• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari."

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA SECARA KONTEKSTUAL DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF

KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI”. Penulis memilih judul tersebut berdasarkan keprihatinan penulis terhadap kurangnya minat kaum muda untuk ikut terlibat ambil bagian dalam hidup menggereja. Secara khusus penulis rasakan sewaktu Karya Bakti Paroki di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari. Kaum muda yang terlibat aktif kurang lebih hanya separuh dari jumlah keseluruhan. Melihat situasi tersebut, mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai penyebab kaum muda kurang aktif dan mengupayakan suatu kegiatan yang tentunya dapat menarik minat kaum muda untuk lebih terlibat dalam hidup menggereja.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah memperoleh data mengenai keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja, meninjau perkembangan dari kegiatan yang telah dilakukan oleh lingkungan Santo Yusuf Kadisobo untuk meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja, meninjau sejauh mana manfaat yang sudah mereka peroleh dengan terlibat dalam hidup menggereja, serta memberikan satu model kegiatan yang cocok untuk menarik kaum muda semakin aktif hidup menggereja.

(2)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis is “THE EFFORT TO INTENSIFY THE

YOUTH PARTICIPATION IN ECCLESIASTICAL ACTIVITIES IN SAINT YUSUF AREA OF KADISOBO IN THE PARISH OF SAINT

YOSEPH MEDARI”. The title was chosen because of a concern about a decrease of youth participation in ecclesiastical activities. Particularly, I found the fact when I joined in the Parish’s service program in the area of Saint Yusuf Kadisobo in the Parish of Saint Yoseph Medari. There were only a small number of young people who were active in the ecclesiastical activities. The fact urged me to conduct a research on it to know the reasons, and to make an effort to make more young people active in ecclesiastical activities.

The objective of this research was to obtain as many data as possible about youth participation in the ecclesiastical activities, to know more about the progress of action performed in the area of Saint Yusuf Kadisobo to activate the youth participation, to view how far the youth may take advantage from their involvement in ecclesiastical activities, and of course to apply an applicable model of action to make the youth interested more in the ecclesiastical activities.

(3)

i

UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA SECARA KONTEKSTUAL DI LINGKUNGAN

SANTO YUSUF KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Agustina Puji Astuti NIM: 081124027

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Ayahku (Ignatius Sukarto), Ibuku (Yustina Sri Rahayu), Dosen Pembimbingku (Y.Kristianto),

Adikku (Maria Rety Fajar Ayu Fitriana), Kekasihku (Miyat Gayuh Prayitna),

Teman-teman seangkatanku khususnya (Hermi Marbun), Almamaterku (Universitas Sanata Dharma),

Kaum Muda di Lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari

dan,

(7)

v

MOTTO

Hanya ini Tuhan persembahanku, terimalah Tuhan permohonanku,

s’bab tak kumiliki harta kekayaan yang cukup berarti,

tuk ku persembahkan,

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA SECARA KONTEKSTUAL DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF

KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI”. Penulis memilih judul tersebut berdasarkan keprihatinan penulis terhadap kurangnya minat kaum muda untuk ikut terlibat ambil bagian dalam hidup menggereja. Secara khusus penulis rasakan sewaktu Karya Bakti Paroki di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari. Kaum muda yang terlibat aktif kurang lebih hanya separuh dari jumlah keseluruhan. Melihat situasi tersebut, mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai penyebab kaum muda kurang aktif dan mengupayakan suatu kegiatan yang tentunya dapat menarik minat kaum muda untuk lebih terlibat dalam hidup menggereja.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah memperoleh data mengenai keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja, meninjau perkembangan dari kegiatan yang telah dilakukan oleh lingkungan Santo Yusuf Kadisobo untuk meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja, meninjau sejauh mana manfaat yang sudah mereka peroleh dengan terlibat dalam hidup menggereja, serta memberikan satu model kegiatan yang cocok untuk menarik kaum muda semakin aktif hidup menggereja.

(11)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis is “THE EFFORT TO INTENSIFY THE

YOUTH PARTICIPATION IN ECCLESIASTICAL ACTIVITIES IN SAINT YUSUF AREA OF KADISOBO IN THE PARISH OF SAINT

YOSEPH MEDARI”. The title was chosen because of a concern about a decrease of youth participation in ecclesiastical activities. Particularly, I found the fact when I joined in the Parish’s service program in the area of Saint Yusuf Kadisobo in the Parish of Saint Yoseph Medari. There were only a small number of young people who were active in the ecclesiastical activities. The fact urged me to conduct a research on it to know the reasons, and to make an effort to make more young people active in ecclesiastical activities.

The objective of this research was to obtain as many data as possible about youth participation in the ecclesiastical activities, to know more about the progress of action performed in the area of Saint Yusuf Kadisobo to activate the youth participation, to view how far the youth may take advantage from their involvement in ecclesiastical activities, and of course to apply an applicable model of action to make the youth interested more in the ecclesiastical activities.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa yang penuh belaskasih karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA

SECARA KONTEKSTUAL DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF

KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI.

Skripsi ini diilhami oleh keprihatinan penulis melihat realita yang terjadi di masyarakat dewasa ini, dimana kaum muda saat ini kurang terlibat dalam hidup menggereja. Oleh karena itu penulis mempunyai maksud untuk membantu kaum muda di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari untuk terlibat aktif dalam hidup menggereja dengan mengupayakan salah satu bentuk kegiatan yang dapat menjunjung tinggi rasa persaudaraan, dan menambah guyub antar kaum muda. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat tersusun dengan baik karena campur tangan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu perkenankanlah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dengan sepenuh hati kepada:

(13)

xi

2. Bapak Y. Kristianto, SFK, M.Pd, sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian dengan sabar dan setia, meluangkan waktu, memberikan masukan dan kritikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada waktunya.

3. Dr. C. Putranta, SJ. sebagai dosen pembimbing akademik dan salah satu penguji yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis sehingga penulis semakin termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Drs. L.Bambang Hendarto Y., M. Hum. sebagai dosen penguji ke dua

yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis sehingga penulis semakin termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

6. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan yang telah ikut memberi dukungan kepada penulis selama belajar dan dalam penulisan skripsi ini.

7. Kepada Ayah, Ibu, adik, dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materiil yang tiada henti-hentinya sehingga saya dapat menyelesaikan studi di IPPAK dan skripsi ini.

(14)
(15)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO . ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penulisan ... 9

(16)

xiv

BAB II. KETERLIBATAN KAUM MUDA DAN HIDUP MENGGEREJA

SECARA KONTEKSTUAL.... ... 11

A. Kaum Muda ... 11

1. Pengertian Kaum Muda Secara Umum ... 11

2. Ciri-ciri Kaum Muda ... 14

3. Permasalahan Kaum Muda ... 15

4. Situasi Kaum Muda ... 16

5. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kaum Muda ... 17

a. Potensi ... 17

b. Identitas ... 17

c. Peran Kaum Muda Masa Kini ... 17

6. Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja ... 18

a. Keterlibatan Kaum Muda ... 18

b. Hidup Menggereja ... 19

1) Koinonia ... 19

2) Kerygma ... 19

3) Liturgy ... 19

4) Diakonia ... 19

7. Spiritualitas Kaum Muda ... 20

a. Peristiwa Dalam Kitab Suci ... 20

b. Santo Paulus Berbicara Tentang Anugerah Roh Kudus... 20

c. Masa SMA Merupakan Masa Kristalisasi ... 20

d. Kutipan-kutipan Lain Dari Kitab Suci ... 21

8. Religiositas Kaum Muda... 21

9. Peranan Kaum Muda... 24

a. Peranan Kaum Muda Dalam Gereja... 24

b. Pandangan Gereja Terhadap Kaum Muda ... 26

c. Harapan Gereja Terhadap Kaum Muda ... 27

(17)

xv

B.Bentuk Hidup Menggereja Dan Pembinaannya ... 29

1. Bentuk Hidup Menggereja Secara Kontekstual ... 29

a. Hidup Menggereja Menurut Suratman ... 29

1) Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas yang sadar ... 29

2) Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas terorganisir ... 29

3) Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas berdoa dan merayakan... 30

4) Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas berpusat pada Kristus ... 30

5) Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas yang terbuka ... 30

6) Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas yang berkaitan dengan hidup seutuhnya ... 30

b. Hidup Menggereja Menurut Hardaputranta ... 31

2. Konsep Pembinaan Kaum Muda Dalam Keterlibatan Hidup Menggereja .. 32

a. Pembinaan Sebagai Pelayanan ... 33

b. Pembinaan Sebagai Pendampingan ... 33

C.Hidup Menggereja Secara Kontekstual Sebagai Praksis Menghayati Iman Kristiani... 36

