SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Angelina Sekar Pawestri 051124018
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
▸ Baca selengkapnya: teks ibadat pemberkatan rumah
(2)(3)(4)iv
Dengan segala cinta dan syukur
skripsi ini dipersembahkan kepada:
Tuhan Yesus Sumber Pengharapan
Bapak, Ibu, adik beserta seluruh keluarga
dan
v
(Nada de Turbe)
“ Hidup yang diberikan terkadang membingungkan dan banyak pilihan. Namun ketika kita berani untuk memilih maka segala konsekunsi dari pilihan tersebut
viii
Judul skripsi ini dipilih berdasarkan keprihatinan yang ada di antara kaum muda Paroki Santo Yakobus Bantul. Dalam pelaksanaan Ibadat Taize kaum muda belum mampu terlibat aktif terlebih ketika ibadat sedang berlangsung, mereka hanya sebatas mendengarkan dan ketika sharing hanya beberapa orang saja yang aktif. Hal ini dikarenakan kurangnya variasi dalam pemilihan tema. Kaum muda merasa tema-tema yang diangkat dalam ibadat ini kurang sesuai dengan persoalan yang ada. Melihat hal tersebut, maka skripsi ini bertujuan untuk membantu pelaksanaan Ibadat Taize di Paroki Santo Yakobus Bantul agar mendapatkan variasi yang menarik dalam tiap pelaksanaan.
Persoalan utama yang ada dalam skripsi ini menguraikan kurangnya kegiatan rohani kaum muda dan bagaimana hal tersebut diatasi dengan rutin mengikuti Ibadat Taize. Pembahasan masalah dikaji dengan wawancara kepada kaum muda yang aktif mengikuti Ibadat Taize. Hasil wawancara tersebut digunakan sebagai dasar pokok pembuatan usulan program dalam bentuk Ibadat Taize bagi kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul yang sesuai dengan kehidupan mereka.
Dalam masa pertumbuhan kaum muda membutuhkan tempat untuk berbagi pengalaman hidup yang dirasakan cukup baik dalam lingkup keluarga, Gereja, dan masyarakat. Ibadat Taize cukup sesuai untuk mengungkapkan pengalaman mereka, sebab Ibadat Taize mempunyai kekhasan waktu untuk sharing dan merenungkan permasalahan yang dihadapi.
ix
DEVELOPMENT OF FAITH OF THE YOUTH IN SAINT JAMES PARISH BANTUL”. This title was chosen based on the concern that the youth of Saint James Parish, Bantul are experiencing a weak spirituality. The activites among the youth don’t solve this problem. During the Taize prayer only some of them actively participate. They don’t participate in the prayer actively, because their don’t have various themes addressed during the prayer. The themes which ared chosen don’t answer the real problem of the youth. That is why this thesis aims to improve the Taize prayer in Saint James Parish, Bantul by providing various themes and creative programs.
The main problem of this thesis is the weak spirituality among the youth and this problem will be considered through interview with the youth who are active in the Taize prayer. The result of this interview will be used as a stating point to provide a relevant program of Taize prayer for the youth in Saint James Prish of Bantul.
As they are growing up, the youth need a place and mean to share their experiences of being members of family, church, and society. Taize prayer is considered as a good way to express their faith experiences, because in Taize prayer there are time for sharing and meditating on their problem of life.
x
segala berkat dan kasihNya sehingga penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH IBADAT TAIZE TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YAKOBUS BANTUL. Skripsi ini ditulis bertitik tolak dari keprihatinan akan penyelenggaraan Ibadat Taize di Paroki Bantul yang kurang bervariasi dan terkesan monoton. Skripsi ini juga ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata 1 pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan, cobaan, dan kesulitan, namun berkat bimbingan, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dengan caranya sendiri, penulis mampu termotivasi untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
xi
3. Yoseph Kristianto SFK, selaku Dosen Penguji III yang telah bersedia menyemangati penulis, menanyakan keadaan, dan memberikan perhatian layaknya seorang bapak kepada anaknya. Terima kasih atas segala kasih yang tulus diberikan bagi penulis.
4. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Prodi IPPAK-FKIP Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing selama penulis belajar di kampus IPPAK, USD.
5. Bapak Markus Banuarlie, Ibu Bernadeta Sartini, dan adikku Barbara Sekar Ciptaningtyas yang menjadi tumpuan hidup selama ini, tempat untuk berbagi kisah hidup yang penuh liku, cinta kalian yang membawaku sampai dengan tahap ini.
6. Kaum Muda Paroki Santo Yakobus Bantul dan Pengurus Kaum Muda Paroki, terima kasih atas segala “kegilaan” dan kisah yang telah ditorehkan bersama dalam tiap dinamika yang ada. Yang juga telah bersedia penulis wawancara agar mendapatkan data-data untuk penulisan skripsi ini.
xiii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Tujuan Penulisan ... 5
E. Metode Penulisan ... 5
F. Manfaat ... 5
xiv
1. Pengertian Ibadat ... 8
2. Sejarah Komunitas Taize ... 11
3. Pengertian Ibadat Taize ... 15
4. Kekhasan dalam Ibadat Taize ... 15
5. Kerangka Ibadat Taize ... 16
6. Tujuan Ibadat Taize ... 19
B. Pengertian Iman ... 20
C. Pengertian Kaum Muda ... 27
1. Pengertian Kaum Muda (Umum) ... 28
2. Pengertian Kaum Muda Kristiani ... 30
3. Hakikat Kaum Muda Gereja ... 32
4. Situasi Kaum Muda dalam Hidup Menggereja ... 33
5. Hidup Kaum Muda Kristiani di Tengah Dunia ... 35
D. Kerangka Pikir ... 36
1. Kajian Masalah yang Ada ... 36
2. Pemecahan Masalah ... 37
E. Hipotesis ... 37
xv
A. Metode Penelitian ... 38
1. Permasalahan Penelitian ... 40
2. Metode Pengumpulan Data ... 40
3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41
B. Hasil Penelitian ... 41
1. Latar Belakang Berdirinya Paroki Santo Yakobus Bantul... 42
2. Letak Geografis Paroki Santo Yakobus Bantul ... 44
3. Jumlah Umat Paroki Santo Yakobus Bantul... 44
4. Kegiatan-Kegiatan di Paroki Santo Yakobus Bantul ... 49
5. Situasi Kaum Muda Paroki Santo Yakobus Bantul ... 49
6. Penelitan Pengaruh Ibadat Taize Terhadap Perkembangan Iman Kaum Muda di Paroki Santo Yakobus Bantul... 50
BAB IV. USULAN PROGRAM IBADAT TAIZE BAGI KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YAKOBUS BANTUL ... 65
A. Latar Belakang Penyusunan Program ... 65
B. Alasan Pemilihan Program dan Tujuan ... 67
C. Penjabaran Program ... 69
D. Petunjuk Pelaksanaan Program ... 77
xvi
DAFTAR PUSTAKA ... 93
LAMPIRAN ... 94
xvii
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat
Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik
Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus,1984/1985, hal. 8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA: Apostolicam Actuasitatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.
CL: Christifidelis Laici, Imbauan Apostolik Pasca Sinode Christifidelis
Laici dari Bapa Suci Yohanes Paulus II tentang Panggilan dan tugas
Kaum Awam Beriman dalam Gereja dan di dalam Dunia, 12 Maret
1989.
CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada Para uskup, Klerus, dan Segenap Umat Beriman tentang
Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.
C. Singkatan Lain:
Art : Artikel
Ay : Ayat
xviii SJ : Serikat Jesus
TK : Taman Kanak-Kanak
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan dunia semakin hari semakin pesat, terlebih lagi dengan
berbagai fasilitas dan peralatan yang serba canggih, modern, praktis dan
sederhana. Dalam perkembangan teknologi tersebut muncul berbagai tawaran
yang menjanjikan kenyamanan dan kesuksesan. Hal inilah yang mulai
mempengaruhi daya juang, cara bertindak, berpikir, berpenampilan serta
kehidupan beriman kaum muda. (Agung, 2008: 12).
Zaman yang telah berubah membawa berbagai dampak bagi
perkembangan iman atau kedewasaan Kristiani setiap manusia. Secara khusus
perubahan-perubahan ini jelas dialami oleh orang-orang muda yang bertumbuh
bersama tekonologi baru yang sering terasa asing bagi sebagian orang dewasa.
Oleh karena itu banyak hal yang memprihatinkan terjadi di tengah-tengah
masyarakat, dan menjadikan manusia semakin larut dalam situasi tersebut.
(Benediktus, 2009: 1).
Kehidupan kaum muda yang semakin memprihatinkan menimbulkan
banyak keprihatinan bagi banyak pihak terlebih bagi orangtua yang masih
memperhatikan perkembangan iman dan pribadi anak-anak mereka. Tak sedikit
orangtua yang kurang peduli dengan perkembangan iman dan pribadi
anak-anaknya.
Ibadat Taize adalah sebagai salah satu alternatif ibadat yang dapat
Ibadat Taize dapat menumbuhkan kesadaran iman mereka. Sehingga kaum muda
mampu memupuk hubungan mereka dengan Yesus. Dengan Ibadat Taize mereka
dibantu untuk makin percaya dan mengimani Yesus yang telah lahir, wafat, dan
bangkit. Inilah inti iman Kristiani. Melalui Ibadat Taize yang menuntut
keheningan diharapkan kaum muda dapat lebih memahami dan menyadari
kehadiran Yesus sebagai pusat hidupnya. Keheningan bukan terutama sebatas
tutup mulut, melainkan lebih berarti keadaan membuka hati bagi Sabda Allah dan
sesama. (Louise, 2008: 3).
