• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta."

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul HUBUNGAN PENGHAYATAN HIDUP BAKTI DENGAN MINAT TERHADAP PANGGILAN HIDUP BAKTI BAGI KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL PRINGWULUNG YOGYAKARTA. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa tarekat Putri Bunda Hati Kudus, dan tarekat lain akhir-akhir ini mengalami berkurangnya jumlah calon yang masuk biara. Ada juga keprihatinan yang dialami orang tua murid dan anak-anak mengeluh bahwa di sekolah-sekolah milik suster dan bruder mereka kurang melihat para suster dan bruder menampilkan kegembiraan itu pada saat menyapa siswa. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti.

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati meliputi kaul kemurnian, kaul kemiskinan, dan kaul ketaatan dihayati secara konkret dalam hidup berkomunitas dan dalam melaksanakan tugas perutusan. Minat terhadap panggilan hidup bakti timbul dari hasil pengenalan dan belajar dalam keluarga, sekolah yang menimbulkan rasa ingin tahu, rasa senang, rasa tertarik dan menjadi sumber motivasi. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yakni terdapat hubungan antara penghayatan hidup bakti dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti.

Untuk membuktikan kebenaran hipotesis secara empirik maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berbentuk korelasi. Cara pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan teknik populatif. Teknik populatif adalah seluruh jumlah populasi yaitu semua kaum muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta yang berjumlah 108 orang sebagai responden dalam penelitian. Semua kaum muda yang berjumlah 108 ini yang mengisi kuesioner dan sebagian diwawancarai.

(2)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis namely CORRELATION BETWEEN THE EMBODYING OF RELIGIOUS LIFE WITH THE INTEREST TO THE CALLING OF RELIGIOUS LIFE FOR YOUTHS AT PARISH OF ST JOHN THE APPOSTLE OF PRINGWULUNG YOGYAKARTA. This title was chosen base on the fact that the convent of SISTERS OF THE SACRED HEART OF MOTHER, and other convents in now days have experienced of the less of number of candidates who want to enter in a convent. There was a concern that experienced by parents and the youths who complain that at some schools which owned by sisters and brothers, they saw the sisters and brothers had not performed a happiness when greeting and welcome the students. Therefore this thesis aimed to comprehend how the relation of the embodying of religious life of the monks and nuns and the interest of the youths to the special calling.

The embodying of religious life of monks and nuns involved the vows of celibate, poor and obedience which is embodied concretely in the community life and in performing the mission. The interest to the calling of religious life arouse from the introducing and learning in families, schools, which gave rise of the feel to know, happy, and interest and becomes source of motivation. The hypothetic which would be tested in this study as followed, there was a correlation between the embodying of religious life and the interest of youths to the calling of the life.

In this study, it was used the quantitative method in correlation form to prove the righteousness of the empirical hypothetic. The method of choosing the sample from the population used the population technique. The technique stated that population of all youths at Parish of St John the Apostle of Pringwulung Yogyakarta amount of 108 became the sample. All the 108 youths had filled the questionnaires and part of them had been interviewed.

(3)

DE BA Progr HUBU ENGAN M AGI KAUM Di

ram Studi Il

PR KEKHU

FAKULT

UNGAN PE INAT TER M MUDA D

PRINGWU iajukan untu Memperole lmu Pendid E ROGRAM USUSAN P JURUSA TAS KEGU UNIVERS Y ENGHAYA RHADAP P DI PAROKI ULUNG - Y

S K R I P

uk Memenu eh Gelar Sa dikan Kekhu Oleh Emeliana T NIM: 1111 STUDI ILM ENDIDIKA AN ILMU P URUAN DA SITAS SAN YOGYAKA 2015 ATAN HID PANGGILA

I SANTO Y YOGYAKA

P S I

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Para suster Putri Bunda Hati Kudus Provinsi Indonesia,

Para suster PBHK komunitas Deresan Yogyakarta, bapak dan ibuku yang setia mendoakanku, dan saudara-saudari yang telah mendukungku dengan caranya

(7)

v

MOTTO

Sebab kamu tahu bahwa, ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang,

supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul HUBUNGAN PENGHAYATAN HIDUP BAKTI DENGAN MINAT TERHADAP PANGGILAN HIDUP BAKTI BAGI KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL PRINGWULUNG YOGYAKARTA. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa tarekat Putri Bunda Hati Kudus, dan tarekat lain akhir-akhir ini mengalami berkurangnya jumlah calon yang masuk biara. Ada juga keprihatinan yang dialami orang tua murid dan anak-anak mengeluh bahwa di sekolah-sekolah milik suster dan bruder mereka kurang melihat para suster dan bruder menampilkan kegembiraan itu pada saat menyapa siswa. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti.

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati meliputi kaul kemurnian, kaul kemiskinan, dan kaul ketaatan dihayati secara konkret dalam hidup berkomunitas dan dalam melaksanakan tugas perutusan. Minat terhadap panggilan hidup bakti timbul dari hasil pengenalan dan belajar dalam keluarga, sekolah yang menimbulkan rasa ingin tahu, rasa senang, rasa tertarik dan menjadi sumber motivasi. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yakni terdapat hubungan antara penghayatan hidup bakti dengan minat kaum muda terhadap panggilan hidup bakti.

Untuk membuktikan kebenaran hipotesis secara empirik maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berbentuk korelasi. Cara pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan teknik populatif. Teknik populatif adalah seluruh jumlah populasi yaitu semua kaum muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta yang berjumlah 108 orang sebagai responden dalam penelitian. Semua kaum muda yang berjumlah 108 ini yang mengisi kuesioner dan sebagian diwawancarai.

(11)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis namely CORRELATION BETWEEN THE EMBODYING OF RELIGIOUS LIFE WITH THE INTEREST TO THE CALLING OF RELIGIOUS LIFE FOR YOUTHS AT PARISH OF ST JOHN THE APPOSTLE OF PRINGWULUNG YOGYAKARTA. This title was chosen base on the fact that the convent of SISTERS OF THE SACRED HEART OF MOTHER, and other convents in now days have experienced of the less of number of candidates who want to enter in a convent. There was a concern that experienced by parents and the youths who complain that at some schools which owned by sisters and brothers, they saw the sisters and brothers had not performed a happiness when greeting and welcome the students. Therefore this thesis aimed to comprehend how the relation of the embodying of religious life of the monks and nuns and the interest of the youths to the special calling.

The embodying of religious life of monks and nuns involved the vows of celibate, poor and obedience which is embodied concretely in the community life and in performing the mission. The interest to the calling of religious life arouse from the introducing and learning in families, schools, which gave rise of the feel to know, happy, and interest and becomes source of motivation. The hypothetic which would be tested in this study as followed, there was a correlation between the embodying of religious life and the interest of youths to the calling of the life.

In this study, it was used the quantitative method in correlation form to prove the righteousness of the empirical hypothetic. The method of choosing the sample from the population used the population technique. The technique stated that population of all youths at Parish of St John the Apostle of Pringwulung Yogyakarta amount of 108 became the sample. All the 108 youths had filled the questionnaires and part of them had been interviewed.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul HUBUNGAN PENGHAYATAN HIDUP BAKTI DENGAN MINAT TERHADAP PANGGILAN HIDUP BAKTI BAGI

KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YOHANES RASUL PRINGWULUNG

YOGYAKARTA.

Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatinan penulis mengenai berkurangnya jumlah calon yang masuk biara. Kenyataan berkurangnya jumlah calon yang memilih untuk hidup membiara tidak hanya dialami oleh tarekat Putri Bunda Hati Kudus tetapi dialami juga oleh tarekat lainnya. Minat terhadap panggilan hidup bakti perlu didukung dengan kesaksian hidup biarawan-biarawati yang mengikrarkan kaul-kaul membiara. Dengan mengikrarkan kaul diharapkan biarawan-biarawati bertanggung jawab menaati nasihat Injil dalam seluruh hidup dan perutusannya sebagaimana telah diteladankan Olah Yesus Kristus.

(13)

xi

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini selesai disusun dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan sepenuh hati dan syukur mengucapkan terima kasih kepada:

1. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing I sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu siap sedia memberikan dukungannya dengan penuh kesabaran dalam memberikan koreksi saat bimbingan skripsi sehingga penulis termotivasi, dan selalu mendapat wawasan baru dalam menyempurnakan skripsi ini sampai selesai.

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ, selaku dosen penguji II yang bersedia meluangkan waktu bagi penulis untuk mengadakan bimbingan dalam rangka meminta pendapat dan saran pada penulisan bab II, sehingga penulis sedikit mempunyai gambaran dalam melanjutkan penulisan skripsi ini hingga selesai. 3. P. Banyu Dewa HS. S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji III, yang siap sedia

mendengarkan dan memberi masukan pada penulis mengenai hal praktis sebagai dosen penguji III. Tentu dukungan yang diberikan sangat bermanfaat bagi penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

(14)

xii

5. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, mendukung dan mendidik penulis selama belajar hingga menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 6. Sr. M. Immaculae PBHK, beserta Staf Dewan Provinsi PBHK Indonesia yang telah memberikan kepercayaan pada penulis dalam tugas perutusan studi Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis beryukur atas perutusan studi yang diberikan konggregasi ini yang tentunya menjadi bekal dalam tugas perutusan mendatang.

