• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usulan pengembangan pendampingan calon penerima krisma remaja di Paroki Santo Petrus dan Pulus Minomartani Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Usulan pengembangan pendampingan calon penerima krisma remaja di Paroki Santo Petrus dan Pulus Minomartani Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN PENGEMBANGAN PENDAMPINGAN CALON

PENERIMA KRISMA REMAJA DI PAROKI SANTO PETRUS

DAN PAULUS MINOMARTANI, YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Fransiscus Xaverius Artha Agung Budiantara NIM: 011124005

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan bagi :

) Seluruh Umat di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani

) Seluruh Tim Pendamping Krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani

) Bapak dan Ibu tercinta yang telah mendidik, dan membesarkan ku

) Adikku Monica dan Adrianus

(5)

MOTTO

“Jika kamu mengenal dirimu dan musuhmu secara mendalam, maka kamu ada di jalan kemenangan pada setiap pertempuran….”

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam tulisan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 7 September 2007

Penulis,

(7)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “USULAN PENGEMBANGAN PENDAMPINGAN CALON PENERIMA KRISMA REMAJA DI PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS, MINOMARTANI, YOGYAKARTA”. Judul ini dipilih karena penulis melihat hal yang memprihatinkan pada diri para remaja yang telah menerima Sakramen Krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Mainomartani. Adapun keprihatinan tersebut adalah, bahwa ada kesan kuat bahwa para remaja dalam mengikuti kegiatan pendampingan persiapan Krisma hanyalah sebagai formalitas belaka ataupun ikut-ikutan teman sebayanya, sehingga konsekuensi yang menyertai penerima Krisma (tanggung jawab untuk bersaksi dan terlibat sebagai warga Gereja yang dewasa) belum mereka ketahui dan sadari. Untuk menanggapi keprihatinan tersebut, penulis membuat penelitian untuk mengetahui gambaran pelaksanaan kegiatan katekese persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani selama ini, mengetahui bahan dan metode yang selama ini di pakai dalam katekese persiapan Krisma di Paroki ini, sehingga mendapat masukan untuk melakukan pengembangan. Pengembangan yang diperlukan ternyata meliputi pengembangan sikap guna meningkatkan semangat pelayanan mereka, wawasan agar pendampingan mereka lebih terarah dan mendalam, dan penggunaan metode guna meningkatkan sikap ketrampilan dan kreativitas para pendamping Krisma dalam mempersiapkan para calon penerima Krisma yang dalam hal ini adalah para remaja. Hal ini perlu dilakukan mengingat remaja adalah aset yang sangat berharga bagi masa depan Gereja, yang memerlukan “pemeliharaan” dan “pengembangan” yang menyeluruh. Oleh sebab itu pada bagian akhir skripsi ini penulis memberikan usulan yang diharapkan dapat mengembangkan pendampingan Krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, meliputi bidang spritualitas yang menyangkut kesediaan dan keterlibatan pendamping sebagai anggota Gereja, dalam hal pengetahuan akan psikologi remaja, arti dan simbol-simbol yang ada dalam Sakramen Krisma, serta model-model pendampingan iman guna meningkatkan pelaksanaan pendampingan mereka.

(8)

ABSTRACT

This thesis entitled “A PROPOSAL OF COUNSELING DEVELOPMENT FOR ADOLESCENT CANDIDATE IN PRE CHRISMS SACRAMENT AT PARISH OF SANTO PETRUS DAN PAULUS, MINOMARTANI YOGYAKARTA”. This topic is chosen concerning the apprehensive condition among adolescent who has accepted Chrisms Sacrament at Parish of Santo Petrus and Paulus Minomartani. There is apprehensive condition that the adolescents attend the pre Chrisms Sacrament only for formality or only following their friends. Hence, the do not realize the responsibilities they have after receiving the Sacrament, that is to be testimonies and to participate in Church as adults. Concerning that condition, a research was done to knowing the material and methods used and how the pre Chrisms was done at Parish of Santo Petrus dan Paulus Minomartani Yogyakarta. The aim of the research is to find and compose materials to develop and improve the pre Chrisms. The research indicates that improvements that are needed by the chatechism includes improvements on attitudes in order to improve their spirit to serve, on knowledge in order to deepen and make their materi more focus, and improvements on the methods to imrove their skills and creativity. Their performance is important to prepare pre Chrisms who are adolescents concerning the fact that adolescents are important assets for the future Church that need global “nurturing” and “development”. Through this thesis, the writer has proposed to give input for Chrisms counseling development in Parish of Santo Petrus dan Paulus Minomartani Yogyakarta, on spirituality field for Chrisms counselor, knowledge in adolescents phsycology, increase counselor consideration in their activity as Church member, competency development for counselor in meaning, purpose and symbol knowledge that occur inside Chrisms Sacrament. Beside that it also has propose for increase counselor skill and creativity in order to consult Chrisms Sacrament candidate with counseling model that offered.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas rahmat Tuhan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”USULAN PENGEMBANGAN PENDAMPINGAN CALON PENERIMA KRISMA REMAJA DI PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS, MINOMARTANI, YOGYAKARTA”

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak sekali mendapat bimbingan, pengarahan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ. selaku dosen pembimbing utama, yang telah memberikan perhatian dan meluangkan waktu dalam membimbing penulis selama penyelesaian skripsi ini.

2. P. Banyu Dewa. H.S., S.Ag., M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan motivasi dan semangat pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed yang telah bersedia dan meluangkan waktu sebagai dosen penguji III

4. Segenap dosen dan karyawan Prodi IPPAK- USD yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Kedua orang tua dan adik-adikku tercinta yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Lucia Setyawahyuningtyas atas cinta dan kasih sayangnya, yang selama ini telah banyak memotivasi dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini

(10)

8. Rekan – rekan tim kerja pendampingan Krisma, Komuni Pertama, dan Baptis yang senantiasa mendorong dan menyemangati penyelesaian penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman angkatan 2001 yang turut menempa diri penulis dalam memurnikan motivasi penulis untuk menjadi seorang pewarta di jaman yang serba sulit dan penuh tantangan ini .

10. Sahabatku Norman Kristianto yang senantiasa hadir untuk menyemangati dan mendorong penulis agar segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

11. Temanku Anrianus dan Nia Daniati yang telah membantu dalam mempersiapkan segala sesuatu saat penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penulisan skripsi ini didepan dosen penguji.

12. Sahabat-sahabat di Warnet Lunanet yang telah mendorong dan memberi semangat kepada penulis.

13. “sanak kadang” di Paguyuban Pusaka Sakti Mataram “Lakutama” yang memberikan dorongan dan semangat kepada penulis

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.

Disadari sepenuhnya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 7 September 2007 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penulisan... 1

B. Rumusan masalah... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Metode Penulisan... 5

F. Sistematika penulisan. ... 6

BAB II. REMAJA, SAKRAMEN KRISMA DAN KATEKESE KRISMA ... 9

A. Gambaran Remaja Pada Umumnya ... 9

1. Segi fisik ... 10

2. Kehidupan psikis... 11

3. Ciri moral ... 15

(12)

5. Ciri religius ... 19

B. Sakramen Krisma ... 21

1. Arti sakramen pada umumnya ... 21

2. Arti Sakramen Krisma ... 22

3. Ciri khas Sakramen Krisma ... 23

4. Meterai Sakramen Krisma... 23

5. Liturgi krisma... 24

C. Penerimaan Sakramen Krisma ... 26

1. Pelayan Sakramen Krisma ... 26

2. Persyaratan calon penerima Sakramen Krisma... 27

3. Tanggung jawab penerima Krisma ... 28

4. Tanggung jawab orang tua ... 29

5. Tanggung jawab Gereja ... 29

6. Wali krisma ... 30

D. Katekese Pada Umumnya ... 31

1. Pengertian katekese... 31

2. Tujuan katekese... 33

3. Isi katekese ... 33

4. Model katekese... 34

E. Katekese Krisma ... 39

1. Pengertian Katekese Krisma ... 39

2. Tujuan katekese Krisma... 39

3. Subjek dari katekese Krisma ... 40

BAB III. REALITA PENDAMPINGAN CALON PENERIMA KRISMA DI PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS MINOMARTANI ... 41

(13)

1. Sejarah berdirinya Paroki Santo Petrus dan Paulus

Minomartani... 41

2. Situasi dan letak geografis ... 44

3. Situasi sosial ekonomi... 45

4. Realita pendampingan calon penerima krisma ... 46

B. Penelitian Mengenai Realita Dalam Pendampingan Calon Penerima Krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani ... 48

1. Latar belakang penelitian ... 48

2. Tujuan penelitian... 50

3. Metodologi penelitian ... 51

a. Waktu dan tempat penelitian... 51

b. Populasi dan sampel penelitian ... 52

c. Instrumen penelitian... 53

d. Variabel penelitian ... 53

4. Pembahasan hasil penelitian ... 54

5. Kesimpulan hasil penelitian ... 80

BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE KRISMA BAGI REMAJA DI PAROKI ST. PETRUS DAN PAULUS MINOMARTANI. ... 84

A. Program Katekese ... 85

1. Latar belakang program ... 85

2. Tujuan program... 87

3. Usulan program pengembangan pendampingan calon penerima Krisma remaja di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, Yogyakarta... 89

B. Contoh Persiapan Pembekalan Bagi Para Pendamping Calon Penerima Sakramen Krisma ... 97

1. Satuan pertemuan I... 97

2. Satuan pertemuan II ... 105

3. Satuan pertemuan III ... 122

4. Satuan pertemuan IV... 130

(14)

BAB V. PENUTUP... 171

A. Kesimpulan ... 171

B. Saran... 174

DAFTAR PUSTAKA ... 175

LAMPIRAN... 177

Lampiran 1 : Daftar Peserta ... (1)

Lampiran 2 : Daftar Peserta Remaja... (11)

Lampiran 3 : Angket... (18)

Lampiran 4 : Handout Pertemuan II ... (22)

Lampiran 5 : Handout Pertemuan III... (28)

Lampiran 6 : Handout Pertemuan IV ... (30)

(15)

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci.