1. Hidup Menggereja Secara Kontekstual ... 36

2. Hidup Menggereja Kontekstual Sebagai Praksis Perwujudan Iman Kristiani... 39

BAB III. PENELITIAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA SECARA KONTEKSTUAL DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI ... 41

A.Gambaran Umum Situasi Kaum Muda di Lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari ... 41

1. Sejarah Berdirinya Paroki Santo Yoseph Medari ... 41

2. Keadaan Geografis Serta Pembagian Jumlah Stasi, Wilayah, dan Lingkungan Paroki Santo Yoseph Medari ... 43

3. Perkembangan Kaum Muda di Lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari ... 46

a. Perkembangan kaum muda di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo ... 46

b. Perkembangan umat secara keseluruhan di Paroki Santo Yoseph Medari ... 47

(18)

xvi

B.Metode Penelitian Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja Secara Kontekstual di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo

Yoseph Medari ... 49

1. Latar Belakang Penelitian ... 49

2. Rumusan Permasalahan Penelitian ... 50

3. Tujuan Penelitian ... 51

4. Manfaat Penelitian ... 51

5. Pendekatan Penelitian ... 51

6. Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

7. Teknik dan Instrumen Penelitian ... 52

a. Wawancara ... 52

1) Wawancara dengan pertanyaan tak berstruktur atau terbuka atau bebas ... 53

2) Wawancara dengan pertanyaan berstruktur atau tertutup ... 53

3) Wawancara dengan pertanyaan kombinasi ... 53

b. Kuesioner ... 53

C.Laporan Hasil Penelitian Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja Secara Kontekstual di Lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari ... 58

1. Identitas Responden ... 59

2. Keberadaan Kaum Muda ... 60

3. Peran Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja ... 64

4. Pemahaman Tentang Hidup Menggereja ... 66

5. Ragam Kegiatan Hidup Menggereja ... 69

6. Faktor Penghambat dan Pendukung Untuk Terlibat Dalam Hidup Menggereja ... 71

7. Manfaat Terlibat Dalam Hidup Menggereja ... 73

(19)

xvii

D.Pembahasan Hasil Penelitian Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja Secara Kontekstual di Lingkungan Santo Yusuf Kadisobo

Paroki Santo Yoseph Medari ... 81

1. Identitas Responden ... 82

2. Keberadaan Kaum Muda ... 82

3. Peran Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja ... 84

4. Pemahaman Tentang Hidup Menggereja ... 84

5. Ragam Kegiatan Hidup Menggereja ... 85

6. Faktor Penghambat dan Pendukung Untuk Terlibat Dalam Hidup Menggereja ... 86

7. Manfaat Terlibat Dalam Hidup Menggereja ... 87

8. Bentuk, Isi, Sarana prasarana, dan Profil pendamping ... 88

BAB IV. USULAN KEGIATAN DALAM RANGKA UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA SECARA KONTEKSTUAL DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI ... 90

A.Latar Belakang Penyusunan Kegiatan Kaum Muda Dalam Rangka Meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo ... 90

B.Tujuan Kegiatan ... 91

Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Lembar Kuesioner ... (2)

(20)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

KS : Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skrispi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 2004.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dokmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja.

AA : Apostolicam Actuositatem, Konstitusi Dokmatik Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam.

GE : Gaudium Et Spes, Konstitusi Dokmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja Dalam Dunia Modern.

EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang Karya

Pewartaan Injil dalam Zaman Modern, 8 Desember 1975.

B. Singkatan Lain

Art : Artikel

Bdk : Bandingkan

KK : Kepala Keluarga

(21)

xix KBG : Komunitas Basis Gerejawi

KBK : Komunitas Basis Kristiani

KBP : Karya Bakti Paroki

KHK : Komunitas Hidup Kristen

KKMK : Kesatuan Keluarga Mahasiswa Katolik

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

LCD : Liquid Crystal Display

MB : Madah Bakti

PDK : Pembaharuan Doa Kharismatik

PIA : Pendampingan Iman Anak

PIR : Pendampingan Iman Remaja

PGK : Panitia Gereja Katolik

PMKRI : Persatuan Muda-mudi Katolik Republik Indonesia

SJ : Serikat Jesuit

SMA : Sekolah Menengah Atas

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Agar semakin memperjelas berikut ini adalah uraiannya.

A. Latar Belakang Penulisan Skripsi

Kaum muda adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain. Sebagai makhluk sosial, kaum muda tidak lepas dari masyarakat yang berada di sekitarnya. Keterlibatan serta peran mereka sangat dibutuhkan dan diharapkan. Namun, terkadang keterlibatan mereka ada yang mendatangkan peluang sekaligus hambatan bagi pribadinya sendiri. Salah satu contoh hambatan yang telah mengakar di masyarakat adalah budaya instan. Budaya ini dapat mematikan daya dan semangat serta usaha untuk berjuang dalam hidup, karena kebanyakan orang termasuk kaum muda lebih memilih yang cepat tanpa membuang-buang banyak waktu dan tenaga.

(23)

mereka, sehingga timbul sikap positif untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

Begitu juga yang dialami kaum muda dalam Gereja. Dewasa ini Gereja juga mengalami krisis yang mengakibatkan berbagai macam permasalahan. Salah satu kekrisisan yang dihadapi kaum muda adalah soal pencarian jati diri mereka. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, kaum muda juga hidup di antara anggota Gereja lainnya dan berjuang untuk bersama-sama mewujudkan Kerajaan Allah. Komisi kepemudaan KWI menggolongkan kaum muda menurut usia mereka sebagai berikut: remaja usia antara 13-15 tahun, taruna usia 16-19 tahun, madya usia antara 20-25 tahun, dan karya usia antara 25-35 tahun. Akan tetapi Komisi kepemudaan KWI secara umum menyatakan bahwa usia 13-35 tahun atau belum menikah adalah kaum muda (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:4).

Melihat realita yang ada, banyak kaum muda yang kurang aktif atau pasif untuk terlibat dalam hidup menggereja. Hal tersebut dikarenakan banyaknya kaum muda yang beranggapan bahwa kebutuhan dan tempat untuk menampung aspirasi mereka tidak terpenuhi sehingga mereka cenderung untuk “berdiam” diri. Di

samping itu banyak orang-orang tua yang mendominasi kaum muda dengan kata lain kaum muda belum diberikan tanggung jawab atau kepercayaan serta kesempatan untuk mengekspresikan dirinya sebagai orang muda.

(24)

peranan penting dalam masyarakat sekarang. Pernyataan ini menekankan bahwa kaum mudalah yang mampu memperkembangkan Gereja untuk ke depannya. Gereja sebagai wadah atau tempat berkumpulnya semua umat Katolik memiliki peranan penting dalam membangun, membimbing dan menanamkan sikap persaudaraan dalam menanggapi realita yang terjadi dalam masyarakat modern saat ini.

Gereja dituntut memperlihatkan sikap pelayanan Kristus. Hal itu terjadi bila Gereja secara publik tampil di tengah-tengah masyarakat. Gereja sebagai wadah atau tempat berkumpulnya orang-orang Katolik mempunyai peranan penting dalam membimbing jemaat dan menanamkan sikap solidaritas dalam melihat realita yang terjadi dalam masyarakat modern saat ini. Dan penampilan itu terjadi dalam dua bentuk, yaitu sebagai perwujudan iman dan pengungkapan iman (Iman Katolik, 1996:452).

Beberapa upaya yang sudah dilakukan oleh lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari untuk mengaktifkan kaum muda supaya mereka mau terlibat dalam hidup menggereja adalah dengan mengadakan suatu kegiatan pendampingan bagi para kaum muda. Pendampingan kaum muda diharapkan dapat membantu mereka menjawab segala kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi, sehingga kaum muda dapat terbantu untuk menjaga semangat dan persaudaraan antar sesama mereka.

(25)

tantangan yang ada di sekitar lingkungannya. Dan yang lebih penting mereka memiliki kerinduan untuk berkumpul dengan sesamanya, sehingga dari kerinduan itu membuat mereka ingin lebih terlibat dalam hidup menggereja serta semakin meningkatkan penghayatan iman mereka akan Yesus Kristus.

Dari tujuan pendampingan tersebut diharapkan mereka dapat menempatkan diri sebagai manusia beriman dan sebagai anggota Gereja yang dijiwai oleh cita-cita, sikap dan semangat Kristus, sehingga mereka dapat memberi kesaksian dan pelayanan Kristen di tengah-tengah masyarakat saat ini (Tangdilintin, 1984:49).