7. Para suster PBHK komunitas Deresan Yogyakarta yang telah mendukung dengan berbagai macam cara sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik.

8. Romo Bonifasius Dwi Yuniarto Nugroho, PR yang mewakili romo paroki di paroki Santo Yohanes Pringwulung Yogyakarta dan Bapak Yustinus Raharjo sebagai penanggung jawab sekretariat paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta yang telah menerima dan membantu penulis dalam mengadakan penelitian dengan kaum muda.

(15)
(16)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PESRSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR SINGKATAN ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Permasalahan ... 6

E. Tujuan Penulisan ... 6

F. Manfaat Penulisan ... 6

G. Metode Penulisan ... 7

H. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 9

(17)

xv

1. Hidup Bakti ... 9

a. Pengertian Hidup Bakti ... 9

b. Tujuan Hidup Bakti ... 14

2. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Profesi Religius ... 16

a) Tahap Pra-Novisiat dan Novisiat ... 17

b) Tahap Novisiat ... 17

c) Tahap Profesi Sementara ... 18

d) Tahap Profesi Kekal ... 19

3. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Hidup Komunitas .... 23

4. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Tugas Perutusan ... 24

B. Minat Kaum Muda terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 26

1. Pengertian Minat ... 26

2. Ciri-Ciri Minat ... 29

a. Minat Tumbuh Bersamaan dengan Perkembangan Fisik dan Mental ... 29

b. Minat Bergantung pada Kesiapan Belajar ... 29

c. Minat Bergantung pada Kesempatan Belajar ... 30

d. Perkembangan Minat mungkin Terbatas ... 30

e. Minat dipengaruhi Budaya ... 30

f. Minat berbobot Emosional ... 30

g. Minat itu Egosentris ... 31

3. Aspek-Aspek Minat ... 31

a. Aspek Kognitif ... 31

b. Aspek Afektif ... 32

4. Bentuk-Bentuk Minat ... 32

a. Minat Pribadi dan Sosial ... 33

b. Minat terhadap Rekreasi ... 33

c. Minat pada Agama ... 34

d. Minat terhadap Sekolah dan Jabatan ... 36

5. Minat dan Motivasi ... 37

(18)

xvi

D. Kerangka Pikir ... 40

E. Hipotesis ... 43

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Desain Penelitian ... 44

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 45

E. Variabel Penelitian ... 46

1. Identifikasi Variabel ... 46

2. Definisi Konseptual Variabel ... 47

a) Penghayatan Hidup Bakti ... 47

b) Minat terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 47

3. Definisi Operasional Variabel ... 48

a) Penghayatan Hidup Bakti ... 48

b) Minat terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 49

4. Teknik dan Alat Instrumen Penelitian ... 49

a) Angket ... 49

b) Wawancara ... 50

5. Kisi-Kisi Penelitian ... 51

F. Teknik Pengumpulan Data ... 54

G. Pengembangan Instrumen ... 54

1. Analisis Intrumen ... 54

a) Uji coba terpakai ... 54

b) Uji coba Validitas ... 54

c) Uji coba Reliabilitas ... 55

2. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 57

a) Uji Normalitas Data ... 57

b) Uji Linearitas ... 57

c) Analisis Deskriptif Statistik ... 57

(19)

xvii

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Hasil Penelitian ... 60

1. Uji Persyaratan ... 60

a. Uji Normalitas ... 60

b. Uji Linearitas ... 61

2. Analisis Deskriptif Statistik ... 62

a. Rangkuman Deskriptif Statistik Variabel Penghayatan Hidup Bakti ... 62

1) Deskriptif Statistik Aspek Kaul Kemurnian ... 64

2) Deskriptif Statistik Aspek Kaul Kemiskinan ... 66

3) Deskriptif Statistik Aspek Kaul Ketaatan ... 68

b. Rangkuman Deskripsif Statistik Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 70

1) Deskriptif Statistik Aspek Rasa Ingin Tahu ... 73

2) Deskriptif Statistik Aspek Sumber Motivasi ... 75

3) Deskriptif Statistik Aspek Rasa Senang ... 77

4) Deskriptif Statistik Aspek Rasa Tertarik ... 79

3. Analisis Korelasi ... 81

B. Hasil Wawancara dengan Kaum Muda ... 82

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86

1. Uji Normalitas dan Uji Linearitas ... 86

2. Variabel Penghayatan Hidup Bakti ... 87

a. Aspek Kaul Kemurnian ... 87

b. Aspek Kaul Kemiskinan ... 87

c. Aspek Kaul Ketaatan ... 88

3. Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 89

a. Aspek Rasa Ingin Tahu ... 89

b. Aspek Sumber Motivasi ... 89

c. Aspek Rasa Senang ... 90

(20)

xviii

4. Korelasi Penghayatan Hidup Bakti dengan Minat Kaum Muda

Terhadap Panggilan Hidup Bakti ... 91

D. Refleksi Kateketis ... 93

1. Pengertian Katekese ... 93

2. Biarawan-Biarawati sebagai Katekis ... 94

3. Aspek Katekis dalam Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 95

E. Keterbatasan Penelitian ... 98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 105

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Data Hasil Penelitian ... (7)

Lampiran 3: Data Hasil Wawancara ... (10)

Lampiran 4: Data Hasil Uji Validitas ... (14)

(21)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Skor Alternatif Jawaban Variabel X dan Y 50

Tabel 2. Variabel Penghayatan Hidup Bakti 51

Tabel 3. Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 52

Tabel 4. Hasil Uji Reliability Statistik Variabel Penghayatan Hidup Bakti 56

Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Statistik Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 56

Tabel 6. Kriteria Klasifikasi Variabel Penghayatan Hidup Bakti 58

Tabel 7. Kriteria Klasifikasi Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 58

Tabel 8. Test Of Normality 60

Tabel 9. Anova Table ( Uji Linearitas) 61

Tabel 10. Rangkuman Deskriptif Statistik Variabel Penghayatan Hidup Bakti 62

Tabel 11. Rangkuman Analisis Frekuensi Variabel Penghayatan Hidup Bakti 63

Tabel 12. Deskriptif Statistik Aspek Kaul Kemurnian 64

Tabel 13. Analisis Frekuensi Aspek Kaul Kemurnian 65

Tabel 14. Deskriptif Statistik Aspek Kaul Kemurnian 66

Tabel 15. Analisis Frekuensi Aspek Kaul Kemiskinan 67

Tabel 16. Deskriptif Statistik Aspek Kaul Ketaatan 68

Tabel 17. Analisis Frekuensi Aspek Kaul Ketaatan 69

Tabel 18. Rangkuman Deskriptif Statistik Variabel Minat Terhdap Panggilan Hidup Bakti 70

Tabel 19. Analisis Frekuensi Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti 71

(22)

xx

(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Penghayatan Hidup Bakti secara Keseluruhan 64 Gambar 2. Diagram Aspek Kaul Kemurnian 66 Gambar 3. Diagram Aspek Kaul Kemiskinan 68 Gambar 4. Diagram Aspek Kaul Ketaatan 70 Gambar 5. Diagram Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti secara

(24)

xxii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

EG : Evangelii Gaudium, Seruan Apostolik Paus Fransiskus, 23 November 2013.

VC : Vita Cosecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius, 23 Maret 1996.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja, Dokumen Konsili Vatikan II. Diterjemahkan dari naskah resmi bahasa Latin Oleh R. Hardawiryana SJ, 12 Juli 2013.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes

Paulus II kepada para Uskup, klerus dan segenap umat beriman, tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Caninici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

B. Singkatan Lain

WKC : Warta Keluarga Chevalier (Majalah Keluarga Chevalier: Tarekat MSC, PBHK, TMM, dan Asosiasi Awam Chevalier).

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia. Art : Artikel.

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hidup bakti adalah suatu cara hidup khusus bagi mereka yang mengalami sapaan pribadi dengan Allah dan menanggapinya secara khas. Sapaan ini pada hakekatnya adalah sapaan kasih, yang menjadikan biarawan-biarawati menjadi teguh, bersemangat dan senantiasa bergembira dalam menghayati hidup baktinya. Karena cinta yang diperoleh dari perjumpaan pribadi dengan Yesus itulah biarawan-biarawati hidup bakti digerakkan oleh kasih-Nya untuk menjadi nabi yang siap menjadi pendengar dan pelaku sabda seperti orang Samaria yang baik hati terdapat dalam Luk 10 : 25 – 37. Melalui perjumpaan pribadi dengan Tuhan menjadi kekuatan yang mendorongnya untuk menghayati panggilan hidup mistik, yang nyata dalam hidup doa yang mendalam, serta peka terhadap kehadiran Tuhan dalam setiap pengalaman hidup.

