• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Penghayatan Hidup Bakti

2. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Profesi Religius

Istilah profesi dan religius menurut Mardi Prasetya, (2000:316) yaitu profesi menunjuk pada tindakan pengucapan kaul atau ikatan suci lainnya yang mewajibkan diri untuk hidup sesuai dengan nasehat-nasehat Injil. Sedangkan religius merangkum semua persembahan hidup lewat kaul.

Dalam profesi religius biarawan-biarawati menerima dengan kaul publik tiga nasihat Injili untuk ditepati. Mereka dibaktikan kepada Allah lewat pelayanan Gereja dan digabungkan ke dalam tarekat dengan hak serta kewajiban yang ditetapkan oleh hukum (KHK, 2006:654). Di dalam tindakan profesi religius, merupakan tindakan Gereja melalui wewenang orang yang menerima kaul-kaul itu, tindakan Allah dan jawaban pribadi digabungkan. Yang dimaksud dengan tindakan dalam profesi religius adalah para imam yang mewakili Gereja menerima pengikraran kaul dari biarawan-biarawati. Ketika biarawan-biarawati

menyatakan kesanggupannya dalam menaati kaul-kaul maka ia dianggap mampu dan diterima untuk bergabung dalam lembaga dan para anggota di dalam lembaga itu serta menghayati suatu hidup persaudaraan dalam kebersamaan dan lembaga itu menjamin mereka, bantuan untuk cara hidup Kristiani yang lebih mantap dan teguh. Dengan demikian biarawan-biarawati mampu untuk hidup dengan aman dan mengamalkan hidup religius yang sudah dijanjikan dengan setia (Konggregasi untuk Lembaga Hidup Bakti, 1992:16).

Sebelum profesi religius, ada tahap-tahap pembinaan yang harus dilalui oleh biarawan-biarawati hidup bakti maupun calon hidup bakti. Tahap-tahap pembinaan profesi religius menurut Lembaga Hidup Religius, (1992:4-45) sebagai berikut:

a. Tahap Pra-Novisiat dan Novisiat

Tahap persiapan sebelum memasuki novisiat memang tidak dituntut bahwa seorang calon religius harus mampu secara langsung memikul semua kewajiban hidup religius, namun dia harus dipandang mampu melakukannya tahap demi tahap. Inilah tujuan tahap persiapan untuk pra-novisiat atau postulat. Demikian ditekankan oleh Mardi Prasetya, (2001:42-43) mengenai masa postulat atau masa pra-novisiat yaitu selama masa ini, calon hidup bakti menyesuaikan diri, dari segi rohani dan psikologis dengan gaya hidup membiara yang masih baru baginya.

b. Tahap Novisiat

Hidup dalam lembaga hidup bakti dimulai dalam novisiat. Tujuannya ialah agar para novis lebih memahami panggilan ilahi, khususnya yang khas dari

lembaga yang bersangkutan, mengalami cara hidup lembaga, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, agar terbukti niat serta kecakapan mereka. Novisiat merupakan masa untuk masuk ke dalam hidup membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Pada masa ini, para novis melibatkan diri untuk menjalankan hidup berkomunitas, hidup menurut Injil dan dituntut untuk mulai melaksanakan nasehat-nasehat Injili.

Tahap novisiat diharapkan agar pembinaan harus mengantar para novis ke dalam hidup berkomunitas sebagai unsur hakiki hidup bakti atau hidup religius. Seluruh pembinaan selama novisiat harus terjadi dalam suasana persaudaraan, sehingga para novis dapat menghargai hidup berkomunitas dan menumbuhkannya.

Masa novisiat menurut Mardi Prasetya, (2001:44-45) yaitu pembinaan dalam novisiat mencakup inisiasi untuk hidup menurut nasihat-nasihat Injili, yaitu kemurnian, kemiskinan dan ketaatan sebagai ungkapan pembaktian diri kepada Allah dan sebagai sarana untuk mencapai cinta kasih yang sempurna demi datangnya dunia dan manusia baru dalam Yesus Kristus. Dalam novisiat dipelajari riwayat hidup santo santa atau riwayat pendiri konggregasi, pembinaan mengenai kepribadian, tulisan-tulisan pendiri, sejarah tarekat, kharisma tarekat dan nilai- nilai yang tercantum di dalamnya, pedoman hidup dan direktorium tarekat.