Kegiatan pendampingan bagi kaum muda merupakan suatu kebutuhan untuk dapat memacu semangat dan kreativitasnya. Kegiatan pendampingan tidak bersifat sementara untuk menanggapi satu keprihatinan saja, melainkan perlu terus-menerus dilakukan dan dikembangkan. Dengan demikian, kaum muda sebagai manusia yang masih berjuang untuk mencapai kehidupan yang lebih baik memang membutuhkan pendampingan.

Hal ini selaras dengan kebutuhan manusia untuk saling memberi dan menerima secara sehat dalam hal perasaan, pikiran dan cita-cita. Dengan adanya pendampingan, kaum muda akan merasa mendapatkan kekuatan, pertolongan sehingga keterlibatan mereka dalam hidup menggereja akan semakin bermakna. Dengan demikian persaudaraan serta kebersamaan para kaum muda akan semakin terjalin dan mendorong mereka untuk memiliki semangat yang tinggi.

(26)

1. PIA

Pendampingan ini merupakan wadah resmi yang selama ini ada juga dalam Paroki. Gagasan yang bisa diberikan adalah melaksanakan PIA sebagai bagian dari pendampingan untuk anak-anak, yang mendampingi kegiatan tersebut adalah kaum muda. Melalui pendampingan tersebut kaum muda diharapkan untuk aktif terlibat dalam hidup menggereja.

2. Koor Kaum Muda

Saat ini sudah ada kelompok koor kaum muda yang biasanya dilatih oleh saudari Mega dan Novi bertempat di Kapel Kadisobo. Kegiatan ini dilakukan bertepatan dengan tugas koor kaum muda. Diharapkan latihan koor ini tidak hanya pada saat kaum muda mendapat giliran untuk bertugas saja, tetapi ada waktu yang sudah dipilih untuk rutinitas latihan.

3. Anjangsana Mudika

Kegiatan semacam ini pernah dilakukan oleh kaum muda yang ada di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo. Mereka berkunjung dari satu lingkungan ke lingkungan lain secara bergilir, tetapi karena kurangnya koordinasi dan seringnya waktu yang bertabrakan dengan kegiatan lainnya, sehingga kegiatan ini tidak berjalan lagi.

(27)

Melalui berbagai macam kegiatan pendampingan tersebut mereka mampu mengenal dan menerima diri dengan segala kekurangan serta kelebihan yang mereka miliki, mampu menemukan identitas diri memiliki gambaran diri yang sehat dan mempunyai kepercayaan diri serta harga diri yang seimbang, mampu mengolah dan mengarahkan segala perasaan hati yang positif dan negatif yang muncul dalam hati mereka, mampu mengembangkan perilaku, cara dan gaya hidup yang produktif, serta mampu mengembangkan motivasi, potensi yang ada di dalam dirinya secara maksimal.

Maka dari itu lewat upaya-upaya kegiatan tersebut, diharapkan perkembangan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggerejanya semakin kental dan aktif. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan tali persaudaraan sebagai perwujudan iman yang terlibat baik di dalam lingkup Gereja maupun di masyarakat, sehingga mereka pun dapat membantu sesamanya untuk hidup yang lebih maju dan berkembang. Berdasarkan keprihatinan tersebut penulis terdorong untuk mengangkat judul skripsi : “UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN

KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA SECARA KONTEKSTUAL DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI”.

(28)

imannya melalui pengalaman dan pergumulan mereka dalam mencari dan menemukan Tuhan bersama rekan-rekan muda lainnya.

B. Rumusan Permasalahan

Pada bagian rumusan permasalahan terdiri dari empat rumusan, berisi tentang permasalahan yang akan coba dijawab oleh penulis dalam skripsinya seperti yang tertulis di bawah ini:

1. Sejauh mana keterlibatan para kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo?

2. Apa saja upaya yang sudah dilakukan oleh lingkungan Santo Yusuf Kadisobo untuk meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual?

3. Apa manfaat dari upaya-upaya tersebut untuk keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja terhadap pengembangan diri mereka?

4. Bentuk kegiatan pendampingan seperti apa yang dirasa cocok bagi kaum muda di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo agar mereka semakin terlibat dalam hidup menggereja?

C. Tujuan Penulisan

(29)

1. Mengetahui sejauh mana keterlibatan kaum muda di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo dalam hidup menggerejanya.

2. Mengetahui bentuk kegiatan dan upaya yang sudah dilakukan lingkungan Santo Yusuf Kadisobo sudah sejauh mana berkembangnya.

3. Agar kaum muda dapat menemukan manfaat dari upaya-upaya yang sudah di lakukan oleh lingkungan Santo Yusuf Kadisobo untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam hidup menggereja.

4. Memberikan satu bentuk kegiatan yang sesuai untuk semakin meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja.

D. Manfaat Penulisan

Pada bagian manfaat penulisan terdiri dari empat rumusan, berisi tentang manfaat dari penulisan yang akan coba dicapai oleh penulis, kaum muda, dan Gereja seperti yang tertulis di bawah ini:

1. Supaya kaum muda dapat mengembangkan diri, menambah rasa percaya diri dalam diri mereka untuk tampil di depan umum, dan samakin aktif serta ikut ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan di Gereja.

2. Memperoleh bentuk gambaran dari upaya untuk meningkatkan keterlibatan kaum muda yang telah dilakukan oleh lingkungan Santo Yusuf Kadisobo agar lebih banyak kaum muda yang aktif.

(30)

4. Tersedianya bentuk kegiatan yang sekiranya sesuai untuk meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo.

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif-analitis. Melalui metode ini penulis akan menggambarkan dan menganalisa permasalahan yang ada untuk dicarikan alternatif pemecahan yang tepat. Untuk mendapatkan data yang diperoleh, penulis mengadakan survei dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan untuk mendapatkan analisis yang baik penulis melengkapinya dengan membaca serta studi pustaka. Data-data yang diperoleh nantinya akan dianalisis guna mengetahui seberapa besar perkembangan keterlibatan para kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari.

F. Sistematika Penulisan

Pada bagian sistematika penulisan terdiri dari lima rumusan, berisi tentang sitematika penulisan dari tiap bab penulisan yang akan coba dicapai oleh penulis seperti yang tertulis di bawah ini:

(31)

BAB II : Pada bab ini penulis akan memaparkan pengertian-pengertian kaum muda, ciri-ciri kaum muda, permasalahan kaum muda, situasi kaum muda, peranan kaum muda, bentuk hidup menggereja, konsep keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja, dan hidup menggereja secara kontekstual sebagai praksis perwujudan Iman Kristiani.

BAB III : Pada bab ini penulis akan memaparkan penelitian mengenai keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja secara kontekstual yang terdiri dari metode penelitian yang digunakan, memaparkan hasil penelitian yang sudah dilaksanakan, dilanjutkan pembahasan hasil penelitian dan mencermati data yang ada untuk ditindak lanjuti, dan yang terakhir adalah menarik kesimpulan dari penelitian tersebut.

BAB IV : Pada bab ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi tentang latar belakang penyusunan kegiatan pendampingan kaum muda di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo. Bagian ke dua berbicara mengenai tujuan kegiatan kaum muda. Bagian ke tiga bentuk kegiatan pendampingan yang cocok dan sesuai dengan karakter kaum muda di lingkungan Santo Yusuf Kadisobo.

(32)
(33)

BAB II

KETERLIBATAN KAUM MUDA DAN HIDUP MENGGEREJA

SECARA KONTEKSTUAL

Pada bab ke dua ini akan dibahas tiga hal, yakni: Pengertian Kaum Muda, Bentuk Hidup Menggereja dan Pembinaanya, dan Hidup Menggereja Secara Kontekstual Sebagai Praksis Menghayati Iman Kristiani. Berikut adalah pembahasannya.

A. Kaum Muda

1. Pengertian Kaum Muda Secara Umum

Kata muda berarti belum sampai setengah umur. Namun, Shelton (1987:9) berpendapat bahwa kaum muda adalah mereka yang berusia antara 15-24 tahun dan sedang mengalami tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, emosional, sosial, moral, serta religius.

Sedangkan tokoh lain yakni Mangunhardjana (1986:11-12) berpendapat bahwa kaum muda diperuntukkan untuk menunjuk kaum, golongan, atau kelompok orang yang masih muda usianya, yang berumur 15 sampai 21 tahun. Kaum muda dalam ilmu psikologi disebut remaja yang mencakup muda-mudi usia SMA dan usia studi Perguruan Tinggi semester I-IV.

