• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. KHAMAR DALAM AL-QUR‟AN

B. Pengharaman Khamar Secara Bertahap

Pada masa Jahiliyah, masyarakat Arab memiliki sumber penghidupan dan pekerjaan yang beragam. Ada di antara masyarakat Arab yang bekerja sebagai petani, menggembala ternak, dan berniaga. Masyarakat Arab sering bepergian keluar kota bahkan keluar negeri untuk menjalankan bisnis perdagangan dengan masyarakat luar. Selain itu, masyarakat Arab juga gemar membuat puisi, prosa dan syair yang indah-indah yang sering diperlombakan sebagai tanda kehormatan seseorang di tengah masyarakat. Hal ini menunjukan kemajuan masyarakat Arab di satu sisi. Namun di sisi lain, masyarakat Arab juga memiliki kebiasaan seperti bermain perempuan, berjudi dan mengkonsumsi minuman keras.

8 Ali Imran Sinaga, Fikih Munakahat, 106-107.

9 Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, 2/470.

Kebiasaan buruk ini terjadi hampir merata di setiap lapisan masyarakat dari yang muda sampai yang tua, dari yang miskin sampai yang kaya raya. Semua jenis kemaksiatan dan kebiasaan buruk tersebut mewarnai

kehidupan masyarakat Arab pada masa itu.11

Meminum Khamar merupakan tradisi yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Arab pada masa jahiliyah. Minum khamar merupakan suatu rutinitas dalam setiap keseharian. Tidak ada suatu hal yang tidak dikerjakan tanpa disertai dengan minum khamar. Setiap ada penjamuan kecil maupun besar, pasti ada suguhan khamar di atasnya. Kumpulan-orang-orang besar dan kecil dalam satu tempat, pasti di tengah-tengahnya ada khamar. Khamar juga sering kali menyertai di setiap perjalanan mereka ketika sedang menggembala ternak atau berniaga di dalam kota maupun di luar kota. Kebiasaan minum khamar merupakan kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan karena sudah menjadi kebiasaan

yang tidak dapat ditinggalkan.12 Dengan demikian khamar merupakan

suatu hal yang paling disenangi oleh masyrakat Arab dan dijadikan sebagai minuman pokok seperti layaknya gandum atau roti.

Ketika Islam datang, salah satu misi utamanya adalah menghilangkan kebiasaan buruk masyarakat Arab seperti meminum khamar. Langkah yang harus dilakukan bukan dengan cara pengharaman khamar secara bertahap, namun Islam mengajarkan tahapan pengharaman

yang bersifat bertahap (tadarruj).13 Banyak terdapat di dalam ayat

al-Qur‟an yang menunjukan eksistensi khamar. Tahap pertama dari pelarangan khamar terdapat dalam surat al-Nahl [16] ayat 67, tahap kedua ada dalam surat Baqarah [2] ayat 219, tahap ketiga ada pada surat

11 Rus‟an, Lintas Sejarah Islam di Zaman Rasulullah (Semarang: Wicaksana, 1981), 31-32.

12 Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, 174-175.

13 Abad Badruzzaman, Dialektika Langit dan Bumi (Bandung: Mizan, 2018), 157-159.

Nisa [4] ayat 43, dan tahap keempat ada pada surat al-Ma‟idah [6] ayat 90-91. Penjelasan tentang keempat tahapan pelarangan minuman khamar

adalah sebagai berikut:14

Tahap pertama dari bentuk pelarangan minum khamar adalah surat al-Nahl [16] ayat 67, sebagai berikut:

“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”

Pada ayat di atas ada dua jenis buah-buahan yang disebutkan sebagai karunia Allah Swt kepada hamba-Nya yaitu buah kurma dan anggur. Dua buah-buahan yang disebutkan tadi memiliki dua segi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, yaitu ada yang memiliki manfaat dan ada yang dapat menimbulkan mudarat. Satu sisi manusia dapat membuat minuman yang memabukan dari perasan kurma dan anggur yang dapat membahayakan kesehatan dan pikiran manusia. Namun di sisi lain kurma dan anggur banyak mendatangkan rezeki bagi manusia. Hasil yang melimpah dari kurma dan anggur dapat menjadi sumber rezeki bagi

masyarakat.15

Ayat di atas juga memberi pemahaman bahwa jenis minuman yang memabukan yang terbuat dari kurma dan anggur tidak dapat dinamakan sebagai rezeki yang baik. Pasalnya rezeki yang baik bukan berasal dari sesuatu yang memabukkan. Dari ayat di atas, al-Qur‟an hanya menyebut

14 Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, 173-174.

