• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING November 2015 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING November 2015 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING

25 – 26 November 2015

PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

(2)

ii |

Prosiding Simposium Nasional

Sains Geoinformasi ~ IV 2015

Penguatan Peran Sains Informasi Geografi

dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

Tim Editor:

Pramaditya Wicaksono, Muhammad Kamal, Sri Lestari, Ikhsan Wicaksono, Dicky Setiady,

Angela Belladova Arundina

PUSPICSFakultas Geografi

Universitas Gadjah Mada

YOGYAKARTA

2015

(3)

Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:

Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

iii |

Prosiding Simposium Nasional

Sains Geoinformasi ~ IV 2015

Penguatan Peran Sains Informasi Geografi

dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

Tim Editor:

Pramaditya Wicaksono, Muhammad Kamal,Sri Lestari, Ikhsan Wicaksono, Dicky Setiady, Angela

Belladova Arundina

Hak cipta © 2015

PUSPICSFakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Simposium Nasional Sains Geoinformasi PUSPICS Fakultas Geografi

Universitas Gadjah Mada Sekip Utara, Yogyakarta 55281 Telp/Fax: 0274-521459

Website: http://www.simposiumgeoinformasi.tk/

Email: sainsgeoinformasi@gmail.com, puspics@geo.ugm.ac.id

Diterbitkan Desember 2015 PUSPICS Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Pramaditya Wicaksono, Muhammad Kamal, Sri Lestari, Ikhsan Wicaksono, Dicky Setiady, Belladova

Prosiding Simposium Nasional Sains Geoinformasi ~ IV 2015

Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam Mendukung Penanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

Yogyakarta:

PUSPICS Fakultas Geografi UGM, 2015 837hlm.

ISBN: 978-602-73620-0-0

(4)

399 |

342 182 166 153 0 100 200 300 400 1970 1980 1990 2000 2010 Lu as G u m u k Pa sir (h a) Tahun

PEMOTRETAN UDARA DENGAN UAV UNTUK MENDUKUNG

KEGIATAN KONSERVASI KAWASAN GUMUK PASIR PARANGTRITIS

Edwin Maulana 1, 2, Theresia Retno Wulan 1, 3

1 Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial, Kretek, Bantul DIY

Email: edwinmaulana35@yahoo.com, noibako@gmail.com

2 Magister Manajemen Bencana, Universitas Gadjah Mada, Sleman 55281 3

Program Doktoral Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Sleman 55281 Corresponding author: edwinmaulana35@yahoo.com

ABSTRAK

Gumuk pasir memiliki banyak fungsi bagi kehidupan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi secara cepat di kawasan pesisir Parangtritis mengancam keberadaan gumuk pasir barkhan Parangtritis. Perencanaan dan penataan wilayah perlu dilakukan untuk menyelamatkan keberadaan geoheritage gumuk pasir barkhan Parangtritis. Pemotretan udara dengan menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) fixed wing tipe Aves mk 14 mini dilakukan untuk memperoleh data foto udara dengan resolusi tinggi. Proses pemotretan udara diawali dengan menentukan area of interest (AoI), dilanjutkan dengan memasang pre-mark dan merencanakan jalur terbang. Pengukuran pre-mark dilakukan dengan menggunakan GPS Geodetik sehingga tingkat akurasi 3D yang diperoleh sangat tinggi. Proses pemotretan udara di kawasan Parangtritis dilakukan pada pukul 07.00-10.00 WIB dengan pertimbangan angin, kabut dan faktor non-teknis lain. Pemotretan udara dilakukan dalam beberapa kali penerbangan UAV mengingat luasnya AoI dan kemampuan operasional UAV. Data mentah hasil pemotretan udara diolah dengan menggunakan program Agisoft Photoscan. Hasil kajian menunjukkan bahwa hasil pemotretan udara di Kawasan Parangtritis menghasilkan data foto udara dengan tingkat kedetailan yang tinggi. Resolusi spasial yang dihasilkan dari proses pemotretan udara kawasan Parangtritis adalah 8 cm. Data tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemetaan skala detail. Deteksi manual dan interpretasi visual penggunaan lahan mengacu pada Permen PU No 20 Tahun 2011 tentang pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Hasil kajian menunjukkan bahwa zona inti gumuk pasir digolongkan sebagai Suaka Alam dan Cagar Budaya (SC) bagian dari kawasan yang memiliki khas tertentu berupa bentukan gumuk pasir barkhan.