(34)

itu, kaum muda mampu menemukan hak-haknya, peranannya, kewajibannya serta kebutuhannya sebagai pribadi yang matang dan dewasa. Masa perkembangan dan masa persiapan dengan segala kekhasan yang ada pada diri kaum muda merupakan hal pokok yang akan dibahas pada bagian ini.

Berkaitan dengan perkembangan dan persiapan tersebut Shelton mengatakan:

“...dalam tahap ini kaum muda disibukkan dengan pilihan-pilihan masuk perguruan tinggi, studi tingkat sarjana, karir atau perkawinan. Perhatian kaum muda semakin terpusat pada peran-peran dan tugas-tugas yang menyiapkan mereka memasuki dunia kaum dewasa. Dalam tahap inilah masalah-masalah yang menyangkut identitas dan intimitas selalu gawat di kalangan kaum muda” (Shelton, 1988:12).

Dari pernyataan Shelton ini, jelaslah bahwa kaum muda pada tahap akhir benar-benar mengalami masa transisi yang sangat menentukan hidupnya, maka tidak mudah bagi mereka dalam hidup ini menentukan sebuah “pilihan”. Banyak

kaum muda beranggapan, bahwa masa depannya tidak jelas; ada banyak kecemasan-kecemasan, ketakutan-ketakutan akan apa yang dihadapi di masa yang akan datang.

(35)

Realita kehidupan kaum muda di atas diharapkan mampu membuka mata kaum muda dewasa untuk lebih menyikapi makna hidup ini. Mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap Gereja dalam melayani kebutuhan kaum muda. Tak seorang pun yang mempunyai iman dan mempunyai latar belakang pendidikan tertentu membiarkan keadaan ini berlarut-larut. Dalam perjalanan waktu dan perkembangan pemahaman mereka, kaum muda banyak menghadapi problem-problem, baik secara intern maupun ekstern.

Konsili Vatikan II dalam dekritnya tentang AA art 2, menegaskan bahwa kaum muda merupakan kekuatan penting dalam masyarakat sekarang, dimana peran dan keterlibatannya sangat dibutuhkan dalam hidup bersama baik di lingkup Gereja maupun masyarakat luas.

Philip Tangdilintin (2008:25) dengan mengutip pendapat DR J. Riberu

menerangkan tentang keberadaan “kaum muda” dengan istilah “muda-mudi”

sebagai berikut:

“Muda-mudi dimaksudkan kelompok umur kurang lebih 12-24 tahun, bagi yang bersekolah usia ini sesuai dengan usia lanjutan dan Perguruan Tinggi. Ditinjau dari segi sosiologis sering kali usia di atas perlu dikoreksi sesuai dengan umur usia seseorang dalam masyarakat tertentu (=kedewasaan psikologis). Status sosial yang dimaksudkan ialah hak dan tugas orang dewasa yang diberikan kepada seseorang dalam masyarakat tertentu. Status sosial ini sering sejalan dengan status berdikari di bidang nafkah ataupun status keluarga. Unsur status sosial ini menyebabkan seseorang yang menurut usianya masih dalam jangkauan muda-mudi sudah bisa dianggap dewasa dan sebaliknya orang yang sudah melampaui usia tersebut toh masih dianggap muda-mudi”.

(36)

dan pendengaran mencapai puncaknya. Sejalan dengan perkembangan fisik, fungsi intelektual orang muda pun berada pada suatu tingkat yang tinggi dan baik. Kaum muda dapat berfikir secara kritis, dan dapat melahirkan gagasan-gagasan atau ide-ide membentuk konsep-konsep mengenai suatu hal yang menambah kemampuan inteligensi. Maksudnya kemampuan yang meliputi kosa kata, informasi umum dan pemikiran untuk memperbaiki hidup secara menyeluruh, mengembangkan bakat dan minat yang makin terarah pada tujuan hidup yang telah ditentukan.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut kaum muda adalah mereka yang tergolong energik dan kreatif yang berusia antara 15 sampai dengan 24 tahun, serta yang sedang mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Mereka juga yang sering disebut sebagai tulang punggung atau generasi penerus bangsa dan Gereja.

2. Ciri-ciri Kaum Muda

Ciri-ciri kaum muda : Kaum muda berada dalam periode peralihan, Kaum muda sedang berada dalam masa mencari identitas, Kaum muda berada dalam masa yang tidak realistik, Kaum muda berada dalam usia bermasalah, dan Kaum muda berada dalam ambang masa dewasa.

(37)

menjadi selektif dan kritis, mereka menentukan citra rasanya sendiri, jalan pikiran dan skala nilai sendiri.

Perkembangan emosional, membuat hormon-hormon dalam tubuh mengalami peningkatan. Perkembangan sosial dan relasi dengan orang lain menjadikan kaum muda penuh dengan kesalingtergantungan dan kegairahan hidup. Perkembangan moral, pencarian patokan moral, dan ketegangan batin yang dialami kaum muda menjadikan kaum muda mempunyai sikap terbuka terhadap nilai-nilai baru dan haus akan perkembangan serta tidak senang pada keadaan statis. Perkembangan religius, yakni hubungan muda-mudi dengan Maha Kuasa, Sang Pencipta yang menjadikan kaum muda dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara abstrak (Mangunhardjana, 1986:12).

3. Permasalahan Kaum Muda

Permasalahan kaum muda yang sangat mendasar yang diakui oleh muda-mudi adalah permasalahan dari dalam diri muda-muda-mudi sendiri. Permasalahan yang banyak dialami adalah pengaktualisasian diri kurang menyadari potensi yang ada dan mengenal diri, rasa rendah diri serta sistem adat yang menghambat perkembangan diri.

(38)

kehidupan bermasyarakat, misalnya: pergaulan kaum muda yang tidak benar menjadikan kaum muda bersifat konsumtif. Permasalahan dalam agama, misalnya: krisis iman dalam diri kaum muda. Permasalahan dalam diri sendiri, misalnya: kaum muda mulai mengenal arti cinta (Mangunhardjana, 1986:16).

4. Situasi Kaum Muda

Kaum muda adalah tulang punggung dan masa depan negara, dan Gereja. Kiprah kaum muda akan menentukan arah dan wajah masa depan. Untuk itu kaum muda diharapkan ikut terlibat dalam keprihatinan-keprihatinan yang dirasakan di lingkungan di sekitar dirinya. Semangat kaum muda yang menggelegar, potensi yang dimilikinya, ide pembaharuan yang lekat dengan dirinya adalah modal penting untuk pengembangan masa depan yang lebih baik.

(39)

5. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kaum Muda

Menurut Tangdilintin (2008:27-32) melihat keberadaan kaum muda dapat ditinjau dari berbagai aspek lain. Ada pun aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Potensi

Kaum muda mempunyai potensi untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara abstrak, dapat memandang diri dan persoalan hidup ini dari berbagai segi. Hal tersebut menyebabkan mereka memiliki sikap terbuka terhadap setiap pembaharuan dan perkembangan. Oleh sebab itu, generasi muda sering disebut generasi pembaharu yang tidak terikat pada tradisi-tradisi masa lampau, maka hidupnya penuh dinamika, penuh emosi, dan penuh semangat.

b. Identitas

Kaum muda yang sedang mencari identitas diri, dalam proses perkembangan mereka mengharapkan agar diperlakukan sebagai sahabat. Mereka ingin dihargai sebagai pribadi yang sedang dalam proses mencari identitas diri. Kemudian kalau kaum muda ingin menjadi orang yang “bebas” maksudnya adalah mereka tidak ingin terikat pada aturan-aturan ketat, baik dalam adat maupun norma-norma. Mereka ingin mendapat “pengakuan”, karena itu membutuhkan kesempatan untuk

“menyatakan diri”, membuktikan diri, bahwa mereka dapat berbuat sesuatu, maka

mereka tidak mau segalanya ditentukan orang lain. c. Peran Kaum Muda Masa Kini

(40)

bermasyarakat maupun bernegara. Kaum muda ini berarti sudah sampai pada kesadaran bahwa mereka sebagai “harapanmasa kini”. Mereka tidak ingin dianggap sebagai “pembantu” atau sebagai pelaksana program atau gagasan orang lain saja.

Mereka ingin ikut berpartisipasi mulai dari gagasan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.

6. Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja

a. Keterlibatan Kaum Muda

Menurut Prasetya (2006:109-110) terlibat adalah sebuah pengabdian yang dilaksanakan secara sukarela oleh pribadi-pribadi yang sesuai dengan tempat dan peranan seseorang serta harus mengarah pada peningkatan kesejahteraan umum. Keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja terdorong oleh semangat Yesus Kristus dan dijiwai sikap patuh dan cinta kasih kepada para Gembala Gereja, maka boleh diharapkan akan memperbuahkan hasil yang melimpah.