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam Skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan dan Perjanjian Baru: dengan pengantar dan catatan

singkat. Terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Jakarta: 1999.

B. Singkatan Dokumen resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misisoner Gereja, 7 Desember 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DCG : Directorium Catechisticum Generale, Direktorium Kateketik Umum yang dikeluarkan oleh Konggregasi Suci para klerus, 11 April 1971.

EN : Evangelii Nuntiandi, Ensiklik (surat Edaran) Bapa Suci Paulus VI Tentang Karya Pewartaan Injil pada Zaman Modern, 8 Desember 1975.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Pus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

KGK : Katekismus Gereja Katolik, Ajaran resmi Gereja, oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 11 Oktober 1992.

(16)

C. Singkatan Lain

ARDAS : Arah Dasar Art : Artikel Ay : Ayat

APP : Aksi Puasa Pembangunan

Bdk : Bandingkan

Drs : Doctorandus / Sarjana Strata 1 Dr : Doktor

Hlm : Halaman

Kan : Kanon

KAS : Keuskupan Agung Semarang KAJ : Keuskupan Agung Jakarta

KUHP : Kitab Undang – undang Hukum Perdata KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia

MSF : Missionariorum a Sacra Familia / Misionaris Keluarga Kudus PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia

Mgr : Monsigneur Par. : Paragraph Sto : Santo

Sta : Santa

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Remaja merupakan aset yang sangat berharga bagi masa depan Gereja, oleh sebab itu memerlukan suatu ”pemeliharaan” yang menyeluruh. Pada masa remaja seseorang mengalami masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa inilah seringkali muncul banyak permasalahan yang pelik dalam kehidupan mereka, di antaranya dalam hidup iman dan rohaninya yang dikarenakan adanya perubahan-perubahan dalam dirinya yang sangat substansial. Dalam keadaan inilah katekis dan orang tua mempunyai peran yang besar bagi perkembangan hidup remaja itu sendiri. Salah satu jalan yang perlu ditempuh oleh katekis sebagai tenaga pastoral Gereja adalah memberikan suatu pendampingan iman atau katekese, seperti yang tertuang dalam anjuran apostolik Bapa Paus Yohanes Paulus II mengenai Penyelenggaraan Katekese (Catechesi Tradendae) yang berbunyi:

(18)

katekese tidak mengizinkan sikap acuh tak acuh terhadap aspek-aspek yang berubah-ubah selama periode kehidupan yang rumit itu. Katekese yang mampu membimbing anak remaja untuk memeriksa hidupnya dan menjalin dialog, katekese yang tidak mengacuhkan soal-soal besar kaum remaja - pemberian diri, iman kepercayaan, cinta kasih dan sarana-sarana untuk mengungkapkannya berupa seksualitas, katekese semacam ini sangat menentukan. Pewahyuan Yesus Kristus sebagai sahabat, pembimbing dan teladan yang dapat dikagumi tetapi juga dicontoh; pewartaan amanat-Nya, yang memberi jawaban terhadap soal - soal yang mendasar; pengungkapan rencana Kristus Sang Penyelamat yang penuh kasih sebagai penjelmaan satu-satunya Cintakasih yang otentik, dan sebagai kemungkinan untuk menyatukan umat manusia – semuanya itu memberi dasar pendidikan iman yang sejati... (CT. No. 38)

Pada masa remaja ini, banyak dari antara remaja yang telah dibaptis secara Katolik dan sudah menerima komuni pertama akan mendaftar atau didaftar untuk mengikuti proses pendampingan iman dalam rangka mempersiapkan Sakramen Krisma yang merupakan kepenuhan dari sakramen inisiasi dalam Gereja Katolik, sehingga mereka juga secara penuh akan menjadi anggota Gereja Katolik.

(19)

bukanlah hal yang mudah, maka para remaja ini perlu diberi motivasi untuk mengikuti pendampingan secara intens dan disiplin.

Dalam Nota Pastoral Keuskupan Agung Semarang awal tahun 2006 sakramen Krisma/penguatan yang akan diterimakan oleh Uskup nantinya diharapkan menjadi bekal rohani bagi remaja untuk berani menjadi saksi Kristus dan misionaris kebaikan Allah di mana saja mereka berada. Semangat misioner perlu dipupuk sejak dini sehingga semakin dapat mendekatkan diri untuk bertanggung jawab pada kegiatan pengembangan iman dalam kerangka Gereja lokal, mereka juga diharapkan semakin mencintai Gerejanya sendiri (umat di tempat ia tinggal) dan tidak meninggalkan lingkungan atau parokinya dengan dalih paroki dan lingkungannya ”mlempem” , namun dengan keadaan yang ada di tempat mereka tinggal tersebut, mereka dapat mengubahnya menjadi peluang untuk mengembangkan iman yang ”mlempem” tersebut ( Bdk Nota Pastoral tentang Arah Dasar Umat Allah Keuskupan Agung Semarang 2006 – 2010, hal 34 )

(20)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penulisan diatas, maka penulis merumuskan tiga masalah yang akan diungkapkan dalam skripsi ini.

1. Bagaimana gambaran pelaksanaan kegiatan katekese persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani selama ini?

2. Apa dan bagaimana bahan dan metode yang selama ini dipakai dalam katekese persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani? 3. Bagaimana bahan dan metode yang selama ini dipakai demi pengembangan

pelaksanaan katekese persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani?

C. Tujuan Penulisan.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengetahui gambaran pelaksanaan kegiatan katekese persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani selama ini

2. Mengetahui bahan dan metode yang selama ini di pakai dalam katekese persiapan Krisma di Paroki St Petrus dan Paulus Minomartani.

(21)

4. Memenuhi Syarat utama kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

D. Manfaat Penulisan.

Berdasarkan atas Latar Belakang penulisan, Rumusan Permasalahan, dan Tujuan Penulisan, maka skripsi ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat :

1. Mendapatkan gambaran pelaksanaan kegiatan katekesee persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani.

2. Menemukan bahan dan metode yang selama ini dipakai dalam katekese persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani.

3. Menemukan bahan dan metode demi pengembangan pelaksanaan katekese persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani.

E. Metode Penulisan.

Dalam penulisan ini, penulis memanfaatkan metode deskriptif analisis, yaitu dengan kajian pustaka dan dilengkapi dengan pengamatan langsung dilapangan; kemudian dianalisis dan diuraikan pokok-pokok bahasannya.

(22)

F. Sistematika Penulisan.

BAB I : Berisi pendahuluan yang menguraikan latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Berisi uraian mengenai remaja, sakramen krisma dan katekese krisma.

Bagian pertama berisi gambaran remaja pada umumnya ditinjau dari segi fisik, kehidupan psikis, ciri moral, ciri sosial, dan ciri religius remaja

Bagian kedua berisi Sakramen Krisma di dalamnya diuraikan mengenai arti sakramen umumnya dan sakramen krisma, ciri khas sakramen krisma; meterai sakramen krisma dan liturgi krisma.

Bagian ketiga berisi penerimaan Sakramen Krisma, di mana pembahasannya berkisar pada pelayan Sakramen Krisma; persyaratan calon penerima Sakramen Krisma; tanggung jawab penerima krisma; tanggung jawab Gereja; tanggung jawab orang tua; wali krisma

(23)

Bagian kelima membahas pengertian ketekese krisma, tujuan katekese krisma, dan subjek dari katekese krisma

BAB III : Berisi uraian mengenai realita pendampingan calon penerima krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani.

Bagian Pertama berisi gambaran umum Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, dimana dibahas mengenai sejarah berdirinya Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, situasi dan letak geografis; situasi sosial ekonomi; realita pendampingan calon penerima krisma.