KATA KUNCI: Pemotretan Udara, Zonasi Gumuk Pasir

1. PENDAHULUAN

Gumuk pasir barkhan Parangtritis merupakan bentukalam pantai yang unik. Keberadaan gumuk pasir barkhan Parangtritis saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkontrol menyebabkan luas gumuk pasir barkhan Parangtritis menurun drastis. Pembangunan pemukiman, sarana wisata, penghijauan, pembukaan lahan pertanian, dan pembukaan tambak adalah serangkaian kegiatan yang mengancam keberadaan gumuk pasir barkhan Parangtritis. Puspitasari (2011) mengemukakan bahwa hampir setiap dekade, luas gumuk pasir barkhan Parangtritis terus menurun. Hasil penelitian Puspitasari (2011) menunjukkan bahwa terjadi penurunan luas areal bergumuk pasir dari tahun 1972 sampai 2006. Penurunan luas gumuk pasir Parangtritis yang terjadi dari tahun 1972 hingga 2006 dapat dilihat pada Gambar 1.

(5)

Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:

Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

400 |

Sidik cepat yang dilakukan oleh tim dari Parangtritis Geomaritime Science Park pada pertengahan tahun 2015 menyebutkan bahwa luas gumuk pasir barkhan Parangtritis kurang dari 50 ha. Respon cepat yang dilakukan pemerintah dan akademisi untuk menyelamatkan keberadaan gumuk pasir barkhan Parangtritis adalah dengan diterbitkannya Surat Keputusan untuk menjaga kawasan geoheritage. Penetapan itu dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala Badan Geologi Nomor 1157.K/73/BGL/2014 tanggal 2 Oktober 2014 tentang Penentuan Kawasan Cagar Alam Geologi DIY. Salah satu tindakan riil yang dapat dilakukan untuk mendukung SK Badan Geologi dalam penyelamatan gumuk pasir adalah melalui upaya konservasi kawasan gumuk pasir Parangtritis. Agihan gumuk pasir yang tersisa di kawasan Parangtritis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Gumuk pasir Parangtritis yang masih ada. Sumber: Maulana, 2015

Langkah awal untuk perencanaan konservasi gumuk pasir Parangtritis adalah dengan melakukan pemetaan detail. Data yang digunakan untuk melakukan pemetaan detail kawasan Parangtritis adalah data foto udara small format. Data foto udara small format diperoleh dengan menggunakan UAV (Unmanned

Aerial Vehicle). Pemanfaatan UAV untuk menyadap foto udara akhir-akhir ini semakin meningkat

(Ruzgiene et al., 2015). UAV memiliki keunggulan dalam hal pembiayaan, pengecekan, pengamatan, pengintaian dan pemetaan (Remondino, 2011). Lebih lanjut, UAV merupakan alternatif yang sangat baik dalam proses pemetaan detail suatu wilayah karena dapat menghasilkan data spasial dan temporal resolusi tinggi dengan biaya relatif murah (Uysal et al., 2015).

Secara umum, teknologi UAV dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian, kehutanan, arkeologi, warisan kebudayaan, monitoring lalulintas, rekonstruksi 3D, survei lingkungan dan kebumian (Remondino, 2011). Aplikasi teknologi UAV juga dimanfaatkan untuk kepentingan saintifik (Eisenbeiss, 2009). Teknologi UAV dalam kajian ini dimanfaatkan untuk menyadap foto udara small format. Data foto udara

small format dimanfaatkan untuk melakukan pemetaan detail kawasan konservasi gumuk pasir barkhan

Parangtritis.

2. STUDI AREA

Penelitian ini dilakukan di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Parangtritis merupakan wilayah paling selatan dari Kabupaten Bantul dan terletak kurang lebih 30 km di sebelah selatan Kota Yogyakarta. Gumuk pasir Parangtritis memiliki arti penting bagi Yogyakarta karena merupakan salah satu kawasan yang mendukung keistimewaan Yogyakarta bersama Gunung Sewu dan Gunungapi Merapi. Desa Parangtritis terdiri dari 11 dusun, sedangkan gumuk pasir terletak di Dusun Depok, Grogol IX, Grogol X dan Grogol XI.