Gereja senantiasa mengupayakan berbagai kegiatan dalam rangka pendidikan karakter. Hal ini menuntut keterlibatan kaum muda agar dapat membangun spiritualitas, watak, kepribadian, serta tanggung jawab dalam diri mereka sendiri.

(41)

gairah hidup dan semangat kerja yang meluap, mereka sanggup memikul tanggung jawab sendiri, dan ingin memainkan peran mereka dalam kehidupan sosial dan budaya.

Kaum muda sendiri haruslah menjadi rasul-rasul pertama dan langsung bagi sesama kaum muda, dengan menjalankan sendiri kerasulan di kalangan mereka sambil mengindahkan lingkungan sosial kediaman mereka (AA art 12). Selain menjadi rasul bagi kaum muda itu sendiri, mereka hendaknya juga diberi kemungkinan dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan, kreatifitas yang dimiliknya, dengan cara terlibat mendampingi berbagai macam kegiatan PIA atau sekolah minggu, dan PIR.

b. Hidup Menggereja

Menurut Ardhisubagyo (1987:24), hidup menggereja dapat digolongkan dalam 4 dasariah gereja, sebagai berikut:

1) Koinonia: cara hidup bersama yang terbuka dan nyata dalam menumbuhkan kepekaan terhadap kesusahan dan penderitaan.

2) Kerygma: pewartaan dijalankan oleh setiap umat beriman agar dapat mengalami perjumpaan dengan Allah.

3) Liturgy: mengikuti perayaan Ekaristi sebagai umat Allah yang selalu merindukan Allah yang hadir dalam hidupnya.

(42)

7. Spiritualitas Kaum Muda

Menurut Shelton (1987:100-104), terdapat beberapa kemungkinan landasan yang berguna untuk perkembangan hidup spiritual kaum muda, yakni:

a. Peristiwa-peristiwa dalam Kitab Suci, panggilan Tuhan dalam (Matius 4:21), dapat digunakan untuk membantu mereka menyadari panggilan Tuhan. Para kaum muda hendaknya diajak untuk merenungkan diri mereka di masa mendatang, dan bagaimana panggilan Tuhan atas mereka itu dihayati. Meski masa depan tersebut belum pasti, mereka perlu melihat bahwa tindakan dan pilihan mereka pada saat itu akan mempengaruhi masa depan mereka.

b. Santo Paulus berbicara tentang anugerah Roh Kudus kepada umat Korintus (1Kor 12:4-11). Pernyataan Paulus itu mengingatkan semua orang Kristen akan anugerah-anugerah pribadi yang diterimanya untuk membangun jemaat Allah. Sebagaimana telah kita lihat, pembicaraan anugerah ini sangat penting bagi orang muda. Orang muda (sebagaimana juga banyak orang dewasa), sering mengukur diri bedasarkan apa yang mereka miliki. Dengan demikian, pendamping perlu membantu orang muda mengerti anugerah pribadi mereka dan betapa penting anugerah itu bagi mereka, dan bagaimana anugerah itu membantu mereka untuk mengikuti panggilan Yesus.

(43)

d. Kutipan-kutipan Kitab Suci lainnya seperti pada (Mrk 4:1-20) tentang

“menabur benih” dapat dibacakan supaya mereka meninjau benih apa yang sudah

mereka taburkan selama ini. Secara khusus mereka diajak untuk mempertimbangkan mana yang menghasilkan buah selama 5 tahun lewat pelayanan mereka kepada sesama.

8. Religiositas Kaum Muda: Perjumpaan Kaum Muda dengan Yesus

Shelton (1988:109-110) mengatakan bahwa religiositas kaum muda didasarkan pada pengalaman perjumpaannya dengan Yesus dan tanggungjawabnya terhadap nilai-nilai Kristiani. Religiositas mereka ini didukung dan dipupuk dengan semakin tumbuhnya dan semakin dalamnya pengalaman hidup doa dari mereka sendiri. Dalam perjumpaan dengan Yesus melalui pengalaman hidup doa ini, kaum muda semakin hari semakin menemukan makna arti kehadiran Yesus Kristus dalam hidupnya. Perjumpaan kaum muda dengan Yesus Kristus yang penuh bersahabat melalui pengalaman hidup doa sebenarnya sejajar dengan fungsi persahabatan pribadi yang terungkap dalam kebutuhan dan keamanan selama masa mudanya.

(44)

muda merenungkan apa yang dibisikkan Yesus kepadanya serta merenungkan kemana Yesus membimbingnya.

Mengenai hidup doa yang cocok bagi kaum muda adalah doa yang didasarkan pada pertemuan manusiawi. Di dalam doa yang didasarkan pada pertemuan manusiawi itu terkandung unsur pengenalan, penerimaan, penghargaan, dan keakraban serta persatuan hati. Pertemuan yang terjadi dalam doa bukan pertemuan fisik, melainkan pertemuan dari hati ke hati atau pertemuan batin. Oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk mendengarkan agar mereka dapat berdoa. Misalnya: pertemuan antara Matius dengan Yesus (Mat 9:9-13; Mrk 2:13-17; Luk 5:27-32; juga Mat 10:3; Mrk 3:18 dan Luk 6:14). Pertemuan antara Zakeus dengan Yesus (Luk 19:1-10). Di dalam pertemuan antara Matius dengan Yesus dan antara Zakeus dengan Yesus terungkap unsur pengampunan, pemenuhan kerinduan hati, dan kerendahan hati, baik dari pihak Yesus maupun pihak Matius dan Zakeus. Demikian juga dalam hidup doa yang terungkap sekaligus terjadi pemenuhan kerinduan hati, pengampunan dan kerendahan hati sehingga di sana terjadi perjumpaan dengan Yesus secara nyata.

Mengenai hidup doa liturgis sekarang ini secara teoritis cukup memadai, tetapi dalam praksisnya dirasakan masih kurang. Sebab pada prakteknya membatasi kreatifitas masing-masing pribadi, khusunya kaum muda. Maka dari itu doa liturgis sebaiknya dijadikan suatu pegangan untuk memenuhi kerinduan hati yang dapat terungkap dengan doa-doa spontan.

(45)

dengan orang lain. Bersatu bersama Yesus berarti berada dalam Tubuh-Nya dan Umat-Nya. Seringkali terjadi bahwa perkembangan yang menuju ke orientasi ini dirusak oleh suatu reaksi melawan aspek-aspek ibadat yang bersifat komunal cenderung melembaga dan baku. Pada tahap ini seringkali membawa kaum muda lari dari perayaan-perayaan yang bersifat sakramental. Perjumpaan mereka dengan Yesus Kristus dalam perayaan sakramental dirasakan kurang menjawab kebutuhan dan kerinduannya. Mereka lebih menyukai perjumpaan yang sifatnya informal. Misalnya: perjumpaan dalam doa Kharismatik, Choice, PMKRI, KHK, KKMK, dan sejenisnya.

Kehadiran mereka dalam perayaan sakramental perayaan ekaristi kadang-kadang hanya sebagai pemenuhan kewajiban saja. Jadi kerinduan mereka akan perjamuan sakramental belum tumbuh secara mantap dalam diri kaum muda. Dalam keadaan yang demikian ini kaum muda perlu ditantang untuk menyadari bahwa dukungan bagi mereka dapat diperoleh baik melalui doa mau pun melalui keterlibatan mereka bersama orang lain di dalam hidup menggereja.

(46)

9. Peranan Kaum Muda

a. Peranan Kaum Muda Dalam Gereja

Setiap jemaat beriman karena rahmat permandiannya memiliki panggilan untuk mengembangkan, mewujudkan, dan memberikan kesaksian iman mereka. Kaum muda sebagai anggota Gereja juga ikut memiliki peranan untuk bersaksi tentang imannya, dan setiap kaum muda dipanggil untuk menjadi pewarta kabar gembira (Prasetya 2006:103).