Bagian kedua berisi penelitian mengenai realita dalam pendampingan calon penerima krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, dimana dibahas mengenai metodologi penelitian yang mencakup waktu dan tempat penelitian; populasi dan sampel penelitian; instrumen penelitian serta variabel penelitian, pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan hasil penelitian

(24)

Bagian pertama berbicara mengenai latar belakang program tujuan program, usulan program pengembangan pendampingan calon penerima Krisma remaja di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, Yogyakarta.

Bagian kedua berbicara mengenai contoh program yang diharapkan dapat membantu menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini

(25)

BAB II.

REMAJA, SAKRAMEN KRISMA DAN KATEKESE KRISMA

A. Gambaran Remaja Pada Umumnya.

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

(26)

perubahan pada berbagai aspek kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada ciri dan segi tersebut.

1. Segi fisik.

Sebelum masa kanak-kanak berakhir, tubuh anak telah mempersiapkan diri sebagai tahap permulaan pematangan kehidupan kelaminnya. Pada saat ini tubuh secara keseluruhan mengalami perubahan, baik dalam struktur tubuh ataupun dalam fungsinya (Hurlock, 1999 : 127-128)

Perubahan tubuh sangat berpengaruh dalam perkembangan jiwa remaja, perubahan tubuh tersebut antara lain: badan semakin panjang dan tinggi, alat-alat reproduksi mulai berfungsi (hal ini ditandai dengan adanya haid yang pertama pada seorang wanita dan mimpi basah pada seorang laki-laki) dan tanda-tanda pertumbuhan seks sekunder (pembesaran payudara, pinggul yang membesar, perubahan suara, dan tumbuh kumis serta jenggot)

(27)

teman, dan lebih senang menyendiri, menentang kewenangan (contohnya: orangtua dan guru), sangat mendambakan kemandirian dan sangat kritis pada orang lain, tidak suka mengerjakan pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, tugas di rumah, dan sangat menampakkan dirinya tidak bahagia.

Ketidakbahagiaan pada setiap usia merupakan hal yang serius. Terutama bila hal ini berlangsung lama sehingga menjadi kebiasaan, maka pentinglah untuk menekan kebiasaan tidak bahagia ini pada tahap seminimum mungkin. Orang tua dan guru dapat melakukannya dengan mengusahakan anak usia puber agar selalu sehat. Informasi diberikan untuk memberitahu apa yang ingin dan perlu diketahuinya, terutama mengenai proses kematangan dirinya. Hal ini diharapkan agar remaja yang sedang tumbuh ini tidak membayangkan ada suatu kesalahan yang sedang terjadi dalam dirinya. Bila dirinya berbeda dengan teman-temannya, orangtua dan guru dapat membantu dengan cara-cara sebagai berikut: memperbaiki penampilan diri remaja, memperingan kerja selama periode pertumbuhan pesat, tidak mengomentari turunnya mutu pekerjaan, mendorong remaja bercita-cita secara realistis sehingga tidak kecewa akan prestasi yang dicapai, dan dengan menerima kemurungan serta kenakalannya sebagai sifat yang sementara.

2. Kehidupan psikis.

(28)

masalah-masalah di mana tidak jarang orang tua dan para pendidik merasa bahwa cara remaja bersikap dan bertingkah laku sangat berbeda dari masa perkembangan sebelumnya yang pernah terjadi, mereka sulit dimengerti. Remaja seolah-olah mendirikan dinding pemisah dengan orang tua dan merasa terganggu bila urusannya mendapat perhatian, sehinggga hal ini dapat menimbulkan pertentangan-pertentangan.

Perubahan-perubahan yang terjadi ini dilatar belakangi oleh suatu masa peralihan atau masa transisi bagi terbentuknya perkembangan ego. Dari seorang anak yang serba tanggung berubah menjadi seorang anak yang dipenuhi tuntutan-tuntutan dalam menghadapi masa dewasanya. Proses ini dikatakan transisi, karena dilihat dari perkembangannya mereka tidak lagi dapat dikatakan sebagai seorang anak kecil lagi. Tetapi di pihak lain ia belum mampu memikul tanggung jawab seperti orang dewasa. Dengan adanya masa transisi yang disertai dengan terjadinya perubahan dalam segi jasmani, kepribadian, intelek dan perannya, baik di dalam dirinya dan di luar lingkungannya menyebabkan remaja sendiri mengalami kesulitan untuk mengerti ataupun menerima perubahan-perubahan yang terjadi tersebut.

(29)

apa yang telah mereka peroleh pada waktu mereka masih sebagai anak-anak. Jadi masa ini mulai terbentuk rasa individualisme serta timbullah suatu kesadaran diri.

Identitas diri ini adalah hal yang unik, dan sangat tergantung pada kemampuan yang dimilikinya, kesempatan untuk mengembangkan pengalaman emosinya dalam lingkungan tempat dimana remaja ini tumbuh. Tercapainya identitas diri ini dapat terjadi melalui pergaulan dengan teman-temannya yang sebaya serta figur kepemimpinan yang ada dalam masyarakat.

Terbentuknya kepribadian seorang remaja terjadi pada masa ini. Secara tidak disadari berbagai dimensi dalam lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam perkembangan kepribadian seseorang. Di dalam kepribadian terkandung arti daya tarik fisik, perasaan, kedewasaan. Kesopanan, tata cara atau kata-kata lain sejenisnyayang menyangkut bentuk tingkah laku dan sikap yang menimbulkan impresi yang menyenangkan.

(30)

lingkungan sosial. Tentu saja hal ini akan menghambat dalam perkembangan kepribadian sosialnya.

Perkembangan emosi pada masa remaja ini adalah lanjutan dari emosi yang sudah ada sejak masa kanak-kanak. Pada masa ini seringkali terlihat remaja menunjukkan diri bahwa ia adalah seorang yang keras serta mudah tersinggung, karena emosi semacam inilah mereka juga sering mengalami kesulitan dalam pergaulan dengan orang lain. Meskipun emosi mereka seringkali sangat kuat, dan tidak terkendali, namun lambat laun dengan pertambahan usia mereka, dapat terjadi pula kematangan emosi pada diri remaja. Untuk mencapai kematangan emosi, remaja perlu memperoleh gambaran-gambaran situasi yang dapat menimbulkan masalah pada diri mereka. Sebaliknya mereka juga perlu membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain.

(31)

berperanan besar dalam membentuk kepribadian remaja dan mempersiapkan diri mereka menuju pada kedewasaan (Dra. Ny. Chatarine Sofyan, 1984 : 22- 23 )

3. Ciri moral.

Pada perkembangan kesadaran moral remaja, terjadi dua perubahan yang terjadi dalam diri mereka. Pertama, mereka menjadi lebih peka kepada harapan dan pandangan orang lain dalam masyarakat sekitarnya. Reputasi orang menjadi perhatian, sedang aspek moral dari reputasi itu dipandang sebagai bagian utama reputasi. Sehubungan dengan hal ini mereka mulai menyadari bahwa orang lain mengharapkan adanya sikap tanggung jawab pada orang lain, khususnya kepada mereka yang dekat hubungannya dengan dirinya. Mewujudkan tanggung jawab bukanlah hanya hidup sesuai dengan harapan orang lain dalam hubungan sosial, namun perlu pula untu meraih reputasi dan memperkuat jati dirinya.

Perubahan yang kedua adalah perkembangan dalam selera idiologis remaja. Remaja gemar sekali mengumpulkan dan menyusun teori mengenai berbagai hal, misalnya: filsafat, politik, atau moral. Teori-teori itu sering ditanggapi dengan serius, yang sering juga menghasilkan penemuan baru dari pertimbangan dan pendapat yang sudah ada.

(32)

permunculan perspektif kepribadian sosial dalam kesadaran mereka, dimana remaja memandang dirinya dalam karakteristik interaksi sosialnya: “saya ini sebagaimana saya bergaul dengan orang lain”. Pada umumnya suatu cara tertentu dalam mengadakan interaksi sosial mempunyai implikasi moral. Misalnya sikap suka menolong, murah hati, terbuka, curiga, semua ini merupakan perwatakan seseorang yang terbentuk oleh keadaan dirinya yang berinteraksi sosial.

Pergeseran kedua adalah sehubungan dengan pemahaman diri semasa remaja itu yang memberikan suatu peluang konseptual kepada pemikiran moral remaja. Pergeseran ini menuju suatu penentuan diri yang didasarkan pada sistem kepercayaan, pandangan filsafat pribadi dan standar nilai moral.

Pada masa remaja ini terjadi interaksi dari sistem-sistem konseptual yang semula terpisah, yaitu moralitas dan diri. Terdapat dua landasan baru untuk menginteraksikan kedua sistem tersebut: yaitu perspektif sosial yang memungkinkan interaksi pada masa remaja dini, dan kedua perspektif idiologis dari masa pasca remaja. Kedua dasar bagi terjadinya integrasi ini tidak menyelesaikan seluruh pertentangan antara struktur-struktur kognitif untuk selamanya, tetapi integrasi tersebut mencerminkan adanya suatu kemajuan dalam proses perkembangan yang bersifat kritis (Kurtinez dan Gerwitz, 1992:179-199).

