KOMPARASI POTENSI DAN PEMANFAATAN BENTANGLAHAN KAWASAN YOGYAKARTA UNTUK PEMBELAJARAN
GEOGRAFI
LAPORAN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Tahap II Departemen Pendidikan Geografi Sebagai Hasil Kajian di Kawasan Yogyakarta
Disusun Oleh:
Mahasiswa Pendidikan Geografi
(2014)
DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Laporan KKL Tahap II ini dengan tema “Komparasi Potensi dan Pemanfaatan Bentanglahan Kawasan Yogyakarta untuk Pembelajaran Geografi”.
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan dan penyusunan laporan ini bertujuan untuk memperkenalkan keindahan dan potensi yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai tempat yang berpotensi dengan segala karakteristik fisik, sosial-ekonomi, dan budayanya.
Terlaksananya kegiatan ini, tidak terlepas dari dukungan pihak-pihak yang terus mendukung kami. Dengan rasa hormat, kami ucapkan terima kasih kepada:
1) Ketua Departemen : Dr. Ahmad Yani, M.Si.
2) Sekretaris Departemen : Dr. rer. nat Nandi, S.Pd., MT., M.Sc. 3) Ketua Panitia KKL : Prof. Dr. Darsiharjo, MS.
4) Seluruh dosen pembimbing, dan
5) Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Geografi 2014.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang konstruktif akan sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga seluruh proses penyusunan laporan ini dapat memberi pembelajaran yang berharga dan dapat berkontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang studi Geografi serta membawa manfaat bagi penyusun dan berbagai pihak yang membacanya.
Bandung, 1 Agustus 2016
ii
Abstrak
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu dari 34 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa. Secara geografis terletak pada 109º 40' - 111º 0' Bujur Timur dan 8º 30' - 7º 20' Lintang Selatan. Terdapatnya bentukan muka bumi yang variatif dan beragamnya kondisi fisik dan sosial-ekonomi yang berbeda menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta begitu menarik untuk diteliti. Penelitian ini mengkaji mengenai aspek fisik dan sosial-ekonomi yang meliputi wilayah Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif komparatif dengan pendekatan kualitatif. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9 – 16 Mei 2016. Daerah kajiannya meliputi Parangtritis, Hutan Wanagama, Desa Kelor, Goa Pindul, Selokan Mataram, Cangkringan, Pasar Kenteng, Waduk Sermo, dan Pantai Glagah. Berdasarkan data dan informasi hasil kajian dan pembahasan yang diperoleh dari gejala dan fenomena di lapangan, maka bisa disimpulkan bahwa setiap wilayah kajian memiliki potensi dan pemanfaatan lahannya tersendiri terkait dengan pola keruangannya. Artinya, 4 (empat) wilayah kajian KKL ini, yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo memiliki sumberdaya yang mendukung untuk membangun daerahnya sesuai dengan karakteristik bentangalam dan bentanglahan yang tersedia.
iii
1.5. Sistematika Penulisan ... 3
BAB II KAJIAN TEORETIS ... 5
iv
BAB III METODE PENELITIAN ... 59
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 59
v
4.3.2. Potensi Lahan ... 113
BAB V PENUTUP ... 122
5.1. Simpulan ... 122
5.2. Rekomendasi ... 123
DAFTAR PUSTAKA ... 124
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Koordinat Kajian KKL di Kabupaten Bantul ... 60
Tabel 3.2. Koordinat Kajian KKL di Kabupaten Gunungkidul ... 61
Tabel 3.3. Koordinat Kajian KKL di Kabupaten Sleman ... 62
Tabel 3.4. Koordinat Kajian KKL di Kabupaten Kulon Progo ... 63
Tabel 4.1. Karakteristik Lahan Kajian KKL ... 95
Tabel 4.2. Karakteristik Lahan Kajian KKL (Lanjutan) ... 95
Tabel 4.3. Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan ... 105
Tabel 4.4. Potensi Lahan Kajian KKL ... 114
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kenampakan Lahan Kritis ... 7
Gambar 2.2. Kenampakan Hutan ... 12
Gambar 2.3. Lapisan Airtanah ... 18
Gambar 2.4. Kenampakan Daerah Pesisir ... 20
Gambar 2.5. Kenampakan Daerah Pantai ... 22
Gambar 2.6. Kenampakan Gumuk Pasir ... 24
Gambar 2.7. Sabo (Dam) ... 27
Gambar 2.8. Kawasan Karst ... 29
Gambar 2.9. Kenampakan Waduk (Bendungan) ... 31
Gambar 2.10. Kenampakan Sungai ... 33
Gambar 2.11. Kerangka Pariwisata Pesisir dan Bahari ... 36
Gambar 2.12. Gumuk Pasir di Kawasan Wisata Pantai Parangtritis ... 38
Gambar 2.13. Alur Pembentukan Gumuk Pasir Parangtritis ... 40
Gambar 2.14. Citra Daerah Gumuk Pasir Parangtritis Akibat Pengaruh Angin Muson Tenggara ... 41
Gambar 2.15. Pantai Parangtritis ... 43
Gambar 2.16. Hutan Wanagama ... 46
Gambar 2.17. Air yang Keluar dari Pengeboran Airtanah ... 47
Gambar 2.18. Saluran Air dari Pengeboran Airtanah ... 48
Gambar 2.19. Kenampakan Goa Pindul ... 49
Gambar 2.20. Selokan Mataram ... 51
Gambar 2.21. Sabo Pasca Erupsi Gunung Merapi ... 52
Gambar 2.22. Kenampakan Waduk Sermo ... 53
Gambar 2.23. Kenampakan Pantai Glagah ... 55
Gambar 3.1. Citra Satelit Perjalanan dari UPI ke Asrama Haji Yogyakarta ... 59
Gambar 3.2. Peta RBI Kabupaten Bantul ... 60
Gambar 3.3. Peta RBI Kabupaten Gunungkidul ... 61
Gambar 3.4. Peta RBI Kabupaten Sleman ... 62
viii
Gambar 4.10. Peta Kemiringan Lereng D. I. Yogyakarta... 94
Gambar 4.11. Peta Rencana Pola Ruang D. I. Yogyakarta ... 94
Gambar 4.12. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Pantai Parangtritis... 96
Gambar 4.13. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Hutan Wanagama ... 97
Gambar 4.14. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Desa Kelor ... 98
Gambar 4.15. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Goa Pindul ... 99
Gambar 4.16. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Selokan Mataram ... 100
Gambar 4.17. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Kecamatan Cangkringan ... 101
Gambar 4.18. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Pasar Kenteng ... 102
Gambar 4.19. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Waduk Sermo ... 103
Gambar 4.20. Citra Satelit Perjalanan ke Lokasi Pantai Glagah ... 104
Gambar 4.21. Peta Perjalanan ke Lokasi Pantai Parangtritis ... 105
Gambar 4.22. Peta Perjalanan ke Lokasi Hutan Wanagama... 106
Gambar 4.23. Peta Perjalanan ke Lokasi Desa Kelor ... 107
Gambar 4.24. Peta Perjalanan ke Lokasi Goa Pindul ... 108
Gambar 4.25. Peta Perjalanan ke Lokasi Selokan Mataram ... 109
Gambar 4.26. Peta Perjalanan ke Lokasi Cangkringan ... 110
Gambar 4.27. Peta Perjalanan ke Lokasi Pasar Kenteng ... 111
Gambar 4.28. Peta Perjalanan ke Lokasi Waduk Sermo ... 112
Gambar 4.29. Peta Perjalanan ke Lokasi Pantai Glagah ... 113
ix
Gambar 4.31. Hutan Wanagama ... 116
Gambar 4.32. Bor Irigasi Teknis Desa Kelor ... 117
Gambar 4.33. Goa Pindul ... 117
Gambar 4.34. Sabo (Dam) Cangkringan ... 118
Gambar 4.35. Selokan Mataram ... 119
Gambar 4.36. Pasar Kenteng... 119
Gambar 4.37. Waduk Sermo ... 120
x
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar 5.1. Gumuk Pasir Barchan, Parangkusumo ... 130
Gambar 5.2. Pantai Parangtritis ... 130
Gambar 5.3. Hutan Wanagama ... 131
Gambar 5.4. Bor Airtanah, Desa Kelor ... 131
Gambar 5.5. Goa Pindul ... 132
Gambar 5.6. Selokan Mataram ... 132
Gambar 5.7. Sabo (Dam) Cangkringan ... 133
Gambar 5.8. Pasar Kenteng... 133
Gambar 5.9. Waduk Sermo ... 134
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alam semesta beserta isinya yang disebut geosfer merupakan laboratorium raksasa geografi dengan segala fenomena yang terjadi di dalamnya, sehingga teori tidak akan berarti tanpa disandingkan dengan pengetahuan langsung di lapangan. Dengan demikian, pengamatan langsung di lapangan sangat diperlukan bagi seorang geograf. Dalam hal ini adalah Mahasiswa Pendidikan Geogarfi 2014 yang meramu semuanya ke dalam satu tahapan kegiatan lapangan yang disebut dengan KKL (Kuliah Kerja Lapangan). Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Pendidikan Geografi UPI adalah suatu kegiatan pengamatan langsung di lapangan berupa implementasi dari materi perkuliahan di kelas.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 2 Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, dan memiliki kegiatan sosial-ekonomi dengan intensitas tinggi, sehingga umumnya merupakan wilayah yang relatif lebih maju dan berkembang daripada daerah lain di sekitarnya. Bentukan muka bumi yang variatif dan beragamnya kondisi sosial-ekonomi dan budaya yang juga diakibatkan oleh bentukan fisik yang berbeda inilah yang menjadi keunikannya tersendiri, sehingga menimbulkan rasa ingin tahu kami untuk dapat terjun langsung mengamati fenomena-fenomena geosfer yang terjadi di sekitarnya.
