• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ibadat Taize terhadap perkembangan iman kaum muda di Paroki Santo Yakobus, Bantul - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh Ibadat Taize terhadap perkembangan iman kaum muda di Paroki Santo Yakobus, Bantul - USD Repository"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Angelina Sekar Pawestri 051124018

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

▸ Baca selengkapnya: teks ibadat pemberkatan rumah

(2)
(3)
(4)

iv

Dengan segala cinta dan syukur

skripsi ini dipersembahkan kepada:

Tuhan Yesus Sumber Pengharapan

Bapak, Ibu, adik beserta seluruh keluarga

dan

(5)

v

(Nada de Turbe)

“ Hidup yang diberikan terkadang membingungkan dan banyak pilihan. Namun ketika kita berani untuk memilih maka segala konsekunsi dari pilihan tersebut

(6)
(7)
(8)

viii

Judul skripsi ini dipilih berdasarkan keprihatinan yang ada di antara kaum muda Paroki Santo Yakobus Bantul. Dalam pelaksanaan Ibadat Taize kaum muda belum mampu terlibat aktif terlebih ketika ibadat sedang berlangsung, mereka hanya sebatas mendengarkan dan ketika sharing hanya beberapa orang saja yang aktif. Hal ini dikarenakan kurangnya variasi dalam pemilihan tema. Kaum muda merasa tema-tema yang diangkat dalam ibadat ini kurang sesuai dengan persoalan yang ada. Melihat hal tersebut, maka skripsi ini bertujuan untuk membantu pelaksanaan Ibadat Taize di Paroki Santo Yakobus Bantul agar mendapatkan variasi yang menarik dalam tiap pelaksanaan.

Persoalan utama yang ada dalam skripsi ini menguraikan kurangnya kegiatan rohani kaum muda dan bagaimana hal tersebut diatasi dengan rutin mengikuti Ibadat Taize. Pembahasan masalah dikaji dengan wawancara kepada kaum muda yang aktif mengikuti Ibadat Taize. Hasil wawancara tersebut digunakan sebagai dasar pokok pembuatan usulan program dalam bentuk Ibadat Taize bagi kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul yang sesuai dengan kehidupan mereka.

Dalam masa pertumbuhan kaum muda membutuhkan tempat untuk berbagi pengalaman hidup yang dirasakan cukup baik dalam lingkup keluarga, Gereja, dan masyarakat. Ibadat Taize cukup sesuai untuk mengungkapkan pengalaman mereka, sebab Ibadat Taize mempunyai kekhasan waktu untuk sharing dan merenungkan permasalahan yang dihadapi.

(9)

ix

DEVELOPMENT OF FAITH OF THE YOUTH IN SAINT JAMES PARISH BANTUL”. This title was chosen based on the concern that the youth of Saint James Parish, Bantul are experiencing a weak spirituality. The activites among the youth don’t solve this problem. During the Taize prayer only some of them actively participate. They don’t participate in the prayer actively, because their don’t have various themes addressed during the prayer. The themes which ared chosen don’t answer the real problem of the youth. That is why this thesis aims to improve the Taize prayer in Saint James Parish, Bantul by providing various themes and creative programs.

The main problem of this thesis is the weak spirituality among the youth and this problem will be considered through interview with the youth who are active in the Taize prayer. The result of this interview will be used as a stating point to provide a relevant program of Taize prayer for the youth in Saint James Prish of Bantul.

As they are growing up, the youth need a place and mean to share their experiences of being members of family, church, and society. Taize prayer is considered as a good way to express their faith experiences, because in Taize prayer there are time for sharing and meditating on their problem of life.

(10)

x

segala berkat dan kasihNya sehingga penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH IBADAT TAIZE TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YAKOBUS BANTUL. Skripsi ini ditulis bertitik tolak dari keprihatinan akan penyelenggaraan Ibadat Taize di Paroki Bantul yang kurang bervariasi dan terkesan monoton. Skripsi ini juga ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan, cobaan, dan kesulitan, namun berkat bimbingan, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dengan caranya sendiri, penulis mampu termotivasi untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

(11)

xi

3. Yoseph Kristianto SFK, selaku Dosen Penguji III yang telah bersedia menyemangati penulis, menanyakan keadaan, dan memberikan perhatian layaknya seorang bapak kepada anaknya. Terima kasih atas segala kasih yang tulus diberikan bagi penulis.

4. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Prodi IPPAK-FKIP Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing selama penulis belajar di kampus IPPAK, USD.

5. Bapak Markus Banuarlie, Ibu Bernadeta Sartini, dan adikku Barbara Sekar Ciptaningtyas yang menjadi tumpuan hidup selama ini, tempat untuk berbagi kisah hidup yang penuh liku, cinta kalian yang membawaku sampai dengan tahap ini.

6. Kaum Muda Paroki Santo Yakobus Bantul dan Pengurus Kaum Muda Paroki, terima kasih atas segala “kegilaan” dan kisah yang telah ditorehkan bersama dalam tiap dinamika yang ada. Yang juga telah bersedia penulis wawancara agar mendapatkan data-data untuk penulisan skripsi ini.

(12)
(13)

xiii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penulisan ... 5

E. Metode Penulisan ... 5

F. Manfaat ... 5

(14)

xiv

1. Pengertian Ibadat ... 8

2. Sejarah Komunitas Taize ... 11

3. Pengertian Ibadat Taize ... 15

4. Kekhasan dalam Ibadat Taize ... 15

5. Kerangka Ibadat Taize ... 16

6. Tujuan Ibadat Taize ... 19

B. Pengertian Iman ... 20

C. Pengertian Kaum Muda ... 27

1. Pengertian Kaum Muda (Umum) ... 28

2. Pengertian Kaum Muda Kristiani ... 30

3. Hakikat Kaum Muda Gereja ... 32

4. Situasi Kaum Muda dalam Hidup Menggereja ... 33

5. Hidup Kaum Muda Kristiani di Tengah Dunia ... 35

D. Kerangka Pikir ... 36

1. Kajian Masalah yang Ada ... 36

2. Pemecahan Masalah ... 37

E. Hipotesis ... 37

(15)

xv

A. Metode Penelitian ... 38

1. Permasalahan Penelitian ... 40

2. Metode Pengumpulan Data ... 40

3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41

B. Hasil Penelitian ... 41

1. Latar Belakang Berdirinya Paroki Santo Yakobus Bantul... 42

2. Letak Geografis Paroki Santo Yakobus Bantul ... 44

3. Jumlah Umat Paroki Santo Yakobus Bantul... 44

4. Kegiatan-Kegiatan di Paroki Santo Yakobus Bantul ... 49

5. Situasi Kaum Muda Paroki Santo Yakobus Bantul ... 49

6. Penelitan Pengaruh Ibadat Taize Terhadap Perkembangan Iman Kaum Muda di Paroki Santo Yakobus Bantul... 50

BAB IV. USULAN PROGRAM IBADAT TAIZE BAGI KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YAKOBUS BANTUL ... 65

A. Latar Belakang Penyusunan Program ... 65

B. Alasan Pemilihan Program dan Tujuan ... 67

C. Penjabaran Program ... 69

D. Petunjuk Pelaksanaan Program ... 77

(16)

xvi

DAFTAR PUSTAKA ... 93

LAMPIRAN ... 94

(17)

xvii

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Baru dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat

Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik

Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus,1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA: Apostolicam Actuasitatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang

Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

CL: Christifidelis Laici, Imbauan Apostolik Pasca Sinode Christifidelis

Laici dari Bapa Suci Yohanes Paulus II tentang Panggilan dan tugas

Kaum Awam Beriman dalam Gereja dan di dalam Dunia, 12 Maret

1989.

CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

kepada Para uskup, Klerus, dan Segenap Umat Beriman tentang

Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

C. Singkatan Lain:

Art : Artikel

Ay : Ayat

(18)

xviii SJ : Serikat Jesus

TK : Taman Kanak-Kanak

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan dunia semakin hari semakin pesat, terlebih lagi dengan

berbagai fasilitas dan peralatan yang serba canggih, modern, praktis dan

sederhana. Dalam perkembangan teknologi tersebut muncul berbagai tawaran

yang menjanjikan kenyamanan dan kesuksesan. Hal inilah yang mulai

mempengaruhi daya juang, cara bertindak, berpikir, berpenampilan serta

kehidupan beriman kaum muda. (Agung, 2008: 12).

Zaman yang telah berubah membawa berbagai dampak bagi

perkembangan iman atau kedewasaan Kristiani setiap manusia. Secara khusus

perubahan-perubahan ini jelas dialami oleh orang-orang muda yang bertumbuh

bersama tekonologi baru yang sering terasa asing bagi sebagian orang dewasa.

Oleh karena itu banyak hal yang memprihatinkan terjadi di tengah-tengah

masyarakat, dan menjadikan manusia semakin larut dalam situasi tersebut.

(Benediktus, 2009: 1).

Kehidupan kaum muda yang semakin memprihatinkan menimbulkan

banyak keprihatinan bagi banyak pihak terlebih bagi orangtua yang masih

memperhatikan perkembangan iman dan pribadi anak-anak mereka. Tak sedikit

orangtua yang kurang peduli dengan perkembangan iman dan pribadi

anak-anaknya.