Pendidikan novisiat mencakup juga pendidikan pastoral tertentu dapat membantu supaya dibangkitkan dan dimatangkan kepekaan yang sungguh- sungguh akan perutusan tarekat dan akan kebutuhan umat dan rakyat.

c. Tahap Profesi Sementara

Tahap profesi sementara atau pengikraran kaul pertama dilangsungkan dalam perayaan liturgis Gereja, melalui pemimpin yang berwewenang, menerima

kaul mereka yang mengucapkan profesinya, dan mempersatukan persembahan mereka dengan kurban Ekaristi. Tindakan liturgis ini memperlihatkan bahwa profesi itu berakar dalam Gereja. Dengan berangkat dari misteri yang dirayakan sedemikian itu, akan menjadi mungkinlah mengembangkan penghargaan yang lebih hidup dan mendalam terhadap pembaktian diri.

Tahap profesi sementara terdapat dalam Dokumen Gerejani mengenai Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-Lembaga Religius art. 54, yaitu profesi kaul-kaul pertama menyebabkan orang yang baru berprofesi ambil bagian dalam pembaktian diri sesuai dengan status hidup religiusnya. Masa profesi sementara secara liturgi Gereja, upacara pengikraran kaul dilangsungkan sebelum penerimaan Tubuh dan Darah Kristus. Dalam perayaan liturgi prasetya pertama dan prasetya kekal biarawan-biarawati mengucapkan janji kaul pada Tuhan di hadapan para saksi yaitu para pemimpin konggregasi, imam dan umat yang hadir dengan sebuah pernyataan sebagai berikut: sambil berlutut di hadapan Sakramen Maha Kudus, dan disaksikan oleh para pemimpin tarekat, saya (masing-masing pribadi) berjanji untuk hidup miskin, murni dan taat di dalam tarekat.

d. Tahap Profesi Kekal

Profesi kekal memerlukan persiapan yang panjang dan pemagangan yang tekun. Hal itu membenarkan tuntutan Gereja bahwa profesi kekal harus didahului oleh masa profesi sementara. Dengan tetap mempertahankan ciri khasnya yang bersifat percobaan berdasarkan kenyataan bahwa profesi itu sementara. Berprasetya atau berkaul adalah kehendak pribadi yang ingin memautkan hati secara tidak terbagi pada Allah. Kaul-kaul dihayati secara pribadi tetapi sekaligus

dihayati dan dihidupi secara bersama dengan anggota komunitas secara nyata (Mintara Sufiyadi, 2010:64-65).

Pengikraran kaul atau profesi religius biarawan-biarawati hidup bakti mempunyai tiga dimensi yaitu: dimensi Eklesial, dimensi Paska dan dimensi Eskatologis. Dimensi-dimensi hidup bakti tersebut diuraikan sebagai berikut: • Dimensi Eklesial Profesi Religius

Dasar dan nasihat Injil adalah cinta kasih kepada Allah dan sesama, maka pertumbuhan dalam cinta kasih dan dinamikanya membawa religius ke kesatuan yang lebih mendalam dengan Kristus, dan mempersatukannya secara khusus pada Gereja dan misterinya. Biarawan-biarawati itu mengikrarkan nasihat Injil dalam hidup religius, harus tetap bertumbuh dalam kesucian pribadinya, hubungan kesatuannya dengan Tuhan lewat proses penyempurnaan diri, tetapi sekaligus ia juga anggota tubuh mistik Kristus, yaitu Gereja dan membaktikan diri di dalamnya. Keduanya merupakan dimensi yang tak terpisahkan (Mardi Prasetya, 2000:20).

Penekanan pada kesatuan dan dimensi di atas, juga dimaksudkan untuk menghindari pembatasan dimensi Eklesial semata-mata pada kerasulan eksternal. Berhubungan dengan tugas atau kewajiban biarawan-biarawati. Konsili secara eksplisit mengatakan bahwa itu sesuai dengan kekuatan dan panggilan khusus seseorang. Ciri khas masing-masing institut dijaga serta didukung oleh Gereja. Ini ditegaskan untuk menghindari penafsiran, bahwa tujuan apostoliknya hanyalah aktif, melupakan hidup kontemplatif, serta eremit. Hal ini juga dimaksudkan untuk melindungi kharisma khusus serta kekhasan macam-macam institut, yang semuanya merupakan anugerah Tuhan yang memperkaya Gereja.