(26)

Oleh karena itu jelas bahwa ketiga kaul secara umum menjadikan biawawan-biarawati hidup bakti tidak terikat atau lepas bebas pada berbagai hal seperti: keluarga, harta, kedudukan dan hanya terikat pada Tuhan sendiri. Semangat lepas bebas dimaksudkan agar biarawan-biarawati hidup bakti lebih mengutamakan Tuhan, ingin menyatu dengan Tuhan, dan semua hal yang lain dianggap sebagai sarana. Harapannya jika biarawan-biarawati mengembangkan sikap dan semangat lepas bebas, sehingga dapat membantu setiap pribadi untuk menerima dengan sepenuh hati perutusan apapun yang diberikan oleh para pemimpin dalam tarekat dan bisa hidup bersama dengan penuh sukacita dan damai. Semua harapan yang telah dipaparkan oleh penulis pada kenyataanya kadang kurang sesuai dengan harapan.

Berdasarkan pengalaman, dan pengamatan penulis, terkadang biarawan-biarawati kurang setia menaati kaul ketaatan jika mendapat perutusan baru dengan alasan karena sudah pensiun, atau pun di tempat lain sangat membutuhkan kehadiran biarawan-biarawati yang diutus. Kenyataan ini jelas tidak sesuai dengan janji kaul yang telah diikrarkan pada Tuhan yang disaksikan oleh para pemimpin konggregasi dan juga disaksikan oleh umat dalam perayaan prasetya pertama dan prasetya kekal. Penulis melihat persoalan lain lagi yang diangkat oleh romo Paul Suparno dalam bukunya yang berjudul saat jubah bikin gerah (2007:69):

Dari pengalaman, banyak orang tua murid dan anak-anak yang di sekolah-sekolah katolik milik suster atau bruder, mengeluh karena para suster dan bruder kurang menampilkan kegembiraan itu. Kadang mereka tidak melihat suster kepala sekolah tersenyum jika disapa murid, mereka tidak melihat bagaimana suster itu menyapa dengan hati gembira kepada siswa.

(27)

melihat sisi lain dari dimensi eskatologis hidup bakti dan membuat orang tidak merasakan keindahan panggilan Allah dalam diri biarawan-biarawati tersebut.

Dalam Konstitusi para suster Putri Bunda Hati Kudus bab III no. 37, berbicara mengenai asal mulanya panggilan itu yaitu sebagaimana Yesus memanggil para murid-Nya demikian juga ia telah memanggil kita untuk mengambil bagian dalam cara hidup dan tugas perutusan-Nya dari Bapa. Panggilan sebagai biarawan-biarawati merupakan karunia dari Allah. Jadi jelas bahwa Allah yang berinisiatif memanggil setiap orang untuk mengikuti-Nya dengan sukarela sebagai suster, romo, frater dan bruder.

Panggilan menjadi biarawan-biarawati biasanya datang melalui hal-hal yang sederhana. Ada yang merasa terpanggil untuk menjadi suster, romo dan bruder karena sering mendapat kunjungan keluarga dari biarawan-biarawati secara rutin, bertemu dengan suster yang setia mengantar komuni kudus kepada orang sakit, orang tua sering melatih anaknya untuk mencintai Tuhan dengan cara rajin mengikuti kegitan di Gereja seperti perayaan Ekaristi, ibadat di lingkungan, mengikuti sekolah minggu dan bertugas sebagai misdinar.

(28)

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati menurut romo Paul Suparno (2007:69) yaitu hidup membiara biarawan-biarawati sudah jelas menjadi tanda heran dan pertanyaan yang dapat membantu orang berpikir alternatif tentang hidup mendatang, namun tanda tersebut baru efektif, bermakna dan mempunyai pengaruh jika biarawan-biarawati hidup bakti sungguh hidup dalam kegembiraan dan kebahagiaan sejati karena persatuannya dengan Tuhan.

Panggilan yang sudah diterima oleh biarawan-biarawati itu unik dan tiap orang yang menerima panggilan itu dan menjawabnya pun berbeda-beda. Namun menjadi persoalan yang perlu dicermati lebih jauh lagi, apakah benih panggilan itu masih dialami kaum muda di tengah arus zaman ini. Yang menjadi pertanyaan penulis, apakah biarawan-biarawati masih terus hadir bersama umat dalam kegiatan di Gereja, lingkungan, mengadakan kunjungan keluarga secara rutin dan menyediakan waktu dan tenaga bagi umat.

(29)

Dengan adanya berbagai persoalan ini, muncul berbagai pertanyaan mendasar bagi penulis apakah kehadiran biarawan-biarawati hidup bakti masih mempunyai arti bagi kaum muda sekarang ini atau tidak. Oleh karena itu penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai “Hubungan Penghayatan Hidup Bakti Dengan Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini diidentifikasikansebagai berikut:

1. Bagaimana penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dialami oleh kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta?

2. Bagaimana minat kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta terhadap panggilan hidup bakti?

3. Bagaimana Hubungan Penghayatan Hidup Bakti dengan Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta?

4. Mengapa jumlah panggilan hidup bakti menurun? 5. Mengapa biarawan-biarawati kurang bahagia?

C. PEMBATASAN MASALAH

(30)

D. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana hubungan penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

E. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan skripsi adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

F. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi tentang, hubungan penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti sebagai berikut:

1. Bagi Penulis, agar menambah pemahaman dan wawasan mengenai penghayatan hidup bakti sehingga dapat meningkatkan kesaksian yang baik dalam tugas perutusan sehingga mampu membantu kaum muda yang berminat memilih untuk hidup bakti.

(31)

3. Bagi tim promosi panggilan semua konggregasi, agar terus menerus mengadakan aksi panggilan dalam bentuk apa pun, agar bisa membantu kaum muda mengenali panggilan Tuhan sebagai biarawan-biarawati.

4. Bagi mahasiswa-mahasiswi dan kepentingan perpustakaan Prodi IPPAK USD Sanata Dharma Yogyakarta, untuk menambah wawasan mengenai penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dan minat kaum muda terhadap panggilan hidup.

G. METODE PENULISAN

Penulisan ini menggunakan metode deskripritif analisis yaitu penulis memaparkan pokok-pokok Penghayatan Hidup Bakti dalam Hubungannya dengan Minat terhadap Panggilan Hidup Bakti bagi Kaum Muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta. Kemudian penulis memahami dan menjelaskan kenyataan yang terjadi melalui penelitian mengenai penghayatan Hidup Bakti biarawan-biarawati dan menghubungkannya dengan berkurangnya jumlah calon yang masuk dalam biara yang dialami oleh konggregasi lain, khususnya para suster Putri Bunda Hati Kudus Provinsi Indonesia.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

(32)

Bab II berisi kajian teori mengenai hidup bakti dan penghayatannya dalam konteks profesi religius yang dimulai dari tahap-tahap pembinaan, hidup bersama dalam komunitas, tugas perutusan dan pengertian minat serta menghubungkannya dengan minat terhadap panggilan hidup bakti, penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesa.

Bab III berisi mengenai metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitan, populasi dan sampel, teknik dan alat pengumpulan data serta teknik analisis data.

Bab IV berisi tentang hasil penelitian yang terdiri dari uji normalitas data, uji linearitas, analisis deskriptif statistik, pembahasan dan refleksi kateketis mengenai variabel penghayatan hidup bakti dengan minat terhadap panggilan hidup bakti bagi kaum muda di paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta.

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas tentang: A. Hidup bakti dan penghayatannya dalam konteks profesi religius, hidup bersama dalam komunitas dan tugas perutusan di tengah masyarakat, bagian B. mengenai minat yang meliputi unsur-unsur yang mempengaruhi minat, aspek-aspek minat, bagian C. Penelitian yang relevan, bagian D. Mengenai kerangka pikir dan bagian E. Mengenai Hipotesa.

A. Penghayatan Hidup Bakti

1. Hidup Bakti

a. Pengertian Hidup Bakti

Hidup bakti adalah karunia dari Allah, dimana Yesus memanggil siapa saja untuk mengikuti-Nya secara lebih dekat sebagai romo, suster, frater dan bruder. Karunia panggilan hidup bakti diberikan pada manusia dan dari pihak manusia diberi kebebasan untuk menanggapinya. Menurut Darminta, (2007:17) manusia merasa adanya panggilan itu:

Melalui salah satu kekuatan terdalam manusia, yaitu hati. Hati yang berpikir merupakan rahmat eksternal sebagai bantuan untuk menghayati panggilan dan sapaan Tuhan dalam dimensi mistik intelektual. Hati yang merasa merupakan rahmat eksternal sebagai bantuan untuk menghayati panggilan dan sapaan Tuhan dalam dimensi afektif. Hati yang berkehendak merupakan rahmat eksternal sebagai bantuan untuk menghayati panggilan dan sapaan Tuhan untuk menghayati dimensi mistik volutif. Hati manusia dipahami sebagai rahmat eksternal yang dapat membantu manusia untuk menghayati panggilan Tuhan.