Ibadat Taize adalah sebagai salah satu alternatif ibadat yang dapat

(20)

Ibadat Taize dapat menumbuhkan kesadaran iman mereka. Sehingga kaum muda

mampu memupuk hubungan mereka dengan Yesus. Dengan Ibadat Taize mereka

dibantu untuk makin percaya dan mengimani Yesus yang telah lahir, wafat, dan

bangkit. Inilah inti iman Kristiani. Melalui Ibadat Taize yang menuntut

keheningan diharapkan kaum muda dapat lebih memahami dan menyadari

kehadiran Yesus sebagai pusat hidupnya. Keheningan bukan terutama sebatas

tutup mulut, melainkan lebih berarti keadaan membuka hati bagi Sabda Allah dan

sesama. (Louise, 2008: 3).

Menyadari kehadiran Tuhan memang menuntut suatu sikap tenang dan

hening untuk mampu menjalin relasi dengan Yesus. Oleh sebab itu Ibadat Taize

menuntut suatu sikap tenang dan hening untuk mampu merasakan kehadiran

Yesus dalam setiap langkah dan gerak mereka. (Roger, 1997 :20).

Ibadat Taize bagi kaum muda menuntut kreativitas agar kaum muda

sungguh merasakan sapaan yang dalam, sehingga tertarik untuk mengikutinya.

Pemilihan tema yang tepat dengan musik yang hidup akan mampu membantu

kaum muda untuk lebih memperkembangkan imannya. Artinya manfaat Ibadat

Taize akan lebih nyata dilihat dalam lingkup hidup mereka sehari-hari entah di

dalam keluarga, sekolah atau kuliah, lingkungan masyarakat dan tentu saja

Gereja. Pengenalan akan Yesus pasti membawa pengaruh terhadap cara hidup

seseorang, menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. Pendek kata

Ibadat Taize dapat membantu kaum muda untuk meningkatkan iman mereka dan

mewujudkan ajaran cinta kasih Yesus dalam hidupnya. (nn, http://www.

(21)

Kaum muda di paroki Santo Yakobus Bantul terdiri dari

mudika-mudika wilayah maupun stasi yang tergabung dalam suatu organisasi mudika-mudika

paroki yang mempunyai kepengurusan terstruktur di bawah bimbingan Pastor

Koordinator Kaum Muda dan juga Dewan Paroki. Kegiatan rutin kaum muda di

Paroki St.Yakobus antara lain koor, parkir, pembuatan panduan misa,

pembimbing PIA (Pendampingan Iman Anak) dan PIR (Pendampingan Iman

Remaja), olahraga, bakti sosial, serta menjadi aktivis di lingkungan maupun

wilayah. Di antara kegiatan-kegiatan tersebut mayoritas hanya sebatas segi sosial

sedangkan untuk porsi kerohanian kurang mendapat perhatian. Hal ini

dikarenakan kurangnya pihak yang mempunyai pengalaman mengenai ibadat

yang sesuai dengan dinamika kaum muda.

Melihat keprihatinan kehidupan kaum muda yang seperti itu maka

muncullah suatu ide untuk meningkatkan kehidupan kaum muda melalui ibadat

yang menarik. Satu ibadat yang menarik dan berbeda tersebut adalah Ibadat

Taize. Kegiatan ini rutin dilaksanakan dua bulan sekali, namun saat ini kurang

mampu menarik minat kaum muda karena kurangnya variasi dalam setiap

pelaksanaan sehingga.

Menyadari betapa bergunanya Ibadat Taize bagi kaum muda maka

ibadat ini harus diikuti secara rutin dan berkelanjutan dengan kreativitas dan

variasi yang menarik, sehingga iman kaum muda lebih tertarik dan iman kaum

muda sungguh meningkat dan menuju pada kedewasaan Kristiani.

(22)

dengan judul “PENGARUH IBADAT TAIZE TERHADAP PERKEMBANGAN

IMAN KAUM MUDA PAROKI SANTO YAKOBUS BANTUL.”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan di dalam

penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah Ibadat Taize itu ?

2. Bagaimana situasi keagamaan kaum muda Paroki SantoYakobus Bantul ?

3. Bagaimana perkembangan iman kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul?

4. Seberapa besar pengaruh Ibadat Taize terhadap perkembangan iman kaum

muda di Paroki Santo Yakobus Bantul ?

C. PEMBATASAN MASALAH

Setelah melihat permasalahan yang telah diuraikan, pembatasan

masalah terfokus pada “Pengaruh Ibadat Taize terhadap Perkembangan Iman

Kaum Muda Paroki Santo Yakobus Bantul”. Ruang lingkup penelitian ini adalah

kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul yang aktif mengikuti Ibadat Taize

D. TUJUAN PENULISAN Penulisan ini bertujuan:

1. Mengenalkan Ibadat Taize kepada kaum muda Paroki Santo Yakobus Bantul

agar lebih membantu dalam perkembangan iman kaum muda.

(23)

3. Mengetahui perkembangan iman kaum muda Paroki Santo Yakobus Bantul

dan ikut memperkembangkan iman kaum muda

4. Mengetahui seberapa besar pengaruh Ibadat Taize yang telah dilaksanakan

terhadap perkembangan iman kaum muda.

5. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S1)

dalam Ilmu Pendidikan Agama Katolik.

E. METODE PENULISAN

Dari segi pendekatan metode penulisan skripsi ini adalah “kualitatif”

yaitu penelitian yang berguna untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak

terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru. Data-data diperoleh

dengan wawancara, studi pustaka dan juga studi dokumen.

F. MANFAAT

Mengkaji hal-hal yang telah ditemukan maka penulis akan

menyimpulkan manfaat dari penulisan ini yaitu bagi kaum muda sendiri dimana

mereka menjadi semakin tertarik dalam mengikuti Ibadat Taize dan dengan

demikian akan membantu kaum muda dalam meningkatkan iman mereka. Selain

itu penulis akan mengetahui serta memahami seberapa besar pengaruh Ibadat

Taize terhadap peningkatan iman kaum muda di Paroki St.Yakobus Bantul.

G. SISTIMATIKA PENULISAN

Penulisan karya ilmiah ini disusun dalam beberapa tahap yaitu sebagai

(24)

BAB I: Dalam bab pertama ini penulis akan menguraikan pendahuluan yang

memberikan gambaran umum. Penulisan ini terdiri dari latar belakang,

rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penulisan, metode

penulisan, dan manfaat penulisan. Dari latar belakang yang penulis

uraikan dapat ditemukan bahwa Ibadat Taize yang ada kurang mampu

menarik karena kurangnya variasi dan kreativitas dalam penyajian

Ibadat Taize, sehingga diharapkan dengan adanya variasi dalam

penyajian Ibadat Taize mampu membantu dan memperkembangkan

iman mereka.

BAB II: Tahap selanjutnya adalah bab II yang berisikan teori-teori yang

mendukung penulisan skripsi ini yaitu menyangkut pengertian Ibadat

Taize, pengertian iman, serta pengertian kaum muda. Selain kajian teori

dalam bab II ini juga terdapat kerangka pikir dan juga hipotesis.

BAB III: Dalam bab ini penulis membahas penelitian yang telah dilakukan

dimana di dalamnya terdapat metode penelitian yang mencakup

permasalahan penelitian, metode pengumpulan data, waktu dan tempat

penelitian. Sedangkan bagian penelitian mencakup latar belakang

berdirinya Paroki Santo Yakobus Bantul, letak geografis Paroki Santo

Yakobus Bantul, jumlah umat Paroki Santo Yakobus Bantul,

kegiatan-kegiatan di Paroki Santo Yakobus Bantul, situasi kaum muda Paroki

Santo Yakobus Bantul, dan pengaruh Ibadat Taize terhadap

(25)

BAB IV : Bab IV ini berisikan usulan program Ibadat Taize bagi kaum muda di

Paroki Santo Yakobus Bantul dimana usulan ini disusun berdasarkan

hasil penelitian yang ada. Bab ini mencakup latar belakang penyusunan

program, alasan pemilihan program dan tujuan, penjabaran program,

petunjuk pelaksanaan program, serta contoh persiapan Ibadat Taize.

BAB V : Bab V adalah penutup yang berisikan saran dan kesimpulan.

BAB II

PENGERTIAN IBADAT TAIZE, IMAN, DAN KAUM MUDA

Pada bab I telah dibahas latar belakang dari permasalahan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dalam bab II akan dibahas teori-teori yang mendukung

penulisan skripsi ini yaitu menyangkut pengertian Ibadat Taize, pengertian iman,

serta pengertian kaum muda.

(26)

Agar lebih memahami pengertian Ibadat Taize maka akan dijabarkan

terlebih dahulu pengertian dari ibadat.

1. Pengertian Ibadat

Kata Ibadat bisa menyadur dari bahasa Arab. Arti ibadat adalah:

a. Perbuatan atau pernyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang

didasari oleh peraturan agama.

b. Segala usaha lahir dan batin yang sesuai dengan perintah agama yang

harus dituruti pemeluknya.

c. Upacara yang berhubungan dengan agama. (nn.

http://www.wikipedia.org/wiki/ibadat. accessed on April 1 2009)

Ibadat merupakan suatu usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan

untuk mendapatkan kebahagiaan dan keseimbangan hidup, baik untuk diri sendiri,

keluarga, masyarakat maupun terhadap alam semesta. (nn.

http://www.indonesiasaram.wordpress.com. accesed on April 1, 2009).

Ibadat dalam lingkup Gereja Katolik hampir sama dengan liturgi yang

sering disebut “ibadat resmi Gereja”. Istilah ibadat menitikberatkan pada aspek

“kultur lahiriah” dari liturgi, yakni upacara dan “ulah kebaktian” lainnya, yang

dilakukan oleh umat Allah sebagai Tubuh Mistik Yesus Kristus. Secara resmi dan

di hadapan umum umat meluhurkan Tuhan, bersyukur serta menyatakan bakti

kepadaNya. (Heuken, 2004:63).