Berdasarkan hal tersebut, kami bermaksud untuk melakukan penelitian terhadap kajian fisik dan sosial-ekonomi dari objek kajian dalam KKL tahap II yang meliputi 4 (empat) wilayah kajian, yaitu daerah Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulon Progo. Pada KKL ini diberikan tema mengenai “Komparasi Potensi dan Pemanfaatan Bentanglahan di Kawasan Yogyakarta untuk Pembelajaran Geografi”. Adapun KKL ini dilaksanakan sejak tanggal 9 – 14 Mei 2016.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang bisa diperoleh dari latar belakang tersebut, yaitu:
1) Bagaimana kajian fisik dan sosial-ekonomi di Kabupaten Bantul? 2) Bagaimana kajian fisik dan sosial-ekonomi di Kabupaten Gunungkidul? 3) Bagaimana kajian fisik dan sosial-ekonomi di Kabupaten Sleman? 4) Bagaimana kajian fisik dan sosial-ekonomi di Kabupaten Kulon Progo?
1.3. Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan yang harus dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1) Mendeskripsikan kajian fisik dan sosial-ekonomi di Kabupaten Bantul. 2) Mendeskripsikan kajian fisik dan sosial-ekonomi di Kabupaten
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 3 3) Mendeskripsikan kajian fisik dan sosial-ekonomi di Kabupaten Sleman. 4) Mendeskripsikan kajian fisik dan sosial-ekonomi di Kabupaten Kulon
Progo.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diperoleh melalui penulisan ini, baik untuk kami maupun untuk pembaca, yaitu:
1) Manfaat Teoretis
a. Untuk kontribusi pengembangan keilmuan di bidang studi Geografi. b. Untuk meningkatkan wawasan kajian ilmiah di bidang studi Geografi. 2) Manfaat bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi dan mengomparasikan fenomena-fenomena Geografis di lapangan dengan teori-teori yang telah dipelajari di perkuliahan.
3) Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para mahasiswa atau dosen peneliti dalam mengukur sejauh mana kemampuan dalam mengimplementasikan metode-metode penelitian di lapangan, khususnya dalam bidang studi Geografi.
1.5. Sistematika Penulisan
Adapun laporan ini terdiri dari 5 (lima) bab yang juga dilengkapi dengan kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, dan daftar pustaka sebagai informasi untuk mempermudah dalam mencari pokok bahasan yang ada dalam laporan ini. Adapun sistematika penulisan dalam laporan praktikum ini adalah sebagai berikut:
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 4 BAB II KAJIAN TEORETIS
2.1. ... 2.2. ... 2.3. ...
BAB III METODE
PENELITIAN
3.1. ... 3.2. ... 3.3. ...
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. ... 4.2. ... 4.3. ...
BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan 5.2. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 5
BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1. Kajian Umum
2.1.1. Bentanglahan (Landscape)
Landscape/lansekap secara umum memiliki makna yang hampir sama dengan istilah bentanglahan atau fisiografis dan lingkungan. Perbedaan di antara ketiganya terletak pada aspek interpretasinya. Bentanglahan yang di dalamnya terdapat unit-unit bentuklahan (landforms) merupakan dasar lingkungan manusia dengan berbagai keseragaman (similaritas) maupun perbedaan (diversitas) unsur-unsurnya. Kondisi bentanglahan seperti ini memberikan gambaran fisiografis atas suatu wilayah. Wilayah yang mempunyai karakteristik dalam hal bentuklahan, tanah vegetasi dan atribut (sifat) pengaruh manusia, yang secara kolektif ditunjukkan melalui kondisi fisiografis dikenal sebagai suatu lansekap (Vink, 1983).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka bentanglahan atau lansekap adalah panorama atas suatu hamparan daratan yang terdiri atas berbagai keadaan alam, baik alami maupun buatan manusia.
“Landscape comprises the visibel features of an area of land, including physical elements such as landforms, living elements of flora and fauna, abstract elements like lightning and weather conditions, and human elemments like human activity and the built environment”.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 6 terdapat. Jadi bentanglahan atau lansekap memiliki pengertian yang lebih luas, di mana di dalamnya terdapat bentuklahan atau landforms.
Berdasarkan apa yang dirangkum dari Bintarto (1991), Rangkuti (1996), Yuwono (2005) bahwa secara umum lansekap meliputi:
1) Natural Landscape: Bentanglahan alami sebagai fenomena/ perwujudan di muka bumi, misalnya gunung dan laut. Kategori ini memiliki batasan yang sangat umum, dan dapat disamakan dengan istilah pemandangan menurut terminologi umum.
2) Physical Landscape: Bentanglahan yang masih didominasi oleh unsur-unsur alam, yang di selang-seling oleh kenampakan budaya. Sistem kehidupan berikut komponen alami dan nonalami terwadahi dalam bentanglahan ini.
3) Social Landscape: Bentanglahan dengan kenampakan fisik dan sosial yang bervariasi karena adanya heterogenitas adaptasi dan persebaran penduduk terhadap lingkungannya, misalnya kota dan desa dengan berbagai fasilitas individual maupun publiknya. Selain mencerminkan pola adaptasi, bentanglahan ini juga memvisualisasikan persepsi penduduk terhadap lingkungan sekitarnya. dengan demikian, bentang sosial melupakan zona-zona yang menggambarkan struktur kehidupan sosial-ekonomi penduduk.
