yaitu, PLTA dan Irigasi.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 113 Gambar 4.29. Peta Perjalanan ke lokasi Pantai Glagah

Pantai Glagah, direncanakan sebagai wilayah pembangunan sarana infrastruktur perhubungan oleh pemerintah namun telah dimanfaatkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai kawasan pariwisata. Keberadaan

kawasan wisata yang “illegal” menandakan bahwa penggunaan dan

pemanfaatan lahan di kawasan ini tidak sesuai. 4.3.2. Potensi Lahan

Potensi lahan merupakan kemampuan lahan yang tersedia yang digunakan untuk manfaat tertentu secara optimal. Potensi lahan didapatkan dari hasil analisis karakteristik lahan dan penggunaan dan pemanfaatan lahan.

Di bawah ini disajikan tabel potensi lahan di tiap-tiap lokasi pengamatan di Daerah Istimewa Yogyakarta:

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 114 Tabel 4.4. Potensi Lahan Kajian KKL

Potensi Lokasi

Pantai Parangtritis Hutan Wanagama Desa Kelor Goa Pindul

Pertanian - - √ - Perladangan √ - √ - Perkebunan √ - √ - Kehutanan √ √ √ - Pariwisata √ √ √ √ Permukiman - - √ - Perikanan √ - √ - Perdagangan √ - - √ Jumlah Potensi 6 2 7 2 Potensi Lokasi

Selokan Kecamatan Pasar Waduk Pantai Mataram Cangkringan Kenteng Sermo Glagah

Pertanian √ √ √ - - Perladangan √ √ √ - - Perkebunan √ √ √ - - Kehutanan - √ √ - - Pariwisata √ √ √ √ √ Permukiman √ √ √ - - Perikanan √ - √ √ √ Perdagangan - - - - √ Jumlah Potensi 6 6 7 2 3

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 115 1) Pantai Parangtritis

Pantai parangtritis dengan dominasi tanah berpasir memiliki potensi yang cukup besar seperti halnya terdapat potensi perladangan dan perkebunan yang dapat ditanamai sejenis dengan kacang-kacangan. Potensi kehutanan yang dapat dikembangkan, yakni hutan bakau di sekitar muara laut dekat pantai Parangtritis. Potensi pariwisata yang dapat berkembang lebih kepada pantai itu sendiri seperti adanya juga perdagangan dan perikanan oleh nelayan.

Gambar 4.30. Barchan Parangtritis

2) Hutan Wanagama

Hutan Wanagama dengan penggunaan dan pemanfaatan lahan sebagai kawasan hutan lindung memiliki potensi untuk pengembangan kehutanan dengan penanaman variasi tumbuhan dengan beberapa perlakuan serta irigasi airtanah. Potensi pariwisata dapat berkembang sebagai ajang pengenalan ilmu pengetahuan biodiversity hutan musim di daerah Gunung Kidul.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 116 Gambar 4.31. Hutan Wanagama

3) Desa Kelor

Desa Kelor yang terdominasi atas persawahan dengan irigasi dari pengeboran airtanah memiliki potensi yang cukup besar. Karena ketersediaan air yang cukup (pengeboran airtanah), maka di Desa Kelor ini dapat berkembang potensi seperti perladangan, perkebunan, dan kehutanan. Permukiman juga dapat dijadikan potensi dengan tidak mengganggu potensi lahan lainnya. Sedangkan perikanan juga dapat dikembangkan dengan cara tambak terpal yang airnya juga berasal dari hasil pengeboran air tanah mengingat suhu udara yang hangat di Desa Kelor ini.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 117 Gambar 4.32. Bor Irigasi Teknis Desa Kelor

4) Goa Pindul

Goa Pindul yang sudah dijadikan tempat wisata ternama di daerah Gunung Kidul ini memiliki perluasan potensi pariwisata lagi pada pemeliharaan sarang burung walet yang bisa beradaptasi di dalam Goa Pindul. Selain itu, perdagangan dapat terus berkembang dengan semakin berkembangnya potensi wisata tersebut.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 118 5) Kecamatan Cangkringan