(34)

daya kekuatan Allah yang mendorong serta menginspirasinya kepada panggilan sebagai biarawan-biarawati, panggilan untuk hidup berkeluarga dan sebagainya. Dalam hal ini hati manusia dipandang penting dalam membantu manusia untuk mengenali kehadiran Allah serta memampukan manusia untuk menghayati panggilannya dengan tekun dan setia.

Kenyataan bahwa hati yang berpikir, merasa dan berkehendak secara nyata dibentuk melalui lingkungan, pengalaman, serta perjumpaan dengan sesama manusia dan sebagai pintu masuk sapaan dan panggilan Allah (Darminta, 2010:18).

Manusia adalah pribadi yang tidak lepas dari kelebihan dan kekurangannya dalam menghayati hidupnya, begitu pula dengan biarawan-biarawati yang menerima rahmat panggilan itu juga membutuhkan usaha terus-menerus untuk menanggapinya. Panggilan hidup bakti biarawan-biarawati merupakan salah satu cara yang memiliki karakter khas dan khusus untuk berpartisipasi menuju ke kepenuhan dalam Allah.

Panggilan hidup bakti menurut Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostoliknya mengenai hidup bakti yaitu:

Hidup bakti yang berakar mendalam pada teladan dan ajaran Kristus Tuhan, merupakan karunia Allah Bapa kepada Gereja-Nya melalui Roh Kudus. Melalui pengikraran nasihat-nasihat Injili ciri-ciri khas Yesus-Dia murni, miskin dan taat, tiada hentinya “ditampilkan” di tengah dunia,

dan pandangan umat beriman diarahkan kepada misteri Kerajaan Allah yang sudah berkarya dalam sejarah, meskipun masih mendambakan perwujudan sepenuhnya di surga. (VC.1).

(35)

bertanggung jawab menaati kaul-kaul dalam seluruh hidup dan perutusannya. Dalam (LG.44) dikatakan bahwa dengan mengikrarkan kaul-kaul atau nasihat Injil biarawan-biarawati terikat untuk mengabdi Allah saja serta meluhurkan-Nya karena alasan yang baru dan istimewa.

Menurut Mardi Prasetya. (2001:9) hidup bakti dan hidup imamat adalah anugerah khusus dan berdasar pada anugerah iman yang dimulai dalam pembaptisan. Yang dimaksud dengan anugerah iman dalam pembaptisan yaitu dengan dibaptis manusia mati dan dikuburkan serta dibangkitkan bersama Kristus. Melalui baptis manusia menerima Roh pengangkatan menjadi anak (Iman Katolik, KWI, 1996:425). Prinsip-prinsip hidup Kristiani yang diterima dalam pembaptisan ini juga menjadi dasar untuk panggilan dan penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati. Yang menjadi ciri khas hidup bakti biarawan-biarawati yaitu secara khusus mau menjadikan semangat Injili sebagai pilihan hidup dan dihayati secara total, radikal, dan konsekuen dengan hati yang tidak terbagi dan terpusat pada Tuhan, maka ditandai dengan pengikraran triprasetya (Mardi Prasetya, 2001:9).

Menurut romo Johanes Mangkey MSC dalam majalah warta keluarga Chevalier, (2014:4), para pemeluk hidup bakti adalah orang-orang yang dikuduskan atau yang disendirikan untuk maksud suci. Mereka adalah orang-orang yang dipanggil untuk secara khusus memberi diri ditransformasikan oleh cinta Allah agar mereka memiliki hati yang dibaktikan kepada Allah dan sesama manusia.

(36)

(2011:136) ketiga kaul yang diikrarkan adalah bentuk nyata sebagai perlawanan terhadap budaya gila harta, kehormatan, dan kekuasaan. Dengan ketiga kaul ini, biarawan-biarawati hidup bakti belajar untuk tidak mencari kenikmatan dunia ini, tetapi lebih mau meyerahkan diri kepada Tuhan sendiri lewat tugas perutusan yang diberikan tarekat. Selain itu dengan mengikrarkan ketiga kaul berarti biarawan-biarawati diharapkan semakin mampu menghayati semangat lepas bebas hanya untuk Tuhan.

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati dan perwujudannya menurut Paul Suparno, (2011:136) yaitu:

Hidup membiara yang diwujudkan dengan penghayatan tiga kaul menunjukkan bahwa pendewaan terhadap gelar, pangkat dan derajat duniawi, tidak ada nilainya. Dalam hidup membiara, yang diutamakan adalah Tuhan dan

kemuliaan Allah bukan kehormatan diri sendiri. Oleh karena itu pendewaan gelar demi gengsi diri sendiri tidak pada tempatnya dan bertentangan dengan semangat berkaul.

Panggilan Hidup bakti biarawan-biarawati yang meliputi pengikraran nasihat Injil pun mempunyai dimensi eklesial. Dasar dan ajarannya adalah cinta kasih kepada Allah, maka dinamika cinta kasih ini membawa biarawan-biarawati ke kesatuan yang lebih mendalam dengan Kristus dan mempersatukannya secara khusus pada Gereja dan misterinya. Oleh karena itu hidup bakti mesti dihayati demi kebaikan seluruh umat Allah (Mardi Prasetya, 1992:190).

(37)

semua orang, sehingga termasuk anugerah khusus, yaitu suatu cara khas dalam mencintai Allah.

Cinta dengan hati yang tidak terbagi ini menyertakan pribadi secara menyeluruh dalam seluruh kemampuannya untuk mencinta. Inilah sebabnya biarawan-biarawati, melalui persembahan hidup kemurnian (keprawanan) dipersatukan secara intim dengan Kristus, dan digerakkan oleh dinamika cinta tersebut untuk mengikuti jejak Kristus, juga dalam kemiskinan dan ketaatannya. Cintanya yang total pada Kristus mendorongnya untuk ikut ambil bagian dalam kemiskinan dan ketaatan Kristus dengan sukarela.

Yang pokok dalam hidup bakti biarawan-biarawati adalah penyerahan total pada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan segala-galanya demi Kristus dan juga terus menerus semakin mengarahkan diri pada Kristus, khususnya dalam hidup doa (Iman Katolik, 1996:376).

(38)

Hidup bakti secara khusus dibedakan dari status dan cara hidup lain seperti hidup berkeluarga dalam Gereja karena kemurnian (keprawanan) yang menuntut bentuk khusus dari cinta kasih yaitu penyerahan diri total kepada Allah dengan hati tidak terbagi. Dengan demikian biarawan-biarawati yang telah dikuduskan atau yang disendirikan untuk maksud suci itu khusus dibaktikan kepada Allah dan sesama manusia. Kehidupan biarawan-biarawati dengan segala karya kerasulannya tidak bisa dipisahkan dari perutusan Gereja yaitu mewartakan kabar gembira Kristus kepada semua orang. Bentuk keterlibatan biarawan-biarawati dalam perutusan Gereja yaitu melalui karya kerasulan dibidang pendidikan, karya kesehatan, karya sosial dan karya pastoral.

b. Tujuan Hidup Bakti

Dalam Dokumen Konsili Vatikan II Dekrit tentang Pembaruan dan Penyesuaian Hidup Religius art. , dikatakan demikian:

Sejak awal mula Gereja terdapat pria dan wanita, yang mengamalkan nasihat-nasihat Injil bermaksud mengikuti Kristus secara lebih bebas, dan meneladan-

Nya dengan lebih setia. Dengan cara mereka masing-masing, mereka menghayati hidup yang dibaktikan pada Allah.

Hidup bakti biarawan-biarawati yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat Injili adalah bentuk hidup yang tetap, dan berkat dorongan Roh Kudus mengikuti Kristus secara lebih dekat, dipersembahkan secara utuh pada Allah, demi kehormatan bagi-Nya dan juga demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia (KHK, 2006:573 § 1).

(39)

nasehat-nasehat Injil dan seluruh hidupnya dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh Gereja (LG. 44). Oleh karena itu unsur kewajiban ini membedakannya dari orang-orang lain yang menaati nasehat Injil dengan sukarela. Demikian biarawan-biarawati menjadikan nasihat sebagai suatu perintah, sehingga kegagalan di sini berarti mengingkari keputusan yang telah diambil sendiri dengan bebas. Meski tidak terkena sanksi dosa, tetapi menurunkan kesetiaan terhadap cinta Allah yang menjadi inspirasi dalam pengikraran nasihat Injil atau undangan Tuhan (Mardi Prasetya, 2000:319).