KWI (1994:29) mengatakan bahwa masa depan Gereja terletak pada anak-anak, remaja, dan kaum muda sebagai bagian dari Gereja untuk meneruskan perjuangan Gereja. Salah satu perjuangan tersebut adalah meneladani Yesus Kristus sendiri. Peranan kaum muda sebagai pengikut Yesus salah satunya adalah ikut serta di dalam fungsi Kristus, yaitu sebagai Imam, Nabi, dan Raja (AA art 1). Pertama, peran sebagai Imam yakni menguduskan. Di dalam Perjanjian Lama dijelaskan fungsi dari Imam sendiri adalah mempersembahkan kurban misalnya seperti : binatang, hasil bumi, dan lain sebagainya. Kristus memutus imamat Perjanjian Lama karena yang mempersembahkan kurban dan yang dikurbankan sama yaitu diri-Nya sendiri. Oleh karena itu semua orang beriman oleh Baptisan dan Krisma harus ikut ambil bagian dalam Imamat Kristus. Mereka hendaknya bertekun di dalam doa dan memuji Allah, dan mempersembahkan dirinya sebagai kurban persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah (LG art 10 bdk AA art 6). Ke dua, peran sebagai Raja yakni menggembalakan. Pokok pewartaan Yesus

adalah Kerajaan Allah. “Waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat,

(47)

kerajaan damai yang dibawa Yesus ini berhukum cinta kasih, yang diwujudkan dalam sikap saling melayani. Yesus Kristus sendirilah yang menjadi raja, ketika Ia melaksanakan tugas-Nya sebagai hamba Yahwe yang setia dimana Dia selalu mengarahkan dan menuntun para umat-Nya untuk selalu dekat dengan Bapa. Oleh Baptis dan Krisma, kita dilahirkan kembali menjadi “umat baru, kerajaan dan imam-imam bagi Allah” (LG art 10 bdk AA art 7). Ke tiga, peran sebagai Nabi yakni sebagai pewarta Sabda Allah. Seorang nabi sejati tidak mendapatkan jaminan dalam tugasnya kecuali keterikatan pada kehendak Allah. Pewartaan seorang nabi sejati selalu bersumber pada sikap setianya sebagai pendengar Sabda Allah. Dalam diri Yesus Kristus tugas kenabian dilaksanakan secara sempurna. Dia adalah Sang Sabda yang menjadi manusia. Seluruh hidup Yesus Kristus merupakan kesaksian yang hidup akan kemuliaan Allah yang terwujud dalam keselamatan manusia, sampai Ia mati di kayu salib sebagai Martir Agung. Oleh Baptis dan Krisma, orang Kristiani dipanggil dan diutus untuk menjadi saksi “di dunia memberi kesaksian tentang Yesus Kristus dan memberikan pertanggungjawaban kepada yang menuntunnya, tentang harapan akan kehidupan abadi yang ada dalam diri mereka” (LG art 10 bdk AA art 6). Di sinilah orang Kristiani mengemban tugas Kristus menjadi saksi Injil, sengsara dan kebangkitan Kristus. Hal ini hanya bisa terjadi dan terlaksana apabila orang Kristiani menjadi pendengar dan pewarta Sabda Allah.

(48)

merekalah yang menciptakan, mengembangkan struktur kemasyarakatan yang baru seturut gairah mereka menuju kesempurnaan selaras dengan kehendak Allah.

Setiap kaum muda Katolik, oleh sakramen permandiannya mempunyai tugas untuk menjadi rasul dalam lingkungannya, menurut kedudukan dan kemampuannya. Kaum muda juga mempunyai kesadaran untuk bertanggung jawab sebagai seorang Katolik, yakni mempunyai kewajiban untuk memajukan lingkungan di sekitarnya.

b. Pandangan Gereja Terhadap KaumMuda

Gereja bertanggung jawab terhadap hidup beriman setiap orang, terlebih-lebih kaum mudanya. Anak-anak dan kaum muda berhak didukung untuk belajar menghargai dengan suara hati yang lurus, nilai-nilai moral, serta dengan tulus menghayatinya secara pribadi, juga untuk semakin sempurna mengenal serta mengasihi Allah (GE, art 1).

KWI (1998:1) menyatakan kaum muda saat ini penuh dengan kreatifitas dan memiliki motivasi yang tinggi, sehingga potensi yang mereka miliki perlu diberdayakan dan selalu diberi kesempatan. Dalam Lks (7:11-17) di mana Yesus membangkitkan anak muda di Nain, begitu juga dalam tradisi Gereja. Konsili Vatikan II sebagai salah satu peristiwa penting dalam sejarah Gereja tidak sedikit menunjuk kepada kaum muda dan berbicara kepada kaum muda secara langsung khusunya dalam dokumen (AA art 12).

(49)

Center tingkat Keuskupan dan Kevikepan atau Dekanat; di Tim Kerja Kepemudaan

atau Mudika tingkat Paroki; dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung keterlibatan dan perkembangan kaum muda (Prasetya, 2006:112).

c. Harapan Gereja Terhadap Kaum Muda

Paus Yohanes Paulus II dalam surat kepada kaum muda (1996:7) mengatakan bahwa Gereja melalui Konsili merumuskan kaum muda Katolik sebagai harapan Gereja, sebab secara istimewa Gereja memandang keberadaannya ada dalam diri kaum muda Katolik. Dari hal tersebut maka kaum muda Katolik merupakan aset yang luar biasa bagi masa depan Gereja. Gereja berharap pada kaum muda, karena merekalah penerus kehidupan Gereja.

Gereja membuka dirinya untuk kaum muda agar mereka sejak dini mengenal dan mencintai Gereja. Kaum muda adalah orang yang dinamis, sedang bertumbuh dan berkembang, maka hendaknya mereka dapat bertumbuh secara seimbang dan maksimal. Mereka begitu berharga bagi masa depan, karena hidup matinya Gereja di pundak mereka.

(50)

10. Pelayanan Pastoral Bagi Kaum Muda

Pelayanan pastoral bagi kaum muda pada dasarnya adalah suatu bantuan kepada kaum muda untuk membentuk dan mengembangkan pertumbuhannya secara menyeluruh. Arah dan tekanan dalam pelayanan pastoral kaum muda adalah supaya kaum muda dapat menggunakan segala potensinya yang khas dalam dirinya. Potensi yang khas dalam diri kaum muda itu berguna untuk membangun dan mengembangkan kepribadiannya. Kepribadian yang harus dikembangkan itu mengacu kepada orientasi kepada Kristus. Kristus menjadi dasar utama pembangunan dan pengembangan kepribadiannya yang pasti dalam menapaki jalan hidupnya.

Menurut Tapaha Petrus Tukan (1983:56-58) hal pokok yang paling penting untuk diperhatikan dalam pelayanan pastoral bagi kaum muda adalah penanaman nilai-nilai dalam dirinya. Kaum muda pada masa mudanya masih berada dalam suatu proses “mencari jati diri” pribadinya.

(51)

tersebut dalam hidup mereka seturut prioritas yang sudah terbentuk dalam diri mereka sendiri.

B. Bentuk Hidup Menggereja dan Pembinaannya

1. Bentuk Hidup Menggereja Secara Kontekstual

Hidup menggereja secara kontekstual tampak dalam bentuk hidup menggereja yang sering kita sebut dengan Komunitas Kecil Gerejawi dan Komunitas Basis Kristiani.

a. Menurut Suratman (1999:34), komunitas kecil Gerejawi adalah suatu komunitas yang dapat memperlengkapi kebutuhan dasar para anggotanya untuk menghayati kehidupan kristen di tengah-tengah dunia modern. Suatu komunitas yang merupakan suatu unit penunjang diri yang terkecil dalam konteks kehidupan kristiani. Di dalamnya para anggotanya dapat memperoleh suatu basis yang tetap semua yang mereka butuhkan untuk penghayatan kehidupan Kristiani.

Suratman (1999:35-37) memaparkan bahwa suatu komunitas yang benar-benar dapat memperlengkapi kebutuhan dasar para anggotanya itu. Komunitas tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang berusaha untuk sadar akan kondisi-kondisi kehidupan yang menyeluruh dari anggota-anggotanya serta harapan, ketakutan, perjuangan, kegembiraan, dan impian; serta kekuatan dan situasi yang membuat mereka tidak bebas dan diperbudak.

(52)

berlain-lainan dari para anggotanya; serta mengarahkannya kepada pelayanan-pelayanan dan kegiatan-kegiatan yang pada gilirannya membebaskan bagi komunitas.

3) Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang berdoa dan merayakan. Kita menyadari bahwa keselamatan kita itu adalah rahmat Allah semata-mata. Dan rahmat Allah itu senantiasa bekerja di dunia ini. Maka dalam komunitas itulah kita perlu waktu untuk berdoa bersama merayakan bersama pengalaman-pengalaman rahmat yang membebaskan kita dari kekuatan-kekuatan dan dosa. 4) Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas berpusat pada Kristus. Komunitas

ini berakar dan menimba motivasi, inspirasi dari iman pada Kristus yang bangkit dan sekarang tetap hadir di tengah-tengah kita. Yesus Kristus jugalah yang mempersatukan setiap anggota menjadi suatu komunitas Kristiani.

5) Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang terbuka bagi masyarakat luas dan dunia. Komunitas ini tidak berpusat pada anggota-anggota dan terisolir dari perjuangan-perjuangan masyarakat umum dan seluruh bangsa. Komunitas terbuka pada keprihatinan-keprihatinan yang lebih luas dan secara bebas bekerja sama dengan kelompok-kelompok lain dan komunitas-komunitas untuk mencari pemecahan atas problem umum dan keprihatinan-keprihatinan. 6) Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang berkaitan dengan hidup

(53)

b. Menurut tokoh lain Hardaputranta (1993:6), bentuk hidup menggereja juga dikenal dengan sebutan Komunitas Basis Kristiani. Komunitas basis ini ingin mencerminkan buah kehadiran Roh Kudus, yang selalu memperbaiki dan menyempurnakan gereja sehingga umat manusia dapat melihatnya ssebagai media dan sakramen penyelamatan Allah dalam sejarah. Sejalan dengan cara Roh Kudus menghadirkan diri dalam sejarah manusia, Gereja sebagai wadah kehadiranNya pun diharapkan mampu memberikan jawaban yang tepat terhadap perubahan-perubahan yang ada di dunia.

Tujuan dari komunitas basis adalah suatu cara untuk memperbaiki Gereja di kalangan masyarakat yang menjadi akar rumput, untuk kita menaruh kepercayaan terhadap setiap orang dalam iman akan dan melalui Yesus di dalam Roh KudusNya. KBK tetap mengkonsentrasikan dirinya pada keseluruhan elemen-elemen dasar menggereja: iman, peribadatan, komunio, kerasulan, pembebasan, dan penyelamatan (Hardaputranta, 1993:22)

(54)

Yesus adalah konstitutif-normatif bagi Gereja. Ia adalah jalan, kebenaran, dan hidup Gereja.

Demi beriman, perlu dibangun persaudaraan dalam paguyuban-paguyuban yang menjadi pusat kehidupan menggereja. Paguyuban menjadi pusat kehidupan menggereja karena di sana dijalin anyaman persaudaraan dan jerih payah perjuangan akan hadirnya nilai-nilai Kerajaan Allah, yang menyatu dengan gerak sejarah dunia atau masyarakat. Karena beriman, semakin banyak pula orang yang direngkuh supaya ikut terlibat (partisipatif), saling mengembangkan (transformatif), dan memberdayakan (empowering) dalam gerak penyelamatan Allah dan ambil bagian dalam kegembiraan Allah.

Dengan demikian, Gereja menjalankan dirinya dalam gerak komunikatif yakni sikap saling mengerti dan pembaharuan terus-menerus untuk menjadi kontekstual, relevan, dan signifikan. Gereja mengundang semua orang untuk duduk bersama, dan bergerak bersama untuk membangun tata dunia baru. Di sinilah Gereja menjadi komunitas iman yang berdaya interpretatif-profetis demi pengembangan kehidupan bersama. Kalau demikian, semakin terbukalah jalan-jalan Kerajaan Allah, dan Gereja bisa tampil relevan dan signifikan dalam kancah pergumulan masyarakat.

2. Konsep Pembinaan Kaum Muda Dalam Keterlibatan Hidup Menggereja

(55)

agar mereka mau terlibat dalam hidup menggereja. Ada pun berbagai macam konsep pembinaan yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:

a. Pembinaan Sebagai Pelayanan

Kaum muda pertama-tama harus dilihat sebagai pelayanan: suatu keprihatinan aktif yang menyata dalam tindakan yang menyadarkan dan membebaskan, memekarkan potensi dan iman Kristiani, menanggapi kebutuhan mereka, memampukan mereka bertanggung jawab dan berperan sosial-aktif. Paham dasar ini menempatkan kaum muda sebagai subyek dan pusat bina, bukan sebagai obyek atau alat. Apabila mereka mengalami kehadiran pembina sebagai pelayan dan abdi, kaum muda juga akan bertumbuh dalam semangat pengabdian yang sama terhadap sesama, Gereja, dan masyarakat.

b. Pembinaan Sebagai Pendampingan

Melihat pembinaan sebagai pendampingan mencegah kita untuk menggiring dan menjinakkan kaum muda, sehingga memandulkan potensi mereka. Pembina adalah seorang pendamping yang karenanya tidak boleh menggiring kaum muda ke arah yang sesuai selera dan kebutuhannya sendiri. Dengan belajar dari kisah Emaus (Luk 24:13-35), seorang pendamping berjalan seiring dengan kaum muda menggumuli masalah mereka dengan bertanya dan mendengarkan penuh perhatian dan kesabaran, menjelaskan dan membuka pikiran mereka pada saat yang tepat, dan akhirnya mempertemukan mereka dengan pribadi Kristus sendiri.

(56)
(57)

melalui diri dan hidup orangtua, hendaknya dapat ditumbuhkan aneka kebiasaan untuk mengembangsuburkan iman kaum muda.

Kaum muda tidak hanya dituntut untuk belajar dan belajar terus guna mengembangkan kepandaian intelektual, tetapi juga diberi kemungkinan dan kesempatan untuk mengembangkan jati dirinya melalui kegiatan yang bersifat humanis misalnya dalam kegiatan bakti sosial baik di lingkungan masyarakat mau

pun Gereja, kunjungan ke Panti Asuhan, Lembaga Permasyarakatan, Panti Jompo, dan ikut serta dalam membantu korban bencana alam atau pun orang yang sedang membutuhkan bantuan. Sedangkan untuk kegiatan religius dapat dilakukan dalam bentuk latihan koor, pertemuan kaum muda di tingkat Paroki atau lingkungan, membaca dan mendalami Kitab Suci secara pribadi atau kelompok, mengembangkan kegiatan doa secara pribadi atau kelompok (Legio, Taize, PDK, dan sebagainya), rekoleksi, retret, dan sebagainya sehingga berkembangsuburlah keutamaan hidup dan iman dalam dirinya. Melalui kegiatan-kegiatan seperti ini kaum muda diharapkan mampu mengolah diri, hati, dan hidupnya sehingga tidak mudah jatuh ke dalam godaan yang dapat menyesatkan dan memudarkan masa depannya sendiri, misalnya minum-minuman keras, narkoba, dan seks bebas.

(58)

menampilkan kemampuan dan kreativitas yang dimilikinya, dengan cara mendampingi adik-adiknya dalam kegiatan PIR dan PIA.

C. Hidup Menggereja Secara Kontekstual Sebagai Praksis Menghayati Iman

Kristiani

1. Hidup Menggereja Secara Kontekstual

Hidup sebagai murid Yesus berarti hidup sebagai anggota Gereja yang sudah dikuduskan oleh Allah dengan segala konsekuensinya. Hidup menggereja berarti menampakkan iman akan Yesus Kristus, yang dalam arti luas adalah perwujudan iman dalam hidup sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Menggereja yang memasyarakat berarti pula berhubungan dengan masyarakat sebagai konteks.

Menurut Banawiratma (2000:190) menjelaskan bahwa kontekstual berarti suatu usaha yang berhubungan dengan fungsi pelayanan terhadap kelompok yang hidup dalam konteks tertentu. Selain itu usaha kontekstual juga ingin menyapa seluruh kelompok manusia, tidak hanya berdasarkan orientasi eksternal, melainkan berpangkal pada otoritas internal dari kenyataan hidup sebagai konteks. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan kontekstualisasi lebih bersifat komunikatif. Artinya kita diharuskan berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain.

(59)

kejadian yang dialami. Sedangkan yang dimaksudkan situasi dalam hidup menggereja secara kontekstual adalah realitas hidup konkrit yang dialami di dalam hidup bermasyarakat. Realitas hidup konkrit itu sifatnya aktual dan mendesak untuk ditanggapi dengan segera mengambil sikap bertindak. Gereja masa kini sedang berada dalam situasi itu, dan diharapkan bersikap serta bertindak sebagaimana yang dilakukan dan diajarkan oleh Yesus Kristus.

Hidup menggereja secara kontekstual dilakukan dalam jaringan berbagai macam komunitas basis kontekstual yang menurut bahasa Injil terdiri dari siapa saja yang melakukan kehendak Allah, sebagaimana yang dikatakan Yesus “Barangsiapa

yang melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku (Mrk 3:35).