Ibadat ialah perayaan yang mengikutsertakan seluruh manusia jiwa dan

(27)

ibadat mencakup aneka ragam bentuk kebaktian (bersama). (Heuken, 2004:63).

Hampir tiap agama mempunyai ibadat tersendiri, namun dalam ibadat nampak

suatu perbedaan antara agama yang satu dan yang lain. Ada yang melihat bahwa

ibadat adalah sebuah pertemuan antara Allah dan manusia. Ada juga yang

membatasi bahwa ibadat adalah ungkapan ketakwaan dan saling mengukuhkan

dalam iman. Dalam hal ini perbedaan paling besar nampak dalam pemakaian

simbol dan juga tanda-tanda yang mengukuhkan dalam iman. Simbol atau tanda

mengungkapkan sesuatu yang khusus dalam ibadat serta makna yang mendalam.

(KWI, 1996:164).

Ibadat adalah kegiatan manusia. Cara umat mengambil bagian dalam ibadat

itu berbeda dari satu agama ke agama yang lain. Biasanya ada petugas agama

yang memimpin ibadat. Tetapi baik peranan mereka maupun partisipasi umat

yang lain amat khusus bagi masing-masing agama. Peraturan ibadat juga amat

berbeda-beda. Ada ibadat yang lebih bersifat perayaan dengan warna spontan

bahkan karismatis. Semua itu hanya berhubungan dengan sikap batin peserta,

tetapi juga dengan “ajaran” mengenai keselamatan dan ibadat. Ada juga yang

lebih menekankan pengabdian serta kewajiban. (KWI, 1996:164).

Ibadat hampir sama dengan ibadah yang artinya kebaktian kepada Tuhan

atau lebih tepatnya sebagai penghormatan terhadap Tuhan yang oleh manusia

harus diejawantahkan bersama-sama selaku makhluk di hadapan Sang Pencipta.

(Prier, 2005:5).

Ibadat yaitu perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari

(28)

Ibadat ialah segala usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan, untuk

mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri,

keluarga, masyarakat, maupun terhadap alam semesta. (Depdiknas, 2005:319).

Ibadat mengandung makna: tindakan manusia yang menyatakan bakti atau

pengabdian manusia yang menyatakan bakti atau pengabdian manusia kepada

Allah. Ibadat mencakup segala macam tindakan sembayang atau doa saja tetapi

semua perbuatan yang dimaksudkan untuk mengabdi Allah. Pengertian ibadat

dalam tradisi Kristiani lebih menunjuk pada tanggapan manusia atas kasih Allah

yang telah dianugerahkan kepada kita. Artinya bila kita melakukan ibadat entah

berdoa maupun karitatif (berbuat kasih) kepada sesama, itu tidak untuk

mendapatkan tiket ke surga, tetapi sebagai bentuk ungkapan puji syukur dan

terima kasih kita pada Allah yang telah lebih dahulu mengasihi dan

menyelamatkan kita. (nn. http://books.google.co.id, accesed on May 14, 2009).

Ibadat dalam agama Kristiani berbeda dengan ibadat dalam agama lain

bukan pertama-tama suatu perbuatan manusia bagi Allah, tetapi lebih dahulu

suatu karya Allah bagi manusia. Atau bila disimpulkan ibadat adalah perayaan

umat beriman atas nama dan bersama Kristus, di mana Ia hadir untuk

menyelamatkan manusia sebagai pujian bagi Bapa (Prier, 1987: 3-4).

Sesudah menjabarkan pengertian dari ibadat, maka penulis akan

menjabarkan arti Ibadat Taize dimana di dalamnya terdapat Sejarah Komunitas

Taize, Pengertian Ibadat Taize, Kekhasan Ibadat Taize, Kerangka Ibadat Taize,

(29)

2. Sejarah Komunitas Taize

Taize (baca: Teesee) adalah nama sebuah desa kecil atau lebih tepatnya

sebuah desa pertanian Burgundy di Perancis Timur tak seberapa jauh dari dari

kota Cluny dan Citeaux. Awalnya Taize hampir sama dengan desa yang lainnya.

Akan tetapi mulai berubah ketika ada sebuah komunitas yang membaktikan diri

pada perdamaian. Taize mulai ramai dikunjungi banyak orang. (Rahman.

http://www.google.com. accessed on January 05, 2007).

Biara ini didirikan oleh Bruder Roger yaitu pada tahun 1940 dimana saat itu

tengah terjadi Perang Dunia ke II. Ia berharap biara yang didirikan ini mampu

menjadi “tempat kebaikan hati akan dihayati secara nyata dan tempat cinta kasih

akan menjadi pusat segala-galanya.” (Clement, 2003:107).

Oleh karena itu komunitas ini bertujuan untuk menemukan cara-cara

mengatasi perpecahan antara orang-orang Kristen melalui rekonsiliasi. Dalam

biara ini pula Bruder Roger menyembunyikan para pengungsi terutama

orang-orang Yahudi dari kejaran Nazi. Pada akhirnya, pada tahun 1942 Bruder Roger

harus meninggalkan Perancis karena petinggi Nazi kerap kali mengunjungi biara

tersebut. Bruder Roger baru kembali ke Perancis pada tahun 1944 (Roger,

1997:96).

Pada Hari Paskah 1949 tujuh bruder pertama ikut membaktikan diri seumur

hidup dalam hidup selibat, kebersamaan, serta hidup dengan sangat bersahaja.

Mereka yang bergabung dalam komunitas Taize harus mengucapkan ikrar dan

(30)

1952-1953 Bruder Roger menulis Peraturan Hidup Taize, yang mengungkapkan

bagi para brudernya “hal-hal hakiki yang memungkinkan berjalannya hidup

bersama” (Clement, 2003:108). Peraturan Hidup Taize diberikan agar para bruder

mampu mendermakan hidupnya sesuai dengan spiritualitas Taize yang penuh

kesederhanaan dan keterbukaan hati. Selain itu diharapkan mampu mempunyai

semangat sabda-sabda bahagia sehingga menjadi berkat bagi banyak orang.

Tahun 50-an beberapa bruder pergi ke tempat-tempat yang berkekurangan

untuk tinggal bersama dengan orang yang menderita. Dalam perutusan para

bruder mempunyai tugas untuk menggembirakan banyak orang dan membawa

inspirasi bagi tempat yang ditinggali. (Roger,1973:42). Dari hal ini pula maka

anggota komunitas ini terus bertambah yang semula hanya 7-10 bruder sekarang

mampu mencakup 90 orang. Mereka tak hanya berasal dari Gereja Katolik namun

juga dari berbagai komunitas yang beraliran Kristen Protestan dari sekitar 20

negeri. (Roger, 1997:96).

Dalam kehidupan sehari-hari para bruder tidak menerima derma atau

pemberian apa pun dan mereka pun tidak menerima warisan pribadi untuk diri

sendiri akan tetapi memberikan semuanya itu kepada orang-orang miskin yang

membutuhkan. (Clement, 2003:108). Selain itu para bruder juga membantu

mereka yang miskin dengan hidup bersama-sama dengan orang-orang yang ada di

sekitar mereka. Dengan terlibat, mendengarkan, serta mendorong orang-orang

yang ada dalam kesulitan untuk menemukan jalan keluar. (Roger, 1997:97).

Sejak tahun 1966, Suster-suster Kongregasi Santo Andreas yang berdiri

(31)

dalam menyambut orang-orang yang datang ke Taize. Mereka yang datang adalah

kaum muda dari sekitar 60 negara di 5 benua secara bergantian. Mereka menginap

dan tinggal di kemah-kemah yang ada di sekitar Gereja Rekonsiliasi. Kaum muda

tiba di Taize setiap Minggu untuk menghadiri pertemuan-pertemuan yang dapat

mengumpulkan mereka dari satu hari Minggu ke Minggu berikutnya untuk

merenungkan tema “kehidupan batin dan solidaritas manusia.” Komunitas ini

adalah tanda konkrit rekonsiliasi (kerukunan) antara umat Kristiani yang

terbagi-bagi dan bangsa-bangsa yang terpisah (Clement, 2003:109).

Selain kaum muda para pemimpin Gereja juga pernah hadir di Taize yaitu

Bapa Paus Yohanes Paulus II, tiga Uskup Agung Canterbury, para metropolitan

Ortodoks, 14 Uskup Lutheran dari Swedia, dan banyak sekali pendeta atau imam

dari seluruh dunia. Bahkan Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa melalui

komunitas Taize ini kaum muda diajak untuk senantiasa hidup penuh harapan,

iman, dan juga kasih. Untuk mendukung kaum muda maka Bruder Roger dan

komunitas Taize telah mengadakan “ziarah iman kepercayaan di bumi.”

Pada tahun 1970 Bruder Roger melontarkan gagasan akan suatu “pertemuan

kaum muda seluruh dunia” yang pertemuan pertamanya diadakan pada tahun

1974. Selama bertahun-tahun ketika kaum muda berpaling dari Gereja, pertemuan

kaum muda membawa harapan dan memberi inspirasi mereka guna ambil bagian

dalam pertobatan orang-orang Kristiani dan dalam mendukung perdamaian di

dunia. (Roger,1993:100).

Dalam kenyataannya pada tahun 1982 di Beirut, Lebanon, Bruder Roger

(32)

ke “Peziarahan Iman di Dunia”. Ziarah ini tidak diorganisir orang-orang ke

dalam suatu gerakan yang berpusat di Taize tetapi mendorong mereka menjadi

peziarah-peziarah perdamaian dan pembawa pengampunan dalam Gereja dan

iman dalam dunia, melalui keterlibatan mereka dalam kota-kota mereka sendiri

dan lingkungan-lingkungan, dalam paroki-paroki, dan desa-desa mereka. Mereka

melakukan ini bersama orang-orang dari tiap generasi, dari anak-anak kecil

sampai yang sangat tua. (Roger, 1993:101).