4. Ciri sosial.

(33)

prilaku anti sosial pada masa tersebut, masa puber sering memperoleh julukan sebagai “fase negatif” dan “periode ketidakseimbangan”. Julukan ini menunjukkan bahwa sikap anak terhadap kehidupan adalah anti, yaitu anak manolak beberapa karakteristis sosial dan berkembang dengan sangat lambat pada masa kanak-kanak.

Karena perilaku sosial anak puber bukan merupakan hasil dari ketidak tahuannya akan harapan sosial, maka hal itu bukan berarti remaja itu disebut “asosial”. Pada umumnya anak-anak mengetahui apa yang diharapkan masyarakat kepada mereka, namun dengan sengaja mereka melakukan kebalikan dari apa yang diharapkan dari masyarakat. Perilaku anti sosial ini terjadi karena adanya perubahan kelenjar dan perubahan fisik yang pesat. Perubahan yang radikal terjadi pada masa puber, meskipun kelihatannya merusak, merupakan bagian yang normal dari pola perkembangan sosial.

Pada perkembangan sosial remaja terjadi dua gerakan, yaitu : pemisahan diri dengan orang tua dan menuju kepada teman-teman sebaya. Pada gerakan yang pertama ini remaja ingin mandiri sebagai seorang yang dewasa, ingin melepaskan diri dari orang tua dengan maksud menemukan jati dirinya. Namun keinginan untuk lepas dari orang tua ini ditentang oleh keinginan memperoleh rasa aman di rumah. Mereka tidak berani mengambil resiko dengan tindakan meninggalkan lingkungan rumah (keluarga).

(34)

dengan teman-teman sebayanya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa sikap teman-teman sebaya berpengaruh pada perubahan sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan prilaku dari pada pengaruh yang ada pada keluarga.

Karena proses keremajaan itu selalu maju, maka pengaruh kelompok sebayapun mulai semakin berkurang. Hal ini terjadi karena adanya dua faktor, yaitu; faktor pertama remaja ingin menjadi dan dikenal sebagai pribadi/individu yang mandiri. Upaya dalam penemuan identitas diri ini melemahkan pengaruh kelompok pada remaja. Faktor kedua terjadi akibat pemilihan sahabat. Mereka tidak berminat lagi pada berbagai kegiatan besar seperti pada masa kanak-kanak.

Yang paling menonjol dari perubahan sikap dan perilaku adalah perubahan hubungan heteroseksual. Perubahan hubungan heteroseksual ini sangat radikal, yaitu perubahan dari remaja yang bersangkutan menyukai dan memperhatikan kawan lawan jenis, yang sebelumnya tidak mereka sukai ataupun perhatikan sama sekali.

(35)

5. Ciri religius remaja.

Anak-anak usia 12 – 14 tahun umumnya mengalami kemunduran dalam menghadiri perayaan Ekaristi Kudus. Hal ini dipengaruhi oleh unsur lingkungan atau sosiologis dimana mereka hidup. Unsur yang sangat berpengaruh dalam taraf perkembangan ini adalah perubahan dalam bidang mentalitas dan efektivitas. Tidak menghadiri perayaan Ekaristi bukan berarti suatu pemberontakan terhadap Gereja atau suatu permulaan proses keraguan dalam bidang iman, melainkan suatu cara mengadakan eksperiman mengenai kebebasannya atau untuk memperlihatkan bahwa mereka bukan anak kecil lagi. Dalam usia selanjutnya (16 – 18 tahun), hal tersebut berubah lagi, anak-anak muda yang semakin dewasa ini menganggap, karena sifatnya yang spontan, bahwa agama merupakan suatu struktur atas yang tidak ada gunanya.

(36)

menaruh perhatian kepada tuntutan itu dan kepada kebaikan Allah yang mempunyai sifat ke-ibuan pula.

(37)

B. Sakramen Krisma.

1. Arti sakramen umumnya.

Sakramen berasal dari kata latin ”sacramentum”: hal yang berhubungan dengan yang kudus, yang ilahi. Dalam arti yang sangat umum sakramen lebih diartikan sebagai suatu tanda dan sarana dari Allah yang menyelamatkan dan dimunculkan dalam suatu simbol-simbol tertentu yang merupakan perwujudan dari karya penyelamatan Allah. Simbol yang ada dalam sakramen itu disebut juga sebagai bahasa komunikasi dari Tuhan sendiri.

Dalam kitab hukum kanonik (Kan. 840) dikatakan bahwa: Sakramen-sakramen Perjanjian Baru, yang diadakan oleh Kristus dan dipercayakan kepada Gereja, sebagai perbuatan-perbuatan Kristus dan Gereja, merupakan tanda dan sarana yang:

- mengungkapkan dan menguatkan iman

- mempersembahkan penghormatan kepada Allah - menghasilkan pengudusan manusia.

(38)

diteruskan oleh Gereja. Dengan demikian Gereja mendapat tugas dalam perwujudan Kerajaan Allah di dunia sebagai peran serta Gereja dalam karya Kristus sendiri. Di dalam karya Gereja, iman dari umat diungkapkan dan dikuatkan dalam bentuk penghormatan dan persembahan kepada Allah, dan Allah mengaruniakan kekuatan iman, memeberkati dan menguduskan manusia. Ungkapan iman tersebut yang dilakukan oleh anggota Gereja tersebut sekaligus menciptakan dan menampakkan kesatuan Gereja, karena dalam ungkapan iman tersebut, ditampakkan bagaimana macam-macam umat dengan karunia yang berbeda-beda tersebut saling melengkapi dan menguatkan.

2. Arti Sakramen Krisma.

Sakramen Krisma merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan iman jemaat yang dijiwai oleh Roh Kudus, sehingga masing-masing anggota mampu untuk ikut bertanggung jawab dalam pengutusan dengan menjadi saksi Injil Yesus Kristus, baik dalam jemaat maupun dalam masyarakat (KHK Kan. 879)

(39)

3. Ciri khas Sakramen Krisma.

Dengan Sakramen Krisma seseorang dilantik menjadi persona publica Gereja; atau sebagai pribadi publik yang sepenuhnya boleh terlibat dalam aktivitas penyelamatan jemaat, yaitu dengan berperan serta dalam tugas dan karya penyelamatan Kristus. Pelantikan itu bukanlah sesuatu yang lahiriah belaka atau perkara hukum saja, namun melalui Sakramen Krisma karunia Roh Kudus yang telah diterima dalam baptisan semakin diperteguh, semakin lengkap dan sempurna, sehingga yang bersangkutan semakin sadar diri sebagai anggota jemaat yang terlibat pada tugas dan karya penyelamatan Kristus sendiri.

4. Meterai Sakramen Krisma.

Sakramen Krisma memberi tanda rohani sebagai meterai yang tak terhapuskan pada diri seseorang yang menerimanya. Secara formal1 meterai tersebut adalah pelantikan dan penugasan sebagai persona publica dalam jemaat Kristus, sehingga seseorang secara resmi berhak dan wajib dalam tugas pelayanan jemaat, sedangkan secara riil apa yang ditandakan meterai tersebut adalah relasi khusus dengan Kristus sebagai juru selamat.

Meterai tersebut boleh dipandang sebagai penyempurnaan meterai baptis, sebagaimana Sakramen Baptis. Karena itu meterai Krisma menengaskan apa

1

(40)

yang belum nampak dalam bsptisan, yakni segi sosio-ekklesial seseorang sebagai jemaat Kristen

5. Liturgi Krisma.

Penerimaan Sakramen Krisma adalah upacara resmi dalam Gereja atas kehadiran Roh Kudus yang dicurahkan kepada anggota Gereja yang sudah dipersiapkan, maka dalam hal ini perlu ada tata caranya, agar peserta / calon yang dipersiapkan pada khususnya dan umat pada umumnya dapat mengikuti dengan kidmat. Perayaan penerimaan Sakramen Krisma tidak terlepas dari Sakramen Baptis dan Sakramen Ekaristi. Setelah upacara pokok penerimaan Krisma, para krismawan/wati diikutsertakan dalam Ekaristi. Dengan demikian lengkaplah sudah ketiga sakramen inisiasi, mereka yang sudah dimasukkan dalam ketiga Sakramen Inisiasi dimasukkan dalam kehidupan Allah Bapa yang mencipta, Allah Putra yang menebus dan Allah Roh Kudus yang menyucikan (Soenarto, 2002: 82 – 83)

Dalam liturgi Krisma ada dua bagian pokok, yaitu:

(41)

Tindakan / Lambang Maksud

Uskup

Sakramen Krisma di berikan oleh uskup atau imam yang diberi kuasa

Penumpangan tangan

- Berkat kekuatan, peneguhan.