Menyadari kehadiran Tuhan memang menuntut suatu sikap tenang dan
hening untuk mampu menjalin relasi dengan Yesus. Oleh sebab itu Ibadat Taize
menuntut suatu sikap tenang dan hening untuk mampu merasakan kehadiran
Yesus dalam setiap langkah dan gerak mereka. (Roger, 1997 :20).
Ibadat Taize bagi kaum muda menuntut kreativitas agar kaum muda
sungguh merasakan sapaan yang dalam, sehingga tertarik untuk mengikutinya.
Pemilihan tema yang tepat dengan musik yang hidup akan mampu membantu
kaum muda untuk lebih memperkembangkan imannya. Artinya manfaat Ibadat
Taize akan lebih nyata dilihat dalam lingkup hidup mereka sehari-hari entah di
dalam keluarga, sekolah atau kuliah, lingkungan masyarakat dan tentu saja
Gereja. Pengenalan akan Yesus pasti membawa pengaruh terhadap cara hidup
seseorang, menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. Pendek kata
Ibadat Taize dapat membantu kaum muda untuk meningkatkan iman mereka dan
mewujudkan ajaran cinta kasih Yesus dalam hidupnya. (nn, http://www.
Kaum muda di paroki Santo Yakobus Bantul terdiri dari
mudika-mudika wilayah maupun stasi yang tergabung dalam suatu organisasi mudika-mudika
paroki yang mempunyai kepengurusan terstruktur di bawah bimbingan Pastor
Koordinator Kaum Muda dan juga Dewan Paroki. Kegiatan rutin kaum muda di
Paroki St.Yakobus antara lain koor, parkir, pembuatan panduan misa,
pembimbing PIA (Pendampingan Iman Anak) dan PIR (Pendampingan Iman
Remaja), olahraga, bakti sosial, serta menjadi aktivis di lingkungan maupun
wilayah. Di antara kegiatan-kegiatan tersebut mayoritas hanya sebatas segi sosial
sedangkan untuk porsi kerohanian kurang mendapat perhatian. Hal ini
dikarenakan kurangnya pihak yang mempunyai pengalaman mengenai ibadat
yang sesuai dengan dinamika kaum muda.
Melihat keprihatinan kehidupan kaum muda yang seperti itu maka
muncullah suatu ide untuk meningkatkan kehidupan kaum muda melalui ibadat
yang menarik. Satu ibadat yang menarik dan berbeda tersebut adalah Ibadat
Taize. Kegiatan ini rutin dilaksanakan dua bulan sekali, namun saat ini kurang
mampu menarik minat kaum muda karena kurangnya variasi dalam setiap
pelaksanaan sehingga.
Menyadari betapa bergunanya Ibadat Taize bagi kaum muda maka
ibadat ini harus diikuti secara rutin dan berkelanjutan dengan kreativitas dan
variasi yang menarik, sehingga iman kaum muda lebih tertarik dan iman kaum
muda sungguh meningkat dan menuju pada kedewasaan Kristiani.
dengan judul “PENGARUH IBADAT TAIZE TERHADAP PERKEMBANGAN
IMAN KAUM MUDA PAROKI SANTO YAKOBUS BANTUL.”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan di dalam
penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah Ibadat Taize itu ?
2. Bagaimana situasi keagamaan kaum muda Paroki SantoYakobus Bantul ?
3. Bagaimana perkembangan iman kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul?
4. Seberapa besar pengaruh Ibadat Taize terhadap perkembangan iman kaum
muda di Paroki Santo Yakobus Bantul ?
C. PEMBATASAN MASALAH
Setelah melihat permasalahan yang telah diuraikan, pembatasan
masalah terfokus pada “Pengaruh Ibadat Taize terhadap Perkembangan Iman
Kaum Muda Paroki Santo Yakobus Bantul”. Ruang lingkup penelitian ini adalah
kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul yang aktif mengikuti Ibadat Taize
D. TUJUAN PENULISAN Penulisan ini bertujuan:
1. Mengenalkan Ibadat Taize kepada kaum muda Paroki Santo Yakobus Bantul
agar lebih membantu dalam perkembangan iman kaum muda.
3. Mengetahui perkembangan iman kaum muda Paroki Santo Yakobus Bantul
dan ikut memperkembangkan iman kaum muda
4. Mengetahui seberapa besar pengaruh Ibadat Taize yang telah dilaksanakan
terhadap perkembangan iman kaum muda.
5. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S1)
dalam Ilmu Pendidikan Agama Katolik.
E. METODE PENULISAN
Dari segi pendekatan metode penulisan skripsi ini adalah “kualitatif”
yaitu penelitian yang berguna untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak
terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru. Data-data diperoleh
dengan wawancara, studi pustaka dan juga studi dokumen.
F. MANFAAT
Mengkaji hal-hal yang telah ditemukan maka penulis akan
menyimpulkan manfaat dari penulisan ini yaitu bagi kaum muda sendiri dimana
mereka menjadi semakin tertarik dalam mengikuti Ibadat Taize dan dengan
demikian akan membantu kaum muda dalam meningkatkan iman mereka. Selain
itu penulis akan mengetahui serta memahami seberapa besar pengaruh Ibadat
Taize terhadap peningkatan iman kaum muda di Paroki St.Yakobus Bantul.
G. SISTIMATIKA PENULISAN
Penulisan karya ilmiah ini disusun dalam beberapa tahap yaitu sebagai
BAB I: Dalam bab pertama ini penulis akan menguraikan pendahuluan yang
memberikan gambaran umum. Penulisan ini terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan manfaat penulisan. Dari latar belakang yang penulis
uraikan dapat ditemukan bahwa Ibadat Taize yang ada kurang mampu
menarik karena kurangnya variasi dan kreativitas dalam penyajian
Ibadat Taize, sehingga diharapkan dengan adanya variasi dalam
penyajian Ibadat Taize mampu membantu dan memperkembangkan
iman mereka.
BAB II: Tahap selanjutnya adalah bab II yang berisikan teori-teori yang
mendukung penulisan skripsi ini yaitu menyangkut pengertian Ibadat
Taize, pengertian iman, serta pengertian kaum muda. Selain kajian teori
dalam bab II ini juga terdapat kerangka pikir dan juga hipotesis.
BAB III: Dalam bab ini penulis membahas penelitian yang telah dilakukan
dimana di dalamnya terdapat metode penelitian yang mencakup
permasalahan penelitian, metode pengumpulan data, waktu dan tempat
penelitian. Sedangkan bagian penelitian mencakup latar belakang
berdirinya Paroki Santo Yakobus Bantul, letak geografis Paroki Santo
Yakobus Bantul, jumlah umat Paroki Santo Yakobus Bantul,
kegiatan-kegiatan di Paroki Santo Yakobus Bantul, situasi kaum muda Paroki
Santo Yakobus Bantul, dan pengaruh Ibadat Taize terhadap
BAB IV : Bab IV ini berisikan usulan program Ibadat Taize bagi kaum muda di
Paroki Santo Yakobus Bantul dimana usulan ini disusun berdasarkan
hasil penelitian yang ada. Bab ini mencakup latar belakang penyusunan
program, alasan pemilihan program dan tujuan, penjabaran program,
petunjuk pelaksanaan program, serta contoh persiapan Ibadat Taize.
BAB V : Bab V adalah penutup yang berisikan saran dan kesimpulan.
BAB II
PENGERTIAN IBADAT TAIZE, IMAN, DAN KAUM MUDA
Pada bab I telah dibahas latar belakang dari permasalahan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dalam bab II akan dibahas teori-teori yang mendukung
penulisan skripsi ini yaitu menyangkut pengertian Ibadat Taize, pengertian iman,
serta pengertian kaum muda.
Agar lebih memahami pengertian Ibadat Taize maka akan dijabarkan
terlebih dahulu pengertian dari ibadat.
1. Pengertian Ibadat
Kata Ibadat bisa menyadur dari bahasa Arab. Arti ibadat adalah:
a. Perbuatan atau pernyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang
didasari oleh peraturan agama.
b. Segala usaha lahir dan batin yang sesuai dengan perintah agama yang
harus dituruti pemeluknya.
c. Upacara yang berhubungan dengan agama. (nn.
http://www.wikipedia.org/wiki/ibadat. accessed on April 1 2009)
Ibadat merupakan suatu usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan
untuk mendapatkan kebahagiaan dan keseimbangan hidup, baik untuk diri sendiri,
keluarga, masyarakat maupun terhadap alam semesta. (nn.
http://www.indonesiasaram.wordpress.com. accesed on April 1, 2009).
Ibadat dalam lingkup Gereja Katolik hampir sama dengan liturgi yang
sering disebut “ibadat resmi Gereja”. Istilah ibadat menitikberatkan pada aspek
“kultur lahiriah” dari liturgi, yakni upacara dan “ulah kebaktian” lainnya, yang
dilakukan oleh umat Allah sebagai Tubuh Mistik Yesus Kristus. Secara resmi dan
di hadapan umum umat meluhurkan Tuhan, bersyukur serta menyatakan bakti
kepadaNya. (Heuken, 2004:63).