Pertemuan ini akhirnya juga sampai di Indonesia tepatnya di Yogyakarta

pada tanggal 23-25 November 2007 lalu di Aula Universitas Sanata Dharma yang

dikenal dengan sebutan “Ziarah Iman di Bumi –Yogyakarta”. Para bruder-bruder

dari Taize datang dan berdinamika bersama banyak kaum muda yang ada di

Yogyakarta maupun kota-kota sekitarnya. (Chandra, 2008:32-35).

Seperti halnya di biara-biara pada umumnya komunitas ini mempunyai satu

ibadat harian atau ofisi dimana dalam ibadat tersebut nyanyian dan doa dilakukan

secara berulang-ulang. (Rahman. http://www.google.com. accessed on January

05, 2007).

3.Pengertian Ibadat Taize

Ibadat Taize merupakan salah satu bentuk ibadat meditatif dengan nyanyian

bersyair pendek yang dinyanyikan secara berulang-ulang dengan iringan musik

yang indah (Clement, 2003: 107). Ibadat Taize ini termasuk ibadat sabda namun

berbeda dengan ibadat-ibadat yang lain. Perbedaan ini terletak pada suasana yang

(33)

4. Kekhasan Ibadat Taize

Dalam Ibadat Taize nyanyian dan doa merupakan unsur yang utama dan

penting dari ibadat ini. Doa dan lagu dinyanyikan secara berulang-ulang dengan

tetap menjaga suasana doa. Bahasa yang digunakan dalam nyanyian adalah

bahasa Latin dengan menggunakan berbagai jenis alat musik seperti organ, gitar,

biola, sehingga menarik untuk diikuti. (Rahman. http://www.google.com.

accessed on January 05, 2007).

Ketenangan dan keheningan menjadi salah satu kekhasan dalam ibadat ini.

Dengan ketenangan dan keheningan orang akan lebih mudah diajak untuk

menyadari kehadiran Allah dalam hatinya. Kekhasan lainnya adalah tak ada

pemimpin, sehingga semuanya sejajar serta tak ada kotbah dan sering kali diisi

dengan sharing pengalaman satu sama lain.

Bahasa simbolis banyak digunakan dalam Ibadat Taize yang oleh Pierre

Babin diterangkan bahwa bahasa simbolis adalah bahasa yang menggoda,

menggetarkan emosi, sebelum akhirnya berfungsi menerangkan. Bahasa simbolis

adalah bahasa yang penuh resonansi, ritme, cerita, imaginasi, serta sugesti.

(Iswarahadi, 2008:4).

5. Kerangka Ibadat Taize

Langkah-langkah yang dilakukan dalam Ibadat Taize adalah sebagai

(34)

1) Pembukaan: Ibadat taize dibuka dengan nyanyian dan juga puji-pujian yang

mampu membawa peserta kepada suasana hening dan tenang

dilanjutkan dengan doa pembukaan.

2) Mazmur: Mazmur telah menjadi inspirasi untuk orang-orang Kristiani

sejak awal, karena mazmur menempatkan diri kita pada

persekutuan umat beriman. Peserta dapat melagukan ataupun

membaca ayat-ayat mazmur. Setelah setiap ayat dinyanyikan,

semua menyanyikan aklamasi atau melagukan “alleluia”.

3) Bacaan Sabda: Membaca kitab suci berarti mendekatkan diri pada “mata air

yang tak akan kering, dimana Allah memberikan diriNya

sendiri kepada manusia yang kehausan”. Bacaan diambil dari

Injil namun bisa juga 2 bacaan misalkan yang pertama dari

Perjanjian Lama, bagian Surat-Surat, Kisah Para Rasul, atau

Wahyu; sedangkan yang kedua selalu Injil. Antara kedua

bacaan dinyanyikan sebuah lagu meditatif.

4) Hening: Inilah kekhasan dari Ibadat Taize dimana ada waktu hening

guna mengendapkan sabda yang baru saja dibacakan. Dalam

keheningan tersebut diharapkan mereka yang mengikuti ibadat

ini mampu merasakan kehadiran Yesus dalam hidupnya.

Keheningan dijaga ± 5-10 menit. Jika ada peserta yang belum

terbiasa hening hendaknya diberi pengantar “Mari kita

(35)

5) Renungan: Bagian ini bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jika

tidak memungkinkan dapat diisi dengan sharing pengalaman

rohani untuk lebih memperteguh iman.

6) Doa Umat atau Syafaat: Doa ini terdiri dari permohonan-permohonan dan

seruan-seruan singkat (aklamasi) dengan nyanyian senandung

sebagai latar belakang dan diselingi dengan refren yang

dinyanyikan oleh semua, dapat menjadi “tiang api” ditengah

acara doa bersama. Secara bergilir satu atau dua orang

mengucapkan permohonan-permohonan. Seluruh bagian doa

ini diawali dan disambut dengan nyanyian seperti misalnya:

Kyrieleison, Gospodi Pamilui, Puji dan Syukur Kepada-Mu ya

Tuhan. Setiap doa spontan ini juga disusun dengan refren

yang sama dan dinyanyikan oleh semua peserta.

7) Bapa Kami: Ibadat Taize ini berpuncak pada doa Bapa Kami karena doa ini

adalah yang diajarkan oleh Yesus sendiri dimana dalam doa

terdapat pokok-pokok ajaran iman.

8) Doa Penutup: Seperti halnya doa pembuka maka doa penutup berisikan pujian

dan syukur atas kesempatan yang diberikan.

9) Nyanyian Penutup: Sebagai permenungan dan tetap menjaga keheningan

dinyanyikan lagu-lagu yang berisikan puji-pujian.

Catatan: urutan ibadat dapat disesuaikan dengan keadaan yang ada di daerah

(36)

Hal-hal lain yang juga harus diperhatikan adalah penataan tempat,

pencahayaan, serta suasana dimana ketiga hal ini sangat berpengaruh dan saling

berhubungan erat dalam pelaksanaan ibadat taize. Penataan tempat harus dapat

membangun suasana yang meditatif dan hening, selain itu penataan tempat

sebagai salah satu penentu pesan yang akan disampaikan. Pencahayaan dengan

lilin dan juga lampion yang remang-remang juga berperan sebagai pembawa

pesan yang akan disampaikan. Penempatan ikon-ikon atau patung juga mampu

membawa kepada suasana yang lebih mendalam.

Suasana yang hening, tenang, dan meditatif, menjadi satu hal penting karena

melalui ketenangan dan keheningan orang diajak masuk ke dalam suasana doa

sehingga sungguh kehadiran Yesus dalam tiap doa dan nyanyian menjadi sesuatu

yang nyata.

Dalam Ibadat Taize setting tempat dengan pencahayaan dan juga

penerangan serta penempatan ikon-ikon mempunyai simbol dan makna yang

mendalam. Simbol sebagai “definite focus of interest”, sebuah sarana

berkomunikasi sekaligus dasar umum untuk memahami. Hal ini dikenal dengan

sebutan Symbolic Way yang mempunyai langkah-langkah hampir sama dengan

proses Ibadat Taize. Dalam Symbolic Way dikenal sebutan exsodus dimana

semua panca indera digunakan untuk sejenak berkonsentrasi merasakan segala

sesuatu yang ada di sekelilingnya. Dalam Ibadat Taize peserta diberikan waktu

untuk merenung dan menenangkan pikiran dengan tetap menggunakan semua

panca indera sehingga kehadiran Yesus dalam hidupnya mampu dirasakan. Dalam

(37)

refleksi disharingkan ke dalam kelompok dan berpuncak dalam doa umat dan juga

Bapa Kami sebagai bentuk selebrasi. (Iswarahadi, 2008:5).

Biasanya Ibadat Taize dilaksanakan dalam ruangan yang redup dengan

menghadap pada salib. (Roger, 1997:34).

6. Tujuan Ibadat Taize

Ibadat Taize bertujuan agar orang-orang mampu merasakan kehadiran

Yesus dalam kehidupan mereka. Melalui doa dan nyanyian yang bersyair pendek

diharapkan kehadiran Yesus akan lebih mudah diresapi. Banyak orang memilih

melakukan ibadat ini karena kesederhanaan dan kebersamaan yang dirasa sangat

kuat. Orang akan digerakkan oleh semangat yang ada dalam hatinya dan juga

dapat melepaskan kepenatan akitivitas sehari-hari. (Suharyono, 2004:10).

B. Pengertian Iman

Iman dalam pengertian umumnya terkait dengan religiusitas formal. Dalam

konteks ini ada lima (5) pengertian iman yaitu:

a. Suatu keyakinan “akan dan tentang” Tuhan itu sendiri.

b. Keyakinan bahwa Tuhan merupakan sumber segala sesuatu yang “lebih

baik, lebih luhur, lebih suci, dan lebih tinggi.

c. Keyakinan bahwa dengan merangkul dan memeluk yang serba lebih itu

(38)

d. Keyakinan bahwa Tuhan sumber segala yang serba lebih baik itu ternyata

lebih dulu memberi, melayani, mengasihi, memaafkan, kepada kita

manusia yang lemah dan tak berdaya.

e. Suatu “keyakinan” bahwa “keempat keyakinan” merupakan sebuah

kebenaran yang mutlak. (nn. http://www.wikipedia.org/wiki/iman.

accesed on April 1,2009).

