• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendewasaan iman dalam pergulatan kaum muda melalui pedagogi Ignasian dalam latihan rohani - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pendewasaan iman dalam pergulatan kaum muda melalui pedagogi Ignasian dalam latihan rohani - USD Repository"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

1 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Felix Sapto Nugroho NIM: 021124036

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

para pembina iman, pastor paroki dan teman-teman komunitas kaum muda di Paroki Santo Antonius Kotabaru, Yogyakarta.

kekasih, sahabat, dan teman-teman seperjuangan juga kepada Alm. Ayah serta ibu, dan saudara-saudaraku atas cinta, perhatian dan dukungannya yang meneguhkan.

(5)

MOTTO

“Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukanlah kasihmu dalam hal saling membantu!”

(Efesus 4:2)

(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: PENDEWASAAN IMAN DALAM PERGULATAN KAUM MUDA MELALUI PEDAGOGI IGNASIAN DALAM LATIHAN ROHANI. Dipilih berdasarkan pada fakta yang terjadi di lapangan pada kaum muda di Paroki Santo Antonius Kotabaru,Yogyakarta.Kenyataan menunjukan kaum muda tidak serius terhadap panggilan hidup menggereja. Ketidakseriusan ini nampak pada rendahnya komitment kaum muda terhadap kegiatan menggereja. Bertitik tolak pada kenyataan ini, maka skripsi ini dimaksud memberikan usulan bentuk pembinaan kepada para pembina iman dalam usahanya mendewasakan iman kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta.

Persoalan pokok skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan iman kaum muda menjadi dewasa. Penulis memikirkan sebuah upaya yang efektif bagi peningkatan kedewasaan iman kaum muda di Paroki melalui Pedagogi Ignasian. Sebab iman yang dewasa menentukan sumber daya gereja.

Dengan melihat fakta tersebut, penulis berupaya mengembangkan spiritualitas hidup beriman bagi kaum muda. Spiritualitas adalah sesuatu yang paling mendasar dan hakiki bagi setiap pribadi, terutama bagi hidup kaum muda yang masih dalam proses mencari jati dirinya. Penulis terinspirasi pada seorang tokoh spiritual dari puri loyola, di daerah Bask Spanyol, yakni Ignasius Loyola. Ignasius menguraikan suatu pedagogi hidup rohani yang berasal dari pengalamannya dididik oleh Tuhan sendiri yang terkenal dalam latihan rohani. Dalam skripsi ini, penulis memaparkan pokok-pokok Pedagogi Ignasian beserta gagasanya. Penulis juga berusaha menggali upaya yang telah dilakukan Paroki untuk mendewasakan iman kaum muda. Pokok skripsi ini, penulis menggunakan studi kepustakaan dan wawancara untuk menggali pergulatan kaum muda. Penulis memetik sumbangan yang berharga dari Pedagogi Ignasian dalam usahanya mendewasakan iman kaum muda.

Pada bagian akhir, penulis mengusulkan sebuah model pembinaan kerohanian yang khas kaum muda sebagai salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk memperdalam kedewasaan iman kaum muda. Model yang penulis usulkan adalah katekese dengan model Shared Cristian Praxis yang didalamnya terdapat Pedagogi Ignasian yang dikemas dengan gaya kaum muda. Harapan penulis, semoga kaum muda semakin dapat mendewasakan imannya di tengah jaman yang penuh pergulatan iman ini.

(8)

ABSTRACT

This thesis entitles MATURING THE FAITH IN THE STRUGGLE OF THE YOUTH THROUGH IGNASIAN PEDAGOGY ON SPIRITUAL EXERCISE. It is chosen based on the fact around the youth in Saint Anthony parish of KotaBaru, Yogyakarta. The fact shows that youth was not serious on the call of the church’ life. It is clearly seen at the lack of youth’s commitment to the life of the church, especially to the activities maturing their faith. As the fact becomes the starting point, the thesis offers a model of formation for faith builders in their efforts for maturing youth’s faith in Saint Anthony parish of Kotabaru, Yogyakarta.