Ibadat ialah perayaan yang mengikutsertakan seluruh manusia jiwa dan
ibadat mencakup aneka ragam bentuk kebaktian (bersama). (Heuken, 2004:63).
Hampir tiap agama mempunyai ibadat tersendiri, namun dalam ibadat nampak
suatu perbedaan antara agama yang satu dan yang lain. Ada yang melihat bahwa
ibadat adalah sebuah pertemuan antara Allah dan manusia. Ada juga yang
membatasi bahwa ibadat adalah ungkapan ketakwaan dan saling mengukuhkan
dalam iman. Dalam hal ini perbedaan paling besar nampak dalam pemakaian
simbol dan juga tanda-tanda yang mengukuhkan dalam iman. Simbol atau tanda
mengungkapkan sesuatu yang khusus dalam ibadat serta makna yang mendalam.
(KWI, 1996:164).
Ibadat adalah kegiatan manusia. Cara umat mengambil bagian dalam ibadat
itu berbeda dari satu agama ke agama yang lain. Biasanya ada petugas agama
yang memimpin ibadat. Tetapi baik peranan mereka maupun partisipasi umat
yang lain amat khusus bagi masing-masing agama. Peraturan ibadat juga amat
berbeda-beda. Ada ibadat yang lebih bersifat perayaan dengan warna spontan
bahkan karismatis. Semua itu hanya berhubungan dengan sikap batin peserta,
tetapi juga dengan “ajaran” mengenai keselamatan dan ibadat. Ada juga yang
lebih menekankan pengabdian serta kewajiban. (KWI, 1996:164).
Ibadat hampir sama dengan ibadah yang artinya kebaktian kepada Tuhan
atau lebih tepatnya sebagai penghormatan terhadap Tuhan yang oleh manusia
harus diejawantahkan bersama-sama selaku makhluk di hadapan Sang Pencipta.
(Prier, 2005:5).
Ibadat yaitu perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari
Ibadat ialah segala usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan, untuk
mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri,
keluarga, masyarakat, maupun terhadap alam semesta. (Depdiknas, 2005:319).
Ibadat mengandung makna: tindakan manusia yang menyatakan bakti atau
pengabdian manusia yang menyatakan bakti atau pengabdian manusia kepada
Allah. Ibadat mencakup segala macam tindakan sembayang atau doa saja tetapi
semua perbuatan yang dimaksudkan untuk mengabdi Allah. Pengertian ibadat
dalam tradisi Kristiani lebih menunjuk pada tanggapan manusia atas kasih Allah
yang telah dianugerahkan kepada kita. Artinya bila kita melakukan ibadat entah
berdoa maupun karitatif (berbuat kasih) kepada sesama, itu tidak untuk
mendapatkan tiket ke surga, tetapi sebagai bentuk ungkapan puji syukur dan
terima kasih kita pada Allah yang telah lebih dahulu mengasihi dan
menyelamatkan kita. (nn. http://books.google.co.id, accesed on May 14, 2009).
Ibadat dalam agama Kristiani berbeda dengan ibadat dalam agama lain
bukan pertama-tama suatu perbuatan manusia bagi Allah, tetapi lebih dahulu
suatu karya Allah bagi manusia. Atau bila disimpulkan ibadat adalah perayaan
umat beriman atas nama dan bersama Kristus, di mana Ia hadir untuk
menyelamatkan manusia sebagai pujian bagi Bapa (Prier, 1987: 3-4).
Sesudah menjabarkan pengertian dari ibadat, maka penulis akan
menjabarkan arti Ibadat Taize dimana di dalamnya terdapat Sejarah Komunitas
Taize, Pengertian Ibadat Taize, Kekhasan Ibadat Taize, Kerangka Ibadat Taize,
2. Sejarah Komunitas Taize
Taize (baca: Teesee) adalah nama sebuah desa kecil atau lebih tepatnya
sebuah desa pertanian Burgundy di Perancis Timur tak seberapa jauh dari dari
kota Cluny dan Citeaux. Awalnya Taize hampir sama dengan desa yang lainnya.
Akan tetapi mulai berubah ketika ada sebuah komunitas yang membaktikan diri
pada perdamaian. Taize mulai ramai dikunjungi banyak orang. (Rahman.
http://www.google.com. accessed on January 05, 2007).
Biara ini didirikan oleh Bruder Roger yaitu pada tahun 1940 dimana saat itu
tengah terjadi Perang Dunia ke II. Ia berharap biara yang didirikan ini mampu
menjadi “tempat kebaikan hati akan dihayati secara nyata dan tempat cinta kasih
akan menjadi pusat segala-galanya.” (Clement, 2003:107).
Oleh karena itu komunitas ini bertujuan untuk menemukan cara-cara
mengatasi perpecahan antara orang-orang Kristen melalui rekonsiliasi. Dalam
biara ini pula Bruder Roger menyembunyikan para pengungsi terutama
orang-orang Yahudi dari kejaran Nazi. Pada akhirnya, pada tahun 1942 Bruder Roger
harus meninggalkan Perancis karena petinggi Nazi kerap kali mengunjungi biara
tersebut. Bruder Roger baru kembali ke Perancis pada tahun 1944 (Roger,
1997:96).
Pada Hari Paskah 1949 tujuh bruder pertama ikut membaktikan diri seumur
hidup dalam hidup selibat, kebersamaan, serta hidup dengan sangat bersahaja.
Mereka yang bergabung dalam komunitas Taize harus mengucapkan ikrar dan
1952-1953 Bruder Roger menulis Peraturan Hidup Taize, yang mengungkapkan
bagi para brudernya “hal-hal hakiki yang memungkinkan berjalannya hidup
bersama” (Clement, 2003:108). Peraturan Hidup Taize diberikan agar para bruder
mampu mendermakan hidupnya sesuai dengan spiritualitas Taize yang penuh
kesederhanaan dan keterbukaan hati. Selain itu diharapkan mampu mempunyai
semangat sabda-sabda bahagia sehingga menjadi berkat bagi banyak orang.
Tahun 50-an beberapa bruder pergi ke tempat-tempat yang berkekurangan
untuk tinggal bersama dengan orang yang menderita. Dalam perutusan para
bruder mempunyai tugas untuk menggembirakan banyak orang dan membawa
inspirasi bagi tempat yang ditinggali. (Roger,1973:42). Dari hal ini pula maka
anggota komunitas ini terus bertambah yang semula hanya 7-10 bruder sekarang
mampu mencakup 90 orang. Mereka tak hanya berasal dari Gereja Katolik namun
juga dari berbagai komunitas yang beraliran Kristen Protestan dari sekitar 20
negeri. (Roger, 1997:96).
Dalam kehidupan sehari-hari para bruder tidak menerima derma atau
pemberian apa pun dan mereka pun tidak menerima warisan pribadi untuk diri
sendiri akan tetapi memberikan semuanya itu kepada orang-orang miskin yang
membutuhkan. (Clement, 2003:108). Selain itu para bruder juga membantu
mereka yang miskin dengan hidup bersama-sama dengan orang-orang yang ada di
sekitar mereka. Dengan terlibat, mendengarkan, serta mendorong orang-orang
yang ada dalam kesulitan untuk menemukan jalan keluar. (Roger, 1997:97).
Sejak tahun 1966, Suster-suster Kongregasi Santo Andreas yang berdiri
dalam menyambut orang-orang yang datang ke Taize. Mereka yang datang adalah
kaum muda dari sekitar 60 negara di 5 benua secara bergantian. Mereka menginap
dan tinggal di kemah-kemah yang ada di sekitar Gereja Rekonsiliasi. Kaum muda
tiba di Taize setiap Minggu untuk menghadiri pertemuan-pertemuan yang dapat
mengumpulkan mereka dari satu hari Minggu ke Minggu berikutnya untuk
merenungkan tema “kehidupan batin dan solidaritas manusia.” Komunitas ini
adalah tanda konkrit rekonsiliasi (kerukunan) antara umat Kristiani yang
terbagi-bagi dan bangsa-bangsa yang terpisah (Clement, 2003:109).
Selain kaum muda para pemimpin Gereja juga pernah hadir di Taize yaitu
Bapa Paus Yohanes Paulus II, tiga Uskup Agung Canterbury, para metropolitan
Ortodoks, 14 Uskup Lutheran dari Swedia, dan banyak sekali pendeta atau imam
dari seluruh dunia. Bahkan Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa melalui
komunitas Taize ini kaum muda diajak untuk senantiasa hidup penuh harapan,
iman, dan juga kasih. Untuk mendukung kaum muda maka Bruder Roger dan
komunitas Taize telah mengadakan “ziarah iman kepercayaan di bumi.”
Pada tahun 1970 Bruder Roger melontarkan gagasan akan suatu “pertemuan
kaum muda seluruh dunia” yang pertemuan pertamanya diadakan pada tahun
1974. Selama bertahun-tahun ketika kaum muda berpaling dari Gereja, pertemuan
kaum muda membawa harapan dan memberi inspirasi mereka guna ambil bagian
dalam pertobatan orang-orang Kristiani dan dalam mendukung perdamaian di
dunia. (Roger,1993:100).