Lokasi penelitian terletak antara 80 00‘ 41,6‖ - 80 01‘ 42,3‖ LS dan 1100 20‘ 25,5‖ - 1100 18‘ 8,3‖ BT. Luas obyek kajian dalam penelitian ini adalah 413 ha. Lokasi penelitian memiliki relief yang datar hingga bergelombang. Kemiringan lereng didominasi oleh kelas lereng 0-3 %. Elevasi lokasi penelitian berkisar antara 0-41 mdpal. Lokasi gumuk pasir berbatasan langsung dengan laut. Proses geomorfologis pada lokasi penelitian adalah marine dan aeolian. Kecepatan angin rata-rata pada lokasi penelitian di atas 6

(6)

401 |

m/s. Kegiatan manusia pada lokasi penelitian didominasi oleh kegiatan pariwisata, perdagangan dan pertanian. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi Penelitian

Sumber: BingMap, 2012

3. DATA DAN METODE

Secara umum, metode yang dilakukan dalam pemotretan udara dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu (1) pra-lapangan, (2) lapangan dan (3) pasca-lapangan. Tahap pra-lapangan meiliputi tahap persiapan peralatan, penentuan area of interest (AoI), instalasi Ground Control Point (GCP) dan perencanaan jalur terbang. Jumlah GCP yang direkam adalah 9 poin sehingga akurasi 3D yang dihasilkan dapat maksimal. Peralatan yang dipersiapkan berupa dua unit UAV tipe fixed wing, Global Positioning System (GPS) Geodetik dan peta Rupa Bumi Indonesia lembar Desa Parangtritis. Citra dan foto udara terdahulu digunakan untuk menentukan AoI.

Proses pemotretan udara dilakukan oleh pilot dan co-pilot. Pilot bertugas untuk menerbangkan pesawat hingga ketinggian tertentu sebelum dialihkan ke mode auto. Setelah semua daerah yang difoto selesai, pilot bertugas untuk mendaratkan pesawat. Co-pilot bertugas untuk memantau kecepatan pesawat, tinggi terbang pesawat, lokasi terbanya pesawat, dan mendowload data hasil pemotretan. Tahap pasca-lapangan meliputi pengolahan data hasil pemotretan udara sehingga menghasilkan ortophoto. Data hasil pemotretan udara diolah lebih lanjut dengan Agisoft Photoscan sehingga hasil pemotretan udara dapat diolah lebih lanjut.

Foto udara merupakan sumber yang digunakan dalam pemetaan detail zona konservasi gumuk pasir barkhan Parangtritis. Deteksi manual serta interpretasi visual digunakan untuk memetakan detail penggunaan lahan di zona konservasi gumuk pasir barkhan Parangtritis. Pengecekan lapangan dilakukan secara sampling untuk mengecek hasil interpretasi. Analisis deskriptif eksploratif digunakan untuk menentukan rekomendasi pemanfaatan lahan di zona konservasi gumuk pasir barkhan Parangtritis. Secara umum langkah-langkah penelitian ini disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian. Sumber: Analisis, 2015

Penentuan Area Pemotretan Perencanaan Jalur Terbang dan GCP Perekaman dan Pemotretan Udara Pengukuran GCP Foto Udara Data GCP Mosaik ortophoto Data Foto Udara Peta Penggunaan Lahan Tentatif Interpretasi Penggunaan Lahan Foto Udara

Ground Checking Peta Penggunaan Lahan Aktual

Rekomendasi Penataan Zona Konservasi Gumuk

(7)

Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:

Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

402 |

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemotretan Udara Gumuk Pasir Parangtritis dengan UAV

4.1.1. Tahap pra-lapangan

Tahap pra-lapangan dalam pemotretan udara gumuk pasir Parangtritis diawali dengan menentukan area pemotretan. Area pemotretan dalam penelitian ini merupakan kawasan yang termasuk dalam SK. ESDM tentang geoheritage. Luasan area pemotretan berkisar 500 ha yang membentang dari Pantai Parangtritis hingga Pantai Depok, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Kondisi fisik area pemotretan yang berbatasan langsung dengan samudera Hindia sedikit kurang menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan wilayah pesisir memiliki kecepatan angina yang cukup tinggi. Hambatan tersebut diperparah dengan adanya bukit di sebelah timur dari lokasi penelitian yang berpotensi mengubah arah angin pada waktu-waktu tertentu. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan melakukan pemilihan wahana dan instrument yang tepat untuk pengambilan data.