15 Halim Sahputra, “Peran Dinas Syari‟at dalam Mencegah Khamar dan Sejenisnya di Kota Subulussala”, (Skripsi S1, UIN SU, 2017), 32-33.

bahwa kurma dan anggur dapat memabukan apabila dibuat suatu minuman oleh manusia. Sehingga bentuk pelarangan dari ayat ini masih terbilang sangat relatif dan bahkan tidak terlihat bentuk pelarangan yang secara tegas.16

Kalimat kamu buat minuman yang memabukan dari kurma dan

anggur mengisyaratkan bahwa apabila manusia memanfaatkan kurma dan

anggur namun dengan catatan tidak dibuat sebagai minuman, seperti dimanfaatkan secara langsung buahnya, atau kedua buah tersebut dijadikan bahan makanan seperti selai atau penambah rasa makanan lainnya, maka hukumnya dapat disebut sebagai rezeki yang baik dari Allah.

Selanjutnya bentuk pelarangan minum khamar pada tahap kedua terdapat pada surat al-Baqarah [2] ayat 219.

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Pada ayat di atas, sudah terlihat ada bentuk pelarangan tentang meminum khamar yaitu dengan pernyataan bahwa “pada keduanya terdapat dosa” dan “dosanya lebih besar dari manfaatnya”. Khamar sebagai suatu minuman hasil perasan kurma atau anggur dapat menyebabkan orang yang meminumnya menjadi mabuk. Hal memabukan dalam surat al-Baqarah di atas dinilai memiliki dosa. Apabila dilihat dari perkataan dosa (itsmun), maka hal ini merujuk pada sesuatu yang tidak

16 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2012), 1/642.-643.

disenangi oleh Allah. Perbuatan dosa ini yang seharusnya dihindari oleh

manusia.17

Selain itu dalam ayat ini juga disebut bahwa khamar memiliki manfaat bagi manusia, namun dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Manfaat yang ditimbulkan dari meminum khamar seperti disebut pada ayat ini menyiratkan ada beberapa hal yang menjadikan manusia terus meminum khamar, yaitu karena manusia merasa ada beberapa manfaat ketika meminumnya, seperti membuat badan terasa hangat, badan menjadi segar, pikiran tenang dan dapat membuat khayalan-khayalan yang dapat menyenangkan bagi orang yang meminumnya. Tapi semua manfaat itu adalah bersifat semu, tidak kekal dan bersifat temporar. Kesenangan yang didapatkan dari meminum khamar hanya berjangka pendek dan setelah itu mudarat yang ditimbulkan akan jauh lebih besar seperti akal pikiran menjadi kacau dan tidak jernih, melakukan tindakan yang merugikan pihak lain ketika di bawah pengaruh minuman alkohol, harta benda perlahan lenyap karena uangnya digunakan untuk meminum khamar, dan tubuhnya menjadi sakit karena efek negatif dari meminum khamar. Atas dasar mudarat yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada manfaat yang akan diterima, maka ada bentuk pelarangan khamar dalam bentuk memberikan citra buruk bagi orang yang meminum khamar. Sesuatu yang nilai keburukannya melebihi nilai kemanfaatnya lebih baik harus dihindari, dan orang yang terus melakukannya akan terjerumus pada

perbuatan tercela, atau bahkan pada tahap perbuatan yang diharamkan.18

Tahapan ketiga dari bentuk pelarangan minuman khamar digambarkan dalam surat al-Nisa [4] ayat 43, seperti di bawah ini:

17 Abad Badruzzaman, Dialektika Langit dan Bumi, 158-159.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu saja hingga kamu mandi”