Dalam kenyataannya pada tahun 1982 di Beirut, Lebanon, Bruder Roger
ke “Peziarahan Iman di Dunia”. Ziarah ini tidak diorganisir orang-orang ke
dalam suatu gerakan yang berpusat di Taize tetapi mendorong mereka menjadi
peziarah-peziarah perdamaian dan pembawa pengampunan dalam Gereja dan
iman dalam dunia, melalui keterlibatan mereka dalam kota-kota mereka sendiri
dan lingkungan-lingkungan, dalam paroki-paroki, dan desa-desa mereka. Mereka
melakukan ini bersama orang-orang dari tiap generasi, dari anak-anak kecil
sampai yang sangat tua. (Roger, 1993:101).
Pertemuan ini akhirnya juga sampai di Indonesia tepatnya di Yogyakarta
pada tanggal 23-25 November 2007 lalu di Aula Universitas Sanata Dharma yang
dikenal dengan sebutan “Ziarah Iman di Bumi –Yogyakarta”. Para bruder-bruder
dari Taize datang dan berdinamika bersama banyak kaum muda yang ada di
Yogyakarta maupun kota-kota sekitarnya. (Chandra, 2008:32-35).
Seperti halnya di biara-biara pada umumnya komunitas ini mempunyai satu
ibadat harian atau ofisi dimana dalam ibadat tersebut nyanyian dan doa dilakukan
secara berulang-ulang. (Rahman. http://www.google.com. accessed on January
05, 2007).
3.Pengertian Ibadat Taize
Ibadat Taize merupakan salah satu bentuk ibadat meditatif dengan nyanyian
bersyair pendek yang dinyanyikan secara berulang-ulang dengan iringan musik
yang indah (Clement, 2003: 107). Ibadat Taize ini termasuk ibadat sabda namun
berbeda dengan ibadat-ibadat yang lain. Perbedaan ini terletak pada suasana yang
4. Kekhasan Ibadat Taize
Dalam Ibadat Taize nyanyian dan doa merupakan unsur yang utama dan
penting dari ibadat ini. Doa dan lagu dinyanyikan secara berulang-ulang dengan
tetap menjaga suasana doa. Bahasa yang digunakan dalam nyanyian adalah
bahasa Latin dengan menggunakan berbagai jenis alat musik seperti organ, gitar,
biola, sehingga menarik untuk diikuti. (Rahman. http://www.google.com.
accessed on January 05, 2007).
Ketenangan dan keheningan menjadi salah satu kekhasan dalam ibadat ini.
Dengan ketenangan dan keheningan orang akan lebih mudah diajak untuk
menyadari kehadiran Allah dalam hatinya. Kekhasan lainnya adalah tak ada
pemimpin, sehingga semuanya sejajar serta tak ada kotbah dan sering kali diisi
dengan sharing pengalaman satu sama lain.
Bahasa simbolis banyak digunakan dalam Ibadat Taize yang oleh Pierre
Babin diterangkan bahwa bahasa simbolis adalah bahasa yang menggoda,
menggetarkan emosi, sebelum akhirnya berfungsi menerangkan. Bahasa simbolis
adalah bahasa yang penuh resonansi, ritme, cerita, imaginasi, serta sugesti.
(Iswarahadi, 2008:4).
5. Kerangka Ibadat Taize
Langkah-langkah yang dilakukan dalam Ibadat Taize adalah sebagai
1) Pembukaan: Ibadat taize dibuka dengan nyanyian dan juga puji-pujian yang
mampu membawa peserta kepada suasana hening dan tenang
dilanjutkan dengan doa pembukaan.
2) Mazmur: Mazmur telah menjadi inspirasi untuk orang-orang Kristiani
sejak awal, karena mazmur menempatkan diri kita pada
persekutuan umat beriman. Peserta dapat melagukan ataupun
membaca ayat-ayat mazmur. Setelah setiap ayat dinyanyikan,
semua menyanyikan aklamasi atau melagukan “alleluia”.
3) Bacaan Sabda: Membaca kitab suci berarti mendekatkan diri pada “mata air
yang tak akan kering, dimana Allah memberikan diriNya
sendiri kepada manusia yang kehausan”. Bacaan diambil dari
Injil namun bisa juga 2 bacaan misalkan yang pertama dari
Perjanjian Lama, bagian Surat-Surat, Kisah Para Rasul, atau
Wahyu; sedangkan yang kedua selalu Injil. Antara kedua
bacaan dinyanyikan sebuah lagu meditatif.
4) Hening: Inilah kekhasan dari Ibadat Taize dimana ada waktu hening
guna mengendapkan sabda yang baru saja dibacakan. Dalam
keheningan tersebut diharapkan mereka yang mengikuti ibadat
ini mampu merasakan kehadiran Yesus dalam hidupnya.
Keheningan dijaga ± 5-10 menit. Jika ada peserta yang belum
terbiasa hening hendaknya diberi pengantar “Mari kita
5) Renungan: Bagian ini bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jika
tidak memungkinkan dapat diisi dengan sharing pengalaman
rohani untuk lebih memperteguh iman.
6) Doa Umat atau Syafaat: Doa ini terdiri dari permohonan-permohonan dan
seruan-seruan singkat (aklamasi) dengan nyanyian senandung
sebagai latar belakang dan diselingi dengan refren yang
dinyanyikan oleh semua, dapat menjadi “tiang api” ditengah
acara doa bersama. Secara bergilir satu atau dua orang
mengucapkan permohonan-permohonan. Seluruh bagian doa
ini diawali dan disambut dengan nyanyian seperti misalnya:
Kyrieleison, Gospodi Pamilui, Puji dan Syukur Kepada-Mu ya
Tuhan. Setiap doa spontan ini juga disusun dengan refren
yang sama dan dinyanyikan oleh semua peserta.
7) Bapa Kami: Ibadat Taize ini berpuncak pada doa Bapa Kami karena doa ini
adalah yang diajarkan oleh Yesus sendiri dimana dalam doa
terdapat pokok-pokok ajaran iman.
8) Doa Penutup: Seperti halnya doa pembuka maka doa penutup berisikan pujian
dan syukur atas kesempatan yang diberikan.
9) Nyanyian Penutup: Sebagai permenungan dan tetap menjaga keheningan
dinyanyikan lagu-lagu yang berisikan puji-pujian.
Catatan: urutan ibadat dapat disesuaikan dengan keadaan yang ada di daerah
Hal-hal lain yang juga harus diperhatikan adalah penataan tempat,
pencahayaan, serta suasana dimana ketiga hal ini sangat berpengaruh dan saling
berhubungan erat dalam pelaksanaan ibadat taize. Penataan tempat harus dapat
membangun suasana yang meditatif dan hening, selain itu penataan tempat
sebagai salah satu penentu pesan yang akan disampaikan. Pencahayaan dengan
lilin dan juga lampion yang remang-remang juga berperan sebagai pembawa
pesan yang akan disampaikan. Penempatan ikon-ikon atau patung juga mampu
membawa kepada suasana yang lebih mendalam.
Suasana yang hening, tenang, dan meditatif, menjadi satu hal penting karena
melalui ketenangan dan keheningan orang diajak masuk ke dalam suasana doa
sehingga sungguh kehadiran Yesus dalam tiap doa dan nyanyian menjadi sesuatu
yang nyata.
Dalam Ibadat Taize setting tempat dengan pencahayaan dan juga
penerangan serta penempatan ikon-ikon mempunyai simbol dan makna yang
mendalam. Simbol sebagai “definite focus of interest”, sebuah sarana
berkomunikasi sekaligus dasar umum untuk memahami. Hal ini dikenal dengan
sebutan Symbolic Way yang mempunyai langkah-langkah hampir sama dengan
proses Ibadat Taize. Dalam Symbolic Way dikenal sebutan exsodus dimana
semua panca indera digunakan untuk sejenak berkonsentrasi merasakan segala
sesuatu yang ada di sekelilingnya. Dalam Ibadat Taize peserta diberikan waktu
untuk merenung dan menenangkan pikiran dengan tetap menggunakan semua
panca indera sehingga kehadiran Yesus dalam hidupnya mampu dirasakan. Dalam
refleksi disharingkan ke dalam kelompok dan berpuncak dalam doa umat dan juga
Bapa Kami sebagai bentuk selebrasi. (Iswarahadi, 2008:5).
Biasanya Ibadat Taize dilaksanakan dalam ruangan yang redup dengan
menghadap pada salib. (Roger, 1997:34).
6. Tujuan Ibadat Taize
Ibadat Taize bertujuan agar orang-orang mampu merasakan kehadiran
Yesus dalam kehidupan mereka. Melalui doa dan nyanyian yang bersyair pendek
diharapkan kehadiran Yesus akan lebih mudah diresapi. Banyak orang memilih
melakukan ibadat ini karena kesederhanaan dan kebersamaan yang dirasa sangat
kuat. Orang akan digerakkan oleh semangat yang ada dalam hatinya dan juga
dapat melepaskan kepenatan akitivitas sehari-hari. (Suharyono, 2004:10).