Wahana yang dipilih untuk pengambilan data foto udara pada lokasi penelitian adalah UAV dengan tipe fixed wing Aves mk 14 mini. UAV ini memiliki bentang sayap 950 mm dengan daya jelajah lebih dari 30 km. Kecepatan jelajah maksimal yang dimiliki Aves mk 14 mini adalah 50 km/jam. Berat terbang UAV adalah 1000 gram, sedangkan beban angkut adalah 150 gram. Instrumen perekaman foto udara yang diinstal pada Aves mk 14 mini adalah kamera pocket berjenis Canon PS 2500. Kamera ini memiliki resolusi 16 MPix. Dimensi pixel Canon PS 2500 adalah 4608 x 3456 pixel, sedangkan dimensi sensor Canon PS 2500 adalah 6,17 x 4,55 mm. Sebelum diinstal pada wahana, kamera yang digunakan untuk perekaman dikalibrasi untuk menentukan nilai distorsi pada kamera. Wahana dan instrument yang digunakan untuk perekaman foto udara dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Wahana dan instrument yang digunakan dalam perekaman foto udara. Sumber: Maulana, 2015

Pemasangan titik ikat di lapangan dilakukan sebelum proses pemotretan udara dilakukan

(pre-mark). Pemasangan titik ikat di lapangan dilakukan untuk mengetahui nilai lintang, bujur dan elevasi.

Pemetaan foto udara small format memerlukan akurasi 3D yang cukup tinggi, sehingga dalam penelitian ini pengukuran titik ikat dilakukan dengan menggunakan GPS Geodetik. Titik ikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sembilan buah. Titik ikat diletakkan pada daerah yang mudah diamati dan diinterpretasi. Kegiatan pengambilan data titik control dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. GPS Geodetik yang digunakan untuk mengukur nilai lintang, bujur dan elevasi. Sumber:

(8)

403 |

Perencanaan jalur terbang (flight plan) merupakan unsur penting dalam proses pemotretan udara. Uysal et al., (2015) mengemukakan bahwa dalam perencanaan jalur terbang harus memperhatikan kondisi cuaca daerah penelitian, insolasi, perangkat dan kemungkinan eror yang dapat mengganggu hasil pemotretan. Lebih lanjut, Satya et al., (2015) mengemukakan bahwa beberapa parameter yang ditentukan dalam pembuatan flight plan detil antara lain ketinggian terbang, persentase overlap (endlap-sidelap), kecepatan wahana, kecepatan rana, interval pemotretan (setting intervalometer), focal length, jarak terbang maksimal, arah jalur terbang, arah dan kecepatan angin, waktu pemotretan, dan parameter lain yang bersifat teknis.

Pembuatan jalur terbang pada area of interest (AoI) dilakukan dengan menggunakan software Mission

Planner. Melalui program Mission Planner dilakukan pengaturan untuk tinggi terbang dengan

memperhatikan resolusi foto udara yang ingin diperoleh, jarak dan arah jalur terbang, serta presentase overlap. Setting ketinggian pesawat diatur pada ketinggian 280 m di atas permukaan tanah untuk menghasilkan foto udara dengan resolusi di bawah 10 cm. Endlap diatur sebesar 80% dan sidelap diatur sebesar 60 %. Arah jalur terbang diatur untuk memotong arah angin (cross wind). Cara pengecekan arah angina dilakukan secara tradisional, yaitu dengan melempar rumput ke udara sehingga kita bisa tahu kemana arah rumput itu terbang jatuh. Luas sekali jalur terbang adalah 1 x 1 km, sehingga untuk pemotretan kawasan gumuk pasir dilakukan beberapa kali proses pemotretan udara.

4.1.2. Tahap lapangan

Pemotretan udara di kawasan Parangtritis memiliki beberapa tantangan dan hambatan. Wilayah Parangtritis yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia menyebabkan kecepatan angin rata-rata cenderung tinggi. Faktor penghambat selanjutnya adalah kabut. Keberadaan kabut cukup mengganggu hasil pemotretan, sehingga harus diatur waktu yang tepat agar hasil foto yang dihasilkan sesuai harapan. Faktor non-teknis selanjutnya adalah karena wilayah Parangtritis sering digunakan untuk latihan pesawat dari TNI AU dan juga digunakan untuk olahraga di udara seperti paralayang maupun gantole. Hal ini menjadi penghambat karena proses penerbangan menggunakan UAV dapat mengganggu keselamatan orang lain. Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka proses pemotretan UAV di kawasan Parangtritis hanya dapat dilakukan dari jam 07.00 – 10.00 WIB.