The main problem of the thesis is how to mature the faith of the youth. The autor thinks of an effective effort for maturing youth’s faith in Parish through the Ignatian Pedagogy since the maturity of the faith ascertains church’ endurance.

By looking at the fact, the author tries to extend the spirituality of the youth’s faithful life. The spirituality is something that is mostly basic and truthful for people, especially for youths who are looking for their identity. The author is being inspired by a spiritual figure from a castle in Loyola, an area of Bask Spain, which is Ignatius of Loyola. Ignatius explained a pedagogy on spiritual life which is from his experience of being educated by God alone commonly known as spiritual exercise. The author explains some points of Ignatian Pedagogy, as well as its explanation, through out the thesis. The author also tries to deepen any effort that has been done for maturing youth’s faith in the Parish. The author uses methods of literature’s study and interview to deepen youth’s struggle and takes some valuable points from Ignatian Pedagogy in his effort to mature youth’s faith.

At the end of the thesis, the author offers a method of spiritual building, which is exclusive for youth as one of many other efforts that could be used for deepening youth’s faith. The author proposes the Shared Cristian Praxis, which contains Ignatian Pedagogy, and it is formulated in youth’s way. The author hopes that youth can mature their faith increasingly in the midst of the time that brings much faith strugle.

(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH KEPENTINGAN AKADEMIS

Yanga bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Felix Sapto Nugroho

Nomor Mahasiswa : 021124036

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENDEWASAAN IMAN DALAM PERGULATAN KAUM MUDA MELALUI PEDAGOGI IGNASIAN DALAM LATIHAN ROHANI

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencatumkan nama saya sebagai penulis

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 21 Juli 2008 Yang menyatakan

(Felix Sapto Nugroho)

(10)

KATA PENGANTAR

Syukur dan trimakasih kepada Bapa Putra dan Roh Kudus atas berkat dan kasih setiaNya yang berlimpah kepada penulis sebab dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENDEWASAAN IMAN DALAM PERGULATAN KAUM MUDA MELALUI PEDAGOGI IGNASIAN DALAM LATIHAN ROHANI” Skripsi ini dimaksudkan sebagai usulan salah satu bentuk pembinaan iman kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta untuk mengembangkan katekese melalui Pedagogi Ignasian.

Selama dalam proses penulisan skripsi ini, dari awal hingga selesai, penulis banyak menerima bantuan, dukungan, doa dan perhatian yang meneguhkan dan membangun dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Dr. J. Darminta, SJ., sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing,

mengarahkan, dan mengoreksi penyusunan skripsi ini.

2. Drs. F.X. Heryatno W.W.,S.J., M.Ed., selaku dosen wali sekaligus panitia penguji.

3. F.X. Dapiyanta, SFK. M. Pd., sebagai dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji.

4. Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan, keterampilan, perhatian dan cinta serta pelayanan kepada penulis selama menjalani masa studi sampai selesai.

5. Para karyawan di kampus IPPAK yang telah memberikan perhatian dan dukungan dengan caranya masing-masing.

6. Almarhum bapak, juga ibu dan saudara-saudariku tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moral dan material.

(11)

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002, untuk segala persahabatan dan kebersamaan yang penuh suka dan duka.

8. Kekasihku tercinta yang telah banyak memberikan dukungan, semangat, perhatian dan doanya.

9. Teman-teman kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru atas pengalaman dan dukungannya.

10. Akhirnya kepada siapa saja yang tidak tersebut dalam tulisan ini yang dengan caranya sendiri telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari, skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis membuka diri atas segala kritik yang membangun dari pembaca.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran atau gagasan bagi semua pembaca dan khususnya pembina iman di Paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta.