B. Pengertian Iman
Iman dalam pengertian umumnya terkait dengan religiusitas formal. Dalam
konteks ini ada lima (5) pengertian iman yaitu:
a. Suatu keyakinan “akan dan tentang” Tuhan itu sendiri.
b. Keyakinan bahwa Tuhan merupakan sumber segala sesuatu yang “lebih
baik, lebih luhur, lebih suci, dan lebih tinggi.
c. Keyakinan bahwa dengan merangkul dan memeluk yang serba lebih itu
d. Keyakinan bahwa Tuhan sumber segala yang serba lebih baik itu ternyata
lebih dulu memberi, melayani, mengasihi, memaafkan, kepada kita
manusia yang lemah dan tak berdaya.
e. Suatu “keyakinan” bahwa “keempat keyakinan” merupakan sebuah
kebenaran yang mutlak. (nn. http://www.wikipedia.org/wiki/iman.
accesed on April 1,2009).
Iman bukan hasil refleksi manusia tetapi merupakan buah pemberian
cuma-cuma yang dihasilkan oleh kuasa Allah, Roh Kudus dalam diri kita. Melihat
bahwa iman merupakan jawaban pribadi manusia atas prakarsa yang dikenal
dalam firmanNya. Dalam pengalaman konkrit setiap hari manusia perlu
menanggapi setiap sapaan Tuhan dalam hidupnya sehari-hari, sehingga dalam
situasi apa pun manusia tetap setia dan beriman pada Allah.
Beriman kepada Allah berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada kuasa
Tuhan. Dalam buku Ilmu Kateketik dikatakan bahwa seorang beriman adalah
orang yang menghayati dan mau tunduk serta berserah pada Allah,
mempercayakan diri sepenuhnya pada Allah, menerima bahwa Allah adalah
kebenaran, menaruh kesadaran kepadaNya dan bukan dirinya sendiri. Dengan
demikian menjadi teguh dan benar oleh karena keteguhan dan kebenaran Allah
(Telambanua, 1999:44).
Boleh dibilang orang yang beriman kepada Tuhan berarti menyerahkan
hidupnya hanya untuk Tuhan, dan tanpa ada suatu paksaan melainkan suatu
keyakinan penuh dan sukarela. Oleh karena itu iman sesungguhnya adalah
melainkan sukarela (Konferensi Wali Gereja, 1996:128). Iman adalah suatu
kepercayaan yang berkenaan dengan agama dan juga keyakinan dan kepercayaan
kepada Allah, nabi, kitab, dimana di dalamnya terdapat ketetapan hati, keteguhan
batin serta keseimbangan batin. (Depdiknas, 2005:425).
Iman berasal dari kata Arab dan kata Ibrani yakni “aman”, mempunyai akar
yang kata sama yaitu “mu”, yang berarti “kokoh, aman”. Kata penutup doa
“amen”, mengungkapkan persetujuan. Iman berarti percaya, berpaling kepada,
menganggap pasti, dan digunakan dalam Al-Quran untuk mengimani dan untuk
apa diimani. Kata “percaya” hampir sama lingkup artinya yaitu “menganggap dan
yakin serta mengakui bahwa benar”. (Heuken, 2004:88). Iman adalah jawaban
atas panggilan yang diterima dengan penuh percaya. Dengan mengikuti panggilan
orang diterangi sehingga semakin mengerti dan mengetahui besarnya cinta kasih
Ilahi. (Heuken, 2004:89).
Iman adalah sikap esensial yang mendasarkan seluruh eksistensi kepada
Tuhan. Orang percaya akan kesetiaan Tuhan dalam keadaan apa pun
mengaminkan Tuhan dengan berserah kepada-Nya. (Heuken, 2004:89). Konsili
Vatikan II juga membicarakan iman sebagai jawaban manusia atas Wahyu Tuhan,
dan karenanya orang mengimani sesuatu. Iman itu adalah rahmat Ilahi yang
menerangi serta meyakinkan manusia dari dalam jiwanya.
Iman adalah keutamaan adikodrati artinya suatu rahmat Ilahi yang tidak
dapat diusahakan manusia atas kehendaknya sendiri. Rahmat supaya dapat
percaya adalah prasyarat utama bagi keselamatan abadi. Dalam pengertian umum,
iman. Alkitab sudah memberikan pengertian yang cukup jelas, tentang percaya
yang bagaimana yang disebut iman.
Sedangkan dalam Kitab Suci ada dua perikopa yang berbicara mengenai
iman yaitu :
Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.
(Roma 10:17)
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari
segala sesuatu yang tidak kita lihat. (Ibrani 11:1)
Dari kedua ayat ini kita bisa memerincikan pengertian tentang iman, sebagai
berikut:
• Kita mendapatkan iman karena Allah berbicara kepada kita melalui
Firman-Nya.
• Iman mengandung unsur berharap, meskipun tidak semua harapan itu iman.
• Kita berharap berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan hasil analisa atau
perhitungan manusia. Kalau Allah berbicara kepada kita, meskipun tidak ada
dasar untuk berharap, kita tetap berharap dan percaya, inilah yang disebut
iman. Misalnya, seorang siswa yang yakin bahwa dia akan lulus ujian karena
memang selama ini dia juara kelas terus, ini bukanlah iman. Itu memang wajar
sebuah mobil, karena setiap bulan dia menabung uang yang cukup, ini pun
juga bukan iman.
• Yang kita harapkan tersebut belum terjadi atau tidak kelihatan (Roma
8:24-25). Bukan juga karena mendapat info lebih awal. (nn.
http://www.geocities.com/Athens/6884/iman.htm accessed on August
24,2009).
Untuk lebih memperjelas kembali kajian pustaka yang ada maka
dibahaslah mengenai tahap perkembangan iman . Adapun perkembangan iman
mempunyai enam (6) tahap yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Iman intuitif dan yang diarahkan pada iman yang dipegang oleh
tokoh-tokoh berkuasa.
Iman tahap pertama biasanya terdapat pada anak yang berumur antara 4-8 tahun. Mereka menggunakan intuisi untuk mengetahui kebenaran sambil meniru
cara yang diperlihatkan oleh orangtua mereka. Jika orangtua berdoa sambil
melipat tangan dan menutup mata, maka mereka juga akan berdoa seperti itu.
Mereka tidak tahu mengapa harus melipat tangan dan menutup mata, tapi karena
orangtua, tokoh-tokoh yang berkuasa berbuat seperti itu maka mereka
menerimanya sebagai kebenaran.
b. Iman yang berporos pada mitos atau arti harafiah.
Tahap kedua biasanya terdapat pada anak yang berumur 8 – 12 tahun, namun
menjadi anggota kelompok persekutuan tersebut. Iman mereka bertumbuh dengan
mempelajari cerita atau mite yang ada dalam kelompok persekutuan itu. Cerita
atau mite tersebut mereka pahami secara harafiah karena mereka belum dapat
memahami makna yang terkandung dibelakang cerita atau mite tersebut. Jadi
nilai-nilai dan ajaran yang mereka dapat tangkap hanyalah yang tertuang secara
harafiah dalam cerita atau mite tersebut. Apa yang terkandung dalam cerita dan
mite itu mereka pandang sebagai kebenaran.
c. Iman yang berporos pada kebiasaan kelompok-kelompok serta usaha
untuk menyesuaikan ketidak selarasan nilai atau pendapat kelompok-kelompok tersebut.
Tahap ketiga biasanya terdapat pada anak remaja yang berusia 12 – 16 tahun,
namun sering juga terdapat pada orang tua. Tahap ini seseorang telah mengikuti
berbagai kelompok, misalnya: kelompok sekolah, kelompok teman sepermainan,
kelompok teman sekerja, kelompok sosial, jemaat dan keluarga. Mereka berusaha
hidup sesuai dengan norma, aturan dan nilai-nilai yang ada dalam setiap
kelompok. Norma, aturan dan nilai-nilai yang ada dalam setiap kelompok, mereka
anggap sebagai kebenaran. Kebenaran itu mereka terima tanpa
pertimbangan-pertimbangan kritis, mereka menerimanya sebagai kebenaran karena orang-orang
lain juga menerimanya sebagai kebenaran.
Tahap keempat bisa dicapai oleh pemuda yang berumur 17 tahun. Tapi
biasanya terdapat pada orang yang yang berumur 35 – 40 tahun, bahkan banyak
orang yang yang lebih tua belum mencapai tahap ini. Ada masa peralihan dari
tahap ketiga ke tahap keempat. Dalam masa peralihan tersebut mereka
diperhadapkan oleh berbagai ketegangan: apakah harus berdiri sendiri dan
melepaskan diri dari ikatan kelompok atau tetap berada dalam kelompok dan
menjadi bagian dari kelompok: apakah tetap berpegang pada pandangan subyektif
dan kekuasaan kelompok yang dirasakan sangat kuat walaupun belum dibuktikan
atau berpegang pada pandangan obyektif melalui proses refleksi yang kritis:
apakah perwujudan diri secara penuh dijadikan sebagai perhatian utama atau tetap
melayani keinginan kelompok dan menjadikan diri tetap seperti mereka: apakah
tetap mempertahankan pandangan yang relatif atau berusaha mendapatkan
pandangan yang mutlak.
e. Iman yang mampu hidup aman dengan pelbagai ketegangan yang belum diredakan secara menyeluruh.
Tahap kelima baru bisa dicapai oleh orang yang telah berumur 35 tahun.