Iman bukan hasil refleksi manusia tetapi merupakan buah pemberian

cuma-cuma yang dihasilkan oleh kuasa Allah, Roh Kudus dalam diri kita. Melihat

bahwa iman merupakan jawaban pribadi manusia atas prakarsa yang dikenal

dalam firmanNya. Dalam pengalaman konkrit setiap hari manusia perlu

menanggapi setiap sapaan Tuhan dalam hidupnya sehari-hari, sehingga dalam

situasi apa pun manusia tetap setia dan beriman pada Allah.

Beriman kepada Allah berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada kuasa

Tuhan. Dalam buku Ilmu Kateketik dikatakan bahwa seorang beriman adalah

orang yang menghayati dan mau tunduk serta berserah pada Allah,

mempercayakan diri sepenuhnya pada Allah, menerima bahwa Allah adalah

kebenaran, menaruh kesadaran kepadaNya dan bukan dirinya sendiri. Dengan

demikian menjadi teguh dan benar oleh karena keteguhan dan kebenaran Allah

(Telambanua, 1999:44).

Boleh dibilang orang yang beriman kepada Tuhan berarti menyerahkan

hidupnya hanya untuk Tuhan, dan tanpa ada suatu paksaan melainkan suatu

keyakinan penuh dan sukarela. Oleh karena itu iman sesungguhnya adalah

(39)

melainkan sukarela (Konferensi Wali Gereja, 1996:128). Iman adalah suatu

kepercayaan yang berkenaan dengan agama dan juga keyakinan dan kepercayaan

kepada Allah, nabi, kitab, dimana di dalamnya terdapat ketetapan hati, keteguhan

batin serta keseimbangan batin. (Depdiknas, 2005:425).

Iman berasal dari kata Arab dan kata Ibrani yakni “aman”, mempunyai akar

yang kata sama yaitu “mu”, yang berarti “kokoh, aman”. Kata penutup doa

“amen”, mengungkapkan persetujuan. Iman berarti percaya, berpaling kepada,

menganggap pasti, dan digunakan dalam Al-Quran untuk mengimani dan untuk

apa diimani. Kata “percaya” hampir sama lingkup artinya yaitu “menganggap dan

yakin serta mengakui bahwa benar”. (Heuken, 2004:88). Iman adalah jawaban

atas panggilan yang diterima dengan penuh percaya. Dengan mengikuti panggilan

orang diterangi sehingga semakin mengerti dan mengetahui besarnya cinta kasih

Ilahi. (Heuken, 2004:89).

Iman adalah sikap esensial yang mendasarkan seluruh eksistensi kepada

Tuhan. Orang percaya akan kesetiaan Tuhan dalam keadaan apa pun

mengaminkan Tuhan dengan berserah kepada-Nya. (Heuken, 2004:89). Konsili

Vatikan II juga membicarakan iman sebagai jawaban manusia atas Wahyu Tuhan,

dan karenanya orang mengimani sesuatu. Iman itu adalah rahmat Ilahi yang

menerangi serta meyakinkan manusia dari dalam jiwanya.

Iman adalah keutamaan adikodrati artinya suatu rahmat Ilahi yang tidak

dapat diusahakan manusia atas kehendaknya sendiri. Rahmat supaya dapat

percaya adalah prasyarat utama bagi keselamatan abadi. Dalam pengertian umum,

(40)

iman. Alkitab sudah memberikan pengertian yang cukup jelas, tentang percaya

yang bagaimana yang disebut iman.

Sedangkan dalam Kitab Suci ada dua perikopa yang berbicara mengenai

iman yaitu :

ƒ Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.

(Roma 10:17)

ƒ Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari

segala sesuatu yang tidak kita lihat. (Ibrani 11:1)

Dari kedua ayat ini kita bisa memerincikan pengertian tentang iman, sebagai

berikut:

• Kita mendapatkan iman karena Allah berbicara kepada kita melalui

Firman-Nya.

• Iman mengandung unsur berharap, meskipun tidak semua harapan itu iman.

• Kita berharap berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan hasil analisa atau

perhitungan manusia. Kalau Allah berbicara kepada kita, meskipun tidak ada

dasar untuk berharap, kita tetap berharap dan percaya, inilah yang disebut

iman. Misalnya, seorang siswa yang yakin bahwa dia akan lulus ujian karena

memang selama ini dia juara kelas terus, ini bukanlah iman. Itu memang wajar

(41)

sebuah mobil, karena setiap bulan dia menabung uang yang cukup, ini pun

juga bukan iman.

• Yang kita harapkan tersebut belum terjadi atau tidak kelihatan (Roma

8:24-25). Bukan juga karena mendapat info lebih awal. (nn.

http://www.geocities.com/Athens/6884/iman.htm accessed on August

24,2009).

Untuk lebih memperjelas kembali kajian pustaka yang ada maka

dibahaslah mengenai tahap perkembangan iman . Adapun perkembangan iman

mempunyai enam (6) tahap yang dijabarkan sebagai berikut:

a. Iman intuitif dan yang diarahkan pada iman yang dipegang oleh

tokoh-tokoh berkuasa.

Iman tahap pertama biasanya terdapat pada anak yang berumur antara 4-8 tahun. Mereka menggunakan intuisi untuk mengetahui kebenaran sambil meniru

cara yang diperlihatkan oleh orangtua mereka. Jika orangtua berdoa sambil

melipat tangan dan menutup mata, maka mereka juga akan berdoa seperti itu.

Mereka tidak tahu mengapa harus melipat tangan dan menutup mata, tapi karena

orangtua, tokoh-tokoh yang berkuasa berbuat seperti itu maka mereka

menerimanya sebagai kebenaran.

b. Iman yang berporos pada mitos atau arti harafiah.

Tahap kedua biasanya terdapat pada anak yang berumur 8 – 12 tahun, namun

(42)

menjadi anggota kelompok persekutuan tersebut. Iman mereka bertumbuh dengan

mempelajari cerita atau mite yang ada dalam kelompok persekutuan itu. Cerita

atau mite tersebut mereka pahami secara harafiah karena mereka belum dapat

memahami makna yang terkandung dibelakang cerita atau mite tersebut. Jadi

nilai-nilai dan ajaran yang mereka dapat tangkap hanyalah yang tertuang secara

harafiah dalam cerita atau mite tersebut. Apa yang terkandung dalam cerita dan

mite itu mereka pandang sebagai kebenaran.

c. Iman yang berporos pada kebiasaan kelompok-kelompok serta usaha

untuk menyesuaikan ketidak selarasan nilai atau pendapat kelompok-kelompok tersebut.

Tahap ketiga biasanya terdapat pada anak remaja yang berusia 12 – 16 tahun,

namun sering juga terdapat pada orang tua. Tahap ini seseorang telah mengikuti

berbagai kelompok, misalnya: kelompok sekolah, kelompok teman sepermainan,

kelompok teman sekerja, kelompok sosial, jemaat dan keluarga. Mereka berusaha

hidup sesuai dengan norma, aturan dan nilai-nilai yang ada dalam setiap

kelompok. Norma, aturan dan nilai-nilai yang ada dalam setiap kelompok, mereka

anggap sebagai kebenaran. Kebenaran itu mereka terima tanpa

pertimbangan-pertimbangan kritis, mereka menerimanya sebagai kebenaran karena orang-orang

lain juga menerimanya sebagai kebenaran.

(43)

Tahap keempat bisa dicapai oleh pemuda yang berumur 17 tahun. Tapi

biasanya terdapat pada orang yang yang berumur 35 – 40 tahun, bahkan banyak

orang yang yang lebih tua belum mencapai tahap ini. Ada masa peralihan dari

tahap ketiga ke tahap keempat. Dalam masa peralihan tersebut mereka

diperhadapkan oleh berbagai ketegangan: apakah harus berdiri sendiri dan

melepaskan diri dari ikatan kelompok atau tetap berada dalam kelompok dan

menjadi bagian dari kelompok: apakah tetap berpegang pada pandangan subyektif

dan kekuasaan kelompok yang dirasakan sangat kuat walaupun belum dibuktikan

atau berpegang pada pandangan obyektif melalui proses refleksi yang kritis:

apakah perwujudan diri secara penuh dijadikan sebagai perhatian utama atau tetap

melayani keinginan kelompok dan menjadikan diri tetap seperti mereka: apakah

tetap mempertahankan pandangan yang relatif atau berusaha mendapatkan

pandangan yang mutlak.

e. Iman yang mampu hidup aman dengan pelbagai ketegangan yang belum diredakan secara menyeluruh.

Tahap kelima baru bisa dicapai oleh orang yang telah berumur 35 tahun.

Perkembangan ketahap lima ditandai dengan usaha untuk mengolah kembali hasil

yang telah dicapai dalam tahap empat. Dalam melakukan perubahan ini, seseorang

mendengarkan suara hatinya yang terdalam, memperhadapkan kembali hasil yang

telah dicapai dalam tahap empat dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat,

dia berusaha melihat kenyataan itu dari berbagai segi agar kebenaran yang

(44)

lain. Semua masukan-masukan ini dia olah kembali melalui proses berpikir

dialogis untuk menghasilkan pandangan yang baru.

f. Iman yang berporos pada Tuhan saja dalam arti kemutlakan diri pribadi semakin mundur demi kepentingan yang Abadi itu.

Peralihan ketahap enam dapat terjadi kalau seseorang dapat mengubah titik tolak pandangannya secara radikal. Pada tahap sebelumnya, orang berusaha

mendapatkan kebenaran yang mutlak bertitik tolak dari kemampuan dirinya

menganalisa dan merefleksikan kenyataan yang mereka hadapi. Pada tahap enam

orang tidak lagi bertitik tolak dari dirinya sendiri, tetapi bertitik tolak dari

kebenaran yang mutlak/ abadi. Kebenaran yang mutlak dan abadi itu bersifat

universal menyatakan diri secara utuh dalam bentuk dan kontek yang berbeda.