Proses perekaman foto udara di lapangan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah pilot yang menerbangkan pesawat hingga ketinggian tertentu dan kemudian dilakukan setting auto-pilot. Wahana yang berupa Aves mk 14 mini mengikuti jalur terbang yang sudah dibuat. Tugas pilot dan co-pilot selanjtnya adalah memantau kecepatan, tinggi dan arah terbang pesawat melalui Mission Planner. Setelah wahana mencapai titik akhir pemotretan, setting wahana kembali diganti dengan mode manual untuk proses pendaratan pesawat. Proses pendaratan dilakukan dengan metode horizontal landing. Dokumentasi di lapangan saat pemotretan udara dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses pemotretan udara. Sumber: Maulana, 2015

Proses yang dilakukan setelah pesawat landing adalah mendowload data yang ada pada instrument perekaman yang berupa kamera saku berjenis Canon PS 2500. Proses pengunduhan data foto udara yang ada pada kamera dilakukan secara manual, yaitu dengan mengambil memori pada kamera dan disalin pada komputer. Foto yang sudah disalin, selanjutnya dicek apakah sesuai dengan hasil yang diinginkan.

Proses pemotretan foto udara dilanjutkan seperti proses awal pada wilayah yang berbeda. Sebelum kembali melakukan proses penerbangan kembali, dilakukan pergantian daya wahana (batrei) dan pengecekan terhadap komponen wahana seperti motor, ESC (electronic speed control), servo, radio control Receiver,

(9)

Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:

Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

404 |

data radio, GPS dan autopilot. Beberapa contoh hasil pemotretan udara yang ada di wilayah Parangtritis dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Beberapa data hasil proses pemotretan udara yang belum diolah. Sumber: Maulana, 2015

4.1.3. Tahap pasca-lapangan

Pemrosesan foto udara dilakukan untuk menghasilkan orthofoto. Orthophoto merupakan foto udara yang telah teroktorektifikasi sehingga yang semula memiliki proyeksi central menjadi proyeksi orthogonal dan memiliki akurasi geometri objek yang benar. Ortorektifikasi adalah proses koreksi geometri dari citra sehingga tiap piksel akan tampak dipotret dari atas, atau berproyeksi orthogonal (Rosaji et al., 2015). Orthophoto dapat dimanfaatkan untuk pemetaan secara spefisik, seperti pemetaan pemukiman maupun infrastruktur yang membutuhkan tingkat ketelitian tinggi (Guan et al., 2013; Poznanska et al., 2013), sehingga data orthophoto sangat layak untuk digunakan untuk mendukung penataan zona gumuk pasir Parangtritis. Pemetaan skala detail ini mutlak diperlukan untuk meminimalkan konflik maupun permasalahan dalam penataan zona gumuk pasir.

Pemrosesan hasil pemotretan udara dilakukan dengan menggunakan software Agisoft Photoscan. Langkah awal yang dilakukan adalah koreksi foto udara. Koreksi diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil foto udara dan meminimalkan distorsi geometrik. Koreksi juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas foto udara dengan cara penajaman kontras foto (enhancement), menyesuaikan kecerahan (brightness) dan kontras (contrast). Block bundle adjustment dilakukan untuk mentransformasikan foto dari koordinat foto (oreientasi relatif) ke koordinat tanah (orientasi absolut) dengan memanfaatkan area overlap dan sidelap dimana terdapat titik-titik yang bersesuaian (tie points) pada area tersebut (Rosaji et al., 2015). Proses selanjutnya adalah melakukan proses ortorektifikasi, georeferensi dan mozaik foto udara secara bersamaan. Proses tersebut akan menghasilkan mosaic orthophoto yang telah memiliki referensi koordinat permukaan bumi. Data hasil akhir pemotretan udara menghasilkan ground square distance (GSD) sebesar 8 cm. Data tersebut sudah sangat cukup digunakan untuk pemetaan detail wilayah. Contoh kenampakan orthophoto hasul pemotretan udara dapat dilihat pada Gambar 9.