Yogyakarta, 30 Juni 2008 Penulis,

Felix Sapto Nugroho.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN... xvii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan... 8

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. IGNASIUS LOYOLA SEBAGAI PENDIDIK IMAN KAUM MUDA MELALUI PEDAGOGI IGNASIAN ... 10

A. Siapa Ignasius Loyola ?... 11

B. Pendidik Iman ... 13

1. Ciri khas pendidik Iman ... 14

a. Panggilan pendidik iman dalam mewujudkan kerajaan Allah... 14

b. Pendidik adalah rekan Allah yang memperkembangkan iman khususnya iman muda menjadi dewasa... 14

(13)

c. Pendidik iman panggilan spiritual ... 16

2. Tugas dan tanggung jawab pendidik iman ... 17

a. Menghantar kaum muda mencapai kedewasaan iman ... 17

b. Mendidik sepertiYesus mendidik... 18

c. Menjadi pembelajar yang unggul ... 18

C. Pedagogi Ignasian bagi kaum muda ... 19

1. Pedagogi secara umum... 21

2. Pedagogi Ignasian ... 22

3. Pola Pedagogi Ignasian ... 25

a. Konteks... 25

b. Pengalaman ... 27

c. Refleksi... 27

d. Aksi ... 29

e. Evaluasi ... 29

BAB III KONDISI DAN TANTANGAN IMAN KAUM MUDA BESERTA JAWABANYA MELALUI PEDAGOGI IGNASIAN DI PAROKI ST. ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA... 32

A. Gambaran Umum Paroki St. Antonius Kotabaru... 34

1. Sejarah singkat Paroki St. Antonius Kotabaru ... 34

a. Tahap Perintisan ... 34

b. Tahap Pertumbuhan ... 36

c. Tahap Pergumulan... 36

d. Tahap Perkembangan ... 38

e. Tahap Pemantapan ... 38

2. Letak Geografis ... 41

3. Jumlah Perkembangan Umat ... 42

a. Komunitas Teritorial ... 42

b. Komunitas Kategorial ... 42

(14)

5. Pendidikan Umat ... 44

6.Jumlah Perkembangan Kaum Muda ... 45

7. Pendidikan Kaum Muda ... 45

B. Gambaran Situasi Umum Kaum Muda dalam Gereja... 46

1. Pengertian Kaum Muda ... 46

2. Ciri-ciri Kaum Muda dalam Gereja pada Umumnya... 46

a. Mengalami Masa Pertumbuhan Fisik... 47

b. Mengalami Masa Perkembangan Mental... 48

c. Mengalami Masa Perkembangan Sosial... 48

d. Mengalami Masa Perkembangan Emosional ... 50

e. Mengalami Masa Perkembangan Religius ... 50

f. Mengalami Masa Perkembangan Moral ... 51

3. Kekhasan Kaum Muda di Paroki St. Antonius Kotabaru ... 52

C. Tantangan dan Kondisi Iman Kaum Muda ... 53

1. Iman: Percaya pada Kristus ... 53

2. Tahap-tahap Perkembangan menuju Iman yang Dewasa ... 55

a. Tahap Proyektif Intuitif ... 56

b. Tahap Mitis Literal... 56

c. Tahap Sintetis Konvensional... 58

d. Tahap Refleksif Individuatif ... 60

e. Tahap Iman yang Konjungtif ... 61

f. Tahap Iman yang Diuniversalkan ... 61

D. Pedagogi Ignasian sebagai jawaban dalam mendewasakan iman kaum muda ... 62

1. Praksis pedagogi Ignasian ... 63

a. Model pedagogi yang dikembangkan Groome ... 64

b. Kekuatan SCP sebagai gambaran praksis pedagogi Ignasian ... 64

1). Praksis peserta itu sendiri ... 65

(15)

3). Model katekese multifungsi... 66

4). Bersifat komprehensif... 67

2. Praksis Pedagogi Ignasian di Paroki St. Antonius Kotabaru ... 67

a. Konteks kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru ... 68

b. Pengalaman yang diungkap dengan model SCP... 69

c. Refleksi team liturgi pribadi dan bersama ... 71

d. Perayaan ekaristi mingguan sebagai aksi nyata ... 72

e. Evaluasi pelaksanaan perayaan ekaristi mingguan ... 73

3. Kemampuan yang diharapkan berkembang melalui pedagogi Ignasian 74

a. Aspek Kognitif ... 75

b. Aspek Sosial... 75

c. Aspek Afektif ... 75

d. Aspek Rohani ... 76

e. Aspek Apostolik ... 76

BAB IV. MEWUJUDKAN PEDAGOGI IGNASIAN MELALUI KATEKESE UNTUK PEMBINAAN IMAN KAUM MUDA DI PAROKI SANTO ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA... 77