Kebenaran mutlak yang dinyatakan secara utuh ini tidak identik dengan kebenaran

mutlak yang dinyatakan oleh tiap-tiap agama karena pandangan tiap agama

bertitik tolak dari keterbatasan mereka. Orang dalam tahap keenam tidak mau lagi

terikat kepada ikatan-ikatan sosial, politik, ekonomi, ideologi maupun agama,

mereka hanya menyandarkan diri kepada Tuhan dan berusaha mewujudkan

kebenaran yang abadi tadi dalam hidup sehari-hari. Mereka sangat menjunjung

nilai-nilai kemanusiaan, karena itu mereka tidak lagi menggunakan kekerasan

dalam perjuangannya. (nn.

http://cwsgading.com/2009/05/06/perkembangan-iman-menurut-james-w-fowler/ accessed on November 16, 2009.

Membaca dari referensi yang ada maka kaum muda yang ada di Paroki

(45)

dirinya dan melakukan perwujudan dalam kehidupan mereka. Kaum muda di

Paroki Santo Yakobus Bantul mengalami masa untuk mengolah segala

permasalahan mereka sendiri namun sesudah fase itu terlewati mereka akhirnya

berefleksi dan menyadari harus ada pembenahan dalam dirinya.

C. Pengertian Kaum Muda

Adapun kajian pustaka yang terakhir adalah pengertian kaum muda yang

mencakup pengertian kaum muda, hakikat kaum muda, serta hidup kaum muda di

tengah dunia.

1. Pengertian Kaum Muda (secara umum)

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang berkembang dalam segala hal

meliputi perkembangan fisik, mental, maupun spiritual. Tahap-tahap tersebut

tidak hanya sebatas fisik namun juga secara psikologis yang berkaitan satu sama

lain dalam rentang kehidupan. Tiap rentang kehidupan mempunyai awal dan

terbatas serta mempunyai kekhasan yang menimbulkan karakteristik yang berbeda

pula. Melalui hal ini pula tampak bahwa dibutuhkan perlakuan yang berbeda

untuk menangani tiap rentang pengelompokan kehidupan. Dengan demikian dapat

dipastikan bahwa bukan hanya dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh

terhadap karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing tahapan, namun sungguh

dibutuhkan perlakuan dan pemahaman yang menyeluruh.

Istilah “kaum muda” adalah kata yang cukup familiar di telinga kita, akan

tetapi untuk dapat mendefinisikannya dengan tepat dan jelas banyak sekali

(46)

(1990:206,246) ia menyebutkan bahwa kriteria kaum muda dijabarkan menjadi

dua masa, yaitu masa remaja yang berusia tiga belas tahun sampai dengan delapan

belas tahun (13-18 tahun) dan masa dewasa yaitu pada usia delapan belas tahun

sampai dengan empat puluh tahun (18-40 tahun).

Kaum muda adalah orang yang sekerja, sepaham, sepangkat, dsb. Sedangkan

muda mempunyai pengertian belum sampai setengah umur, dan sering juga pada

kata “muda” diikutsertakan kata “mudi” untuk konotasi perempuan. Sebenarnya

kata “mudi” (perempuan) sudah termasuk dalam kelompok muda ini, tetapi lazim

digunakan istilah muda-mudi. (KBBI,1998:596).

Philip Tangdilintin (1984: 4-5) dalam buku Pembinaan Generasi Muda:

Visi dan Latihan, mengutip tulisan Dr. J. Riberu dengan memakai istilah

“muda-mudi” sebagai berikut:

Dengan “muda-mudi” dimaksudkan kelompok umur sexenium ketiga dan keempat dalam hidup manusia (± 12-24 tahun). Bagi yang bersekolah, usia ini sesuai dengan usia Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi. Ditinjau dari segi sosiologis, seringkali patokan usia di atas perlu dikoreksi dengan unsur status seseorang dalam masyarakat tertentu (= kedewasaan psikologis). Status sosial yang dimaksudkan ialah hal dan tugas orang dewasa yang diberikan kepada seseorang yang sesuai dengan tata kebiasaan masyarakat tertentu. Status sosial ini seiring sejalan dengan berdikari di bidang nafkah dan atau status berkeluarga. Unsur status sosial ini meyebabkan seseorang yang menurut usianya masih dalam jangkauan usia muda-mudi, bisa dianggap sudah dewasa dan sebaiknya orang yang sudah melampaui usia tersebut masih dianggap muda-mudi.

Kaum muda harus dilihat sebagai pribadi yang sedang berada pada taraf

tertentu dalam perkembangan hidup seorang manusia dengan kualitas dan ciri

(47)

Kaum muda merupakan suatu kelompok manusia yang terkadang diberi

batasan deskriptif berbeda-beda tergantung dari sudut pandang dan konteks

penggunanya. Oleh sebab itu selanjutnya kita perlu mengetahui siapa kaum muda

sebenarnya. Kaum muda adalah golongan atau kelompok umur orang muda yang

berusia 15-21 tahun yang mencakup muda-mudi sekolah menengah pertama serta

mereka yang sedang berada dalam umur studi di Perguruan Tinggi.

(Mangunhardjana, 1986: 11-12).

Sri Paus Yohanes Paulus II dalam ajaran Katolik Catechesi Tradendae

artikel 38 dan 39 membedakan antara kaum muda dengan kaum remaja.

Disebutkan bahwa masa remaja adalah masa pancaroba (masa puber) (CT, art.

38), sedangkan masa muda adalah masa dimana seseorang menghadapi periode

keputusan-keputusan penting yang pertama. Sedangkan Catechesi Tradendae 39

menjabarkan bahwa kaum muda barangkali mendapatkan dukungan para anggota

keluarga pada masa pancaroba (masa puber), sedangkan masa muda adalah masa

dimana seseorang menghadapi periode-periode pengambilan keputusan yang

pertama. Dalam art. 39 dijabarkan pula bahwa kaum muda barangkali mendapat

dukungan para anggota keluarga mereka dan teman-teman mereka. Kaum muda

harus mengandalkan diri sendiri serta suasana hati mereka dan makin sering dan

secara menentukan memikul tanggung jawab atas masa depan mereka.

Membuat batasan tentang kaum muda memang sulit karena perlu

memperhatikan berbagai segi: psikologis, sosiologis, biologis, dan seterusnya.

(48)

kedewasaan tapi sikap masih kekanak-kanakan. Kepribadian kaum muda dapat

dilihat sebagai pribadi yang sedang berada pada taraf perkembangan.

Pada masa perkembangan itu kaum muda mampu menemukan hak-haknya,

peranannya, kewajibannya, serta kebutuhannya sebagai pribadi yang matang dan

dewasa. Melihat realita kehidupan kaum muda yang cepat itu, diharapkan

sungguh mampu membuka mata kaum dewasa, orangtua, untuk ambil bagian

dalam melayani kebutuhan kaum muda.

2. Pengertian Kaum Muda Kristiani

Masa muda adalah proses peralihan dari masa anak-anak menuju masa

dewasa. Masa ini juga merupakan masa yang paling menentukan perkembangan

manusia di bidang emosional, moral, spiritual, dan fisik. Masa muda juga

merupakan masa perkembangan dan perubahan yang seringkali terkait dengan

goncangan dan penuh pemberontakan. Oleh sebab itu pada masa-masa ini banyak

kaum muda kehilangan pegangan dalam usaha menemukan jati diri, sehingga

menyebabkan mereka mudah terjerumus pada tindakan-tindakan yang kurang

bijaksana dan merugikan diri sendiri.

Masa muda merupakan saat hidup yang amat penting di mana masalah

identitas harus dihadapi. Identitas berhubungan dengan tahap perkembangan

hidup seseorang dalam mendapatkan perasaan, harga diri, sifat khas mereka

sendiri. Dalam usaha menemukan identitas diri, kaum muda mulai menentukan

(49)

Sebenarnya untuk pengertian kaum muda Gereja hampir sama dengan

pengertian kaum muda pada umumnya hanya saja kaum muda Gereja merupakan

anggota Gereja atau orang-orang yang beriman akan Yesus Kristus. Selain itu

kaum muda dalam Gereja sedang berada dalam masa pertumbuhan dan

perkembangan mental, sosial dan juga emosional, religius dan moral.

Perkembangan maupun pertumbuhan kaum muda dalam Gereja dengan kaum

muda lainnya berbeda-beda tergantung situasi hidup sekitarnya.

(K3AS.http://www.Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang.com.

accessed on February 13,2008 )

3. Hakikat Kaum Muda Gereja

Kaum muda adalah sebagai jantung hati Gereja. Hal ini menunjukkan

bahwa perannya sangat penting namun sering kali terabaikan. Keberadaannya

kurang diperhatikan dan mereka hanya dianggap senang hura-hura saja.