- Pencurahan Roh Kudus (orang yang dipilih)

- Pembebasan

- Tanda seorang yang diutus (kekuasaan spiritual)

- Persekutuan – persaudaraan

Pengurapan dengan Minyak Krisma

- Pengurapan Kristus dengan Roh Kudus - Menguduskan orang yang diurapi

merasuk - Pembersihan

- Tanda kegembiraan dan penghormatan

Minyak Krisma

(42)

C. Penerimaan Sakramen Krisma. 1. Pelayan Sakramen Krisma.

Yang dimaksud dengan pelayan Krisma adalah pihak yang memiliki wewenang untuk menerimakan Sakramen Krisma. Penerimaan Sakramen Krisma secara khusus menjadi wewenang uskup. Hal ini berkaitan dengan fungsi sosial inisiasi. Sakramen Krisma dapat dilihat sebagai penugasan dan pengangkatan resmi seseorang menjadi persona publica dalam jemaat. Dan yang dapat memberikan tugas dan pengangkatan tersebut adalah pemimpin jemaat yang mandiri, yaitu uskup. Hal ini ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik yang menyebutkan bahwa yang melayani (dalam arti memberikan) Sakramen Krisma adalah uskup (Kan.882) disamping itu, demi hukum, ada pihak yang selain uskup yang memiliki kewenangan untuk menerimakan Sakramen Krisma dengan megikuti ketentuan sebagai berikut (Kan.883): a. Mereka yang dalam hukum disamakan dengan uskup diosesan di dalam

batas-batas wilayah kekuasaannya.

b. Imam yang mendapat tugas atau mandat dari uskup.

c. Setiap imam boleh menerimakan Sakramen Krisma kepada orang yang berada dalam bahaya mati.

(43)

lain atau memberikan kuasa kepada imam. Dan atas dasar alasan yang berat, uskup (dan juga imam-imam yang mendapat tugas dan mandat) dapat meminta bantuan imam-imam atau dalam menerimakan Sakramen Krisma. Selain itu, uskup wajib mengusahakan agar Sakramen Krisma diberikan dengan dengan baik dan wajar kepada umat yang meminta. Uskup juga dimungkinkan untuk menerimakan Sakramen Krisma bagi umat yang tidak berada di dalam wilayah keuskupannya dengan dengan ijin uskup diosesan yang bersangkutan. Hal ini juga berlaku bagi para imam yang mendapatkan wewenang untuk menerimakan Sakramen Krisma (Kan. 886 – 888)

2. Persyaratan calon penerima Sakramen Krisma

(44)

3. Tanggung Jawab Penerima Krisma

Seseorang yang telah menerima Sakramen Krisma, bukan berarti tugasnya telah selesai, namun ia dituntut untuk memikul tanggung jawab sebagai warga dewasa Gereja. Hal ini terjadi karena melalui Sakramen Krisma seseorang secara penuh telah dikukuhkan sebagai anggota Gereja yang harus turut terlibat dan aktif dalam memikul tanggung jawab yang ada, serta mempunyai hak dan peranan yang sama, seperti semua anggota Gereja yang lain yang sudah dewasa. Ia memperoleh hak dalam peran pada karya penyelamatan seluruh Gereja.

Seorang penerima Sakramen Krisma dijiwai oleh roh Kristus sendiri sehingga ia juga dipenuhi dan disemangati oleh Roh Kristus sendiri. Karena itu ia akan semakin berani terlibat aktif dalam pengembangan iman jemaat Gereja dengan penghayatan hidup menggerejanya, mewujudkan dan membina persekutuan dan paguyuban jemaat, mau berpartisipasi dalam kepemimpinan jemaat, setia dalam mengikuti Kristus, berani membela imannya dan menjadi saksi Kristus.

(45)

4. Tanggung jawab orang tua

Orang tua pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang paling utama dalam hal pendidikan anak termasuk dalam hal pendidikan imannya. Dalam hal persiapan Krisma orang tua bertanggung jawab untuk mengusahakan agar anak-anaknya dipersiapkan untuk Krisma. Hal ini dapat dilaksanakan dengan membimbing anak-anak mereka setahap demi setahap dalam semangat iman. Selain itu orang tua juga harus mengusahakan agar dirinya sendiri menjadi bagi anak-anak mereka yang akan menerima Sakramen Krisma. Secara singkat orang tua bertanggung jawab untuk menghantar anaknya kepada kemauan untuk menerima Sakramen Krisma, mengikuti persiapan Sakramen Krisma, mendampingi selama masa persiapan, saat pelaksanaan penerimaan Sakramen Krisma dan masa sesudah penerimaan Sakramen Krisma.

5. Tanggung jawab Gereja

(46)

seluruh jemaat beriman, orang tua dan gembala umat terutama para imam. Perwujudan tanggung jawab tersebut akan lebih baik bila dilakukan secara terpadu dan bersama-sama dimana setiap pihak saling membantu dan bekerjasama (KHK Kan. 890).

6. Wali Krisma

Yang dimaksud dengan wali Krisma adalah pihak yang mendampingi dan membimbing calon penerima Krisma selama masa persiapan, masa perayaan penerimaan dan sesudah perayaan Krisma. Secara khusus wali Krisma bertugas untuk mengusahakan agar mereka yang telah menerima Sakramen Krisma mau dan mampu bertindak sebagai saksi Kristus yang sejati dan setia memenuhi konsekuensi wajib yang melekat dalam sakramen tersebut (KHK Kan. 892).

Untuk menjadi seorang wali krisma, maka seseorang harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan. Syarat-syarat tersebut pada intinya tidak berbeda dengan syarat yang telah ditentukan bagi seorang wali baptis sebagaimana disebutkan dalam KHK Kan. 874, persyaratan tersebut antara lain:

a. Ditunjuk oleh calon penerima Krisma atau orang tuanya atau

b. Oleh orang yang mewakili mereka atau oleh pastor paroki atau wali baptis.

(47)

d. Berumur minimal enam belas tahun (atau sesuai dengan ketentuan uskup diosesan atau pastor paroki).

e. Telah menerima Sakramen Inisiasi lengkap dan memiliki reputasi yang baik sesuai dengan iman dan tugas yang diembannya.

f. Tidak terkena sanksi atau hukum kanonik atau bebas dari hambatan-hambatan kanonik.

g. Bukan orang tua dari calon yang bersangkutan.

Dalam hal wali Krisma, orang tua juga dapat menjadi wali Krisma bagi anaknya. Dalam hal ini, orang tua yang sungguh-sungguh mengamalkan imannya akan menjadi pembimbing dan pendukung utama bagi anak-anaknya. Sebaliknya bila orang tua tersebut termasuk orang yang lemah imannya, maka pengkrismaan anak-anaknya dapat menjadi kesempatan bagi mereka untuk untuk meneguhkan kembali hidup iman Kristen mereka (Cricthon,1990:105). Dengan demikian dapat dilihat hubungan timbak balik yang saling menguntungkan antara orang tua/wali Krisma dengan anak.

D. Katekese Pada Umumnya 1. Pengertian katekese

(48)

senantiasa mengalami perkembangan sesuai dengan kehidupan Gereja yang dinamis di tengah-tengah masyarakat, dengan segala keprihatinan dan kebutuhannya.

Dr. Marinus Telaumbanua, OFMCap (1999: 4-5) menuliskan dan menyimpulkan pengertian katekese dalam bahasa aslinya atau sesuai dengan Kitab Suci:

katekese mempunyai arti membuat berguna, menyebabkan sesuatu bergaung. Kata-kata ini dapat ditemukan dalam Luk 21:21 (diajarkan), Kis 18:25 (Pengajaran dalam Jalan Tuhan); Kis 21:21 (Mengajar); Rm 2:18 (diajar); 1 Kor 14:19 (Mengajar); Gal 6:6 (Pengajaran). Maka dalam konteks ini katekese dapat dimengerti sebagai ”Pengajaran, pendalaman dan pendidikan iman agar seorang kristen semakin mempunyai kedewasaan dalam iman”

Pendapat tersebut oleh Paus Yohanes Paulus II ditegaskan lagi:

Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran kristen, pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen”. (CT 18)

(49)

2. Tujuan katekese

Tujuan dari katekese adalah:

a. Mengembangkan iman yang mulai tumbuh, dan dari hari ke hari semakin memekarkan menuju kemantapan pada peri hidup Kristen umat beriman dari segala usia. (CT. 20)

b. Membantu peserta agar mereka dapat semakin mendalami, dan semakin mencintai imannya yang berpola pada iman akan Yesus Kristus.

3. Isi katekese

Isi katekese terlebih menunjukkan kepada materi dan apa yang diolah bersama dalam proses katekese, hal ini dapat pula berasal dari pengalaman iman dalam hidup harian umat pada saat ini, atau iman Gereja perdana, ajaran Gereja atau segala hal lain yang berkaitan dengan kehidupan orang beriman yang ada di dunia ini. Maka dalam proses katekese, isi katekese sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan keprihatinan iman yang muncul secara riil dalam umat. Dengan demikian isi katekese dapat dipilih dan ditentukan sendiri oleh peserta ataupun oleh katekis.