A. Gambaran Umum Katekese ... 77

1. Pengertian Katekese... 77

a. Pengertian Menurut Catechesi Tradendae... 78

b. Pengertian Katekese Menurut Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan Se-Indonesia (PKKI II) ... 79

2. Tujuan Katekese ... 83

a. Tujuan Katekese Menurut Catechesi Tradendae... 83

b. Tujuan Katekese Menurut PKKI II ... 84

3. Model Katekese ... 85

a. Alasan Pemilihan Shared Christian Praxis sebagai model berkatekese ... 85

(16)

1) Praxis... 88

2) Christian... 89

3) Shared... 90

4. Langkah-langkah Shared Christian Praxis... 92

a. Langkah Pertama: Pengungkapan Pengalaman Faktual... 92

b. Langkah Kedua: Refleksi Kritis Terhadap Praksis Faktual ... 93

c. Langkah Ketiga: Mengusahakan Tradisi dan Visi Kristiani Terjangkau... 94

d. Langkah Keempat: Interpretasi Dialektis antar Praksis dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani... 95

e. Langkah Kelima: Keterlibatan Baru demi makin Terwujudnya Kerajaan Allah ... 96

B. Upaya mewujudkan pedagogi Ignasian dalam pastoral kaum muda melalui katekese... 96

C. Usulan tema dan program katekese... 98

1. Tema dan program katekese ... 98

2. Program katekese model SCP salah satu usaha pendewasaan Iman ... 99

a. Alasan dasar pemilihan katekese dengan model SCP ... 99

b. Maksud dan tujuan program katekese... 100

c. Materi pokok katekese ... 100

d. Pedoman pelaksanaan program Katekese ... 102

e. Matrik program Katekese model SCP untuk Kaum Muda Paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta 2008-2009... 103

f. Contoh persiapan Katekese model SCP untuk Kaum Muda Paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta... 104

BAB V. PENUTUP... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran... 118

(17)

LAMPIRAN

Lampiran 1: Susunan Pengurus Harian Dewan Pastoral Paroki St. Antonius

Kotabaru, Yogyakarta Periode 2006-2008... (1)

Lampiran 2: Daftar Nama Ketua Lingkungan Periode 2006-2008 Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta. ... (2)

Lampiran 3: Data Survey Umat Teritorial Tahun 2008 Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta ... (3)

Lampiran 4: Daftar Pertanyaan Wawancara Pendewasaan Iman Kaum Muda Di Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta ... (6)

Lampiran 5: Hasil Wawancara Penulis dengan Pastor Pendamping Kaum Muda. Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta ( Dr. Heru Prakosa SJ ). ... (7)

Lampiran 6: Hasil Wawancara Penulis dengan Dewan Koordinator Bidang Pengembangan Kaum Muda Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta ( A.G Budi Waluyo ) ... (11)

Lampiran 7: Hasil Wawancara Penulis dengan Kaum Muda Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta (Bertus). ... (14)

Lampiran 8: Hasil Wawancara Penulis dengan Kaum Muda Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta (Laksito ). ... ( 17)

Lampiran 9: Hasil Wawancara Penulis dengan Koordinator Teritorial Dewan Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta ... ( 18)

Lampiran 10:Matriks Program Katekese ... ( 24)

Lampiran 11:Teks Lagu Pembukaan - SCP “ Panggilan Tuhan” ... ( 26)

Lampiran 12:Teks Cerita Ignasius Masa Muda ... ( 27)

Lampiran 13:Teks Perikop Kitab Suci Markus 8: 31-37 ... ( 28)

Lampiran 14:Teks Lagu Penutup- SCP. “ Jadilah Saksi Kristus” ... ( 29)

(18)

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci.