Anggapan negatif pada hidup kaum muda perlu dinetralisir dengan diberikannya

kesempatan bagi mereka untuk berkreasi dan menunjukkan eksistensinya. Kaum

muda perlu wadah dan kesempatan untuk terus berkembang dalam segala hal

asalkan tetap berpegang teguh pada hal-hal positif. (K3AS.http://www.Komisi

Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang.com. accessed on February 13,2008 )

Peran kaum muda dalam hidup bersama, digambarkan oleh Konsili Vatikan

(50)

kekuatan penting dalam masyarakat sekarang. Pernyataan ini menekankan bahwa

peran kaum muda sangat dibutuhkan dalam masyarakat karena mereka

merupakan tulang punggung bangsa dan Gereja. Mereka menentukan

perkembangan bangsa dan Gereja dikemudian hari. Dengan semakin

bertambahnya peran mereka dalam masyarakat, mereka juga dituntut untuk

mampu menjadi rasul-rasul pertama dan juga bagi kaum muda di kalangan

mereka sendiri. Dengan keterlibatan mereka, baik dalam lingkup Gereja maupun

masyarakat luas, mereka mampu menampakkan iman akan Kristus dalam sikap

dan tindakan. Dengan demikian kehadiran mereka sungguh berarti bagi orang lain

khususnya dalam memperbaharui hidup sesama.

Gereja memandang kaum muda sebagai potensi yang luar biasa bagi

perkembangan Gereja. Dalam rangka perkembangan itulah Gereja memandang

sebagian dirinya ada dalam kaum muda. Kaum muda tidak boleh begitu saja

dipandang sebagai obyek perhatian pastoral bagi Gereja. Sebenarnya kaum muda

memang dan seharusnya didorong supaya aktif, atas nama Gereja, sebagai

tokoh-tokoh terkemuka di dalam evangelisasi dan peserta di dalam pembaharuan

masyarakat. Dengan demikian masa muda merupakan masa penemuan diri dan

pilihan hidup yang intensif dan istimewa, dan masa pertumbuhan yang seharusnya

berkembang maju dalam kebijaksanaan, usia serta rahmat di hadirat Allah dan

manusia (CL, art 46).

4. Situasi Kaum Muda dalam Hidup Menggereja

Banyak kaum muda Katolik tidak begitu tertarik atau tersentuh dengan

(51)

berpendapat bahwa pergi ke gereja tiap hari Minggu hanya untuk sekedar cuci

mata, memperlihatkan baju, atau untuk mengobrol dengan teman. Ada pula yang

mengatakan bahwa pergi ke gereja hanya sebagai formalitas atau rutinitas semata

karena aneh jika orang Katolik tidak ke gereja tiap hari Minggu. Serta masih

banyak hal lain yang dikemukakan sehubungan dengan alasan mereka ke gereja.

(Khoo, 2001:16-18).

Terhadap kenyataan yang ada, dapat disimpulkan bahwa kaum muda ke

gereja bukan karena kesadaran yang muncul dari dalam diri mereka sendiri, tetapi

sekedar rutinitas atau formalitas yang harus dijalankan. Dengan demikian kaum

muda dalam mengikuti Perayaan Ekaristi belum sampai pada perjumpaan dengan

Allah yang Maha Kasih, sehingga kadang mereka mengalami kekosongan atau

kekeringan batin. Banyak kaum muda yang kurang diberi kepercayaan dan

kesempatan dalam mengembangkan kreativitasnya. Padahal dalam diri kaum

muda terdapat potensi-potensi: bakat dan kemampuan untuk dikembangkan.

Namun mereka terbentur dengan berbagai hambatan baik yang datang dari luar

maupun dari dalam diri sendiri.

Kecerendungan kaum muda kurang terlibat dalam kegiatan keagamaan

atau kerohanian karena kurang minat dalam membaca dan mendalami Sabda

Tuhan atau Kitab Suci, jenuh terhadap acara keagamaan, dan ke gereja dipandang

sebagai rutinitas atau kewajiban. Oleh sebab itu terhadap kaum muda yang kurang

terlibat dalam kegiatan menggereja, pihak Gereja perlu berusaha untuk mengatasi

masalah tersebut. Jika kaum muda tidak mendapat perhatian khusus dari pihak

(52)

hidup mereka. Dengan demikian nilai-nilai Kristiani kurang dihayati dan dihidupi

dalam hidup sehari-hari melalui sikap dan tindakan mereka dalam berelasi dengan

sesama, baik yang seiman maupun yang berbeda sehingga mereka kurang menjadi

saksi-saksi iman Kristiani bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Buku Dinamika Gereja mengemukakan bahwa hidup menggereja adalah

hidup yang menampakkan iman akan Kristus baik di lingkup Gereja maupun

masyarakat luas. Seharusnya kaum muda sebagai anggota Gereja, yang telah

diterima secara resmi melalui keterlibatannya, baik lingkup gerejani dengan

berbagai kegiatan Gereja maupun masyarakat sekitarnya, mereka mewujudkan

hidup berdasarkan nilai-nilai Kristiani yang diajarkan oleh Yesus Kristus. (Jacobs,

1979: 4)

Kaum muda adalah penerus Gereja yang menentukan kehidupan Gereja di

masa mendatang. Sebagai generasi penerus kaum muda berhadapan dengan

berbagai tantangan yang mempengaruhi kehidupan keagamaan mereka dan terikat

dengan hal-hal duniawi yang menawarkan berbagai kesenangan duniawi, dan

lebih memilih kesenangan dari pada mengikuti kegiatan-kegiatan menggereja.

5. Hidup Kaum Muda Kristiani di Tengah Dunia

Perkembangan zaman memperlihatkan karakter anak-anak muda sekarang

yang berbeda dari dulu. Internet dan televisi telah memproduksi fenomena yang

tampaknya berlawanan dengan kaum muda bahwa tidak memiliki waktu untuk

(53)

menghabiskan waktu berjam-jam per hari di depan monitor untuk browsing,

chating, atau fenomena terbaru online melalui jejaring Facebook dan Friendster.

Kaum muda sekarang termasuk generasi yang ingin bebas dan tak terikat

dengan apa pun juga dan ingin mengembangkan seluruh kepribadiannya.

Penghayatan hidup yang didengung-dengungkan justru memberi mereka

kebebasan hidup yang penuh bagi kenikmatan badani. Atmosfir ini dipenuhi oleh

hal-hal seksual dan gejala-gejala yang sangat jelas. Misalkan iklan, film bercerita

horor dengan bumbu adegan-adegan yang “hot”, maupun lagu-lagu yang penuh

kata “cinta” yang berkumandang 24 jam di seluruh dunia. Semangat yang

bernyala untuk menghayati hidup kerap kali didukung oleh teori- teori psikologi

yang sulit dipahami. (Roger, 1978:13).

Kaum muda saat ini adalah kaum muda yang hidup dalam dunia digital

dimana akses yang mudah hanya melalui hand phone dan juga komputer. Hal ini

pula menyebabkan kaum muda kurang berkembang dalam komunikasi verbal

antar pribadi. Selain itu kekuatan media baru ini digenggam oleh mereka yang

muda. (Benediktus, 2009:1).

Dunia membutuhkan kaum muda agar mampu memperbaiki segala segi

termasuk dalam komunikasi juga memerlukan hal tersebut. Serta yang terpenting

ialah adanya komunikasi iman yang menarik. Kaum muda saat ini kurang tertarik

pada kehidupan yang berbau keagamaan bahkan tak jarang kaum muda saat ini

berubah menjadi orang yang atheis, egois, dan juga apatis. Pewartaan Gereja yang

menarik diharapkan selalu dilakukan mengingat zaman ini adalah zaman audio

(54)

mengikuti perkembangan media yang ada dan mampu dimanfaatkan

sebaik-baiknya. (Iswarahadi, 2003:126)

D. Kerangka Pikir

1. Kajian Masalah Yang Ada

Sesuai dengan permasalahan yang ada dalam latar belakang maka dapat

ditemukan bahwa kaum muda saat ini dihadapkan pada situasi dunia yang cukup

kompleks dan rumit, dimana tantangan dari dunia maya makin membuat kaum

muda kurang dapat berkomunikasi secara verbal. Hal ini juga menghinggapi

kaum muda yang ada di paroki Santo Yakobus Bantul yang dinilai cukup aktif

dalam berbagai kegiatan, akan tetapi kurang mempunyai kegiatan yang bersifat

kerohanian. Oleh sebab itu diharapkan adanya suatu kegiatan yang mampu

membuat kaum muda nyaman dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan

mereka.

2. Pemecahan Masalah

Sesudah menemukan kajian masalah yang ada untuk memecahkan masalah

yang ada dalam kaum muda paroki Santo Yakobus Bantul, maka perlu diadakan

ibadat Taize yang sesuai dengan kebutuhan kaum muda karena Ibadat Taize

adalah suatu ibadat yang berbeda. Dimana keheningan menjadi hal yang

diutamakan sehingga dalam keheningan tersebut kaum muda mampu merasakan

(55)

menjauh dari kebisingan hidup yang sehari-hari mereka rasakan dengan ini iman

mereka mampu lebih berkembang.

E. Hipotesis

Dapat diprediksi untuk sementara waktu bahwa kaum muda yang ada di

Paroki Santo Yakobus Bantul kurang mempunyai kegiatan kerohanian yang

sesuai dengan dinamika kaum muda. Oleh karena itu Ibadat Taize yang telah rutin

dilaksanakan diharapkan mempunyai variasi yang menarik, kreatif, dan sesuai

dengan kebutuhan kaum muda.

Ibadat Taize yang mengutamakan keheningan dan ketenangan diharapkan

mampu membawa kaum muda pada kedalaman hati sehingga iman akan Yesus

(56)

BAB III

PENELITIAN TENTANG PENGARUH IBADAT TAIZE TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YAKOBUS BANTUL

Sesudah membahas pengertian Ibadat Taize dan kaum muda. Maka dalam

bab III penulis akan membahas penelitian yang telah dilakukan. Bab ini

mencakup Metode Penelitian dimana dalam bagian ini dijabarkan mengenai:

Permasalahan Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Waktu dan Tempat

Penelitian. Sedangkan untuk Hasil Penelitian mencakup: Gambaran Paroki Santo

Yakobus Bantul, Gambaran Kaum Muda Paroki Santo Yakobus Bantul dan

Pengaruh Ibadat Taize terhadap perkembangan iman kaum muda di Paroki Santo

Yakobus Bantul.