Perkembangan ketahap lima ditandai dengan usaha untuk mengolah kembali hasil
yang telah dicapai dalam tahap empat. Dalam melakukan perubahan ini, seseorang
mendengarkan suara hatinya yang terdalam, memperhadapkan kembali hasil yang
telah dicapai dalam tahap empat dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat,
dia berusaha melihat kenyataan itu dari berbagai segi agar kebenaran yang
lain. Semua masukan-masukan ini dia olah kembali melalui proses berpikir
dialogis untuk menghasilkan pandangan yang baru.
f. Iman yang berporos pada Tuhan saja dalam arti kemutlakan diri pribadi semakin mundur demi kepentingan yang Abadi itu.
Peralihan ketahap enam dapat terjadi kalau seseorang dapat mengubah titik tolak pandangannya secara radikal. Pada tahap sebelumnya, orang berusaha
mendapatkan kebenaran yang mutlak bertitik tolak dari kemampuan dirinya
menganalisa dan merefleksikan kenyataan yang mereka hadapi. Pada tahap enam
orang tidak lagi bertitik tolak dari dirinya sendiri, tetapi bertitik tolak dari
kebenaran yang mutlak/ abadi. Kebenaran yang mutlak dan abadi itu bersifat
universal menyatakan diri secara utuh dalam bentuk dan kontek yang berbeda.
Kebenaran mutlak yang dinyatakan secara utuh ini tidak identik dengan kebenaran
mutlak yang dinyatakan oleh tiap-tiap agama karena pandangan tiap agama
bertitik tolak dari keterbatasan mereka. Orang dalam tahap keenam tidak mau lagi
terikat kepada ikatan-ikatan sosial, politik, ekonomi, ideologi maupun agama,
mereka hanya menyandarkan diri kepada Tuhan dan berusaha mewujudkan
kebenaran yang abadi tadi dalam hidup sehari-hari. Mereka sangat menjunjung
nilai-nilai kemanusiaan, karena itu mereka tidak lagi menggunakan kekerasan
dalam perjuangannya. (nn.
http://cwsgading.com/2009/05/06/perkembangan-iman-menurut-james-w-fowler/ accessed on November 16, 2009.
Membaca dari referensi yang ada maka kaum muda yang ada di Paroki
dirinya dan melakukan perwujudan dalam kehidupan mereka. Kaum muda di
Paroki Santo Yakobus Bantul mengalami masa untuk mengolah segala
permasalahan mereka sendiri namun sesudah fase itu terlewati mereka akhirnya
berefleksi dan menyadari harus ada pembenahan dalam dirinya.
C. Pengertian Kaum Muda
Adapun kajian pustaka yang terakhir adalah pengertian kaum muda yang
mencakup pengertian kaum muda, hakikat kaum muda, serta hidup kaum muda di
tengah dunia.
1. Pengertian Kaum Muda (secara umum)
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang berkembang dalam segala hal
meliputi perkembangan fisik, mental, maupun spiritual. Tahap-tahap tersebut
tidak hanya sebatas fisik namun juga secara psikologis yang berkaitan satu sama
lain dalam rentang kehidupan. Tiap rentang kehidupan mempunyai awal dan
terbatas serta mempunyai kekhasan yang menimbulkan karakteristik yang berbeda
pula. Melalui hal ini pula tampak bahwa dibutuhkan perlakuan yang berbeda
untuk menangani tiap rentang pengelompokan kehidupan. Dengan demikian dapat
dipastikan bahwa bukan hanya dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh
terhadap karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing tahapan, namun sungguh
dibutuhkan perlakuan dan pemahaman yang menyeluruh.
Istilah “kaum muda” adalah kata yang cukup familiar di telinga kita, akan
tetapi untuk dapat mendefinisikannya dengan tepat dan jelas banyak sekali
(1990:206,246) ia menyebutkan bahwa kriteria kaum muda dijabarkan menjadi
dua masa, yaitu masa remaja yang berusia tiga belas tahun sampai dengan delapan
belas tahun (13-18 tahun) dan masa dewasa yaitu pada usia delapan belas tahun
sampai dengan empat puluh tahun (18-40 tahun).
Kaum muda adalah orang yang sekerja, sepaham, sepangkat, dsb. Sedangkan
muda mempunyai pengertian belum sampai setengah umur, dan sering juga pada
kata “muda” diikutsertakan kata “mudi” untuk konotasi perempuan. Sebenarnya
kata “mudi” (perempuan) sudah termasuk dalam kelompok muda ini, tetapi lazim
digunakan istilah muda-mudi. (KBBI,1998:596).
Philip Tangdilintin (1984: 4-5) dalam buku Pembinaan Generasi Muda:
Visi dan Latihan, mengutip tulisan Dr. J. Riberu dengan memakai istilah
“muda-mudi” sebagai berikut:
Dengan “muda-mudi” dimaksudkan kelompok umur sexenium ketiga dan keempat dalam hidup manusia (± 12-24 tahun). Bagi yang bersekolah, usia ini sesuai dengan usia Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi. Ditinjau dari segi sosiologis, seringkali patokan usia di atas perlu dikoreksi dengan unsur status seseorang dalam masyarakat tertentu (= kedewasaan psikologis). Status sosial yang dimaksudkan ialah hal dan tugas orang dewasa yang diberikan kepada seseorang yang sesuai dengan tata kebiasaan masyarakat tertentu. Status sosial ini seiring sejalan dengan berdikari di bidang nafkah dan atau status berkeluarga. Unsur status sosial ini meyebabkan seseorang yang menurut usianya masih dalam jangkauan usia muda-mudi, bisa dianggap sudah dewasa dan sebaiknya orang yang sudah melampaui usia tersebut masih dianggap muda-mudi.
Kaum muda harus dilihat sebagai pribadi yang sedang berada pada taraf
tertentu dalam perkembangan hidup seorang manusia dengan kualitas dan ciri
Kaum muda merupakan suatu kelompok manusia yang terkadang diberi
batasan deskriptif berbeda-beda tergantung dari sudut pandang dan konteks
penggunanya. Oleh sebab itu selanjutnya kita perlu mengetahui siapa kaum muda
sebenarnya. Kaum muda adalah golongan atau kelompok umur orang muda yang
berusia 15-21 tahun yang mencakup muda-mudi sekolah menengah pertama serta
mereka yang sedang berada dalam umur studi di Perguruan Tinggi.
(Mangunhardjana, 1986: 11-12).
Sri Paus Yohanes Paulus II dalam ajaran Katolik Catechesi Tradendae
artikel 38 dan 39 membedakan antara kaum muda dengan kaum remaja.
Disebutkan bahwa masa remaja adalah masa pancaroba (masa puber) (CT, art.
38), sedangkan masa muda adalah masa dimana seseorang menghadapi periode
keputusan-keputusan penting yang pertama. Sedangkan Catechesi Tradendae 39
menjabarkan bahwa kaum muda barangkali mendapatkan dukungan para anggota
keluarga pada masa pancaroba (masa puber), sedangkan masa muda adalah masa
dimana seseorang menghadapi periode-periode pengambilan keputusan yang
pertama. Dalam art. 39 dijabarkan pula bahwa kaum muda barangkali mendapat
dukungan para anggota keluarga mereka dan teman-teman mereka. Kaum muda
harus mengandalkan diri sendiri serta suasana hati mereka dan makin sering dan
secara menentukan memikul tanggung jawab atas masa depan mereka.
Membuat batasan tentang kaum muda memang sulit karena perlu
memperhatikan berbagai segi: psikologis, sosiologis, biologis, dan seterusnya.
kedewasaan tapi sikap masih kekanak-kanakan. Kepribadian kaum muda dapat
dilihat sebagai pribadi yang sedang berada pada taraf perkembangan.
Pada masa perkembangan itu kaum muda mampu menemukan hak-haknya,
peranannya, kewajibannya, serta kebutuhannya sebagai pribadi yang matang dan
dewasa. Melihat realita kehidupan kaum muda yang cepat itu, diharapkan
sungguh mampu membuka mata kaum dewasa, orangtua, untuk ambil bagian
dalam melayani kebutuhan kaum muda.
2. Pengertian Kaum Muda Kristiani
Masa muda adalah proses peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa. Masa ini juga merupakan masa yang paling menentukan perkembangan
manusia di bidang emosional, moral, spiritual, dan fisik. Masa muda juga
merupakan masa perkembangan dan perubahan yang seringkali terkait dengan
goncangan dan penuh pemberontakan. Oleh sebab itu pada masa-masa ini banyak
kaum muda kehilangan pegangan dalam usaha menemukan jati diri, sehingga
menyebabkan mereka mudah terjerumus pada tindakan-tindakan yang kurang
bijaksana dan merugikan diri sendiri.
Masa muda merupakan saat hidup yang amat penting di mana masalah
identitas harus dihadapi. Identitas berhubungan dengan tahap perkembangan
hidup seseorang dalam mendapatkan perasaan, harga diri, sifat khas mereka
sendiri. Dalam usaha menemukan identitas diri, kaum muda mulai menentukan
Sebenarnya untuk pengertian kaum muda Gereja hampir sama dengan
pengertian kaum muda pada umumnya hanya saja kaum muda Gereja merupakan
anggota Gereja atau orang-orang yang beriman akan Yesus Kristus. Selain itu
kaum muda dalam Gereja sedang berada dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan mental, sosial dan juga emosional, religius dan moral.
Perkembangan maupun pertumbuhan kaum muda dalam Gereja dengan kaum
muda lainnya berbeda-beda tergantung situasi hidup sekitarnya.