Ayat di atas sangat jelas menunjukan bahwa terjadi suatu peristiwa pada zaman Nabi yaitu para sahabat sebelum melakukan shalat meminum khamar terlebih dahulu. Akibat meminum khamar, kemudian para sahabat langsung mendatangi masjid untuk melakukan shalat dan kemudian menyebabkan kacaunya shalat mereka. Pada bentuk pelarangan pertama dan kedua, memang tidak menyebutkan pelarangan secara tegas dan jelas dalam hal meminum khamar. Hal ini menyebabkan pada sahabat terus meminum khamar sampai kejadian meminum khamar sebelum shalat yang mengheboh-kan itu terjadi. Ayat ini sekaligus sebagai respons atas kejadian yang telah masyhur diketahui oleh umat Islam melalui suatu

riwayat yang datang dari sahabat Ali bin Abi Thalib.19

Ali bin Abi Thalib berkata, pada suatu hari „Abd al-Rahman bin „Awf mengundang para sahabat untuk menghadiri jamuan makanan di rumahnya, dan menyuguhkan minuman khamar. Kami meminum khamar tersebut sehingga membuat kami mabuk. Sampai datang waktu shalat kemudian kami langsung shalat berjamaah dengan saya sebagai imam. Saya membaca surat al-Kafirun. Karena dalam keadaan mabuk, maka saya salah dalam mengucapkan surat tersebut dan membacanya dengan lafaz:

qul ya ayyuha al-kafirun, la a‘budu ma ta‘budun wa nahnu na‘budu ma

ta‘budun (Katakanlah wahai orang kafir, saya tidak menyembah sesembahan yang kamu sembah, dan kami menyembah apa yang kamu

sembah).20

Atas dasar keterangan yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sebab turunnya ayat ini adalah ketika para sahabat mabuk karena meminum khamar kemudian melangsungkan shalat. Pada surat al-Nisa ini bentuk pelarangan sangat jelas dengan menggunakan kalimat janganlah

kamu mendekati shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk. Kalimat ini menunjukan bahwa Allah melarang orang yang sedang mabuk melaksanakan shalat, baik dalam keadaan sendiri maupun berjamaah. Larangan ini juga dipahmi sebagai bentuk larangan yang tidak hanya menyebabkan seseorang tidak boleh melaksanakan shalat, namun juga menyebabkan shalat yang dikerjakan oleh seseorang dalam keadaan

mabuk akan dianggap tidak sah.21

Namun walaupun dalam surat al-Nisa terdapat larangan untuk menjauhi meminum khamar, namun kebiasaan meminum khamar tetap di langsungkan. Bedanya adalah para sahabat meminum khamar ketika sudah melaksanakan shalat. Karena larangan meminum khamar hanya sebatas pada sebelum melakukan shalat. Hal ini karena biasanya orang yang mabuk akan mengigau dan tidak sadar terhadap apa yang dilakukan dan dikatakannya. Sehingga bentuk pelarangan minum khamar karena akan dikhawatirkan dalam melaksanakan shalat terdapat gerakan shalat atau bacaan shalat yang salah. Namun setelah melaksanakan shalat mereka meminum khamar dengan catatan harus sudah tidak dalam keadaan mabuk

ketika hendak melakukan shalat.22

20 Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, 18.

21 Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, 18.

Pada tahap keempat atau tahap terakhir dari bentuk pelarangan khamar bagi umat Islam dijelaskan secara tegas bahwa seorang muslim tidak boleh meminum khamar dalam berbagai keadaan dan kapan pun. Berarti hukum meminum khamar adalah haram mutlak karena ada nas Qur‟an yang menegaskan akan hal itu seperti tercantum pada surat al-Maidah [5] ayat 90-91, sebagai berikut:

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung” [90]. Dengan khamar dan judi itu, setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti? [91].