4) Economical Landscape: Bentanglahan yang didominasi oleh bangunan beragam yang berorientasi ekonomis, seperti daerah industri, daerah perdagangan, daerah perkotaan, dan daerah perkebunan.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 7 2.1.2. Lahan Kritis (Critical Land)
Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan biologi karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial-ekonomi dan lingkungan. Isu lahan kritis di Indonesia telah muncul ke permukaan dan menjadi masalah ketika terjadi bencana alam berupa banjir dan kekeringan di tengah-tengah kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang sedang terpuruk.
Gambar 2.1. Kenampakan Lahan Kritis
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 8 Kegagalan program rehabilitasi lahan kritis masa lalu disebabkan karena pola pendekatan yang digunakan pada pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis kurang tepat, peraturan dan penegakan hukum masih lemah, dampak negatif pembukaan hutan, perambahan hutan serta kuatnya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian, permukiman dan industri serta kerusakan kawasan hutan oleh usaha penambangan. Di samping itu, masih banyak stakeholder yang memperoleh manfaat dari perdagangan kayu kehutanan dan hasil tambang di hutan, kurang peduli pada keseimbangan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini dapat dilihat dari kerusakan gunung akibat penambnagan dan praktek pertanian yang tidak memperhatikan aspek konservasi tanah.
Program rehabilitasi lahan kritis harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dan penerapan model kemitraan Public Private P artnership (PPP). Model kemitraan ini telah dilaksanakan di sebagian besar masyarakat dunia. Di Indonesia, model ini merupakan kemitraan antara Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis hendaknya mengacu pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan model kemitraan PPP.
1. Rehabilitasi Lahan Kritis di Kawasan Lindung
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 9 lindung sebesar 45%, program pengembangan kawasan lindung harus sesuai dengan Perda Nomor 2 tahun 2003 adalah:
a. Pengukuhan kawasan lindung.
b. Rehabilitasi dan konservasi lahan di kawasan lindung guna mengembalikan dan meningkatkan fungsi lindung.
c. Pengendalian kawasan lindung.
d. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung.
e. Peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan.
f. Pengembangan pola insentif dan disinsentif pengelolaan kawasan lindung.
Rehabilitasi dan konservasi lahan di kawasan lindung dilakukan melalui kegiatan penghijauan di seluruh kawasan lindung. Rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal. Baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya. Konservasi lahan adalah pengelolaan lahan yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara serta meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Pengukuhan kawasan lindung.
2. Rehabilitasi Lahan Kritis di Kawasan Budidaya
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 10 ditujukan untuk memulihkan tingkat produktivitas hutan dalam rangka mendukung industri kehutanan. Pelaksanaan rehabilitasi hutan produksi menurut PP Nomor 25 tahun 2000 merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat dan Daerah dapat menunjuk BUMN/BUMD/SWASTA sebagai pelaksana rehabilitasi hutan dan lahan kritis. Rehabilitasi hutan baik pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) maupun pada Hutan Produksi Tetap (HP) sesuai dengan ketetapan Pemerintah adalah sebagai berikut:
1) Pada hutan produksi yang dibebani hak, rehabilitasi hutan dan lahan kritis menjadi tanggung jawab pemegang hak atas tanah. 2) Pada hutan produksi yang tidak dibebani hak, rehabilitasi hutan
dan lahan kritis menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Daerah Hutan Rakyat (Private Forest) merupakan penanaman kayu di atas tanah milik rakyat. Menurut UU No. 41/1999 Hutan Rakyat (HR) adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah, yaitu hak milik, sedangkan hak guna usaha dan hak pakai disebut hutan Hak.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 11 dikategorikan ke dalam hutan, namun peranannya tidak berbeda dengan hutan yaitu:
a) Aspek Sosial-Ekonomi
Memenuhi kebutuhan kayu untuk bahan bangunan, industri kecil, menunjang pengembangan ekonomi kerakyatan serta meningkatkan kesempatan kerja di perdesaan.
b) Aspek Ekologi
Mengatur tata air, mencegah erosi dan banjir kelestarian lingkungan.
c) Aspek Estetika
Memperbaiki keindahan alam Konsepsi Rehabilitasi hutan dan Lahan Kritis pada hutan rakyat (di luar kawasan) hendaknya berorientasi pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 12 diperlukan kayu untuk bangunan kepentingan pribadi dan hendaknya kayu diambil dari hasil penjarangan.
2.1.3. Hutan (F orests)
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-Undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi:
1. Suatu kesatuan ekosistem. 2. Berupa hamparan lahan.
3. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
4. Mampu memberi manfaat secara lestari.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 13 Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai sub-ekosistem global menempati posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996). Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Dari definisi dan penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi:
1. Suatu wilayah tertentu.
2. Terdapat hutan atau tidak terdapat hutan.
3. Ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan. 4. Didasarkan pada kehutanan serta kepentingan masyarakat.
Dari unsur pokok yang terkandung di dalam definisi kawasan hutan, dijadikan dasar pertimbangan ditetapkannya wilayah-wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. Kemudian, untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan dan berdasarkan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat serta berbagai faktor pertimbangan fisik, hidrologi dan ekosistem, maka luas wilayah yang minimal harus dipertahankan sebagai kawasan hutan adalah 30 % dari luas daratan.
Berdasarkan kriteria pertimbangan pentingnya kawasan hutan, maka sesuai dengan peruntukannya, menteri menetapkan kawasan hutan menjadi:
1. Wilayah yang berhutan perlu dipertahankan sebagai hutan tetap. 2. Wilayah tidak berhutan yang perlu dihutankan kembali dan
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 14 Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya dengan kriteria dan pertimbangan tertentu, ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 5 ayat (2), sebagai berikut:
1. Kawasan Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.
2. Hutan lindung. 3. Hutan produksi.
Hutan memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah dapat meningkatkan perkonomian masyarakat. Peranan hutan dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat direalisasikan dalam bentuk antara lain:
1. Hutan Kemasyarakatan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 677/Kpts-II/1998, hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk dikelola oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitikberatkan kepentingan menyejahterakan masyarakat.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 15 Pengusahaan hutan kemasyarakatan dikembangkan berdasarkan keberpihakan kepada rakyat, khususnya rakyat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan, dengan prinsip-prinsip:
a. Masyarakat sebagai pelaku utama.
b. Masyarakat sebagai pengambil keputusan.
c. Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat. d. Kepastian hak dan kewajiban semua pihak.
e. Pemerintah sebagai fasilitator dan pemandu program.
f. Pendekatan didasarkan pada keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya.
Berdasarkan jenis komoditas, pengusahaan hutan kemasyarakatan memiliki pola yang berbeda untuk setiap status kawasan hutan, disesuaikan dengan fungsi utamanya:
a. Pada kawasan hutan produksi, dilaksanakan dengan tujuan utama
untuk memproduksi hasil hutan berupa kayu dan non kayu serta jasa lingkungan, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan.
b. Pada kawasan hutan lindung, dilaksanakan dengan tujuan utama
tetap menjaga fungsi perlindungan terhadap air dan tanah (hidrologis), dengan memberi pemanfaatan hasil hutan berupa hasil hutan non kayu dan jasa rekreasi, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan. Tidak diperkenankan pemungutan hasil hutan kayu.
c. Pada kawasan pelestarian alam, dilaksanakan dengan tujuan utama
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 16 Menurut Kepala Pusat Informasi Kehutanan, untuk tahun 2003 ditetapkan 22 lokasi yang tersebar di 17 provinsi dengan luas masing-masing 2.500 hektar. Lokasi yang menjadi pengembangan hutan kemasyarakatan ini merupakan bekas HPH/HTI, taman nasional, areal HPH/HTI aktif, hutan lindung, serta lokasi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sebelumnya.
Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat.