(50)

4. Model katekese.

Ada berbagai macam model yang digunakan dalam berkatekese yang ditentukan oleh proses, sarana, materi dan cara yang digunakan. Model-model tersebut diantaranya adalah model biblis, model pengalaman hidup, model campuran, dan model Shared Christian Praxis. Model-model tersebut bersumber pada suatu model dasar, namun model dasar tersebut bukanlah suatu motif, contoh ataupun pola dari suatu yang dapat segera diikuti atau diterapkan begitu saja, melainkan suatu bentuk teoritis, skematis, dan abstrak, dengan tawaran pokok-pokok pemikiran yang saling berhubungan secara sistematis dengan unsur-unsur pembentuk realitas dalam katekese, yakni katekis, peserta dan bahan (M. Sumarno Damosuwarno, 1994:2).

Pembahasan mengenai model dasar katekese dalam bagian ini akan dilihat menurut penekanan dari salah satu unsur tersebut.

a. Model pengajaran.

Yang dimaksud dengan model ini adalah suatu model katekese yang menekankan unsur pengetahuan dan pengajaran dalam proses katekese. “Dalam model ini, kegiatan katekese dikaitkan secara mendasar pada suatu sistem pengajaran, guru – murid; katekis sebagai guru dan peserta sebagai murid” (ibid, 2-3). Beberapa ciri dari model ini antara lain adalah: 1.) Proses berpusat pada katekis. Hubungan yang terjadi adalaha

(51)

2.) Peserta dianggap sebagai objek pembinaan, murid yang harus mengerti, memahami dan menirukan apa yang sudah sisampaikan oleh katekis sebagai hasil reproduksi. Keaktifan peserta berhubungan dengan aktivitas intelektual yang diarahkan untuk mengerti dan menerapkan pengetahuan yang diberikan oleh katekis.

3.) Terjadi penularan pengetahuan dari katekis kepada peserta dalam satu arah, sehingga pertukaran pengetahuan atau komunikasi dua arah antara katekis dan peserta tidak atau kurang terjadi.

(52)

b. Model pendampingan.

Model pendampingan adalah suatu model katekese yang prosesnya bertitik tolak dari pengetahuan dan pengalaman peserta. Model ini tidak hanya memperhatikan segi kognitif, tetapi terlebih pada segi sikap beriman dalam aspek afektif, yang ditandai dengan adanya dialog atau sharing pengalaman hidup beriman antar pesertadalam kelompok. Ciri dari model ini antara lain:

1.) Proses katekese berlangsung sebagai sebuah dialog atau sharing pengalaman iman antar peserta. Dalam hal ini peserta diandaikan sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan dalam proses selanjutnya pengetahuan peserta diperoleh melalui sharing pengalaman antar mereka. Dengan demikian peserta tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek yang terlibat aktif dalam proses katekese.

(53)

3.) Terjadi komunikasi antara katekis dan peserta yang saling melengkapi dan menyumbang bagi perkembangan iman masing-masing pihak melalui ungkapan pengalamannya. Selain itu model ini memungkinkan peserta dan katekis mampu mengungkapkan dan menemukan pengetahuan yang baru secara langsung.

c. Model penalaran mandiri aktif ( apresiasi ).

Model ini menekankan sikap dan tindakan iman yang berpangkal pada pencarian dan penalaran peserta secara mandiri, aktif dan kreatif untuk mendapatkan pengetahuan atau ketrampilan yang baru dengan bantuan fasilitas yang disediakan oleh katekis. Langkah-langkah dalam model ini mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

1.) Katekese bertolak dari kebutuhan peserta dan usaha untuk membangkitkan motivasi peserta untuk mengerti dan melaksanakan secara bertanggung jawab apa yang diinginkan dalam perkembangan imannya.

(54)

3.) Peserta diajak untuk mewujudkan dan melaksanakan kreativitas masing-masing secara bersama-sama dalam kelompok, untuk mendapatkan suatu pengetahuan, pengalaman serta ketrampilan yang baru sehingga mereka sendiri mampu dan mau unutk mencari dan menemukan pengetahuannya secara kreatif.

4.) Katekis dalam hal ini berperan sebagai fasilitator yang membantu dan mempermudah peserta untuk aktif berusaha mencari dan menemukan pengetahuan. Ia adalah pelayan dalam proses penalaran mandiri aktif dengan menyediakan informasi, sarana dan cara kerja, berusaha untuk menerjemahkan isi dan langkah-langkah pelaksanaan, serta membantu memperjelas tujuan yang akan dicapai.

(55)

E. Katekese Krisma

1. Pangertian Katekese Krisma

Katekese Krisma adalah katekese yang mempunyai materi pokok, hakekat, maksud, tujuan dan tanggung jawab penerima Sakramen Krisma. Katekese ini dimaksudkan untuk membantu orang-orang yang sedang mempersiapkan diri untuk menerima Sakramen Krisma.

2. Tujuan Katekese Krisma

Katekese Krisma mempunyai tujuan mempersiapkan umat beriman yang sudah dibaptis dan sudah menerima Komuni Pertama dan pada sekitar usia yang sudah dapat menggunakan akal, menangkap penjelasan secara memadai untuk dapat menerima Sakramen Krisma, tepat pada waktunya ( bdk. KHK Kan. 890 – 891 )

Katekese Krisma juga bertujuan untuk membantu para calon agar mereka dapat :

- Lebih menyadari kehadiran dan peran Roh Kudus yang makin mendewasan iman dalam diri mereka.

- Lebih menyadari tanggung jawab kepada Gereja sebagai warganya. - Lebih menyadari pentingnya pembinaan terus-menerus di bidang iman. - Lebih menyadari kewajiban merasul / menjadi saksi Kristus.

(56)

hidupnya dari dalam, yang nampak dari perkembangan perilakunya, berkat Roh Kudus yang telah mereka terima.

3. Subjek dari Katekese Krisma

(57)

BAB III

REALITA PENDAMPINGAN CALON PENERIMA KRISMA DI PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS MINOMARTANI.

A. Gambaran Umum dan Realita Pendampingan Calon Penerima Krisma Di Paroki Santo Petrus Dan Paulus Minomartani.

Dalam bagian ini dijabarkan mengenai gambaran umum dan realita yang ada dalam pendampingan calon penerima Krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, yang meliputi sejarah berdirinya Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, situasi dan letak geografis, situasi sosial ekonomi, dan realita pendampingan calon penerima Krisma.

1. Sejarah berdirinya Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani.

(58)

Sebelum ada bangunan gereja umat merayakan Ekaristi dengan menumpang di rumah-rumah penduduk. Peresmian bangunan gereja yang bernama Santo Yusup Pekerja dilakukan oleh Mgr. Kardinal Darmaatmaja, SJ selaku Uskup Agung Semarang pada 3 Mei 1981. Pertambahan jumlah umat menimbulkan suatu keprihatinan tersendiri bagi pengurus-pengurus gereja untuk memikirkan suatu langkah dalam menyediakan bangunan gereja yang mempunyai kapasitas maksimal bagi umat dalam melakukan peribadahan. Menghadapi kenyataan ini dibentuklah suatu panitia yang bertugas untuk mencari tanah sebagai calon bangunan gereja. Panitia ini terbentuk dari beberapa orang yang berdomisili di beberapa lingkungan di wilayah Perumahan Minomartani. Tim ini diketuai oleh Bapak Rob. Singgih dan Bapak Y. Suwarno sebagai sekretarisnya, dibantu pula oleh seorang tokoh dari Kristen Protestan yang bernama Bapak Yudhowiyatmo. Dalam usahanya mencari tanah bagi rumah Tuhan inilah, Tuhan sendiri tidak tinggal diam, maka keluarlah surat dari aparat terkait pada tanggal 15 Juli 1986, yang meyatakan bahwa tanah diutara Perumahan Minomartani yang luasnya 1000 m2 boleh ditempati umat Kristiani untuk medirikan bangunan gereja masing – masing 500 m2 .

(59)

mempunyai luas 500 m2 akhirnya mendapat tambahan tanah seluas 753 m2 sehingga luasnya mencapai 1.253 m2. Berkat usaha dan kegigihan dari panitia yang dibantu oleh pihak Keuskupan Agung Semarang. Suatu peristiwa yang menggembirakan adalah dengan diadakannya acara peletakan batu pertama pada tanggal 26 Agustus 1988 oleh Bupati Sleman Drs. Samirin dan pemberkatan pembangunan oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Julius Kardinal Darmaadmaja, SJ dengan didampingi oleh Pastor Kepala Paroki Keluarga Kudus Banteng P. Suryo Hadi Atmoko, MSF.

Dalam usahanya mendirikan rumah Tuhan inilah, terbukti berulang kali bahwa Tuhan tidak tinggal diam, panitia berhasil membeli tanah seluas 1.150 m2 yang letaknya terpadu dengan tanah gereja sebelumnya. Dengan demikian tanah gereja sekarang bertambah menjadi 2403 m2 . berdasarkan pemikiran baru, maka disepakati bahwa gereja yang semula bernama awal Santo Petrus berganti nama menjadi Santo Petrus dan Paulus Minomartani.