(K3AS.http://www.Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang.com.
accessed on February 13,2008 )
3. Hakikat Kaum Muda Gereja
Kaum muda adalah sebagai jantung hati Gereja. Hal ini menunjukkan
bahwa perannya sangat penting namun sering kali terabaikan. Keberadaannya
kurang diperhatikan dan mereka hanya dianggap senang hura-hura saja.
Anggapan negatif pada hidup kaum muda perlu dinetralisir dengan diberikannya
kesempatan bagi mereka untuk berkreasi dan menunjukkan eksistensinya. Kaum
muda perlu wadah dan kesempatan untuk terus berkembang dalam segala hal
asalkan tetap berpegang teguh pada hal-hal positif. (K3AS.http://www.Komisi
Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang.com. accessed on February 13,2008 )
Peran kaum muda dalam hidup bersama, digambarkan oleh Konsili Vatikan
kekuatan penting dalam masyarakat sekarang. Pernyataan ini menekankan bahwa
peran kaum muda sangat dibutuhkan dalam masyarakat karena mereka
merupakan tulang punggung bangsa dan Gereja. Mereka menentukan
perkembangan bangsa dan Gereja dikemudian hari. Dengan semakin
bertambahnya peran mereka dalam masyarakat, mereka juga dituntut untuk
mampu menjadi rasul-rasul pertama dan juga bagi kaum muda di kalangan
mereka sendiri. Dengan keterlibatan mereka, baik dalam lingkup Gereja maupun
masyarakat luas, mereka mampu menampakkan iman akan Kristus dalam sikap
dan tindakan. Dengan demikian kehadiran mereka sungguh berarti bagi orang lain
khususnya dalam memperbaharui hidup sesama.
Gereja memandang kaum muda sebagai potensi yang luar biasa bagi
perkembangan Gereja. Dalam rangka perkembangan itulah Gereja memandang
sebagian dirinya ada dalam kaum muda. Kaum muda tidak boleh begitu saja
dipandang sebagai obyek perhatian pastoral bagi Gereja. Sebenarnya kaum muda
memang dan seharusnya didorong supaya aktif, atas nama Gereja, sebagai
tokoh-tokoh terkemuka di dalam evangelisasi dan peserta di dalam pembaharuan
masyarakat. Dengan demikian masa muda merupakan masa penemuan diri dan
pilihan hidup yang intensif dan istimewa, dan masa pertumbuhan yang seharusnya
berkembang maju dalam kebijaksanaan, usia serta rahmat di hadirat Allah dan
manusia (CL, art 46).
4. Situasi Kaum Muda dalam Hidup Menggereja
Banyak kaum muda Katolik tidak begitu tertarik atau tersentuh dengan
berpendapat bahwa pergi ke gereja tiap hari Minggu hanya untuk sekedar cuci
mata, memperlihatkan baju, atau untuk mengobrol dengan teman. Ada pula yang
mengatakan bahwa pergi ke gereja hanya sebagai formalitas atau rutinitas semata
karena aneh jika orang Katolik tidak ke gereja tiap hari Minggu. Serta masih
banyak hal lain yang dikemukakan sehubungan dengan alasan mereka ke gereja.
(Khoo, 2001:16-18).
Terhadap kenyataan yang ada, dapat disimpulkan bahwa kaum muda ke
gereja bukan karena kesadaran yang muncul dari dalam diri mereka sendiri, tetapi
sekedar rutinitas atau formalitas yang harus dijalankan. Dengan demikian kaum
muda dalam mengikuti Perayaan Ekaristi belum sampai pada perjumpaan dengan
Allah yang Maha Kasih, sehingga kadang mereka mengalami kekosongan atau
kekeringan batin. Banyak kaum muda yang kurang diberi kepercayaan dan
kesempatan dalam mengembangkan kreativitasnya. Padahal dalam diri kaum
muda terdapat potensi-potensi: bakat dan kemampuan untuk dikembangkan.
Namun mereka terbentur dengan berbagai hambatan baik yang datang dari luar
maupun dari dalam diri sendiri.
Kecerendungan kaum muda kurang terlibat dalam kegiatan keagamaan
atau kerohanian karena kurang minat dalam membaca dan mendalami Sabda
Tuhan atau Kitab Suci, jenuh terhadap acara keagamaan, dan ke gereja dipandang
sebagai rutinitas atau kewajiban. Oleh sebab itu terhadap kaum muda yang kurang
terlibat dalam kegiatan menggereja, pihak Gereja perlu berusaha untuk mengatasi
masalah tersebut. Jika kaum muda tidak mendapat perhatian khusus dari pihak
hidup mereka. Dengan demikian nilai-nilai Kristiani kurang dihayati dan dihidupi
dalam hidup sehari-hari melalui sikap dan tindakan mereka dalam berelasi dengan
sesama, baik yang seiman maupun yang berbeda sehingga mereka kurang menjadi
saksi-saksi iman Kristiani bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
Buku Dinamika Gereja mengemukakan bahwa hidup menggereja adalah
hidup yang menampakkan iman akan Kristus baik di lingkup Gereja maupun
masyarakat luas. Seharusnya kaum muda sebagai anggota Gereja, yang telah
diterima secara resmi melalui keterlibatannya, baik lingkup gerejani dengan
berbagai kegiatan Gereja maupun masyarakat sekitarnya, mereka mewujudkan
hidup berdasarkan nilai-nilai Kristiani yang diajarkan oleh Yesus Kristus. (Jacobs,
1979: 4)
Kaum muda adalah penerus Gereja yang menentukan kehidupan Gereja di
masa mendatang. Sebagai generasi penerus kaum muda berhadapan dengan
berbagai tantangan yang mempengaruhi kehidupan keagamaan mereka dan terikat
dengan hal-hal duniawi yang menawarkan berbagai kesenangan duniawi, dan
lebih memilih kesenangan dari pada mengikuti kegiatan-kegiatan menggereja.
5. Hidup Kaum Muda Kristiani di Tengah Dunia
Perkembangan zaman memperlihatkan karakter anak-anak muda sekarang
yang berbeda dari dulu. Internet dan televisi telah memproduksi fenomena yang
tampaknya berlawanan dengan kaum muda bahwa tidak memiliki waktu untuk
menghabiskan waktu berjam-jam per hari di depan monitor untuk browsing,
chating, atau fenomena terbaru online melalui jejaring Facebook dan Friendster.
Kaum muda sekarang termasuk generasi yang ingin bebas dan tak terikat
dengan apa pun juga dan ingin mengembangkan seluruh kepribadiannya.
Penghayatan hidup yang didengung-dengungkan justru memberi mereka
kebebasan hidup yang penuh bagi kenikmatan badani. Atmosfir ini dipenuhi oleh
hal-hal seksual dan gejala-gejala yang sangat jelas. Misalkan iklan, film bercerita
horor dengan bumbu adegan-adegan yang “hot”, maupun lagu-lagu yang penuh
kata “cinta” yang berkumandang 24 jam di seluruh dunia. Semangat yang
bernyala untuk menghayati hidup kerap kali didukung oleh teori- teori psikologi
yang sulit dipahami. (Roger, 1978:13).
Kaum muda saat ini adalah kaum muda yang hidup dalam dunia digital
dimana akses yang mudah hanya melalui hand phone dan juga komputer. Hal ini
pula menyebabkan kaum muda kurang berkembang dalam komunikasi verbal
antar pribadi. Selain itu kekuatan media baru ini digenggam oleh mereka yang
muda. (Benediktus, 2009:1).
Dunia membutuhkan kaum muda agar mampu memperbaiki segala segi
termasuk dalam komunikasi juga memerlukan hal tersebut. Serta yang terpenting
ialah adanya komunikasi iman yang menarik. Kaum muda saat ini kurang tertarik
pada kehidupan yang berbau keagamaan bahkan tak jarang kaum muda saat ini
berubah menjadi orang yang atheis, egois, dan juga apatis. Pewartaan Gereja yang
menarik diharapkan selalu dilakukan mengingat zaman ini adalah zaman audio
mengikuti perkembangan media yang ada dan mampu dimanfaatkan
sebaik-baiknya. (Iswarahadi, 2003:126)
D. Kerangka Pikir
1. Kajian Masalah Yang Ada
Sesuai dengan permasalahan yang ada dalam latar belakang maka dapat
ditemukan bahwa kaum muda saat ini dihadapkan pada situasi dunia yang cukup
kompleks dan rumit, dimana tantangan dari dunia maya makin membuat kaum
muda kurang dapat berkomunikasi secara verbal. Hal ini juga menghinggapi
kaum muda yang ada di paroki Santo Yakobus Bantul yang dinilai cukup aktif
dalam berbagai kegiatan, akan tetapi kurang mempunyai kegiatan yang bersifat
kerohanian. Oleh sebab itu diharapkan adanya suatu kegiatan yang mampu
membuat kaum muda nyaman dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan
mereka.
2. Pemecahan Masalah
Sesudah menemukan kajian masalah yang ada untuk memecahkan masalah
yang ada dalam kaum muda paroki Santo Yakobus Bantul, maka perlu diadakan
ibadat Taize yang sesuai dengan kebutuhan kaum muda karena Ibadat Taize
adalah suatu ibadat yang berbeda. Dimana keheningan menjadi hal yang
diutamakan sehingga dalam keheningan tersebut kaum muda mampu merasakan
menjauh dari kebisingan hidup yang sehari-hari mereka rasakan dengan ini iman
mereka mampu lebih berkembang.