Daerah ini merupakan dampak dari letusan Gunung Merapi dari tahun ke tahun dan yang lumayan terbesar terjadi baru-baru ini yakni tahun 2010. Bencana alam ini juga memiliki dampak baik setelahnya karena tanah yang berada di daerah tersebut menjadi lebih subur, sehingga dapat berpotensi untuk pertanian, perladangan, perkebunan, dan kehutanan. Daerah ini juga dapat dijadikan permukiman baru karena sudah baiknya pembaharuan wilayah atas dampak letusan. Selain itu, pariwisata dapat terus berkembang sebagai ajang keilmuan histori mupun kelingkungan.

Gambar 4.34. Sabo (Dam) Cangkringan

6) Selokan Mataram

Kegunaan selokan ini lebih mengarah pada sumber pengairan warga sekitar daerah tersebut untuk potensi pertanian, perladangan dan juga perkebunan. Permukiman juga dapat berkembang karena kenyamanan daerah tersebut dan juga dapat mengembangkan perikanan air darat serta perdagangan bahan baku mentah dari hasil agrikultur yang terus berkembang.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 119 Gambar 4.35. Selokan Mataram

7) Pasar Kenteng

Pasar Kenteng merupakan wilayah yang lebih didominasi oleh persawahan. Namun, daerah ini juga memiliki potensi lainnya seperti perladangan, perkebunan, dan kehutanan mengingat irigasi ataupun sumber air yang ada cukup stabil untuk penanaman. Pemukiman dapat terus berkembang karena kenyamanan daerahnya dengan sumber air yang bagus dan juga sebagai sumber agribisnis. Potensi perikanan yang dapat berkembang yakni perikanan air tawar. Pariwisata keilmuan juga dapat berkembang karena bentuk geomorfologinya yang ciri khas yakni struktural.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 120 8) Waduk Sermo

Waduk Sermo sudah dijadikan tempat wisata namun belum cukup berkembang. Potensinya yang selain sebagai tempat penampungan air (bendungan) dapat juga berkembang wisatanya dengan adanya penambahan wahana air. Selain itu perikanan air darat juga dapat berkembang karena sumber air yang ada akan stabil.

Gambar 4.37. Waduk Sermo

9) Pantai Glagah

Memiliki potensi yang dapat terus berkembang seiring dengan perdagangan di sekitar pantai yang menjajakan dagangan berciri khas pantai glagah tersebut. Perikanan air laut yang membentuk tambak- tambak di laut di daerah yang jauh dengan alat pemecah gelombang sehingga ekosistem ikan laut juga tidak terganggu. Potensi yang lain dapat berkembang untuk infrastruktur pemerintah.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 121 Gambar 4.38. Pantai Glagah

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 122

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan data dan informasi hasil kajian dan pembahasan yang diperoleh dari gejala dan fenomena di lapangan, maka bisa disimpulkan bahwa setiap wilayah kajian memiliki potensi dan pemanfaatan lahannya tersendiri terkait dengan pola keruangannya. Artinya, 4 (empat) wilayah kajian KKL ini, yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo memiliki sumberdaya yang mendukung untuk membangun daerahnya sesuai dengan karakteristik bentangalam dan bentanglahan yang tersedia. Adapun secara garis besar kondisi keruangan setiap wilayah kajian yang membedakannya dengan kondisi keruangan wilayah kajian yang lain adalah sebagai berikut:

1) Bantul

Berdasarkan letak geografisnya yang strategis, kawasan Pantai Parangtritis memiliki potensi sebagai kawasan wisata bahari dan pusat penelitian geomaritim. Di samping itu, gumuk pasir barchan yang terdapat kawasan Parangtritis juga berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui wisata jasa ekosistem yang tersedia di sana. 2) Gunungkidul