Pada hutan ini dilakukan penanaman dengan mengombinasikan tanaman perkayuan dengan tanaman pangan/palawija yang biasa dikenal dengan istilah agroforestry. Pola pemanfaatan lahan seperti ini banyak manfaatnya, antara lain:
a. Pendapatan per satuan lahan bertambah. b. Erosi dapat ditekan.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 17 Ada beberapa tanaman perkayuan yang dikembangkan di hutan rakyat, seperti: Sengon (Paraserianthes falcataria), kayu putih (Melaleuca leucadendron), Aren (Arenga pinata), Sungkai (P eronema canescens), Akasia (Acacia sp.), Jati putih (Gmelina arborea), Johar (Cassia siamea), Kemiri (Aleurites moluccana), Kapuk randu (Ceiba petandra), Jabon (Anthocepallus cadamba), Mahoni (Swietenia macrophylla), Bambu (Bambusa), Mimba (Azadirachta indica), Cemara pantai (Casuarina equisetifolia), dan Kaliandra (Calliandra calothyrsus). Dari beberapa jenis pohon tersebut, terdapat 4 (empat) pohon serba guna karena memiliki kemampuan beradaptasi di berbagai kondisi tapak, cepat tumbuh, dan menghasilkan banyak produk, seperti kayu bakar berkualitas tinggi, kayu pertukangan berdiameter kecil, dan pakan ternak. Pohon tersebut adalah: Akasia (Acacia auriculiformis), Mimba (Azadirachta indica), Cemara pantai (Casuarina equisetifolia), dan Kaliandra (Calliandra calothyrsus).
2.1.4. Airtanah (Groundwater)
Ada banyak pengertian atau definisi mengenai airtanah. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (UU No. 7/2004) mendefinisikan airtanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sementara beberapa ahli di dalam buku-buku teks memberikan definisi seperti berikut:
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 18 jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara.
Gambar 2.3. Lapisan Airtanah
Air yang berada pada lajur jenuh adalah bagian dari keseluruhan air bawah permukaan yang biasa disebut airtanah (groundwater). Air bawah bawah tanah (underground water dan sub-terranean water) adalah istilah lain yang digunakan untuk air yang berada pada lajur jenuh, namun istilah yang lazim digunakan adalah airtanah (Johnson, 1972). Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan mulai terisi air dan mulai jenuh. Batas atas lajur jenuh air disebut dengan muka airtanah (Water Table). Air yang tersimpan pada lajur jenuh disebut dengan airtanah, yang kemudian bergerak sebagai aliran airtanah melalui batuan dan lapisan-lapisan tanah yang ada di bumi sampai air tersebut keluar sebagai mata air, atau terkumpul masuk ke kolam, danau, sungai, dan laut (Fetter, 1994).
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 19 bawah permukaan tersebut biasa dikenal dengan airtanah (Asdak, 2002). Air yang berada di bawah muka air pada umumnya disebut airtanah, dan lajur di bawahnya disebut sebagai lajur jenuh. Curah hujan yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan yang ada di bawahnya, yang kemudian tertampung pada lapisan di bawah pemukaan tanah disebut airtanah (Wilson, 1993). Jumlah air tawar yang terbesar, menurut catatan yang ada, tersimpan di dalam perut bumi, yang dikenal sebagai airtanah (Chow, 1985). Berdasarkan Perkiraan Jumlah Air di Bumi (UNESCO, 1978 dalam Chow et al, 1988) dijelaskan bahwa jumlah airtanah yang ada di bumi ini jauh lebih besar dibanding jumlah air permukaan (98% dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran).
Airtanah mempunyai 3 (tiga) fungsi bagi manusia (Toth, 1990 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005) yaitu:
1. Sebagai sumber alam yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia.
2. Bagian dari hidrologi dalam tanah yang mempengaruhi keseimbangan siklus hidrologi global.
3. Sebagai anggota/agen dari geologi.
Ada 2 (dua) sumber airtanah yaitu:
1. Air hujan yang meresap ke dalam tanah melalui pori-pori atau retakan dalam formasi batuan dan akhirnya mencapai muka airtanah.
2. Air dari aliran air permukaan seperti sungai, danau, dan reservoir yang meresap melalui tanah ke dalam lajur jenuh.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 20 musim kemarau atau kekeringan yang panjang menyebabkan berhentinya aliran sungai.
2.1.5. Pesisir (Coast)
Dahuri et al. (2004) mendefinisikan kawasan pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu : batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (crossshore).
Dalam suatu kawasan pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (manmade). Ekosistem alami yang terdapat di kawasan pesisir antara lain : terumbu karang (coral reef), hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sementara itu, ekosistem buatan antara lain: tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al., 2004).
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 21 Sumber daya di kawasan pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih antara lain meliputi sumberdaya perikanan (plankton, bentos, ikan, moluska, krustacea, mamalia laut); rumput laut; padang lamun; hutan mangrove; dan terumbu karang. Sumberdaya yang tidak dapat pulih dapat berupa minyak dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya. Pada kelompok sumberdaya yang dapat pulih, hidup dan berkembang berbagai macam biota laut, sehingga dengan keanekaragaman sumberdaya tersebut diperoleh potensi jasa-jasa lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk perkembangan wisata (Dahuri et al., 2004).
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 22 2.1.6. Pantai (Beach)
Pantai adalah suatu barisan sedimen atau endapan yang muncul mulai dari garis air terendah sampai ke tebing atau sampai ke zona dengan tumbuhan permanen. Pantai memiliki bentuk dan diantaranya yaitu berikut ini:
a) Spit, yaitu pantai yang salah satu ujungnya bersambung dengan daratan.
b) Baymouth, yaitu bukit endapan pada pantai yang memotong teluk dengan lautan.
c) Tambolo, yaitu bukit endapan pada pantai yang menghubungkan pulau dengan pulau utama.
Gambar 2.5. Kenampakan Daerah Pantai
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 23 mula pembentukannya, pantai di Indonesia dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Pantai tenggelam (sub-emergence): Terbentuk oleh genangan air
laut padadaratan yang tenggelam.
2. Pantai timbul (emergence): Terbentuk oleh genangan air laut pada
daratan yang sebagian terangkat.
3. Pantai netral: Pembentukannya tidak tergantung pada pengangkatan
atau penurunan daratan, melainkan pengendapan aluvialnya. Pantai ini dicirikan dengan pantai pada ujung delta yang dalam dengan bentuk pantai sederhana atau melengkung.
4. Pantai campuran (compound): Terbentuk oleh proses pengangkatan
dan penurunan daratan, yang diindikasikan oleh adanya daratan pantai (emergence) dan teluk-teluk (sub-emergence).
Karakteristik bentuk pantai berbeda-beda antara tempat yang satu dengan tempat lainnya. Ada pantai yang berlumpur, berpasir yang datar dan landai, berbatu dan terjal. Keadaan topografi dan geologi wilayah pesisir mempengaruhi perbedaan bentuk pantai.
Ada beberapa langkah penting yang bisa dilakukan dalam mengamankan garis pantai seperti pemecah gelombang dan pengembangan vegetasi di pantai. Untuk mengatasi abrasi/penggerusan garis pantai dari gelombang/ombak dapat digunakan pemecah gelombang yang berfungsi untuk memantulkan kembali energi gelombang. Berbagai cara yang ditempuh untuk memecahkan gelombang di antaranya dengan menggunakan tumpukan tetrapod yang terbuat dari beton pada jarak tertentu dari garis pantai.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 24 karena ulah manusia, yang pada gilirannya akan menggerus pantai. Terumbu karang juga merupakan pemecah gelombang alami, sehingga sangat perlu untuk dilestarikan dan dikembangkan dalam mempertahankan garis pantai.