(10)

405 |

4.2. Pemetaan Detail Kawasan Konservasi Gumuk Pasir Barkhan Parangtritis

Informasi detail wilayah diperlukan untuk pengambilan keputusan (Delden et al., 2011). Data hasil pemotretan udara digunakan untuk melakukan pemetaan detail wilayah zona konservasi gumuk pasir barkhan Parangtritis. Dalam melakukan pemetaan detail yang perlu diperhatikan adalah sumber data untuk analisis, yaitu resolusi spasial data citra ataupun foto udara. Tobler (1998) telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara skala pemetaan dengan resolusi raster dengan memperhatikan obyek yang dapat diamati. Hasil penelitian Tobler (1998) menyebutkan bahwa skala pemetaan dapat dihitung dengan rumus: Skala Pemetaan = Resolusi Raster (m) x 2 x 1000 (1)

Data hasil pemotretan udara memiliki reolusi 8 cm. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Tobler (1998), maka skala peta yang dapat dihasilkan dari data foto udara small format adalah 160. Pemetaan detail detail wilayah zona konservasi gumuk pasir barkhan Parangtritis dilakukan pada skala pemetaan 1:5.000, sehingga data foto udara small format yang telah dihasilkan lebih dari cukup untuk dijadikan sebagai dasar pemetaan.

Deteksi maual dan interpretasi visual penggunaan lahan zona konservasi gumuk pasir barkhan Parangtritis dilakukan pada setiap zona konservasi untuk memudahkan pengelolaan lahan ke depan. Zona konservasi gumuk pasir barkhan Parangtritis memiliki 3 zona, yaitu zona inti gumuk pasir, zona penunjang gumuk pasir dan zona terbatas gumuk pasir (Gambar 10). Interpretasi dilakukan dengan menggunakan 9 kunci intrepretasi foto udara yang meliputi rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs dan asosiasi. Klasifikasi penggunaan lahan mengacu pada Permen PU No 20 Tahun 2011 tentang pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. Data hasil deteksi maual dan interpretasi visual foto udara small format dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.

Gambar 10. Zona konservasi gumuk pasir barkhan Parangtritis. Sumber: Maulana, 2015 Tabel 1. Hasil Interpretasi Detil Penggunaan Lahan Zone Inti

Sumber: Interpretasi Foto Udara, 2015

Tabel 2. Hasil Interpretasi Detil Penggunaan Lahan Zone Terbatas

No Penggunaan Lahan Luas (ha) %

1 Bangunan 0.13 0,1

2 Belukar 5.72 6,0

3 Beting Pantai 0.89 0,9

4 Hutan Lahan Kering 5.66 5,9

5 Jalan 1.19 1,3

No

Penggunaan Lahan Luas (ha) %

1 Belukar 0.73 0,5

2 Beting Pantai 0.32 0,2

3 Gumuk Pasir 30.78 21,8

4 Hutan Lahan Kering 68.09 48,2

5 Jalan 1.83 1,3 6 Ladang 6.12 4,3 7 Lahan Terbangun 0.13 0,1 8 Lahan Terbuka 23.41 16,6 9 Pemukiman 2.02 1,4 10 Semak 6.61 4,7 11 Tambak 1.11 0,8 Total 141.15 100

(11)

Simposium Nasional Sains Geoinformasi IV 2015:

Penguatan Peran Sains Informasi Geografi dalam MendukungPenanganan Isyu-Isyu Strategis Nasional

406 |

6 Ladang 9.28 9,7 7 Lahan Terbangun 0.43 0,4 8 Lahan Terbuka 35.06 36,8 9 Pemukiman 21.92 23,0 10 Sawah Irigasi 5.25 5,5 11 Semak 9.51 10,0 12 Sungai 0.04 0,0 13 Tambak 0.21 0,2 Total 95.3 100

Sumber: Interpretasi Foto Udara, 2015

Tabel 3. Hasil Interpretasi detil Penggunaan Lahan Zona Penunjang

No Penggunaan Lahan Luas (ha) %

1 Belukar 17.92 10,1

2 Beting Pantai 6.52 3,7

3 Gumuk Pasir 2.66 2,4

4 Hutan Lahan Kering 71.95 40,7

5 Jalan 3.06 1,7 6 Ladang 3.91 2,2 7 Lahan Terbangun 1.61 0,9 8 Lahan Terbuka 36.19 20,5 9 Pemukiman 6.07 3,4 10 Saluran Irigasi 1.65 0,1 11 Sawah Irigasi 0.26 0,2 12 Semak 0.30 9,7 13 Tambak 17.19 3,7 14 Tubuh Air 6.46 0,5 Total 176.6 100

Sumber: Citra Foto Udara Tahun 2015

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentukan gumuk pasir aktif yang tersisa di zona inti gumuk pasir adalah 30,78 ha atau 21,8 %. Jumlah tersebut tergolong sangat sempit mengingat luas keseluruhan zona inti gumuk pasir adalah 141,15 ha. Zona inti gumuk pasir sebagian wilayahnya telah ditumbuhi oleh pohon Cemara Udang dan pohon Akasia yang mengganggu pertumbuhan gumuk pasir barkhan. Luas vegetasi yang berupa hutan lahan kering tersebut adalah 68,09 ha atau 48, 2 %.