Di Gunungkidul sebagian besar wilayahnya masih ditutupi oleh vegetasi lebat, salah satunya terdapat di Hutan Wanagama yang berperan sebagai hutan lindung yang edukatif dan tempat rehabilitasi lahan kritis. Selanjutnya Desa Kelor yang terletak di kawasan karst, saat ini sudah tumbuh subur berkat adanya aktivitas pengeboran airtanah oleh warga setempat sehingga desa tersebut mampu meningkatkan kesejahteraannya di sektor pertanian dan perkebunan. Selain itu, Goa Pindul banyak menarik

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 123 wisatawan dari berbagai tempat untuk sekadar menyaksikan pemandangan yang indah dari bentukan karst di dalamnya.

3) Sleman

Di Sleman terdapat Selokan Mataram yang merupakan saluran irigasi yang dibuat untuk meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan masyarakat setempat. Tidak hanya itu, di Kecamatan Cangkringan pun terdapat sabo yang merupakan bendungan penahan lahar dingin yang berasal dari erupsi Gunungapi Merapi. Selain itu, daerah ini juga tergolong baik dalam mengandalkan sektor pertaniannya.

4) Kulon Progo

Di daerah Pasar Kenteng terdapat wilayah persawahan yang produktif sehingga ditetapkan sebagai kawasan intensifikasi lahan pertanian dengan sarana irigasi teknis yang memadai. Selain itu, terdapat Waduk Sermo yang berfungsi ganda sebagai PLTA dan Irigasi untuk kebutuhan masyarakat sekitar. Selanjutnya, Pantai Glagah merupakan pantai yang berpotensi untuk dijadikan tempat wisata oleh masyarakat sekitar, namun karena beberapa hal pemerintah ingin menjadikan tempat ini sebagai sarana infrastruktur perhubungan.

5.2. Rekomendasi

Adapun rekomendasi atau saran yang dapat penyusun berikan demi kelancaran dan kemajuan program KKL selanjutnya, adalah sebagai berikut: 1) Mengoptimalkan bimbingan dan pertemuan dengan dosen pembimbing

untuk pembekalan agar semua mahasiswa mengerti tentang substansi KKL; 2) Sebelum observasi ke lapangan diharapkan sudah memiliki data awal

mengenai lokasi atau daerah penelitian yang akan dikaji;

3) Mengoptimalkan pengadaan alat dan bahan praktikum beserta data dan informasi pendukung sebagai persiapan awal saat observasi dilakukan; 4) Mengoptimalkan waktu saat melakukan observasi agar waktu yang

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 124

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, L. 2006. P eluang Pariwisata Bahari di PulauPulau Kecil.

Disampaikan pada Diskusi Pengembangan Pariwisata Bahari di Pulau–Pulau Kecil, Program Pasca Sarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, IPB. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM Press.

Badan Pusat Statistik. 2011. DIY Dalam Angka 2011. Provinsi D.I. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Bantul Dalam Angka 2015. Kabupaten Bantul

Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Gunungkidul Dalam Angka 2015. Kabupaten Gunungkidul.

Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Kulon ProgoDalam Angka 2016. Kabupaten Kulon Progo.

Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Sleman Dalam Angka 2016. Kabupaten Sleman.

Bemmelen, R. W. van. 1949. The Geology of Indonesia. Government Printing Office, The Hague, Netherland.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 125 Bengen, D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bintarto. 1991. Metode Analisis Geografi. Jakarta: LP3ES.

Bouwer, H. 1978. Ground Water Hydrology. McGraw-Hill Company. New York.

Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. 10th ed. MacMillan Publishing Co. New York.

Chow, Ven Te. 1985. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta: Erlangga. Chow, et. al. 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hills. New York.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati LautAset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 2004. Pengelolaan

Sumberdaya Wilayah P esisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Revisi. Pradnya Paramita. Jakarta.

Damanik, J. dan H. F. Weber. 2006. P erencanaan Ekowisata. Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM dan ANDI. Darmawijaya. 1992. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 126 Fetter, C. W. 1994. Applied Hydrogeology. Prentice-Hall, Inc., New

Jersey.