Keterbukaan Gereja bagi semua orang memiliki konsekuensi bahwa semua orang dalam kebersamaan bertanggung jawab terhadap Gereja (Suratman, 1999:24). Semua orang yang dipermandikan mempunyai tanggung jawab bersama untuk ikut membangun hidup Gereja, termasuk mereka yang miskin dan kecil. Berkaitan dengan hal itu, Suratman (1999:25) juga menjelaskan bahwa dalam komunitas itu orang saling mengenal, mendukung dan melayani satu sama lain, dan juga semakin dipersatukan dengan sesama, Tuhan dan seluruh Gereja.

(60)

perempuan dapat lebih diterima dan diperkembangkan demi pelayanan bersama (Banawiratma, 2000:195).

Wibowo Ardhi (1993:13) memaparkan bahwa sebagai Umat Allah, Gereja memperlihatkan: pertama, Aspek komunio yaitu yang dibentuk dan dipersatukan oleh pembaptisan. Oleh sebab itu adanya kesamaan martabat para anggotanya dikarenakan satu dalam Kristus. Kedua, Aspek misioner yaitu Gereja yang selalu terus-menerus mewartakan Kabar Gembira guna menghimpun semua orang kepada Yesus Kristus. Ketiga, Aspek eskatologis yaitu Umat Allah yang berziarah dalam persatuan dengan Kristus dan dibimbing oleh Roh Kudus menuju Kerajaan Bapa.

Demikian pula di dalam Perjanjian Baru terdapat unsur universalitas umat Allah yang sangat menonjol karena Perjanjian Baru tidak membatasi diri sebagaimana dalam Perjanjian Lama. Universalitas umat Allah mengungkapkan bahwa Gereja dimaksudkan untuk semua orang. Semua orang dipanggil untuk menjadi umat Allah. Gereja memberi tempat dan menerima semua yang baik, semua bakat, kekayaan budaya, atau adat istiadat sejauh tidak bertentangan dengan Injil. Sifat universalitas umat Allah mencakup dan menghapus perbedaan anggota, semua memiliki derajat sama dalam Gereja. Hal ini ditegaskan pula oleh Konsili Vatikan II dalam konstitusi dogmatis LG tentang Gereja sebagai berikut: Segala sesuatu yang telah dikatakan tentang umat Allah, sama-sama dimaksudkan bagi kaum awam, para religius, dan kaum rohaniawan (LG, art. 30).

(61)

semua adalah satu dalam Kristus Yesus (Gal 3:27-28). Jadi baik awam, rohaniawan, mau pun para religius sama-sama mengemban tugas sebagai pewarta iman sesuai dengan fungsinya masing-masing.

2. Hidup Menggereja Kontekstual Sebagai Praksis Perwujudan Iman

Kristiani

Hidup beriman meliputi berbagai macam yaitu: wawasan, perayaan, dan perwujudan. Untuk dapat menghayati hidup menggereja secara kontekstual unsur perwujudan menjadi bagian yang paling penting. Dalam surat Ykb 2:14 dikatakan bahwa iman tanpa perbuatan itu pada hakekatnya adalah mati. Maksud dari surat Yakobus tersebut mengandung asumsi pokok bahwa orang yang mendengarkan firman harus melaksanakannya juga. Iman tidak boleh berhenti pada masalah liturgi atau terkurung di sekitar tembok Gereja, melainkan harus diwujudkan melalui kepedulian terhadap pelbagai situasi aktual dan lingkungan hidup.

(62)

Kekayaan iman yang terkandung dalam Kitab Suci itu diwartakan kepada segala bangsa dengan pelbagai cara dan bahasa, serta melalui pelbagai kebudayaan. Meskipun situasinya selalu berubah dari waktu ke waktu, namun iman itu tidak berubah. Hal tersebut ditegaskan dalam EN art 65 tentang pewartaan Injil kepada bangsa-bangsa, yakni :

“Meskipun diterjemahkan ke dalam semua ungkapan, isinya (iman) tidak boleh dilemahkan atau dikurangi. Kendati diselubungi oleh bentuk-bentuk lahiriah yang cocok dengan tiap bangsa, dieksplisitkan dengan ungkapan-ungkapan teologis yang memperhatikan perbedaan budaya, lingkungan sosial, dan suasana kesukuan, isinya harus tetap mengenai iman Katolik seperti yang diterima oleh magisterium Gereja dan disampaikan magisterium”.

(63)
(64)

BAB III

PENELITIAN KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP

MENGGEREJA SECARA KONTEKSTUAL DI LINGKUNGAN SANTO

YUSUF KADISOBO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI

A. Gambaran Umum Situasi Kaum Muda di Lingkungan Santo Yusuf

Kadisobo Paroki Santo Yoseph Medari

1. Sejarah Berdirinya Paroki Santo Yoseph Medari

Menurut anggota Dewan Paroki Santo Yoseph Medari (2010), sejarah berdirinya Paroki Santo Yoseph Medari dimulai pada bulan Juni 1922 diselenggarakan Misa Kudus setiap dua minggu sekali di Gedung Societet Medari, yang lebih dikenal sebagai “Kamar Bola(h)”. Pada mulanya umat masih sedikit

(sekitar 20 orang) yang sebagian besar adalah orang yang bekerja di Pabrik Gula Medari, hanya sebagian kecil dari pribumi. Yang sejak awal melayani, menangani, dan mengawasi Gereja Medari adalah Romo Van Driessche, SJ (1917-1925) dari Kotabaru, Yogyakarta.

(65)

Batavia. Umat yang datang untuk Misa, kalau ditanyai orang mau kemana, selalu menjawab: “Badhe kempalan dhateng Medari”, walau pun gereja sudah berada di Dusun Murangan. Karena sudah terbiasa menjawab demikian maka untuk seterusnya gereja tersebut lebih dikenal sebagai Gereja Medari, dengan Santo pelindung yang dipilih oleh Romo Fransiskus Sträter, SJ adalah Santo Yoseph.

Bersamaan dengan masa-masa itu juga didirikan Sekolah Katolik yang juga menempati Kamar Bola tersebut. Pada mulanya guru-guru masih didatangkan dari Muntilan. Pengelola sekolah tersebut adalah Yayasan Kanisius, karena diperlukan ruangan khusus untuk sekolah yang disesuaikan dengan ruang kelas dan bertambahnya jumlah murid maka dibangunlah gedung sekolah di Dusun Murangan, yang diresmikan pada tahun 1925. Sekolah ini berkembang dengan sangat baik sampai pada tahun 1937.

Pada tahun 1937 di Medari dibentuklah sebuah bada kepengurusan gereja yaitu PGK yang melibatkan beberapa tokoh umat yang bertugas mengurusi umat, mengembangkan ibadat, dan mengelola bangunan gereja. Untuk memperlancar tugas kepengurusan, menertibkan administrasi, dan membentuk kepengurusan gereja dibuatlah cap (stempel) dengan tulisan Dewan Paroki Medari. Sebutan

“Dewan Paroki” inilah yang menjadi asal mula disebutnya dewan-dewan paroki di

Gambar

Table 1. Variabel Penelitian
Tabel 2. Identitas Responden
Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 4. Peran kaum muda dalam hidup menggereja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul PENDAMPINGAN IMAN ORANG MUDA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA ORANG MUDA KATOLIK PAROKI KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK,

keprihatinan penulis terhadap kaum muda yang telah menerima Sakramen Krisma di Paroki Santo Yohanes Rasul Somohitan yaitu para remaja dalam mengikuti persiapan Sakramen

Skripsi yang berjudul PERANAN LAGU ROHANI EKARISTI DALAM MENINGKATKAN PEMAKNAAN PERAYAAN EKARISTI BAGI KAUM MUDA KATOLIK DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU

Skripsi yang berjudul PENDAMPINGAN IMAN ORANG MUDA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERLIBATAN HIDUP MENGGEREJA ORANG MUDA KATOLIK PAROKI KRISTUS RAJA BARONG TONGKOK,

Bagi sebagian besar kaum, kesadaran untuk berkumpul mengikuti kegiatan- kegiatan mudika, mengadakan pertemuan, doa bersama sebagai kaum muda Katolik,.. mengikuti kelompok koor,

Hasil wawancara tersebut digunakan sebagai dasar pokok pembuatan usulan program dalam bentuk Ibadat Taize bagi kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul yang sesuai dengan

Dalam kasih dan pendampingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PERAYAAN EKARISTI BAGI KETERLIBATAN KAUM MUDA DALAM HIDUP MENGGEREJA DI WILAYAH

Melihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kaum muda di Paroki Santo Petrus dan Paulus Kelor masih kurang menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai warga