2.1.7. Gumuk Pasir (Sand Dunes)
Gumuk pasir adalah gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus angin. Gumuk pasir dapat dijumpai pada daerah yang memiliki pasir sebagai material utama, kecepatan angin tinggi untuk mengikis dan mengangkut butir-butir berukuran pasir, dan permukaan tanah untuk tempat pengendapan pasir, biasanya terbentuk di daerah arid (kering).
Gambar 2.6. Kenampakan Gumuk Pasir
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 25 pada faktor-faktor jumlah dan ukuran butir pasir, kekuatan dan arah angin, dan keadaan vegetasi. Bentuk gumuk pasir pokok yang perlu dikenal adalah bentuk melintang (transverse), sabit (barchan), parabola (parabolic), dan memanjang (longitudinal dune).
Secara global gumuk pasir merupakan bentuklahan bentukan asal proses angin (aeolian). Bentuklahan bentukan asal proses ini dapat berkembang dengan baik apabila terpenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tersedia material berukuran pasir halus hingga kasar dalam jumlah yang banyak.
b. Adanya periode kering yang panjang dan tegas.
c. Adanya angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan pasir tersebut.
d. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi maupun obyek lain.
Endapan oleh angin terbentuk oleh adanya pengikisan, pengangkutan dan pengendapan bahan-bahan tidak kompak oleh angin. Endapan karena angin yang paling utama adalah gumuk pasir (sand dunes) dan endapan debu (loose). Kegiatan angin mempunyai dua aspek utama, yaitu bersifat erosif dan deposisi. Bentuklahan yang berkembang terdahulu mungkin akan berkembang dengan baik apabila di padang pasir terdapat batuan. Bentuk gumuk pasir bermacam-macam tergantung pada faktor-faktor jumlah dan ukuran butir pasir, kekuatan dan arah angin, dan keadaan vegetasi. Bentuk gumuk pasir pokok yang perlu dikenal adalah bentuk sabit (barchans), melintang (transverse), memanjang (longitudinal dune), parabola (parabolik), bintang (star dune).
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 26 tipe gumuk pasir yang berkembang di bawah pengaruh aktivitas angin. Gumuk pasir merupakan akumulasi pasir lepas berupa gundukan dengan bentuk teratur. Umumnya gumuk pasir terbentuk pada pantai berpasir yang landai dan datar, ada angin yang berhembus dengan kecepatan tinggi, sinar matahari kontinyu, ada akumulasi pasir yang berasal dari sungai yang bermuara di situ, terdapat bukit penghalang di belakang pantai dan tumbuhan berupa Spinifex lithorus, Pandanus, Calanthropus gigantae, Ipomoa pescaprae dan Cactaceae juss.
Beberapa ciri khusus antara lain berstruktur sedimen permukaan gelembur gelombang (ripple mark) akibat pergeseran butiran pasir pengaruh arah angin, perlapisan horisontal di bagian dalam, lapisan bersusun dan silang siur. Rona cerah, tekstur halus-seragam, pola teratur dan banyak sungai bermuara dan melebar akibat pertemuan dengan laut. Kadang terbentuk danau tapal kuda (oxbow lake), sungai berpindah dan akumulasi material pasir di depan tebing penghalang.
2.1.8. Sabo (Dam Penahan Sedimen)
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 27 besarnya sedimen yang dibawa oleh aliran lahar dan mengurangi kecepatan aliran maka perlu adanya pengendalian banjir lahar dingin. Prinsip-prinsip pengendalian banjir lahar dingin antara lain:
1. Menampung endapan sedimen di daerah hulu dan mengurangi produksi sedimen dari alur sungai dan tebing sungai dengan membangun dam penahan sedimen (sabo dam).
2. Menahan endapan sedimen di daerah endapan dengan membangun kantong-kantong lahar dan tanggul.
3. Mengarahkan aliran banjir di daerah hilir dengan pembuatan dam konsolidasi, tanggul, dan perbaikan alur sungai.
Gambar 2.7. Sabo (Dam)
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 28 dari dua kata, yaitu sa yang berarti pasir dan bo yang berarti pengendalian, dengan demikian secara harfiah sabo mengandung pengertian pengendali pasir. Akan tetapi, dalam kenyataannya sabo merupakan suatu sistem penanggulangan bencana alam akibat erosi dan sedimentasi. Termasuk di dalamnya erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh adanya lahar hujan, sedimen luruh, tanah longsor, dan lain-lain.
Ada beberapa macam bangunan sabo antara lain:
1. Dam konsolidasi: Untuk mengurangi produksi sedimen dari alur dan
tebing sungai.
2. Check dam: Untuk menampung dan mengendalikan sedimen.
3. Sandpocket: Untuk menahan endapan sedimen di daerah endapan.
4. Tanggul: Untuk mengarahkan aliran banjir dan mengurangi
pengikisan tebing.
Jenis pekerjaan sabo terbagi atas dua bagian, yaitu:
1. Pekerjaan langsung, yaitu pemantapan lereng bukit sebagai upaya
pencegahan terjadinya erosi, antara lain sengkedan, penghutanan, bendung pengendali sedimen, dan lain-lain.
2. Pekerjaan tidak langsung, sebagai upaya pengendalian aliran
sedimen, sedimen luruh (debris flow), antara lain bendung penahan sedimen, kantong sedimen, normalisasi/kanalisasi alur, tanggul dan lain-lain.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 29 2.1.9. Karst
Karst merupakan istilah dalam bahasa Jerman yang diturunkan dari bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Istilah ini di negara asalnya sebenarnya tidak berkaitan dengan batugamping dan proses pelarutan, namun saat ini istilah kras telah diadopsi untuk istilah bentuklahan hasil proses perlarutan. Ford dan Williams (1989) mendefini-sikan karst sebagai medan dengan kondisi hidrologi yang khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik.
Karst dicirikan oleh:
1. Terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk,
2. langkanya atau tidak terdapatnya drainase/sungai permukaan, dan 3. terdapatnya goa dari sistem drainase bawah tanah.
Gambar 2.8. Kawasan Karst
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 30 demikian, karena batuan karbonat mempunyai sebaran yang paling luas, karst yang banyak dijumpai adalah karst yang berkembang di batuan karbonat.
Daerah karst terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk Goa (favourable). Daerah ini disebut karst asli.
Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst palsu).
Hasil pelapukan kimiawi di daerah karst biasa menghasilkan karren, ponor, sungai bawah tanah, stalagtit, tiang-tiang kapur, stalagmit, atau Goa kapur.
1. Karren: Di daerah kapur biasanya terdapat celah-celah atau alur-alur
sebagai akibat pelarutan oleh air hujan. Gejala ini terdapat di daerah kapur yang tanahnya dangkal. Pada perpotongan celah-celah ini biasanya terdapat lubang kecil yang disebut karren.
2. Ponor: Ponor adalah lubang masuknya aliran air ke dalam tanah pada
daerah kapur yang relatif dalam. Ponor dapat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu dolin dan pipa karst. Dolin adalah lubang di daerah karst yang bentuknya seperti corong. Dolin ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu dolin korosi dan dolin terban. Dolin korosi terjadi karena proses pelarutan batuan yang disebabkan oleh air. Di dasar dolin diendapkan tanah berwarna merah (terra rossa). Sedangkan dolin terban terjadi karena runtuhnya atap Goa kapur.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 31 Goa (atas). Bentuknya biasanya panjang, runcing dan tengahnya mempunyai lubang rambut. Sedangkan stalakmit adalah endapan kapur yang terdapat pada lantai Goa (bawah). Bentuknya tidak berlubang, berlapis-lapis, dan agak tumpul. Jika stalaktit dan stalakmit bisa bersambung, maka akan menjadi tiang kapur (pillar).