Ford and Williams. 1989. Karst Geomorphology and Hydrology. London: McGraw-Hill Book Company.

Freeze, R. A. & Cherry, J. A. 1979. Groundwater. Prentice–Hall, Inc. USA.

Hudson, N. W. 1971. Soil Conversation. Cornell University Press. Ithaca, New York.

Islami, N. A. 2003. Pengelolaan Pariwisata Pesisir (Studi Kasus Taman Rekreasi Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Karnawati, D., Pramuwijoyo dan Hendrayana, H. 2006. Geology of Yogyakarta, Java: The Dynamic Volcanic Arc City [online]. Paper (363).IAEG.Tersedia:http://iaeg2006.geolsoc.org.uk/cd/PAPERS/I AEG.363.PDF. [14 Juni 2016].

Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan. Nomor 677/Kpts-II/1998. Tentang Hutan Kemasyarakatan.

Keputusan Menteri Kehutanan. Nomor 70/Kpts-II/2001. Tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 127 Kodoatie, Robert J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi

Offset.

Kodoatie, J. R. dan Roestam Sjarief. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Yogyakarta: Andi.

Loebis,. dkk. 1993. Hidrologi Sungai. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum.

Marsh, W. M. 1991. Landscape Planning, Environmental Application. 2nd. John Wiley & Sons, Inc. New York: 200 – 206.

Marsoedi, DS. 1996. Pedoman Klasifikasi Landform. Bogor: Centre For Soil and Agroclimate Research.

Mawardi, Erman dan Memed. 2010. Desain Hidraulik Bendung Tetap Untuk Irigasi Teknis. Bandung: Alfabeta.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. H. M. Eidman, D. G. Bengen, Malikusworo H., dan Sukristijono S., [Penerjemah]. Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. PT Gramedia. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 25 Tahun 2000. Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor. 34 Tahun 2002. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 128 Prasetya, G. S., R. H. Ishak, dan D. C. Istiyanto. 1994. Masalah Pantai di Indonesia dan UsahaUsaha Penanganan InterInstitusi yang Pernah dan Perlu Dilakukan. Prosiding. Seminar Teknik Pantai 1993. Laboratorium Pengkajian Teknik Pantai. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LPTP-BPP Teknologi). Yogyakarta.

Sadikin, Ikin. (2003). “Keunggulan Komparatif dan Dampak Kebijakan Pemerintah pada Pengembangan Produksi Jagung di Bengkulu”. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (SOCA), 3, (1). Silalahi, Ulber. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Refika

Aditama.

Soemarto, C. D. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmantalya, K. I. Nyoman. 1995. P engenalan Secara Tinjau Geomorfologi dan Terapannya Melalui Survei P enginderaan Jauh Untuk Interpretasi Sumberdaya Lahan. Bakosurtanal.

Sulaksmi, R. 2007. Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980. Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 129 Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 5 Tahun 1967. Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 9 Tahun 1990. Tentang Kepariwisataan.

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan.

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 7 Tahun 2004. Tentang Sumberdaya Air.

Vink, A. P. A., 1983. in Davidson, D. A. (Ed)., Landscape Ecology and Land Use, Longman, London.

Wargadinata, E. L. 1995. Makrozoobentos Sebagai Indikator Ekologi di Sungai Percut. Tesis (Tidak Dipublikasikan). Medan: Program Pasca-Sarjana Ilmu Pengetahuan Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU.

Wilson, E. M. 1993. Hidrologi Teknik. Bandung: Penerbit ITB.

Zain, A. S. 1996. Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 130

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Gambar 5.1. Gumuk Pasir Barchan, Parangkusumo

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 131

Gambar 5.3. Hutan Wanagama

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 132 Gambar 5.5. Goa Pindul

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 133 Gambar 5.7. Sabo (Dam) Cangkringan

KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 134 Gambar 5.9. Waduk Sermo

Dalam dokumen KOMPARASI POTENSI DAN PEMANFAATAN BENTAN (Halaman 116-145)

Dokumen terkait