Zona inti gumuk pasir idealnya merupakan zona yang benar-benar steril dari penggunaan lahan selain gumuk pasir. Penggunaan lahan selain gumuk pasir seluas 110,37 ha atau 78,2 % seharusnya dikelola lebih arif sehingga keberadaan gumuk pasir barkhan tetap terjaga. Pengelolaan zona inti gumuk pasir mutlak perlu dilakukan karena keberadaan gumuk pasir barkhan merupakan salah satu fenomena yang mendukung keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta di samping Gunungapi Merapi dan Gunung Sewu. Berdasarkan hasil kajian yang mengacu pada Permen PU No 20 Tahun 2011 tentang pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, zona inti gumuk pasir digolongkan sebagai Suaka Alam dan Cagar Budaya (SC) bagian dari kawasan yang memiliki khas tertentu berupa bentukan gumuk pasir barkhan. Fungsi penetapan zona inti gumuk pasir barkhan menjadi suaka alam dan cagar budaya adalah terjaganya ekosistem keunikan alam yang berupa gumuk pasir barkhan.

Hasil interpretasi yang dilakukan pada zona terbatas gumuk pasir menunjukkan bahwa zona terbatas gumuk pasir didominasi oleh lahan terbuka dan pemukiman. Zona terbatas gumuk pasir berfungsi sebagai lorong angin untuk pergerakan angin dalam pembentukan Gumuk Pasir. Penataan zona terbatas gumuk pasir perlu dilakukan secara perlahan sehingga tenaga aeolian tidak terganggu. Zona ini direkomendasikan untuk pemanfaatan bangunan penginapan, beting pantai, semak, belukar, hutan lahan kering, ladang, bangunan dan permukiman terbatas. Zona penunjang gumuk pasir didominasi oleh hutan lahan kering, lahan terbuka, tambak dan pemukiman. Zona ini merupakan destinasi wisata kuliner di Parangtritis. Zona penunjang gumuk pasir direkomendasikan untuk pemanfaatan beting pantai, RTH gumuk pasir, semak, belukar, hutan lahan kering, dan lahan terbangun, permukiman dan tambak.

5. KESIMPULAN

Pemotretan udara dengan menggunakan UAV telah dilakukan di kawasan Parangtritis, Yogyakarta. Beberapa penyesuaian dalam pemotretan dilakukan untuk meminimalkan hambatan dalam proses pemotretan di kawasan Parangtritis, yaitu angina, kabut dan factor non-teknis lainnya. Data orthophoto hasil

(12)

407 |

pemotretan udara memiliki resolusi spasial 8 cm. Data tersebut sangat layak untuk digunakan sebagai dasar pemetaan detail zona konservasi gumuk pasir Parangtritis. Luas gumuk pasir di zona inti saat ini hanya tersisa 30,78 ha dari luas zona inti sebenarnya 141,15 ha. Penetapan zona inti gumuk pasir sebagai sebagai Suaka Alam dan Cagar Budaya (SC) diharapkan dapat menyelamatkan keberadaan gumuk pasir barkhan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Junun Sartohadi, M.Sc dan Syamsul Bachri, P.hd yang selalu membimbing penulis hingga sekarang. Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas Geografi UGM, terutama Prof. Dr. Sunarto MS dan kolega yang menginisiasi kegiatan edu-restorasi gumuk pasir Parangtritis. Terima kasih juga disampaikan kepada Mas Hufan (PPIT-BIG), Pak Barandi (Fak. Geografi UGM) dan tim Mitra Geotama yang diwakili oleh Mas Fredi atas kerjasamanya dalam pemotretan udara Desa Parangtritis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemda DIY, Pemkab. Bantul dan rekan-rekan PGSP yang selalu mendukung kelancaran kegiatan penulisan paper ini.