Dimensi Paska Profesi Religius

Dimensi paska dalam (VC.24) dikemukakan bahwa hidup bakti memantulkan cemerlangnya cinta kasih, sebab karena kesetiaannya terhadap misteri salib mengakui, bahwa beriman dan hidup berkat cinta kasih Bapa, Putera dan Roh Kudus. Hidup bakti membantu Gereja untuk tetap menyadari, bahwa salib merupakan kelimpahan cinta kasih Allah yang dicurahkan atas dunia, dan bahwa salib itu merupakan tanda agung kehadiran Kristus yang menyelamatkan, khususnya di tengah aneka kesukaran dan cobaan. Itulah kesaksian yang tiada hentinya dan dengan keberanian yang amat mengaggumkan diberikan oleh banyak anggota hidup bakti, pada hal banyak di antara mereka hidup dalam situasi-situasi yang sukar, bahkan menderita penganiayaan dan menjadi martir.

Dimensi Eskatologis Profesi Religius

Peranan hidup bakti sebagai lambang Eskatologis (akhir zaman). Hidup bakti merupakan antisipasi di masa mendatang. Konsili Vatikan II menyatakan bahwa, pentakdisan secara lebih jelas mewartakan kebangkitan yang akan datang serta kemuliaan Kerajaan surgawi. Terutama itu dijalankannya melalui kaul kemurnian, yang oleh tradisi selalu dimengerti sebagai antisipasi dunia yang akan datang, yang sekarang sudah mulai mewujudkan transformasi manusia seutuhnya. Biarawan-biarawati yang telah membaktikan hidup mereka kepada Kristus sudah semestinya hidup dalam kerinduan akan menjumpai-Nya, untuk menyatu dengan Dia selamanya. Oleh karena itu harapan penuh semangat dan keinginan untuk diceburkan ke dalam api cinta kasih, yang berkobar dalam diri mereka dan tidak lain ialah Roh Kudus. Penantian itu seperti diungkapkan oleh Rasul Paulus kepada umat di Kolose 3:1 karena itu, kalau kamu dibangkitkan

bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Artinya bahwa penantian dan keinginan yang dihidupkan oleh karunia-karunia, yang oleh Tuhan dengan murah hati dilimpahkan atas mereka yang mendambakan perkara-perkara yang di atas.

Dimensi Eskatologis mempunyai unsur penantian aktif yaitu komitmen dan sikap berjaga (Wahyu, 22:20). Jelas dalam sejarah hidup bakti, selalu menghasilkan buah berlimpah juga bagi dunia ini terutama dalam Gereja, melalui kharisma-kharisma tiap institut, para anggota hidup bakti menjadi isyarat-isyarat Roh Kudus, yang menunjuk ke arah masa depan baru yang diterangi oleh iman dan harapan Kristiani. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan mengikrarkan kaul di hadapan Tuhan dan disaksikan oleh para pimpinan tarekat dan umat, biarawan-biarawati secara sadar, sukarela dan penuh kebebasan menanggapi panggilan Allah dengan memberikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintainya untuk kepentingan banyak orang. Semangat lepas bebas memampukan biarawan-biarawati tidak ingin terikat oleh keluarga, harta kekayaan, kedudukan, tempat tinggal dan apa pun yang menghalanginya sebagaimana Yesus yang telah memberikan diri, waktu, dan seluruh hidup-Nya, bahkan sampai wafat dan bangkit demi keselamatan banyak orang.

Biarawan-biarawati yang menerima panggilan itu ikut terlibat dalam perutusan Gereja dan menghayati sifat kekudusan itu dalam seluruh kesaksian hidupnya di tengah masyarakat. Kesaksian hidup biarawan-biarawati mempunyai dimensi Eklesial, dimensi Paska dan dimensi Eskatologis. Artinya bahwa seluruh hidup dan pelayanannya melulu demi kemuliaan Tuhan semata dan demi sesama umat yang dilayani. Dalam seluruh hidup dan pelayanannya menjadikan misteri

hidup Yesus melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya yang selalu menjadi sumber kekuatan, penghiburan dan harapan dalam memaknai suka duka hidup sehingga kehadirannya dapat menginspirasi orang lain.

Dokumen terkait