Patut dibanggakan pula oleh umat di wilayah Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani bahwa pada tanggal 29 Juni 1992 yang bertepatan dengan Hari Raya Santo Petrus dan Paulus, gereja Katolik yang berada di wilayah Perumahan Minomartani ini diresmikan penggunaannya oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Bapak H. Munawir Sadzali dan dan Uskup Agung Semarang Mgr. Kardinal Darmaatmadja, SJ.

(60)

kini meluas dengan semakin banyaknya perumahan baru yang di bangun di wilayah pastoral Paroki Minomartani, antara lain Perum Mataram Bumi Sejahtera, Perumahan Ngori Indah, Perumahan Atmajaya, dan yang dibangun paling akhir adalah Perumahan Taman Krajan. Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani diresmikan menjadi paroki mandiri pada tanggal 1 Agustus 1998 oleh Uskup Agung Semarang Mgr. Ignatius Suharyo. umat di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani mendapatkan rahmat dengan diangkatnya Romo Yeremias Bala Pito Duan, MSF sebagai Pastor Kepala Paroki yang pertama bagi umat di Paroki Minomartani. Selama ini Pastor Kepala Paroki “diambil” dari Konggregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF) Propinsi Jawa, karena Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani sejak awal berdirinya berada dalam reksa pastoral Kongregasi MSF.

2. Situasi dan letak geografis.

Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani terletak ± 10 km arah utara dari pusat kota Yogyakarta, yang tepatnya terletak di kompleks Perumahan Minomartani, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Sebagai suatu paroki mandiri, Paroki Minomartani mempunyai batas – batas teritorial sebagai berikut:

Sebelah utara : Desa Minomartani

(61)

Sebelah barat : Desa Sindudadi

Letak Paroki Minomartani berdekatan dengan beberapa paroki juga yang ada di wilayah pastoral Keuskupan Agung Semarang, yaitu disebelah utara berbatasan dengan Paroki Pakem, sebelah barat berbatasan dengan Paroki Banteng, sebelah selatan berbatasan dengan Paroki Pringwulung dan sebelah timur berbatasan dengan Paroki Babadan

3. Situasi sosial ekonomi.

(62)

4. Realita pendampingan calon penerima Krisma.

Pendampingan calon penerima Sakramen Krisma di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani ada di bawah tanggung jawab Tim Kerja Komuni Pertama dan Krisma, bidang Pewartaan, Dewan Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani yang terdiri dari 1 tim inti dengan di dukung oleh beberapa orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk terlibat dalam mempersiapkan para calon penerima Sakramen Krisma. Tim inti tersebut adalah:

- Saudara FX. Artha Agung Budiantara (Lingkungan Christoporus) - Ibu N. Nugri Mulyanti (Lingkungan Maria Regina)

- Ibu C. Retno Saraswati (Lingkungan Ludovica) - Ibu Yustina Maryati (Lingkungan Stephanus)

- Ibu Lucia Hetty Irmawanti (Lingkungan Christoporus) - Ibu Brigida Atut Nugraheni (Lingkungan Thomas Aquino)

Keenam tim ini dibantu oleh beberapa orang tim pendukung, di antaranya: - Bapak Andreas Bambang Ismardianto (Lingkungan Christoporus) - Bapak L. Poerwadi (Lingkungan Stephanus)

- Bapak Damianus (Lingkungan Petrus)

- Bapak Simon Hadiwibowo (Lingkungan Thomas Aquino)

(63)

a. Tim pendamping yang bertugas mendampingi peserta kategori SMP: - Ibu N. Nugri Mulyanti (Lingkungan Maria Regina)

- Ibu Lucia Hetty Irmawanti (Lingkungan Christoporus) - Ibu Brigida Atut Nugraheni (Lingkungan Thomas Aquino)

b. Tim pendamping yang bertugas mendampingi peserta kategori SMA: - Saudara FX. Artha Agung Budiantara (Lingkungan Christoporus) - Bapak Damianus (Lingkungan Petrus)

c. Tim pendamping yang bertugas mendampingi peserta kategori Mahasiswa

- Ibu Yustina Maryati (Lingkungan Stephanus) - Bapak L. Poerwadi (Lingkungan Stephanus)

d. Tim pendamping yang bertugas mendampingi peserta kategori Orang tua, Karyawan, dan yang sudah menikah:

- Ibu C. Retno Saraswati (Lingkungan Ludovica)

- Bapak Simon Hadiwibowo (Lingkungan Thomas Aquino)

- Bapak Andreas Bambang Ismardianto (Lingkungan Christoporus)

(64)

dan dianggap telah layak untuk menerima Sakramen Krisma, namun umat yang belum menerima Sakramen Krisma pada umumnya, misalnya mereka yang dapat dikatakan sudah berusia / orang tua, umat yang belum menerima Sakramen Krisma sebab mereka menerima Sakramen Baptis dewasa, umat yang diterima dalam Gereja Katolik karena yang bersangkutan menerima pembabtisan di luar Gereja Katolik, bahkan umat yang dikatakan sudah sangat berumur / lanjut usia, Hal ini dapat dilihat pada tabel yang terlampir (Lampiran 1), sedang untuk calon penerima Krisma remaja sendiri tahun 2006 berjumlah 78 orang (Lampiran 2)

B. Penelitian Mengenai Realita dalam Pendampingan Calon Penerima Krisma Di Paroki Santo Petrus Dan Paulus Minomartani

Untuk mengetahui realita yang ada pada kegiatan pendampingan calon Krisma khususnya bagi remaja di Paroki Santo Petrus dan Paulus Minomartani, maka dilakukanlah penelitian.

Dalam bagian ini akan diuraikan mengenai lokasi penelitian, populasi penelitian, instrumen penelitian, variabel penelitian, pembahasan hasil penelitian, dan kesimpulan penelitian

1. Latar Belakang Penelitian

(65)

khusus, yaitu Roh Kudus sendiri, dan menerima tanda yang mengikatnya lebih kuat dan erat untuk menjadi saksi Kristus; untuk membela dan mewartakan-Nya. Sakramen Krisma menjadi tanda dan sarana rahmat, dimana seseorang meneruskan perjalanan inisiasi kristennya, dimeteraikan sebagai saksi Kristus diperkaya dengan anugerah Roh Kudus dan disatukan secara lebih erat dengan Gereja sehingga ia memperoleh kekuatan iman sekaligus kewajiban untuk menyerbarkan dan membela iman. (bdk. KHK Kan. 879). Untuk dapat menerima rahmat yang ada dalam Sakramen Krisma serta mempersiapkan para calon untuk menghayati dan melaksanakan konsekwensi yang ada, maka mereka perlu dipersiapkan secara intens. Dalam hal ini Gereja mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam pendidikan anggota-anggotanya dalam hal ini adalah umatnya yang akan menerima Sakramen Krisma

Bantuan tersebut dilaksanakan dengan berbagai macam cara dan bentuk. Salah satunya adalah dengan mendampingi mereka yang akan menerima Sakramen Krisma. Dengan pendampingan yang dilakukan oleh Gereja, diharapkan para calon dapat terbantu untuk memahami dan menghayati arti dan tanggung jawab yang ada setelah mereka menerima Sakramen Krisma.

(66)

a. Apakah selama ini mereka benar-benar didampingi oleh tim pendamping dalam mempersiapkan diri untuk menerima Sakramen Krisma?

b. Bagaimana kegiatan pendampingan itu dilaksanakan, bagaimana bentuknya, dan bagaimana pengaruhnya terhadap remaja?

c. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam kegiatan pendampingan yang mereka alami?

d. Bagaimana penghayatan remaja sebagai calon penerima Sakramen Krisma terhadap Sakramen Krisma?

e. Apa yang mereka harapkan dan butuhkan dengan pendampingan tersebut? f. Bagaimana pelaksanaannya?

g. Bagaimana metode dan tema apa yang diharapkan dan digunakan?

h. Bagaimana pengaruh pendampingan tersebut, bagi perkembangan dan kemantapan iman mereka terhadap Gereja?

Dengan mencermati beberapa hal di atas, diharapkan dapat ditemukan suatu bentuk dari pendampingan Krisma yang dapat menjawab kebutuhan dan harapan dari remaja dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti pendampingan calon penerima Krisma termasuk dengan konsekwensi yang ada setelah mereka menerima Sakramen Krisma.

2. Tujuan Penelitian

(67)

a. Mengetahui gambaran pelaksanaan kegiatan katekese persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani selama ini

b. Mengetahui bahan dan metode yang selama ini di pakai dalam katekese persiapan Krisma di Paroki St Petrus dan Paulus Minomartani.

c. Mengetahui bahan dan metode demi pengembangan pelaksanaan katekese persiapan persiapan Krisma di Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani.

3. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan metode penelitian deskriptif. Metode ini adalah dengan membuat deskripsi atas situasi yang ada (Suryabrata Sumadi, 2000:8). Untuk dapat mendeskripsikan situasi yang ada tersebut penulis melakukan observasi atau pengamatan secara sistematik akan situasi yang diselidiki. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai waktu dan tempat penelitian, populasi penelitian, instrumen penelitian, dan variabel.

a. Waktu dan Tempat Penelitian.