2.1.10. Waduk (Reservoir)
Sebuah waduk atau bendungan memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka air sungai dan mengalirkan sebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi kanan dan tepi kiri sungai. Air sungai yang ditampung di dalam bendungan dipergunakan untuk keperluan irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kelebihan dari sebuah bendungan yaitu dapat menampung air sungai yang melebihi kebutuhan dan baru dilepas lagi ke dalam sungai di bagian hilir sesuai dengan kebutuhan serta pada waktu yang diperlukan.
Gambar 2.9. Kenampakan Waduk (Bendungan)
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 32 sehingga air sungai tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap ke saluran-saluran pembagi kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian.
Konstruksi sebuah bendungan memiliki bagian-bagian tertentu. Bagianbagian ini menopang seluruh konstruksi bendungan. Setiap bagian memiliki detail dan fungsi yang khusus. Bagian-bagian inilah yang akan bekerja agar operasional suatu bendungan dapat berjalan dengan baik. Salah satu bagian terpenting yaitu tubuh bendungan. Tubuh bendungan merupakan struktur utama yang berfungsi untuk membendung laju aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari elevasi awal. Bagian ini biasanya terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan bronjong atau beton. Tubuh bendungan umumnya dibuat melintang pada aliran sungai. Selain tubuh bendungan, pintu air (gates) juga memiliki peran penting dalam mekanisme pengoprasian air bendungan. Pintu air merupakan struktur dari bendungan yang berfungsi untuk mengatur, membuka, dan menutup aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup.
2.1.11. Sungai (River)
Sungai adalah salah satu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik oleh aktivitas alam maupun aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan yang jatuh diatas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menGoap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk-bentuk kecil, kemudian menjadi alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama. Dengan demikian dapat dikatakan sungai berfungsi menampung curah hujan dan mengalirkannya ke laut (Loebis et al., 1993, hlm: 3).
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 33 berkumpulnya air hujan tersebut dengan tidak mengalir maka disebut danau atau waduk atau embung atau telaga, secara umum kolam penampungan air hujan. Sungai tersebut merupakan drainase alam yang mempunyai jaringan sungai dengan penampangnya, mempunyai areal tangkapan hujan atau disebut Daerah Aliran Sungai (DAS). Bentuk jaringan sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi, kondisi muka bumi DAS, dan waktu (sedimentasi, erosi/gerusan, pelapukan permukaan DAS, pergerakan berupa tektonik, vulkanik, longsor lokal dan lain-lain).
Gambar 2.10. Kenampakan Sungai
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 34 2.2. Kajian Tematik
2.2.1. Pariwisata
Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain (Damanik dan Weber, 2006). Pariwisata dapat juga diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, melainkan untuk menikmati perjalanan (Islami, 2003).
Dalam UU No 9 tahun 1990 (Menteri Dalam Negeri, 1990), beberapa istilah yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain:
1) Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
2) Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha – usaha yang terkait di bidang tersebut.
4) Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.
5) Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.
6) Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 35 Menurut Munasef (1995) in Sulaksmi (2007), kegiatan pariwisata terdiri dari tiga unsur, di antaranya :
1) Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam).
2) Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan.
3) Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata.
Di dalam pariwisata, wisatawan berperan sebagai konsumen yang senantiasa menikmati keindahan dan kenyamanan dari alam. Sebagai konsumen, manusia berperan dalam mewujudkan lingkungan yang harmonis dengan lingkungan sehingga ketika pulang dari berwisata, manusia tidak meninggalkan sesuatu yang dapat merusak/mengganggu dari pada objek wisata tersebut.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 36 Gambar 2.11. Kerangka Pariwisata Pesisir dan Bahari
(Hall, 2001 dan Orams, 1999 in Adrianto, 2006)
2.2.2. Gumuk Pasir Parangtritis
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 37 Terdapat dua arah angin di Pantai Parangtritis, yaitu tegak lurus garis pantai dan sebagian akan membentur tebing Cliffs (Formasi Wonosari) di sebelah Timur, yang akan mengubah arah angin menuju Barat Laut. Dua arah angin inilah yang akan membawa partikel pasir kering ke arah daratan dan diendapkan dalam posisi yang berlainan antara satu ujung gumuk pasir dengan ujung yang lain. Deretan gumuk pasir yang lebih kurang sejajar garis pantai, masih mengalami usikan pantulan angin dari arah Timur, sehingga ujung barisan gumuk pasir bagian Timur akan kembali bergerak menuju arah Barat Laut, yang akhirnya akan membentuk formasi gumuk pasir bulan sabit (crescent sand dunes). Formasi secara keseluruhan gumuk pasir ini menciptakan pemadangan eksotik yang menyuguhkan konfigurasi perbedaan mikro relief antara lembah dan punggung gumuk yang nyaman untuk dinikmati serta menjadi nuansa pelengkap pada saat pengunjung menikmati terbenamnya matahari di ufuk Barat (sunset).
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 38
Gambar 2.12. Gumuk Pasir di Kawasan Wisata
Pantai Parangtritis
Menurut Karnawati, D., dkk. (2006) eksosistem Parangtritis memiliki 190 unit gumuk pasir, baik yang berbentuk bulan sabit, memanjang, parabolik atau kombinasinya. Keberadaan gumuk pasir ini mengalami ancaman degradasi baik yang berasal dari perilaku alam, maupun desakan perkembangan pemukiman di sekitarnya.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 39 pelepasan dan proses pengangkutan partikel tanah. Proses pelepasan partikel tanah dipengaruhi oleh sebaran vegetasi dan tingkat kekasaran permukaan tanah. Kerapatan vegetasi dan tingkat kekasaran permukaan tanah yang semakin tinggi dapat menurunkan laju gerakan angin di dekat permukaan tanah.
Hudson (1971) menyatakan bahwa terdapat tiga macam gerakan berbeda dalam proses erosi angin yang bergantung diameter partikel tanah, yaitu suspensi (suspension), merayap (creeping) dan meloncat (saltation). Suspensi yang merupakan gerakan partikel tanah berukuran sangat halus yang biasanya berukuran kurang dari 1 milimeter. Partikel tanah halus ini bergerak paralel dan dekat permukaan tanah (Brady, 1990). Partikel – partikel ini akan kembali diendapkan di atas permukaan tanah pada saat kecepatan angin mulai berkurang dan akhirnya berhenti menjadi deposit tanah. Gerakan merayap partikel tanah yang memiliki diameter tertentu merupakan gerakan menggelinding di sepanjang permukaan tanah karena dorongan angin dan partikel tanah lain. Sedangkan saltasi merupakan proses loncatan partikel tanah karena dihempas angin. Brady (1990) menyampaikan bahwa proses loncatan ini biasanya dialami oleh partikel tanah dengan diameter antara 2,5 sampai 3,75 milimeter. Bergantung dari kondisinya, proses loncatan partikel tanah ini dapat mencapai 50 sampai 70 persen dari seluruh proses gerakan partikel tanah
1. Aspek Spasial (keruangan) Gumuk Pasir Parangtritis
Seperti telah kita ketahui sebelumnya, bahwa gumuk pasir atau
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 40 pasir yang terdapat di pantai selatan Jawa tersebut merupakan satu-satunya di Indonesia. Terbentuknya gumuk pasir di pantai selatan tersebut merupakan hasil proses yang dipengaruhi oleh angin, Gunung Merapi, Graben Bantul, Serta Sungai Opak dan Progo.
a) Pengaruh dari Gunung Merapi
Material yang ada pada gumuk pasir di pantai selatan Jawa berasal dari Gunungapi Merapi dan gunung-gunung api aktif lain yang ada di sekitarnya. Material berupa pasir dan material piroklastik lain yang dikeluarkan oleh Gunung Merapi. Akibat proses erosi dan gerak massa bautan, material kemudian terbawa oleh aliran sungai, misalnya pada Kali Krasak, Kali Gendol, dan Kali Suci. Aliran sungai kemudian mengalirkan material tersebut hingga ke pantai selatan.