E. Hipotesis
Dapat diprediksi untuk sementara waktu bahwa kaum muda yang ada di
Paroki Santo Yakobus Bantul kurang mempunyai kegiatan kerohanian yang
sesuai dengan dinamika kaum muda. Oleh karena itu Ibadat Taize yang telah rutin
dilaksanakan diharapkan mempunyai variasi yang menarik, kreatif, dan sesuai
dengan kebutuhan kaum muda.
Ibadat Taize yang mengutamakan keheningan dan ketenangan diharapkan
mampu membawa kaum muda pada kedalaman hati sehingga iman akan Yesus
BAB III
PENELITIAN TENTANG PENGARUH IBADAT TAIZE TERHADAP
PERKEMBANGAN IMAN KAUM MUDA DI PAROKI SANTO YAKOBUS BANTUL
Sesudah membahas pengertian Ibadat Taize dan kaum muda. Maka dalam
bab III penulis akan membahas penelitian yang telah dilakukan. Bab ini
mencakup Metode Penelitian dimana dalam bagian ini dijabarkan mengenai:
Permasalahan Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Waktu dan Tempat
Penelitian. Sedangkan untuk Hasil Penelitian mencakup: Gambaran Paroki Santo
Yakobus Bantul, Gambaran Kaum Muda Paroki Santo Yakobus Bantul dan
Pengaruh Ibadat Taize terhadap perkembangan iman kaum muda di Paroki Santo
Yakobus Bantul.
A. Metode Penelitian
Sebelum penulis menyusun tugas akhir ini ternyata pernah ada yang
Sebagai Salah Satu Bentuk Katekese Audio Visual Bagi Kaum Muda di
Lingkungan Santo Paulus Paroki Pakem” yang disusun oleh Margaretha
Widyastuti Dampit Sri Karenan. Langkah-langkah penelitian adalah dengan
menggunakan metode kuantitatif yaitu penyebaran kuisioner. Sedangkan di
Paroki Bantul belum pernah ada yang meneliti dengan judul yang telah penulis
ajukan maka masih relevan untuk diteliti. Sedangkan metode penelitian yang
penulis pakai adalah metode kualitatif dimana langkah-langkah penelitian
dilakukan dengan observasi kegiatan, wawancara kepada para responden, studi
pustaka dan juga studi dokumen.
1. Permasalahan Penelitian
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah dijabarkan dalam bab I
maka permasalahan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Apa pandangan kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul tentang Ibadat
Taize?
2. Bagaimana situasi keagamaan kaum muda di Paroki Santo Yakobus Bantul?
3. Bagaimana perkembangan iman kaum muda di Paroki Santo Yakobus
Bantul?
4. Seberapa besar pengaruh Ibadat Taize terhadap perkembangan iman kaum
muda di Paroki Santo Yakobus Bantul?
2. Metode Pengumpulan Data
Berdasarkan judul yang penulis pilih maka yang menjadi sampel penelitian
sejumlah 20 orang kaum muda Paroki Santo Yakobus Bantul yang aktif
mengikuti Ibadat Taize.
Perolehan data diambil melalui observasi kegiatan dan dilanjutkan dengan
wawancara dimana penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang kemudian
dijawab oleh responden berdasarkan pengalaman mereka dalam mengikuti Ibadat
Taize.
Sedangkan untuk mengetahui jumlah umat, dan juga kegiatan umat
diperoleh dengan hasil wawancara dengan sekertaris paroki dan juga studi
dokumen.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Mengingat metode yang dipakai adalah kualitatif dengan cara observasi,
yaitu mengikuti dan mengamati Ibadat Taize yang dilaksanakan pada hari Sabtu 8
Agustus 2009 bertempat di Gereja Stasi Maria Rosari Gesikan.
Sedangkan untuk melakukan wawancara penulis melalui beberapa
tahapan yaitu :
) Wawancara Pertama: Sabtu 1 Agustus 2009 Ö Wisma Suster OSF Solo.
) Wawancara Kedua: Rabu 5 Agustus 2009 Ö Rumah responden.
) Wawancara Ketiga: Sabtu 8 Agustus 2009 Ö Gereja Stasi Gesikan.
) Wawancara Keempat: Selasa 10 Agustus 2009 Ö Rumah responden.
) Wawancara Kelima: Kamis 13 Agustus 2009 Ö Rumah responden.
Sebelum membahas hasil penelitian penulis akan menjabarkan terlebih
dahulu gambaran Paroki Santo Yakobus Bantul yang mencakup latar belakang
berdirinya Paroki Santo Yakobus, letak geografis, jumlah umat, serta
kegiatan-kegiatan yang ada di Paroki Santo Yakobus. Pembahasan mengenai gambaran
paroki Santo Yakobus Bantul diambil berdasarkan wawancara dengan Sekretaris
Paroki, Buku Pedoman Dewan Paroki, serta membuka situs internet Paroki
Santo Yakobus Bantul.
1. Latar Belakang Berdirinya Paroki Santo Yakobus Bantul
Pada Buku Baptis I Paroki Bantul tertulis dalam Bahasa Latin bahwa
Buku Baptis ada di Bantul mulai tanggal 1 Januari 1934. Sampai dengan tanggal
1 Januari 1930 Buku Baptis ada di Yogyakarta. Mulai tanggal 1 Januari 1934
telah dicatat di Bantul.
Dari tahun 1919 sampai dengan tahun 1933 telah tercatat 339 orang yang
menerima permandian di Bantul. Setelah Buku Baptis, ada di Bantul pada
tanggal 17 Januari 1934 ada permandian orang pertama atas nama Rr. Theresia
Disoenarsih.
Sedangkan tentang gedung gereja sendiri tidak ada data yang tercatat
namun gedung gereja ini berasal dari seorang administratur pabrik gula. Gedung
ini diberkati pada tanggal 5 April 1936 akan tetapi hancur pada zaman Jepang.
Yang menjadi petunjuk adalah gedung gereja ini dibangun oleh Romo Y. Van
Leengoed SJ dan dilanjutkan oleh Romo C. Rommens SJ, ketika beliau melayani
Buku Baptis melayani Bantul sejak awal Januari 1951 sampai dengan
pertengahan tahun 1954, sedangkan Romo C. Rommens SJ melayani Bantul
sejak pertengahan 1954 sampai dengan Paskah tahun 1958.
Menurut sesepuh Paroki Bantul antara lain Bapak Yogautama dan juga
Bapak F. Widyahadimartaya disebutkan bahwa gedung gereja dibangun oleh
Romo Y. Van Leengoed SJ namun belum selesai dan akhirnya dilanjutkan oleh
Romo C. Rommens SJ.
Akan tetapi seperti yang kita ketahui bersama pada tanggal 27 Mei 2006
telah terjadi gempa bumi yang dahsyat di Bantul. Hal ini menimpa pula gedung
gereja sehingga menyebabkan gedung gereja ini hancur dan porak poranda.
Namun mulai 1 Januari 2009 gedung gereja ini mulai dibangun lagi dengan
arsitektur yang berbeda, tetapi tetap mengandung unsur-unsur dari gedung gereja
lama. Adapun paroki Bantul saat ini dipimpin oleh Romo Maternus Minarto Pr
dan Romo Patricius Hartono Pr.
Nama Santo Yakobus dipilih oleh Mgr. Albertus Sogiyapranata ketika
pada bulan-bulan terakhir pelayanan Romo Y. Van Leengoed SJ di Bantul.
Ketika itu beliau diminta untuk memberkati gereja. Dan Bapak Uskup berkenan
untuk memenuhi permintaan Romo Y. Leengoed SJ.
Ketika misa pemberkatan berlangsung Mgr. Alb. Sugiyapranata bertanya
pada Romo Y. Van Leengoed SJ mengenai siapa nama pelindung gereja ini,
akan tetapi Romo Y. Van Leengoed kebingungan karena belum terpikirkan
pelindung dari Romo Y. Van Leengoed dan romo menjawab “Yakobus (Mayor
atau Tua)”. Dari sinilah lalu Bapak Mgr. Alb. Soegiyapranata memberi nama
pelindung gereja ini “YAKOBUS” yang tak lain adalah nama pelindung dari
Romo Y. Van Leengoed sendiri.
Inilah awal Paroki Bantul atau lahirnya Paroki Bantul. Demikian pula
yang tertulis dalam Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia, yakni Buku Paroki
yang ada sejak 17 Januari 1934. Pada tahun 2009 ini Gereja Santo Yakobus
Bantul genap berusia 75 tahun, akan tetapi perayaannya tidak dijatuhkan pada
tanggal 17 Januari melainkan ditetapkan pada tanggal 25 Juli yakni pada pada
Hari Raya Pesta Santo Yakobus. (Deparo.http://www.santoyakobus.org. accesed
on July 04,2009).
2. Letak Geografis Paroki Santo Yakobus Bantul
Paroki Santo Yakobus Bantul terletak di pusat kota Kabupaten Bantul yang
berjarak enam belas (16) kilometer dari kota Yogyakarta. Paroki Bantul dapat
dengan mudah ditempuh dengan alat transportasi karena strategis. Bagian Utara
Paroki Santo Yakobus Bantul berbatasan dengan Paroki Hati Kudus Tuhan
Ye