Pada tahap terakhir dari bentuk pelarangan meminum khamar bagi umat Islam tercermin dari ungkapan al-Qur‟an yaitu khamar termasuk perbuatan keji (rijsun) dan termasuk perbuatan setan (min ‘amal

al-syaitan). Perbuatan keji merupakan perbuatan yang akan mengakibatkan orang yang melakukannya akan berdosa besar seperti layaknya membunuh yang termasuk dalam kategori perbuatan keji. Kaum muslim dilarang untuk berbuat keji karena akan dianggap telah melakukan tindakan yang mendatangkan dosa yang besar. Dalam hal ini dosa keji yang dimaksud

adalah meminum khamar.23

Selain itu larangan meminum khamar dihubungkan dengan perbuatan setan. Setan merupakan makhluk Allah yang bermaksiat sehingga akan dimasukan ke dalam neraka kelak di hari akhir. Meminum khamar dihubungkan dengan perbuatan setan, sehingga orang yang meminum khamar dapat disejajarkan dan disebut sebagai setan atau orang tersebut telah melakukan perbuatan setan. Setan merupakan simbol pembangkangan terhadap Allah dan aturannya. Orang yang mengikuti perbuatan setan berarti menyalahi dan membangkang perintah Allah. Allah akan memasukan orang yang demikian ke dalam nerakanya yang kekal.24

Surat al-Maidah tentang larangan meminum khamar tidak terlepas dari sebab turunnya ayat ini yang berkaitan dengan perilaku para sahabat yang tetap meminum khamar. Diriwayatkan dari Mush„ab bin Sa„d bin Abi Waqash dari bapaknya, ia berkata: saya mendatangi sekolompok dari kaum Muhajirin. Mereka berkata, ke sini lah, akan kami beri makanan dan khamar kepada kamu, ucap kaum Muhajirin. Pada waktu itu khamar belum diharamkan. Kemudian saya datang kepada mereka, dan saya lihat ada kambing bakar dan wadah besar yang berisi khamar. Kemudian kita makan dan minum bersama-sama. [Dalam keadaan mabuk] saya berkata bahwa orang Muhajirin lebih baik dari orang Anshar. Secara tiba-tiba ada orang yang memukul hidungku dengan menggunakan tulang dagu unta dan menyebabkan hidungku patah. Setelah itu saya laporkan kejadian itu kepada Nabi Muhammad Saw, dan tidak lama berselang turun surat

al-Maidah [5] ayat 90-91.25

Penjelasan yang telah disebutkan di atas tentang empat tahap bentuk pelarangan memimun khamar seperti pelarangan tahap pertama

24 Abad Badruzzaman, Dialektika Langit dan Bumi, 158.

dalam surat al-Nahl [16] ayat 67, tahap kedua ada dalam surat al-Baqarah [2] ayat 219, tahap ketiga ada pada surat al-Nisa [4] ayat 43, dan tahap keempat ada pada surat al-Ma‟idah [6] ayat 90, menunjukan bahwa Allah mengharamkan khamar secara bertahap.

Hal ini tampak jelas dari proses tahapan turunnya ayat-ayat pengharaman di atas. Ayat pertama pada surat al-Nahl [16] 67 hanya menjelaskan bahwa khamar adalah minuman yang memabukan (sakar). Ayat kedua pada surat al-Baqarah [2] ayat 219 menjelaskan bahwa khamar mengandung dosa besar. Ayat ketiga pada surat al-Nisa [4] ayat 43 mengharamkan khamar hanya untuk orang-orang yang shalat. Adapun ayat keempat pada surat al-Maidah [5] ayat 90, tidak saja menegaskan haramnya khamar, melainkan juga larangan mendekatinya. Pengharaman “mendekati khamar” tentu lebih kuat penegasannya daripada sekadar

mengharamkan khamar semata.26

Nadiyah Thayyarah mengatakan bahwa sudah tampak mukjizat ilmiah al-Qur‟an dalam pengharaman khamar secara bertahap. Kedokteran modern membuktikan bahwa proses menjauhkan pecandu dari minuman keras (khamar) harus dilakukan secara bertahap. Menghentikan kebiasaan minum minuman keras mendadak dapat berakibat fatal. Bahkan dapat menyebabkan kematian karena faktor delirium tremens (halusinasi yang disertai gemetar). Di antara gejala-gejala delirium tremens adalah tubuh berkeringat, halusinasi, muntah-muntah, takut kegelapan, mimpi buruk, kehilangan kontrol diri, meningkatnya detak jantung, serta gangguan pada

fungsi liver dan kekurangan darah.27

26 Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Qur’an: Mengerti Mukjizat

Ilmiah Firman Allah, terj. Tim Zaman (Jakarta: Zaman, 2013), 75.

Dokumen terkait