Gambar 2.13. Alur Pembentukan Gumuk Pasir Parangtritis
b) Pengaruh Angin
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 41 kekuatan angin yang besar, maka pasir akan membentuk berbagai tipe gumuk pasir, baik free dunes maupun impended dunes.
Gambar 2.14. Citra Daerah Gumuk Pasir Parangtritis
Akibat Pengaruh Angin Muson Tenggara
Pada pantai selatan jawa, angin bertiup dari arah tenggara, hal ini menyebabkan sungai-sungai pada pantai selatan membelok ke arah kiri jika dilihat dari Samudra Hindia. Selain itu, karena arah tiupan angin tersebut, maka gumuk pasir yang terbentuk menghadap ke arah datangnya angin.
c) Pengaruh Sungai
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 42 laut sehingga material mengendap pada pantai selatan dan selanjutnya diterbangkan oleh angin. Pada pantai selatan Jawa, material tersebut tidak diendapkan pada bagian depan dari sungai yang pada akhirnya membentuk delta, hal ini disebabkan karena kuatnya arus dan gelombang laut pantai selatan serta arahnya yang berasal dari tenggara menyebabkan material terendapkan pada bagian barat sungai.
d) Pengaruh Graben Bantul
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 43 Gambar 2.15. Pantai Parangtritis
2. Aspek Sosial-Budaya Pantai Parangtritis dan Sekitarnya
Wilayah Pantai Parangtritis meliputi pantai Parangtritis dengan panorama alam yang ditonjolkan sebagai objek utama, Pantai parangkusumo dengan penonjolan objek budaya dan religius, serta Pantai Depok dengan pariwisata kuliner yang dominan. Hal ini kemudian membentuk spatial synergism dan spatial association yang sangat baik.
Spatial synergism adalah bentuk hubungan spatial (keruangan) antara beberapa ruang atau tempat sehingga menimbulkan statu manfaat yang lebih jika dibandingkan apabila setiap ruang itu berdiri sendiri. Dalam hal ini beberapa objek wisata yang berbeda dan menjadi satu paket wisata dalam satu wilayah yang dekat menyebabkan pantai parangtritis menjadi objek wisata yang lengkap sehingga lebih menarik untuk dikunjungi.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 44 Pantai Parangkusumo ini dikenal sebagai wisata budaya yang terkait dengan adanya tempat yang diyakinmi sebagai tempat bertemunya Raja Mataram dengan Nyai Roro Kidul pada masa lampau. Selain itu ada pula tempat berupa makam dari Syeh Maulana Maghribi dan Syeh Belabelu yang juga menjadi tempat peziarahan. Penduduk utamanya bermata pencaharian di bidang jasa pariwisata baik perdagangan ataupun menyewakan penginapan. Permasalahan yang kemudian timbul di sini adalah maraknya praktek prostitusi.
Hidrologi kawasan ini tidak cukup baik. Meskipun relatif dangkal, tetapi karena materi pasir memiliki kemampuan meloloskan air tinggi sehingga tidak ada aliran permukaan yang dapat di manfaatkan sebagai sumber air kecuali sungai Opak. Perkembangan pariwisata yang pesat dapat saja menyebabkan banyaknya airtanah yang diambil di daerah pesisir ini sehingga dapat menyebabkan intrusi air laut. Selain itu aktivitas ini juga menyebabkan semakin banyaknya limbah baik yang berupa sampah ataupun sisa hasil konsumsi manusia lainnya.
2.2.3. Hutan Wanagama
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 45 Dalam merancang rehabilitasi lahan ada 5 pertanyaan yang harus dijawab, yaitu:
a. Apa yang ditanam? b. Mengapa ditanam? c. Dimana ditanam ?
Pembangunan Wanagama 1 yaitu melalui pendekatan sosial ekonomi, pendekatan teknik, pendekatan teknik biologis, sesuai dengan peribahasa pagar mangkok lebih baik dari pagar tembok. Kegiatan awal pada Wanagama ini yaitu:
a. Membuat kolam dan memelihara ikan
b. Perencanaan tanaman obat-obatan, temulawak c. Memelihara itik, ayam
d. Ulat sutera sebagai cikal bakal pesutraan di Jawa.
Pendekatan sosial-ekonomi ditempuh melalui barter yang dicapai melalui rumput sebagai kebutuhan ternak. Diawali dengan tanaman berakar dalam, pada awal hanya 10% yang hidup. Pada tahun 1968 - 1983 menjadi 79,9 ha. Sistem yang digunakan adalah per petak yaitu 8 petak dengan luas 800 ha. Penanaman dilakukan dengan pionir, yaitu konsep Klebs. Dengan kata lain hutan Wanagama ini termasuk hutan rakyat dan agrofores, silvikultur, dan insentif. Di Hutan Wanagama ini terdapat jenis jati khas Wanagama yaitu Jatimega Wanagama. Jatimega Wanagama ini kalau berumur 7 tahun berdiameter 30 cm. Dinamakan dengan mega karena pada saat itu Presiden Megawati mendonasikan uang untuk mengembangbiakkan jenis jati ini karena dianggap jati luar biasa. Hutan Wanagama termasuk forest for food di mana proses penanaman dengan press-biological.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 46 flamboyan yang ditanam dengan sebar biji, lalu ditunggu karena lahan pada saat itu batu bertanah. Usaha yang dapat dilakukan adalah menciptakan iklim mikro, maka ditanam belukar jenis legum, yang mengeluarkan bakteri rhizobium yang mengambil makanan di udara. Daun legum tersebut gugur, maka lama kelamaan menjadi humus. Kami hanya berkesempatan berkeliling di petak 5. Wanagama dikembangkan oleh mereka melaui pengembangkan secara trial and error, get anything, sebar.
Gambar 2.16. Hutan Wanagama
Pohon gamal, perdu lamtoro, perdu akasia, akar gamal bisa menembus batu merupakan jenis vegetasi di Wanagama. Bahkan, Ki putri yaitu tumbuhan evergreen, yang tidak pernah gugur selalu hijau terdapat di Wanagama ini yang menjadikan Hutan Wanagama selalu hijau. Gunungkidul pada awalnya adalah Jati klimaks. Tetapi Jepang datang, lalu jati pun digunduli.
ibu-KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 47 ibu cendana yang kuat. Tumbuhan cendana ini terkenal sebagai tumbuhan semi parasit. Di mana ia hidup harus bergandengan akarnya kepada tumbuhan lain yang sesuai. Biji lamtoro pernah coba ditanam tetapi gagal, tetapi ketika biji lamtoro itu dimakan oleh burung dan menjadi kotoran maka tumbuhlah pohon lamtoro. Dari kejadian tersebut dapat dianalisa bahwa biji lamtoro tidak bisa disebar begitu saja tetapi harus direndam dengan asam sulfat sebanyak 70%. Hal ini diketahui melalui pembedahan terhadap tubuh burung yang memakan biji tersebut. Di sini juga ada tumbuhan bernama nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) yang berguna sebgai obat HIV.