A. Metode Penelitian

Sebelum penulis menyusun tugas akhir ini ternyata pernah ada yang

(57)

Sebagai Salah Satu Bentuk Katekese Audio Visual Bagi Kaum Muda di

Lingkungan Santo Paulus Paroki Pakem” yang disusun oleh Margaretha

Widyastuti Dampit Sri Karenan. Langkah-langkah penelitian adalah dengan

menggunakan metode kuantitatif yaitu penyebaran kuisioner. Sedangkan di

Paroki Bantul belum pernah ada yang meneliti dengan judul yang telah penulis

ajukan maka masih relevan untuk diteliti. Sedangkan metode penelitian yang

penulis pakai adalah metode kualitatif dimana langkah-langkah penelitian

dilakukan dengan observasi kegiatan, wawancara kepada para responden, studi

pustaka dan juga studi dokumen.

1. Permasalahan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah dijabarkan dalam bab I

maka permasalahan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Apa pandangan kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul tentang Ibadat

Taize?

2. Bagaimana situasi keagamaan kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul?

3. Bagaimana perkembangan iman kaum muda di Paroki Santo Yakobus

Bantul?

4. Seberapa besar pengaruh Ibadat Taize terhadap perkembangan iman kaum

muda di Paroki Santo Yakobus Bantul?

2. Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan judul yang penulis pilih maka yang menjadi sampel penelitian

(58)

sejumlah 20 orang kaum muda Paroki Santo Yakobus Bantul yang aktif

mengikuti Ibadat Taize.

Perolehan data diambil melalui observasi kegiatan dan dilanjutkan dengan

wawancara dimana penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang kemudian

dijawab oleh responden berdasarkan pengalaman mereka dalam mengikuti Ibadat

Taize.

Sedangkan untuk mengetahui jumlah umat, dan juga kegiatan umat

diperoleh dengan hasil wawancara dengan sekertaris paroki dan juga studi

dokumen.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Mengingat metode yang dipakai adalah kualitatif dengan cara observasi,

yaitu mengikuti dan mengamati Ibadat Taize yang dilaksanakan pada hari Sabtu 8

Agustus 2009 bertempat di Gereja Stasi Maria Rosari Gesikan.

Sedangkan untuk melakukan wawancara penulis melalui beberapa

tahapan yaitu :

) Wawancara Pertama: Sabtu 1 Agustus 2009 Ö Wisma Suster OSF Solo.

) Wawancara Kedua: Rabu 5 Agustus 2009 Ö Rumah responden.

) Wawancara Ketiga: Sabtu 8 Agustus 2009 Ö Gereja Stasi Gesikan.

) Wawancara Keempat: Selasa 10 Agustus 2009 Ö Rumah responden.

) Wawancara Kelima: Kamis 13 Agustus 2009 Ö Rumah responden.

(59)

Sebelum membahas hasil penelitian penulis akan menjabarkan terlebih

dahulu gambaran Paroki Santo Yakobus Bantul yang mencakup latar belakang

berdirinya Paroki Santo Yakobus, letak geografis, jumlah umat, serta

kegiatan-kegiatan yang ada di Paroki Santo Yakobus. Pembahasan mengenai gambaran

paroki Santo Yakobus Bantul diambil berdasarkan wawancara dengan Sekretaris

Paroki, Buku Pedoman Dewan Paroki, serta membuka situs internet Paroki

Santo Yakobus Bantul.

1. Latar Belakang Berdirinya Paroki Santo Yakobus Bantul

Pada Buku Baptis I Paroki Bantul tertulis dalam Bahasa Latin bahwa

Buku Baptis ada di Bantul mulai tanggal 1 Januari 1934. Sampai dengan tanggal

1 Januari 1930 Buku Baptis ada di Yogyakarta. Mulai tanggal 1 Januari 1934

telah dicatat di Bantul.

Dari tahun 1919 sampai dengan tahun 1933 telah tercatat 339 orang yang

menerima permandian di Bantul. Setelah Buku Baptis, ada di Bantul pada

tanggal 17 Januari 1934 ada permandian orang pertama atas nama Rr. Theresia

Disoenarsih.

Sedangkan tentang gedung gereja sendiri tidak ada data yang tercatat

namun gedung gereja ini berasal dari seorang administratur pabrik gula. Gedung

ini diberkati pada tanggal 5 April 1936 akan tetapi hancur pada zaman Jepang.

Yang menjadi petunjuk adalah gedung gereja ini dibangun oleh Romo Y. Van

Leengoed SJ dan dilanjutkan oleh Romo C. Rommens SJ, ketika beliau melayani

(60)

Buku Baptis melayani Bantul sejak awal Januari 1951 sampai dengan

pertengahan tahun 1954, sedangkan Romo C. Rommens SJ melayani Bantul

sejak pertengahan 1954 sampai dengan Paskah tahun 1958.

Menurut sesepuh Paroki Bantul antara lain Bapak Yogautama dan juga

Bapak F. Widyahadimartaya disebutkan bahwa gedung gereja dibangun oleh

Romo Y. Van Leengoed SJ namun belum selesai dan akhirnya dilanjutkan oleh

Romo C. Rommens SJ.

Akan tetapi seperti yang kita ketahui bersama pada tanggal 27 Mei 2006

telah terjadi gempa bumi yang dahsyat di Bantul. Hal ini menimpa pula gedung

gereja sehingga menyebabkan gedung gereja ini hancur dan porak poranda.

Namun mulai 1 Januari 2009 gedung gereja ini mulai dibangun lagi dengan

arsitektur yang berbeda, tetapi tetap mengandung unsur-unsur dari gedung gereja

lama. Adapun paroki Bantul saat ini dipimpin oleh Romo Maternus Minarto Pr

dan Romo Patricius Hartono Pr.

Nama Santo Yakobus dipilih oleh Mgr. Albertus Sogiyapranata ketika

pada bulan-bulan terakhir pelayanan Romo Y. Van Leengoed SJ di Bantul.

Ketika itu beliau diminta untuk memberkati gereja. Dan Bapak Uskup berkenan

untuk memenuhi permintaan Romo Y. Leengoed SJ.

Ketika misa pemberkatan berlangsung Mgr. Alb. Sugiyapranata bertanya

pada Romo Y. Van Leengoed SJ mengenai siapa nama pelindung gereja ini,

akan tetapi Romo Y. Van Leengoed kebingungan karena belum terpikirkan

(61)

pelindung dari Romo Y. Van Leengoed dan romo menjawab “Yakobus (Mayor

atau Tua)”. Dari sinilah lalu Bapak Mgr. Alb. Soegiyapranata memberi nama

pelindung gereja ini “YAKOBUS” yang tak lain adalah nama pelindung dari

Romo Y. Van Leengoed sendiri.

Inilah awal Paroki Bantul atau lahirnya Paroki Bantul. Demikian pula

yang tertulis dalam Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia, yakni Buku Paroki

yang ada sejak 17 Januari 1934. Pada tahun 2009 ini Gereja Santo Yakobus

Bantul genap berusia 75 tahun, akan tetapi perayaannya tidak dijatuhkan pada

tanggal 17 Januari melainkan ditetapkan pada tanggal 25 Juli yakni pada pada

Hari Raya Pesta Santo Yakobus. (Deparo.http://www.santoyakobus.org. accesed

on July 04,2009).

2. Letak Geografis Paroki Santo Yakobus Bantul

Paroki Santo Yakobus Bantul terletak di pusat kota Kabupaten Bantul yang

berjarak enam belas (16) kilometer dari kota Yogyakarta. Paroki Bantul dapat

dengan mudah ditempuh dengan alat transportasi karena strategis. Bagian Utara

Paroki Santo Yakobus Bantul berbatasan dengan Paroki Hati Kudus Tuhan

Ye

Gambar

gambar diberikan

Referensi

Dokumen terkait

Judul skripsi ini adalah “PENGARUH DOA BERSAMA DALAM KELUARGA BAGI PERKEMBANGAN IMAN REMAJA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS, POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS

Judul skripsi ini adalah “PENGARUH DOA BERSAMA DALAM KELUARGA BAGI PERKEMBANGAN IMAN REMAJA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS, POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS

Bertitik tolak dari adanya masalah dalam kegiatan pendampingan calon penerima Krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani khususnya bagi remaja, sebagai usulan

Pendewasaan iman kaum muda merupakan sebuah proses yang panjang dan memerlukan perhatian yang serius dari semua pihak, baik dalam lembaga pendidikan formal maupun non

Dalam kenyataan tidak sedikit orang berambisi untuk menduduki jabatan terhomat atau jabatan istimewa baik yang ada di pemerintahan, kantor, sekolah, dan Gereja. Orang yang

Bagi sebagian besar kaum, kesadaran untuk berkumpul mengikuti kegiatan- kegiatan mudika, mengadakan pertemuan, doa bersama sebagai kaum muda Katolik,.. mengikuti kelompok koor,

Judul Skripsi MENGGALI PESAN PERUMPAMAAN ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI (LUKAS 10: 25-37) MELALUI KATEKESE KAUM MUDA SEBAGAI USAHA PEMBINAAN KAUM MUDA DI STASI KRISTUS RAJA

Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah bagaimana memberikan pendampingan bagi keluarga muda Katolik yang sesuai dengan kebutuhan dan selaras dengan ajaran Gereja di Paroki