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati melalui kesaksian hidupnya begitu penting di dalam melaksanakan tugas perutusan, lebih-lebih pada mereka yang dilayani dan bekerjasama dalam karya kerasulan tarekat seperti: di sekolah, rumah sakit, karya pastoral di paroki, dan karya sosial. Dalam hal ini Mardi Prasetya, (1992:195) mengemukakan bahwa:

Mutu kerohanian biarawan-biarawati sangatlah ditentukan oleh mutu penghayatan hidup kaul menurut ketiga nasehat Injil. Ketiga kaul ini merupakan kenyataan organis yang saling kait-mengkait dan membentuk seluruh hidup orang yang mengucapkan kaul. Maka hidup bakti biarawan-biarawati perlu dihayati dengan seluruh pribadi dan dalam lingkup hidup manusia.

(40)

Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan hidup bakti tidak lain adalah mengikuti Kristus secara khusus dan dipersatukan dengan Allah melalui pengikraran kaul atau nasehat-nasehat Injil. Berkat kaul dan ikatan suci, biarawan-biarawati mau bertanggung jawab dan menaati nasehat-nasehat Injil serta melaksanakannya dengan setia. Artinya bahwa di sini ada unsur kewajiban yang membedakannya dari orang-orang lain. Oleh karena itu diandaikan ada rasa tanggung jawab, dan kesetiaan dari setiap pribadi untuk menaatinya dengan sukarela. Maksud dari ketiga kaul yang saling kait mengait artinya ketiga kaul ini haruslah dihayati dengan baik. Jika pada kenyataan bahwa ada biarawan-biarawati lalai dalam memberi kesaksian yang kurang baik mengenai salah satu kaul tersebut maka akan mempengaruhi kaul-kaul yang lain.

2. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Profesi Religius

Istilah profesi dan religius menurut Mardi Prasetya, (2000:316) yaitu profesi menunjuk pada tindakan pengucapan kaul atau ikatan suci lainnya yang mewajibkan diri untuk hidup sesuai dengan nasehat-nasehat Injil. Sedangkan religius merangkum semua persembahan hidup lewat kaul.

(41)

menyatakan kesanggupannya dalam menaati kaul-kaul maka ia dianggap mampu dan diterima untuk bergabung dalam lembaga dan para anggota di dalam lembaga itu serta menghayati suatu hidup persaudaraan dalam kebersamaan dan lembaga itu menjamin mereka, bantuan untuk cara hidup Kristiani yang lebih mantap dan teguh. Dengan demikian biarawan-biarawati mampu untuk hidup dengan aman dan mengamalkan hidup religius yang sudah dijanjikan dengan setia (Konggregasi untuk Lembaga Hidup Bakti, 1992:16).

Sebelum profesi religius, ada tahap-tahap pembinaan yang harus dilalui oleh biarawan-biarawati hidup bakti maupun calon hidup bakti. Tahap-tahap pembinaan profesi religius menurut Lembaga Hidup Religius, (1992:4-45) sebagai berikut:

a. Tahap Pra-Novisiat dan Novisiat

Tahap persiapan sebelum memasuki novisiat memang tidak dituntut bahwa seorang calon religius harus mampu secara langsung memikul semua kewajiban hidup religius, namun dia harus dipandang mampu melakukannya tahap demi tahap. Inilah tujuan tahap persiapan untuk pra-novisiat atau postulat. Demikian ditekankan oleh Mardi Prasetya, (2001:42-43) mengenai masa postulat atau masa pra-novisiat yaitu selama masa ini, calon hidup bakti menyesuaikan diri, dari segi rohani dan psikologis dengan gaya hidup membiara yang masih baru baginya.

b. Tahap Novisiat

(42)

lembaga yang bersangkutan, mengalami cara hidup lembaga, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, agar terbukti niat serta kecakapan mereka. Novisiat merupakan masa untuk masuk ke dalam hidup membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Pada masa ini, para novis melibatkan diri untuk menjalankan hidup berkomunitas, hidup menurut Injil dan dituntut untuk mulai melaksanakan nasehat-nasehat Injili.

Tahap novisiat diharapkan agar pembinaan harus mengantar para novis ke dalam hidup berkomunitas sebagai unsur hakiki hidup bakti atau hidup religius. Seluruh pembinaan selama novisiat harus terjadi dalam suasana persaudaraan, sehingga para novis dapat menghargai hidup berkomunitas dan menumbuhkannya.

Masa novisiat menurut Mardi Prasetya, (2001:44-45) yaitu pembinaan dalam novisiat mencakup inisiasi untuk hidup menurut nasihat-nasihat Injili, yaitu kemurnian, kemiskinan dan ketaatan sebagai ungkapan pembaktian diri kepada Allah dan sebagai sarana untuk mencapai cinta kasih yang sempurna demi datangnya dunia dan manusia baru dalam Yesus Kristus. Dalam novisiat dipelajari riwayat hidup santo santa atau riwayat pendiri konggregasi, pembinaan mengenai kepribadian, tulisan-tulisan pendiri, sejarah tarekat, kharisma tarekat dan nilai-nilai yang tercantum di dalamnya, pedoman hidup dan direktorium tarekat.

Pendidikan novisiat mencakup juga pendidikan pastoral tertentu dapat membantu supaya dibangkitkan dan dimatangkan kepekaan yang sungguh-sungguh akan perutusan tarekat dan akan kebutuhan umat dan rakyat.

c. Tahap Profesi Sementara

(43)

kaul mereka yang mengucapkan profesinya, dan mempersatukan persembahan mereka dengan kurban Ekaristi. Tindakan liturgis ini memperlihatkan bahwa profesi itu berakar dalam Gereja. Dengan berangkat dari misteri yang dirayakan sedemikian itu, akan menjadi mungkinlah mengembangkan penghargaan yang lebih hidup dan mendalam terhadap pembaktian diri.

Tahap profesi sementara terdapat dalam Dokumen Gerejani mengenai Pedoman-Pedoman Pembinaan dalam Lembaga-Lembaga Religius art. 54, yaitu profesi kaul-kaul pertama menyebabkan orang yang baru berprofesi ambil bagian dalam pembaktian diri sesuai dengan status hidup religiusnya. Masa profesi sementara secara liturgi Gereja, upacara pengikraran kaul dilangsungkan sebelum penerimaan Tubuh dan Darah Kristus. Dalam perayaan liturgi prasetya pertama dan prasetya kekal biarawan-biarawati mengucapkan janji kaul pada Tuhan di hadapan para saksi yaitu para pemimpin konggregasi, imam dan umat yang hadir dengan sebuah pernyataan sebagai berikut: sambil berlutut di hadapan Sakramen Maha Kudus, dan disaksikan oleh para pemimpin tarekat, saya (masing-masing pribadi) berjanji untuk hidup miskin, murni dan taat di dalam tarekat.

d. Tahap Profesi Kekal

(44)

dihayati dan dihidupi secara bersama dengan anggota komunitas secara nyata (Mintara Sufiyadi, 2010:64-65).

Pengikraran kaul atau profesi religius biarawan-biarawati hidup bakti mempunyai tiga dimensi yaitu: dimensi Eklesial, dimensi Paska dan dimensi Eskatologis. Dimensi-dimensi hidup bakti tersebut diuraikan sebagai berikut: • Dimensi Eklesial Profesi Religius

Dasar dan nasihat Injil adalah cinta kasih kepada Allah dan sesama, maka pertumbuhan dalam cinta kasih dan dinamikanya membawa religius ke kesatuan yang lebih mendalam dengan Kristus, dan mempersatukannya secara khusus pada Gereja dan misterinya. Biarawan-biarawati itu mengikrarkan nasihat Injil dalam hidup religius, harus tetap bertumbuh dalam kesucian pribadinya, hubungan kesatuannya dengan Tuhan lewat proses penyempurnaan diri, tetapi sekaligus ia juga anggota tubuh mistik Kristus, yaitu Gereja dan membaktikan diri di dalamnya. Keduanya merupakan dimensi yang tak terpisahkan (Mardi Prasetya, 2000:20).

(45)

Dimensi Paska Profesi Religius

Dimensi paska dalam (VC.24) dikemukakan bahwa hidup bakti memantulkan cemerlangnya cinta kasih, sebab karena kesetiaannya terhadap misteri salib mengakui, bahwa beriman dan hidup berkat cinta kasih Bapa, Putera dan Roh Kudus. Hidup bakti membantu Gereja untuk tetap menyadari, bahwa salib merupakan kelimpahan cinta kasih Allah yang dicurahkan atas dunia, dan bahwa salib itu merupakan tanda agung kehadiran Kristus yang menyelamatkan, khususnya di tengah aneka kesukaran dan cobaan. Itulah kesaksian yang tiada hentinya dan dengan keberanian yang amat mengaggumkan diberikan oleh banyak anggota hidup bakti, pada hal banyak di antara mereka hidup dalam situasi-situasi yang sukar, bahkan menderita penganiayaan dan menjadi martir.