Penelitian tentang pelaksanaan pendampingan calon penerima Krisma remaja akan dilakukan di Paroki Santo Petrus dan Paulus, Minomartani, Yogyakarta pada bulan Februari 2007. Lokasi ini dipilih dengan alasan: 1.) Untuk mempermudah dalam mengadakan penelitian karena penulis

(68)

responden mempunyai ikatan, sehingga di harapkan akan mempermudah proses penelitian.

2.) Selain itu penulis melihat masih perlu adanya pengembangan dalam bidang kegiatan pendampingan iman bagi calon penerima Sakramen Krisma, khususnya remaja, sehingga penulis merasa perlu untuk mencoba melihat lebih dalam permasalahan yang ada di sekitar pendampingan iman calon penerima Sakramen Krisma bagi remaja

b. Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian ppopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja katolik di Lingkungan Santo Petrus dan Paulus Minomartani

Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel remaja Katolik di lingkungan – lingkungan yang ada di dalam wilayah Paroki St. Petrus dan Paulus Minomartani, yang berusia 13 hingga 25 tahun sebanyak 30 orang.

Dalam pengambilan sampel ini penulis menggunakan metode purposive sample yaitu pengambilan sampel secara secara khusus dan

(69)

Dengan pemilihan sampel ini diharapkan akan memperoleh data dan informasi yang diharapkan dalam penyelesaian skripsi ini.

c. Instrumen penelitian

Untuk mempermudah penulis dalam memperoleh data, penulis menggunakan angket penelitian dalam bentuk multiple choice. Angket tipe pilihan biasanya lebih menarik bagi responden, dibandingkan dengan angket tipe yang lain. Mungkin dalam memberikan jawaban jauh lebih singkat waktunya untuk menjawab setiap pertanyaan yang ada.

d. Variabel penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (1998:99) variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi, perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen.

Pada penelitian ini variabel yang ada itu adalah identitas responden, pengalaman responden dalam mengikuti kegiatan pendampingan Krisma, pemahaman reponden mengenai Sakramen Krisma, faktor pendukung dan penghambat, pelaksanaan kegiatan pendampingan Krisma

(70)

No Variabel No item Jumlah

1 Identitas responden 1,2,3,4 4

2

Pengalaman responden dalam mengikuti kegiatan pendampingan Krisma

5,6,7,8,9,10

6

3

Pemahaman reponden mengenai Sakramen Krisma

11, 12, 13

3

4 Faktor Pendukung dan penghambat 14, 15 2

5

Pelaksanaan kegiatan pendampingan Krisma

16,17,18, 19

4

Jumlah 19 ( tabel variabel penelitian)

4. Pembahasan hasil penelitian

(71)

N n

x 100 % = X %

Keterangan :

N : Jumlah responden

n : Jumlah jawaban

X : Prosentase hasil penelitian

Tabel 1.

Identitas responden ( N = 30 )

No item. Pernyataan Jumlah %

(1) (2) (3) (4)

Jenis kelamin:

a. Pria 17 56,6 %

1

b. Wanita 13 43,3 %

Usia anda saat ini :

a. 14 – 16 tahun 20 66,6 %

b. 17 – 19 tahun 6 20 %

2

c. 20 – 21 tahun 4 1,3 %

Status anda saat ini : 3

(72)

b. Pelajar SMU 7 23,3 %

c. Mahasiswa 4 6,6%

d. Pegawai/karyawan/wirausaha 1 3,3 %

Anda dibaptis pada :

a. Bayi 0 – 5 tahun 25 83,3 %

b. Anak – anak 6 -12 tahun 5 16,6 %

c. Remaja 13 – 16 tahun - -

4

d. dewasa 17 tahun - -

(73)

tahun yang berjumlah 25 orang (83,3 %), menerima Sakramen Baptis pada saat anak-anak usia 6 – 12 tahun berjumlah 5 orang (16,6 %)

Tabel 2.

Pengalaman responden dalam mengikuti kegiatan pendampingan Krisma (N = 30)

No item. Pernyataan Jumlah %

(1) (2) (3) (4)

Siapakah yang mendorong anda untuk mengikuti persiapan penerimaan Sakramen Krisma:

a. Diri sendiri 20 66,6 %

b. Orang tua . 7 23,3 %

c. Saudara - -

d. Teman / pacar 3 10 %

5

e ... - -

Mengapa anda mengikuti kegiatan pendampingan persiapan Sakramen Krisma:

a. Diminta Orang tua 6 20 %

6

(74)

c. Diajak teman 4 13,3 %

d. Malu dengan teman 2 6,6 %

e. Lain –lain :

• sudah saatnya ikut pendampingan dan untuk mempertebal iman

2 6,6 %

• perlu dan harus ikut penerimaan Krisma

1 3,3 %

• kemauan sendiri / keinginan batin 7 23,3 %

• sebagai Sakramen penguatan 1 3,3 %

• ingin segera menerima Sakramen Krisma

1 3,3 %

• Usia sudah terlalu tua 1 3,3 %

• Mengikuti prosedur yang ditentukan

1 3,3 %

Bagaimanakah metode pendampingan yang dilaksanakan oleh pendamping:

a. Sharing 6 20 %

b. Dinamika kelompok 11 36,6 %

c. Diskusi 8 26,6 %

7

(75)

e. Lain – lain:

• semua metode 1 3,3 %

• variasi 1 3,3 %

• diskusi dan sharing 1 3,3 %

Bagaimanakah pendamping yang anda hadapi dalam kegiatan pendampingan itu: a. Kurang bisa membangkitkan minat

peserta

16 53,3 %

b Peserta hanya diperlakukan sebagai pendengar saja

7 23,3 %

c. Tidak Pernah menggunakan Kitab Suci - -

d. Tidak ada persiapan - -

e. Lain – lain :

• selalu mendampingi peserta 1 3,3 %

• cukup memuaskan 1 3,3 %

• persiapan cukup, waktu terlalu lama 1 3,3 %

• monoton dalam mendampingi 2 6,6 %

• kurang akrab dengan peserta dan kurang menghibur

1 3,3 % 8

(76)

Apakah pendampingan penerimaan Sakramen Krisma yang anda ikuti membantu anda dalam memahami akan makna Sakramen Krisma dan tanggung jawabnya:

9

a. Ya Alasan:

• Mengerti makna Sakramen Krisma dan kuat iman

• Menjadi saksi Kristus

• Dapat menentukan yang benar dan salah

• Banyak hal yang diketahui mengenai Sakramen Krisma

• Lebih dewasa dan bertanggung jawab

• Pendamping memberi contoh yang nyata dalam hidup

• Pengajaran yang disampaikan bisa masuk dalam diri

(77)

b. Tidak Alasan:

• Cara menerangkan pendamping kurang dapat di pahami

• Pendamping pasif

• Pendamping terlalu cuek dengan keadaan iman peserta

5 16,6 %

Abstain 1 3,3 %

Manfaat apakah yang anda peroleh dalam mengikuti kegiatan pendampingan calon penerima Krisma:

a. Mengetahui makna Sakramen Krisma 9 30 %

b. Menambah teman 4 13,3 %

c. Menambah Kegiatan -

d. Memahami arti dan makna dari Sakramen Krisma

15 50 %

e. Lain –lain :

• Penguatan hati dan pikiran 1 3,3 % 10

Gambar

Tabel 1.
Tabel 3 merupakan data responden yang dipilih oleh penulis dalam
Tabel 2.
Tabel 3
+3

Referensi

Dokumen terkait

Istilah ini digunakan untuk menunjukkan pendapat yang paling unggul dalam masalah hikayat periwayatan pendapat mazhab, maksudnya jika para ulama Ashab mengatakan keterangan

(2007) melaporkan penelitian terhadap lima jenis rumput pakan, yaitu rumput raja ( Pennisetum hybrida ), rumput gajah ( Pennisetum purpureum ), rumput benggala ( Panicum

(3) Ketentuan mengenai persyaratan kendaraan bermotor angkutan penumpang terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggung

Mencegah pastinya lebih baik daripada mengobati untuk itu kita harus benar – benar memberikan pengawasan, penjagaan dan perlindungan pada anak agar anak terhindar dari

Pengukuran dapat dilakukan secara real time, jika ada partikel-partikel hujan yang melewati balok laser maka disdrometer dapat mendeteksi curah hujan (mm/h) dan distribusi titik

Secara parsial, penelitian ini menunjukkan variabel Quick Ratio, Banking Ratio dan Return On Equity tidak berpengaruh terhadap perubahan harga saham pada perusahaan perbankan

Metode dokumentasi yaitu melakukan aktivitas pengarsipan dan penyalinan dari sumber-sumber sekunder yang berkaitan dengan tanggal pengumuman buy back mulai dilakukan,

Menurut perhitungan, t hitung variabel total asset turnover sebesar 0,144, lebih kecil dari t tabel 2,0181 dengan nilai signifikansi 0,886 atau lebih besar dari nilai alphanya ( 