DAFTAR PUSTAKA

Delden, H. Van, Vliet, J. Van, Rutledge, D.T., Kirkby, M.J., (2011), Comparison of scale and scaling issues in integrated land-use models for policy support. Agric. Ecosyst. Environ. 142, 18–28

Elbelrhiti, H., Andreotti, B., Claudin, P., (2008), Barchan dune corridors: field characterization and investigation of control parameters. J. Geophys. Res. Planets 113 (F2).

Eisenbeiss, H., (2009), UAV Photogrammetry, Institute of Geodesy and Photogrammetry, Diss. ETH No. 18515, ETH Zurich, pp. 235

Guan, H.Y., Li, J., Chapman, M., Deng, F., Ji, Z., Yang, X., (2013), Integration of orthoimagery and lidar data for object-based urban thematic mapping using random forests. Int. J. Remote Sens. 34, 5166–5186

Poznanska, A.M., Bayer, S., Bucher, T., 2013. Derivation of urban objects and their attributes for large-scale urban areas based on very high resolution UltraCam true orthophotos and nDSM – a case study Berlin, Germany. Earth Resour. Environ. Remote Sens./Gis Appl. Iv 8893.

Puspitasari, I.Y., (2011), Perkembangan Gumuk Pasir dan Perubahan Penggunaan Tanah di Gumuk Pasir Pantai Parangtritis Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi, Departemen Geografi FMIPA Universitas Indoensia

Remondino, F., Barazzetti, L., Nex, F., Scaioni, M., Sarazzi, D., (2011), UAV Photogrammetry for mapping and 3D modeling current status and future perspectives, ISPRS ICWG I/V UAV-g Conference, Zurich, Switzerland

Rosaji, F., Nurvensia, Y.T., Haidir, A., Handayani, W., (2015), Perencanaan, Akuisisi dan Pengolahan Foto Udara Menggunakan Teknologi UAV Sebagai Alternatif Pemenuhan Data Spasial, Materi Pelatihan UAV, CV. Mitra Geotama, Yogyakarta

Ruzgiene, B., Berteška, T., Gecyte, S., Jakubauskiene, E., Aksamitauskas, V.C., (2015), The surface modelling based on UAV Photogrammetry and qualitative estimation, Measurement 73 (2015) 619–627

Tobler, W., (1988), Resolution, Resampling, and All That. - In: Mounsey, H. & Tomlinson, R. (Eds.); Building Data Bases for Global Science. London, Taylor and Francis, pp. 129-137.

Uysal, M., Toprak, A.S., Polat, N., (2015), DEM generation with UAV Photogrammetry and accuracy analysis in Sahitler hill, Measurement 73 (2015) 539–543

Gambar

Gambar 1. Grafik penurunan luas gumuk pasir Parangtritis. Sumber: Puspitasari, 2011
Gambar 2. Gumuk pasir Parangtritis yang masih ada. Sumber: Maulana, 2015
Gambar 4. Diagram Alir Penelitian. Sumber: Analisis, 2015 Penentuan Area Pemotretan Perencanaan Jalur Terbang dan GCP Perekaman dan Pemotretan Udara Pengukuran GCP Foto Udara Data GCP Mosaik ortophoto Data  Foto Udara Peta Penggunaan Lahan Tentatif Interpr
Gambar 5. Wahana dan instrument yang digunakan dalam perekaman foto udara. Sumber: Maulana, 2015  Pemasangan  titik  ikat  di  lapangan  dilakukan  sebelum  proses  pemotretan  udara  dilakukan   (pre-mark)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian obat tradisional menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat tradisional adalah bahan

Hasil analisis terhadap sebaran daerah perikanan lampu di perairan Pandeglang dari Bulan Agustus hingga November 2014 menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas penangkapan

Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan

Sebagai contoh para petinggi Negara kita yang harusnya menyadari bahwa mereka dipercaya masyarakat Indonesia untuk mengurus Bangsa dengan ideologi sendiri, tetapi

Dari data di atas maka dapat diketahui bahwa efisiensi rata-rata penggunaan bahan bakar premium yang paling maksimal adalah ketika menggunakan manifold 4 dan dengan penambahan

Dari data Tabel 3 tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan deflasi (kecenderungan harga bahan baku/pembelian barang dagangan menurun), jika perusahaan menggunakan

Bila kita perhatikan dengan seksama maka ketika orang mencari uang dia juga mengeluarkan gaya dan energi dan untuk mendapatkan uang dia harus melakukan

Dari definisi-definisi di atas, keterampilan sosial berarti sekumpulan keterampilan atau kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain dengan melakukan decoding ,