Dimensi Eskatologis Profesi Religius

(46)

bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Artinya bahwa penantian dan keinginan yang dihidupkan oleh karunia-karunia, yang oleh Tuhan dengan murah hati dilimpahkan atas mereka yang mendambakan perkara-perkara yang di atas.

Dimensi Eskatologis mempunyai unsur penantian aktif yaitu komitmen dan sikap berjaga (Wahyu, 22:20). Jelas dalam sejarah hidup bakti, selalu menghasilkan buah berlimpah juga bagi dunia ini terutama dalam Gereja, melalui kharisma-kharisma tiap institut, para anggota hidup bakti menjadi isyarat-isyarat Roh Kudus, yang menunjuk ke arah masa depan baru yang diterangi oleh iman dan harapan Kristiani. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan mengikrarkan kaul di hadapan Tuhan dan disaksikan oleh para pimpinan tarekat dan umat, biarawan-biarawati secara sadar, sukarela dan penuh kebebasan menanggapi panggilan Allah dengan memberikan diri seutuhnya kepada Allah yang dicintainya untuk kepentingan banyak orang. Semangat lepas bebas memampukan biarawan-biarawati tidak ingin terikat oleh keluarga, harta kekayaan, kedudukan, tempat tinggal dan apa pun yang menghalanginya sebagaimana Yesus yang telah memberikan diri, waktu, dan seluruh hidup-Nya, bahkan sampai wafat dan bangkit demi keselamatan banyak orang.

(47)

hidup Yesus melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya yang selalu menjadi sumber kekuatan, penghiburan dan harapan dalam memaknai suka duka hidup sehingga kehadirannya dapat menginspirasi orang lain.

3. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Hidup Komunitas

Menurut Darminta, (1982:7) penghayatan kaul dalam konteks hidup bersama atau hidup berkomunitas merupakan salah satu ciri pokok hidup religius. Penghayatan konkret sehari-hari terlaksana dalam suatu komunitas. Dalam komunitas ini, hidup bersama mendapatkan bentuk konkret dan pengaturan yang menunjang tumbuh dan berkembanganya hidup rohani maupun terlaksana dalam tugas perutusan. Hidup berkomunitas biarawan-biarawati ada syarat yang menjadi patokan dalam hidup bersama. Salah satu syarat untuk dapat bergabung dan diterima dalam satu tarekat hidup bakti ialah tidak adanya hambatan yang berat untuk membangun dan menghayati hidup bersama. Dituntut adanya kemampuan untuk hidup bersama. Dalam hal ini Darminta, (1982:7) mengatakan bahwa:

Dalam hidup bersama terjadilah suatu pertemuan dalam iman dimana orang menghayati spiritualitas dan kharisma tarekat yang sama, mengikuti Kristus bersama-sama, merasul dalam kebersamaan, berdoa bersama, berbagi rasa hidup dan pengalaman, berbagi milik harta benda, berbagi kesedihan dan kemauan untuk mengabdi Kristus. Dalam kebersamaan itu setiap pribadi diharapkan, sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi. Dasar dari hidup berkomunitas biarawan-biarawati itu adalah cinta.

(48)

komunitas (Darminta, 1982:7). Dari sini tampak jelas bahwa hidup bersama dalam komunitas itu sedemikian rumit dan konkret karena masing-masing pribadi datang dari berbagai latar belakang keluarga, budaya, bahasa, watak dan pendidikan yang berbeda-beda, sehingga tiap-tiap orang diharapkan cukup kreatif untuk membangun hidup bersama dalam suatu komunitas. Di lain pihak orang juga semakin sadar dan mengalami bahwa dirinya tidak dapat hidup dan berkembang secara penuh tanpa orang lain.

Penghayatan hidup bakti biarawan-biarawati yang meliputi nasehat-nasehat Injili memperoleh bentuk dan ungkapan yang lebih konkret, lebih menantang dan lebih tetap, bila dihayati dalam satu persekutuan rohani dan latihan dengan orang lain dalam satu kelompok yang dipersatukan dalam Kristus. Oleh karena itu masa yuniorat sangat penting bagi biarawan-biarawati karena merupakan kelanjutan eksperimen, pendalaman semangat serta hidup tarekat secara mendalam sehingga pihak tarekat mempunyai dasar untuk menerimanya secara defenitif sebagai anggota tarekat dalam profesi pertama dan profesi kekal.

4. Penghayatan Hidup Bakti dalam Konteks Tugas Perutusan

Selama hidup-Nya Yesus selalu mendahulukan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang dimaksud adalah, kerajaan dimana ada pengampunan, belarasa, kedamaian, keadilan, penghargaan dialami oleh semua manusia. Tugas misioner pertama anggota hidup bakti ialah terhadap diri mereka sendiri dan menjalankannya dengan membuka hati bagi bimbingan Roh Kudus.

(49)

berkat rahmat Kristus, yang dikaruniakan kepada umat beriman melalui karunia Roh. Demikian para religius mewartakan kepada dunia damai yang berasal dari Bapa, dedikasi yang nampak pada kesaksian Putera, dan kegembiraan yang merupakan buah Roh Kudus. Biarawan-biarawati hidup bakti diutus menjadi misionaris, terutama dengan tiada hentinya memperdalam kesadarannya dipanggil dan dipilih oleh Allah. Oleh karena itu hendaklah mengarahkan dan mempersembahkan seluruh hidup dan apa yang ada padanya kepada Allah, dan membebaskan diri dari hambatan-hambatan yang dapat menghalangi keutuhan jawabannya. Pola hidup biarawan-biarawati hendaklah menunjukkan dengan jelas cita-cita yang diikrarkannya, dan dengan demikian tampil sebagai tanda hidup Allah serta sebagai pewartaan Injil yang menyentuh hati, kendati pun sering secara diam-diam.

(50)

B. Minat Kaum Muda Terhadap Panggilan Hidup Bakti

1. Pengertian Minat

Menurut Winkel (1996:188), minat diartikan sebagai kecenderungan subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Antara minat dan berperasaan senang terdapat hubungan timbal balik, sehingga tidak mengherankan kalau siswa yang berperasaan tidak senang, juga akan kurang berminat, dan sebaliknya.

Minat, besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Siswa yang berminat terhadap biologi akan mempelajari biologi dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti penyajian pelajaran biologi, dan bahkan dapat menemukan kesulitan-kesulitan dalam belajar menyelesaikan soal-soal latihan dan praktikum karena adanya daya tarik yang diperoleh dengan mempelajari biologi.

(51)

Tim Pustaka Familia, (2006:134) berpendapat lain lagi yaitu minat atau interest adalah kecenderungan anak menyukai sesuatu dalam bidang tertentu. Minat ini biasanya berhubungan dengan trend yang sangat bergantung pada kondisi saat itu. Minat bisa ditumbuhkan. Sebagai contoh bagaimana menumbuhkan minat baca. Jika lingkungan mendukung tercipatanya iklim baca, seperti bapak ibu senang membaca maka anak pun akan mempunyai minat yang tinggi terhadap bacaan. Jadi minat adalah sesuatu yang berharga. Jika ada minat maka rasa ingin tahu terhadap sesuatu terpupuk terus.

Menurut Elisabeth Hurlock, (1978:114) mengemukakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat bahwa sesuatu yang akan menguntungkan, mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan berkurang, minat pun berkurang. Sebaliknya kesenangan merupakan minat yang sementara. Jadi kesenangan berbeda dari minat bukan dalam kualitas melainkan dalam ketetapan (persistence). Artinya bahwa selama kesenangan itu ada, mungkin intensitas dan motivasi yang menyertainya sama tinggi dengan minat. Namun kesenangan mulai berkurang karena kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang sementara (Hurlock, 1978:114). Jadi minat lebih tetap (persistence) karena minat memuaskan kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang.

(52)

kanak-kanak, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar (Hurlock, 1978:114).

Minat cukup berpengaruh terhadap aspirasi anak. Menurut Elisabeth Hurlock, (1978:116) minat mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi anak. Ketika anak mulai berpikir tentang pekerjaan mereka di masa mendatang misalnya, mereka menentukan apa yang ingin mereka lakukan bila mereka dewasa. Semakin yakin mereka mengenai pekerjaan yang diidamkan, semakin besar minat mereka terhadap kegiatan, di kelas atau di luar kelas yang mendukung tercapainya aspirasi itu.

Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa setiap pribadi pasti memiliki minat. Minat yang dimiliki seseorang bisa dilihat lewat ungkapan ekspresinya dengan rasa tertarik, senang, penuh perhatian pada satu objek yang dilihat, didengar, dialami dan diketahui. Dikatakan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan yang menetap. Setiap pribadi dapat mengenali minatnya sesuai apa yang dirasa menguntungkan dan berguna bagi masa depannya entah itu pekerjaan di masa depan yang menguntungkan bagi dirinya. Sebagai pendidik baik orang tua, guru di sekolah, para biarawan-biarawati yang mendampingi anak, di sekolah dan di rumah perlu mengenali minat anak dan kaum muda sehingga dapat membantu menumbuhkan minat mereka.

(53)

dapat dimengerti sebagai bagian dari campuran perasaan senang, tertarik, yang mendorong individu untuk nenetukan pilihan berdasarkan rasa suka, senang atau sebaliknya tidak suka jika hal itu mengungtungan atau kurang menguntungkan baginya dan merasa senang dan tertarik menyelaminya lebih jauh lagi. Minat juga bisa menjadi sumber motivasi untuk melakukan apa yang diinginkan.

2. Ciri-Ciri Minat

Menurut Elisabeth Hurlock (1978:115), untuk mengetahui dan mengerti peran minat yang penting dalam kehidupan anak perlu diketahui ciri-ciri minat sebagai berikut:

a. Minat Tumbuh Bersamaan dengan Perkembangan Fisik dan Mental

Minat disemua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental. Pada waktu pertumbuhan terlambat dan kematangan dicapai, minat menjadi lebih stabil. Anak berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari pada teman sebayanya. Mereka yang lambat matang, sebagaimana dikemukakan terlebih dahulu, menghadapi masalah sosial karena minat mereka minat anak, sedangkan minat teman sebaya mereka minat remaja.

b. Minat Bergantung pada Kesiapan Belajar

(54)

c. Minat Bergantung pada Kesempatan Belajar

Kesempatan untuk belajar bergantung pada lingkungan dan minat anak-anak maupun dewasa, yang menjadi bagian dari lingkungan anak-anak. Karena lingkungan anak kecil sebagian besar terbatas pada rumah, minat mereka tumbuh dari rumah. Dengan bertambah luasnya lingkup sosial, mereka menjadi tertarik pada minat orang di luar rumah yang mulai mereka kenal.

d. Perkembangan Minat mungkin Terbatas

Ketidak mampuan fisik dan mental serta pengalaman sosial yang terbatas membatasi minat anak. Anak yang cacat fisik misalnya, tidak mungkin mempunyai minat yang sama pada olah raga seperti teman sebayanya yang perkembangan fisiknya normal.

e. Minat dipengaruhi Budaya

Anak-anak mendapat kesempatan dari orang tua, guru, dan orang dewasa lain untuk belajar mengenai apa saja yang oleh kelompok budaya mereka dianggap minat yang sesuai dan mereka tidak diberi kesempatan untuk menekuni minat yang dianggap tidak sesuai bagi mereka oleh kelompok budaya mereka.

f. Minat berbobot Emosional

(55)

g. Minat itu Egosentris

Sepanjang masa kanak-kanak, minat itu egosentris. Misalnya minat anak laki-laki pada matematika, sering berlandaskan keyakinan bahwa kepandaian di bidang matematika di sekolah akan merupakan langkah penting menuju kedudukan yang menguntungkan dan bergengsi di dunia usaha.

3. Aspek-Aspek Minat

Menurut Elisabeth Hurlock (1978:116), semua minat mempunyai dua aspek yaitu:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat, misalnya aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah. Bila mereka menganggap sekolah sebagai tempat mereka dapat belajar tentang hal-hal yang telah menimbulkan rasa ingin tahu, mereka akan mendapat kesempatan untuk bergaul dengan teman sebaya yang tidak didapat pada masa prasekolah. Minat mereka terhadap sekolah akan sangat berbeda dibandingkan bila minat itu didasarkan atas konsep sekolah dan kerja keras untuk menekankan frustrasi dan pengekangan oleh peraturan sekolah dan kerja keras untuk menghafal pelajaran.

(56)

terjadi di dalam tubuh mereka, dapat dipuaskan dengan pertanyaan dan dengan membaca. Selama kegiatan ini memberi mereka kepuasan, minat mereka akan menetap. Sebaliknya minat pada kesehatan tidak memuaskan kebutuhan pribadi selama anak itu sehat atau tidak mempunyai keluhan.

b. Aspek Afektif

Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan-kegiatan yang ditimbulkan minat. Aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru dan teman-teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut, dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media masa terhadap kegiatan itu. Sebagai contoh, anak yang mempunyai hubungan yang menyenangkan dengan para guru, biasanya mengembangkan sikap yang yang positif terhadap sekolah. Karena pengalaman sekolahnya menyenangkan, minat mereka pada sekolah diperkuat. Sebaliknya, pengalaman yang tidak menyenangkan dengan guru dapat dan sering mengarah ke sikap tidak positif yang mungkin kelak akan memperlemah minat anak terhadap sekolah.

Kedua aspek ini penting peranannya namun aspek afektif lebih penting dari pada aspek kognitif. Alasannya pertama aspek afektif mempunyai peran yang lebih besar dalam memotivasi tindakan (Hurlock, 1978:118).

4. Bentuk-Bentuk Minat

(57)

a. Minat Pribadi dan Sosial

Minat pribadi dan sosial merupakan kelompok minat yang paling kuat dimiliki oleh banyak remaja awal. Minat pribadi timbul karena remaja menyadari bahwa penerimaan sosial sangat dipengaruhi oleh keseluruhan yang dinampakan oleh si remaja itu kepada sekitarnya, karena adanya kesadaran remaja awal bahwa lingkungan sosial menilai dirinya dengan melihat kesan miliknya, sekolahnya, keuangannya, benda-benda lain yang dimilikinya, teman-teman sepergaulannya. Sebagai contoh minat ini ditunjukkan dengan bersolek, merawat tubuh, pakaian atau perhiasan yang sesuai dengan nilai kelompoknya. Perbedaan bentuk minat dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang daerah (kota atau desa), tingkat ekonomi dan status sosial lain, juga jenis kelamin.

b. Minat terhadap Rekreasi

Minat terhadap rekreasi pada masa remaja umumnya kuat. Namun bagi beberapa remaja, karena adanya keterbatasan dari segi waktu, tugas-tugas rumah, sekolah, sehingga mereka sangat selekif. Mereka memiliki apa yang disenangi dan merupakan hobby. Kegiatan-kegiatan olah raga yang banyak membutuhkan energi fisik seperti sepak bola, badminton, basket ball, dan semacamnya diminati oleh banyak remaja pria.

(58)

c. Minat pada Agama

Minat pada agama dipupuk oleh pendidikan anak di rumah, sekolah minggu, gereja, dalam rangka diberikan untuk mengajarkan anak agar patuh terhadap peraturan agama dalam kehidupan sehari-hari, anak belajar patuh pada kehidupan beragama dari linkungan keluarga. Menurut Elisabeth Hurlock, (1978:131) jika anak dibesarkan dengan kebiasaan berdoa sebelum makan, tidur, dan dibiasakan dengan membacakan atau menceritakan cerita-cerita Alkitab, maka anak cenderung mempunyai minat yang lebih besar pada agama dibandingkan mereka yang kehidupan beragamanya terbatas pada kunjungan ke sekolah minggu seminggu sekali.

Minat anak terhadap agama dipengaruhi juga oleh lingkungan sosial dalam hal ini adalah kebanyakan anak menghabiskan waktu dengan teman sebaya. sebagai contoh: dalam pergaulan dengan teman-teman sebaya yang sering berbincang-bincang mengenai agama, dan mematuhi aturan agama akan mempunyai minat yang lebih besar pada agama. Justru sebaliknya jika anak tidak pernah atau jarang menemukan hal yang sama jarang berbincang mengenai agama dan peraturan agama akan mempunyai sikap negatif pada agamanya (Hurlock, 1978:132). Oleh karena itu sangat penting bagaimana cara orang tua, para pendamping sekolah minggu, guru dan katekis diharapkan memberikan pemahaman yang benar kepada anak dalam setiap kegiatan di sekolah minggu, di rumah dan di sekolah.

(59)

misa di Gereja, menarik bagi anak kecil, karena kesemarakan tata caranya. Upacara keagamaan mempesona mereka dan mereka senang ikut serta bernyanyi. Mereka juga senang melihat orang sekeliling mereka selama misa, dan melihat apa yang sedang mereka lakukan. Anak lebih besar menyukai perkumpulan anak muda di Gereja misalnya untuk olah raga dan pertemuan ramah tama dalam kelompok kecil, piknik, perayaan hari besar wisata. Minat mereka seperti ini bersifat sosial dan bukan keagamaan. Usia 8 tahun minat anak memahami bahwa berdoa merupakan cara berbicara dengan Tuhan. Mereka yakin bahwa Tuhan menjawab doa mereka.