2.2.4. Bor Airtanah Desa Kelor
Pengeboran airtanah ini terletak di Desa Kelor, kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Pengeboran ini berfungsi untuk mengalirkan air ke sawah petani warga ketika musim kemarau yang terkenal gersang dan tandus. Pengeboran ini dibangun pada tahun 1978 dan beroperasi pada tahun 1980. Setelah beroperasi, maka dibentuk pengurus Setelah di buat dahulu pengurusnya bernama OPPA (Organisasi Petani Pemakai Air). Sekarang bernama P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air). Sumur ini digunakan pada sawah warga yang terkena aliran saja atau yang posisinya lebih rendah.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 48 Sumur bor ini mampu mengalirkan seluas 25 ha lahan. Rencananya 40 ha, tetapi tidak mungkin beroperasi setiap hari karena tidak mungkin terjangkau. Jadi, sumur ini digunakan ketika musim kemarau saja. Petani yang menggunakan sumur ini harus membayar Rp 46.000 per jam dengan mengikuti harga solar, uang tersebut digunakan untuk membeli solar dan untuk pemeliharaan. Sumur ini mampu mengeluarkan air dengan debit 30 liter/detik. Air yang keluar dari sumur akan disalurkan ke sawah warga dengan panjang saluran 1000 m/km.
Gambar 2.18. Saluran Air dari Pengeboran Airtanah
2.2.5. Goa Pindul
Objek wisata Goa Pindul terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi D.I Yogyakarta. Ketika kita akan menyusuri obyek wisata ini, kita diwajibkan menyusuri goa dengan menggunakan sebuah ban yang saling dikaitkan satu sama yang lain.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 49 menggunakan ban dan pelampung. Petualangan yang memadukan aktivitas body rafting dan caving ini dikenal dengan istilah cave tubing.
Gambar 2.19. Kenampakan Goa Pindul
Goa Pindul terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian terang, remang-remang, dan bagian gelap. Stalaktit dan stalagmit mendominasi interior Goa Pindul. Di beberapa tempat terdapat pilar goa, yaitu stalaktit dan stalakmit yang sudah bertemu dan menjadi seperti sebuah tiang. Di salah satu lokasi terdapat sebuah tempat yang datar, kabarnya dahulu merupakan tempat pertapaan. Di goa ini terdapat tiga satwa yang dilindungi, yaitu Burung Sriti, Burung Walet, dan Kelelawar. Menurut pemandu, goa tersebut memang dibiarkan gelap tanpa penerangan untuk melindungi kelelawar yang hidup di dalamnya.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 50 terdapat di dalam goa. Konon katanya, barang siapa yang mengusapnya akan menjadi perkasa bagi kaum pria. Dan ada pula stalagmit puting yang masih aktif. Jika ada wanita yang meminum tetesan air dari stalagmit itu akan menjadi subur dan cantik.
Keindahan semakin lengkap dengan adanya ornamen di sepanjang dinding goa bagaikan mahakarya lukisan abstrak yang tak ternilai. Mata kelelawar yang bergelantungan menghiasi langit-langit goa. Terdapat juga tirai yang tersusun dari tetesan air di dinding goa.
2.2.6. Selokan Mataram
Selokan Mataram merupakan kanal irigasi yang menghubungkan Kali Progo di Barat dan Sungai Opak di Timur. Masyarakat lebih mengenal nama populernya, Selokan Mataram ini terletak di D. I. Yogyakarta dan menjadi bagian dari Jaringan Saluran Induk Mataram.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 51 Gambar 2.20. Kenampakan Selokan Mataram
Ternyata usulan Sri Sultan disetujui Jepang dan terbebaslah warga Yogyakarta untuk ikut romusha, melainkan dialihkan untuk membangun saluran alir yang sebenarnya untuk kemamkmuran warga juga. Selain itu, menurut legenda di masyarakat setempat, diceritakan bahwa Sunan Kalijaga pernah berujar bahwa Yogyakarta bisa makmur jika Kali Progo dan Sungai Opak bersatu. Namun ke dua sungai itu bukan bersatu secara alami, melainkan disatukan dengan saluran air. Pada kenyataannya, warga Yogyakarta sekarang lebih makmur daripada sebelum adanya Selokan Mataram dan selokan itu telah mengairi ribuan ha lahan pertanian yang saat ini masih menghijau pada saat musim kemarau.
2.2.7. Sabo (Bendungan Awan Panas)
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 52 hujan yang cukup tinggi akan mengakibatkan kubah lava yang berada pada bagian hulu akan berpotensi bergerak ke bawah terbawa oleh air menuju sungai-sungai sampai ke hilir sebagai aliran debris atau aliran lahar dingin. Pergerakan aliran debris bila tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan bahaya banjir lahar dingin yang akan membahayakan kehidupan manusia di sekitarnya termasuk fasilitas-fasilitas di sekitar gunung.
Gambar 2.21. Sabo Pasca Erupsi Gunung Merapi
Daerah produksi sedimen adalah daerah yang terletak pada lereng bagian hulu dengan kemiringan > 6%. Penanggulangan banjir lahar dingin pada daerah produksi sedimen ini dapat diantisipasi dengan cara membuat bangunan penahan sedimen, dam konsolidasi, dan pengarah aliran. Dengan dibuat bangunan ini, diharapkan dapat mengurangi besarnya aliran debris dan memperkecil kecepatan aliran tersebut.
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 53 dam konsolidasi, normalisasi alur, dam penahan sedimen/sabo, dan tanggul.
Sedangkan daerah endapan sedimen, yaitu daerah yang terletak pada bagian hilir dengan kemiringan < 3% dapat diatasi dengan membangun bangunan lumpur, dam konsolidasi, dan normalisasi aliran.
2.2.8. Waduk Sermo
Waduk Sermo adalah bendungan buatan yang berada di wilayah Kulonprogo. Selain sebagai infrastruktur irigasi dan PDAM, Waduk Sermo juga menjadi destinasi wisata alam di Kulonprogo. Waduk Sermo merupakan satu-satunya waduk yang ada di Provinsi DIY, dan telah menjadi salah satu objek wisata di Desa Hargowilis, Kabupaten Kulon Progo.
1. Bendungan
Bendungan adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi meninggikan muka air sungai agar bisa disadap. Bendungan merupakan salah satu dari bagian bangunan utama. Bangunan utama adalah Bangunan air (Hydraulic structure) yang terdiri dari bagian-bagian: Bendung (Weir Structure), Bangunan pengelak (Diversion Structure), Bangunan pengambilan (Intake structure), Bangunan pembilas (Flushing structure), dan Bangunan kantong lumpur (Sediment trap-structure).
KKL D. I. Yogyakarta - Pendidikan Geografi 2014 54 Fungsi utama bendungan adalah untuk meningkatkan elevasi muka air dari sungai yang dibendung sehingga air bisa disadap dan dialirkan ke saluran lewat bangunan pengambilan (intake structure), dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efisien, dan optimal (Mawardi & Memet, 2010).
2. Klasifikasi Bendungan
Adapun klasifikasi bendungan sebagai berikut: 1) Bendungan berdasarkan fungsinya
a. Bendungan penyadap aliran sungai untuk berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku dan sebagainya.
b. Bendungan pembagi banjir, dibangun dipercabangan sungai untuk mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisah antara debit banjir dan debit rendah sesuai dengan kapasitasnya.
c. Bendungan penahan pasang, dibangun dibagi sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut anatara lain untukmencegahmasuknya air asin.
2) Bendungan berdasarkan tipe strukturnya
a. Bendungan tetap, adalah jenis bendungan yang tinggi pembendungnya tidak dapat diubah, sehingga muka air hulu bendung tidak dapat diatur sesuai dengan yang dikehendaki. Bendungan tetap biasanya dibangun pada hulu sungai, kebanyakan tebing-tebing sungai relatif lebih curam dari pada di daerah hilir.