Dengan bertambahnya usia, minat pada doa biasanya berkurang. Mereka merasa bahwa doa mereka untuk meminta sesuatu, bantuan atau bimbingan tidak terjawab dan tidak membawa keutungan baginya. Sebagai contoh peralihan yang khas dalam doa anak: pada usia pra sekolah “saya tidak tahu mengapa saya harus berdoa” pada usia enam tahun “bantulah aku dalam membuat pekerjaan rumahku” pada usia sepuluh tahun “Tuhan tidak perna menjawab doaku”. Sebaliknya perayaan keluarga pada hari besar keagamaan, tetap menarik baginya karena perayaan-perayaan ini lebih bersifat sosial dari pada keagamaan. Misalnya perayaan hari natal dan paska karena di sini berkumpul seluruh keluarga dan kerabat, dilengkapi dengan persiapan makanan, dan hiasan meriah natal dan sebagainya. Minat terhadap ibadat keluarga, misalnya doa sebelum makan, membaca Alkitab dan berdoa cepat berkurang. Kebiasaan ini hanya diteruskan karena tekanan orang tua. Oleh karena itu keyakinan-keyakinan religius anak mencerminkan ajaran yang diterima di rumah, di sekolah minggu dan di Gereja.

(60)

agama, misalnya “siapakah Tuhan? di mana Surga itu?, apakah malikat itu? dan sebagainya. Ketika anak mampu memahami arti cerita yang dibacakan atau diceritakan dan mereka akan mampu bertanya (Hurlock, 1978:134).

d. Minat terhadap Sekolah dan Jabatan

Menurut Andi Mappiare, (1982:65) minat atau cita-cita terhadap sekolah dan jabatan remaja awal banyak dipegaruhi oleh minat orang tua dan minat kelompoknya. Jika orang tua dan kelompoknya “work-oriented” maka seringkali remaja meminati sekolah yang mengarah pada pekerjaan (sekolah kejuruan). Jika orang tua atau kelompoknya “college-oriented” maka remaja terpengaruhi meminati sekolah-sekolah yang dapat mengantarkannya ke perguruan tinggi, menuju cita-cita jabatannya. Persoalan sering muncul manakala ada perbedaan yang tajam antara orientasi sekolah atau jabatan orang tuanya dengan orientasi sekolah atau jabatan kelompok teman sebayanya.

Sebagai suatu proses, pengembangan minat cita-cita jabatan seseorang mengalami perubahan sepanjang garis perkembangannya. Khusus dalam masa remaja, dapat dikatakan bahwa dalam masa remaja awal minat atau cita-cita terhadap sekolah dan jabatan seseorang berubah-rubah. Terutama parohan pertama masa remaja awal. Setelah mendekati masa remaja akhir, minat cita-cita tersebut dapat lebih jelas, dan beberapa remaja telah dapat menentukan dan mengarahkan minat dan cita-cita pendidikan atau jabatan pekerjaannya.

(61)

konteks ini berhubungan dengan motivasi. Cita-cita atau tujuan hidup ini hanya bisa diraih jika setiap pribadi memiliki motivasi yang kuat dalam dirinya.

5. Minat dan Motivasi

Menurut Winkel (1986:166), mengartikakan bahwa motivasi adalah motor penggerak yang mengaktifkan seseorang untuk melibatkan diri. Motivasi sebagai keadaan mental sesaat dan melalui keterlibatan yang berkesinambungan dan secara berangsur-angsur menumbuhkan dorongan tetap untuk mengembangkan diri sehingga motivasi bisa disebut juga sebagai ciri kepribadian.

Motif (motive) berasal dari bahasa latin “movere”, yang kemudian menjadi “motion” yang artinya gerak atau dorongan untuk bergerak. Jadi motif merupakan daya dorong, daya gerak, atau penyebab seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dan dengan tujuan tertentu. Sedangkan motivasi berarti pemberian atau penimbulan motiv atau hal yang menjadi motiv (Rachman,1993:114).

(62)

tertentu. Secara psikologi motivasi merupakan usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau suatu kelompok tertentu, tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan kepuasan dengan apa yang dilakukannya atau mencapai tujuan yang diinginkannya (Nini Subini, 2012:88). Motivasi dibagi menjadi dua yaitu: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Semua faktor yang berasal dari dalam diri individu memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangan tetapi bisa jadi telah menjadi kebutuhannya. Motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi luar (ekstrinsik).

Pendapat lain lagi mengenai motivasi intrinsik yang dikutip oleh Nini Subini, (2012:89) yang termasuk dalam motivasi intrinsik adalah: dorongan ingin tahu, dan menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, seperti orang tua, saudara, guru atau teman-teman dan sebagainya, adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu yang berguna baginya.

(63)

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa motivasi dipahami sebagai suatu daya penggerak yang mendorong individu untuk melakukan suatu tindakan karena ada satu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya. Selain itu motivasi juga diartikan sebagai dorongan ingin tahu, membuat orang kreatif, adanya keinginan yang kuat untuk maju dan berprestasi. Jadi motivasi mempunyai peranan penting dalam diri seseorang demi mencapai tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya begitu pula dengan minat terhadap panggilan hidup bakti dan cita-cita terhadap hidup bakti biarawan-biarawati, meskipun berbagai rintangan dan kesulitan yang menghadang ia tidak mudah menyerah untuk mencapainya.

C. Penelitian yang Relevan 

Penghayatan hidup bakti merupakan bagian dari kegiatan karya misioner Gereja yang dirintis oleh lembaga-lembaga hidup bakti pada masa sekarang dan masa yang mendatang. Sehubungan dengan penghayatan kaul, dan minat, para peneliti terdahulu yang sudah mencoba meneliti tentang pengaruh penghayatan kaul kemiskinan terhadap persaudaraan yang dilakukan oleh Margaretha Bulan Lejiu dan dilaksanakan di biara suster-suster MASF Indonesia pada bulan Desember 2013. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan sebesar 0,783 dari variabel (X) penghayatan kaul kemiskinan terhadap perasaudaraan sebesar 78, 3 % variabel (Y), sedangkan 48, 7 % dipengaruhi oleh faktor lain.

(64)

judul: Pengaruh Sosok Katekis terhadap minat umat dalam mengikuti katekese orang dewasa di Lingkungan St. Yosef Benediktus Sagan Paroki St. Antonius Kota Baru Yogyakarta.  

 

D. Kerangka Pikir 

Biarawan-biarawati hidup bakti dipilih oleh Allah dan menghayati seluruh hidupnya secara khusus hanya untuk memuliakan Allah melalui sesama yang dilayani dalam tugas perutusan yang diterimanya. Ciri khas hidup bakti biarawan-biarawati yaitu penyerahan diri secara total kepada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan segala-galanya demi Dia, ingin membuka diri bagi Roh Kudus sehingga semakin memampukannya dalam menghayati hidupnya setiap saat. Kesediaan dalam mengikuti-Nya serta mengarahkan diri kepada-Nya, terus menerus dipupuk melalui hidup doa dan diwujudkan dalam kehidupan bersama dan dalam melaksanakan karya kerasulan. Hidup bakti biarawan-biarawati meliputi penghayatan tiga kaul atau nasihat Injil yaitu:

• Kaul kemiskinan berarti gaya hidup yang sederhana, pengosongan diri dari harta benda, agar orang dipenuhi Roh Tuhan untuk mengabdi sesama dengan gembira tanpa pamrih serta dengan kerelahan hati menyumbangkan tenaga, waktu, keahlian dan ketrampilan, segala kemampuan dan seluruh kehidupan demi kemuliaan Tuhan dan sesama tanpa membeda-bedakan.

(65)

• Menghayati kaul kemurnian berarti pengosongan diri dari cinta yang terpusat pada diri atau orang tertentu saja, agar mencintai Tuhan dan sesama dengan cinta yang dermawan dan terbuka kepada siapa pun.

Dengan menghayati ketiga kaul tersebut secara publik, secara kelihatan sebagai kesaksian bagi setiap pribadi dan dalam kebersamaan menjadi tanda Kerajaan Allah di tengah dunia. Sebab melalui penghayatan ketiga kaul ditekankan bahwa apa yang paling dasariah dan paling bernilai di dunia ini hanya bersifat sementara dan belum kekal.

Minat merupakan suatu kondisi afektif seseorang yang berintesitas tinggi dan terorganisir melalui pengalaman. Kesaksian hidup bakti biarawan-biarawati yang ditunjukkan dengan sikap gembira dalam melaksanakan tugas kerasulan dan

Gambar

Tabel 21.  Analisis Frekuensi Aspek Rasa Ingin Tahu                                          74
Gambar 1.   Diagram Penghayatan Hidup Bakti secara Keseluruhan                    64
Tabel 3. Variabel Minat Terhadap Panggilan Hidup Bakti.
tabel 13 dan tabel lainnya di bawah ini adalah deskriptif statistik frekuensi, dan
+3

Referensi

Dokumen terkait