Singkatan-singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru; dengan Pengantar dan Catatan Singkat ( Dipersembahkan Departemen Agama Repulblik Indonesi dalam rangka Pelita IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Resmi Dokumen Gereja.

CT : Catechesi Tradendae DV : Dei Verbum

C. Singkatan lain.

Art. : Artikel

Bdk. : Bandingkan dll : dan lain-lain

GKS : Gedung Karya Sosial KKN : Kuliah Kerja Nyata

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia NO : Nomor

PI : Pedagogi Ignasian

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia PKL : Praktek Kerja Lapangan

S1 : Strata satu S2 : Strata dua sbb. : sebagai berikut

SCP : Shared Cristian Praxsis

Sdra : Saudara

(19)

Sdri : Saudari SJ : Societas Jesu

SMU : Sekolah Menengah Umum SMTA : Sekolah Menengah Tingkat Atas SPG : Sekolah Pendidikan Keguruan St. : Santo

LR : Buku Latihan Rohani Lr : latihan rohani

TV : Televisi

WIB : Waktu Indonesia Bagian Barat Mat : Injil Matius

Mark : Injil Markus

PATEMON: Paguyuban Tv Monitor

HOMBY : Himpunan Orang Muda Bekerja Yogyakarta 2535 : Komunitas Kaum Muda yang berumur 25-35 tahun EKM : Ekaristi Kaum Muda

PPDP : Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki AMDG : Ad Maiorem Dei Gloriam

ME : Marriage En Caunter

KPH : Komunitas Penyegaran Hidup POSKES : Pos Kesehatan

KE : Kidung Ekaristi KK : Kepala Keluarga

(20)

1

Perkembangan ilmu dan teknologi pada masa dewasa ini membawa perubahan besar terhadap kehidupan manusia. Banyaknya tawaran-tawaran dunia modern sekarang ini tanpa disadari membuat umat beriman khususnya kaum muda mengalami kesulitan untuk memperdalam imannya. Dalam hal ini Darminta (2006:17) mengatakan:

Zaman sekarang ini banyak orang mengalami stres. Hidup dengan segala kemajuannya menumbuhkan berbagai macam tawaran, karena hidup dikemudikan oleh gerak halus, yang menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan baru. Kalau orang mau up-to-date harus punya ini dan punya itu. Kalau hidup mau terpandang harus punya peralatan ini dan itu.

(21)

sekarang ini tidak sedikit kaum muda tidak mampu bertahan dalam proses dan mudah menyerah terhadap tantangan dalam kenyataan hidupnya. Dalam buku yang berjudul Gereja dan Politik Djiwandono (1999:23) mengatakan :

Secara umum kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang cepat dan semakin canggih sering dilihat sebagai tantangan bagi iman keagamaan. Tantangan ini bisa dikhawatirkan menjadi tantangan utama kaum muda, yang pada umumnya dianggap lebih rawan terhadap pengaruh luar dan tanggap pada perubahan dan gagasan-gagasan baru sebagaimana yang terus-menerus ditawarkan oleh iptek. Terlebih lagi, mereka biasanya cenderung menentang apa saja yang dilihatnya sebagai kolot, konservatif, dan tradisonal sebagai mana yang ditawarkan oleh agama.

Kenyataan hidup kaum muda yang disebutkan itu menunjukan adanya kerapuhan dan kelemahan yang merintangi usaha pencarian diri; identitas, pendewasaan, pembatinan nilai, sehingga semakin menumbuhkan perasaan tidak tenang, pertanyaan yang membingungkan, bahkan kesulitan untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan masa depannya.

(22)

anggota gereja di masa yang akan datang. Kesibukan disini dapat diartikan pelarian dari iman, pendalaman hati dan jiwa, juga pelarian dari doa. Dengan kata lain tidak tahan menyepi sendirian berhadapan dengan Tuhan secara pribadi dan jujur dalam mencari tugas perutusannya di dunia ini khususnya dalam mengemban panggilan hidup menggereja. Mereka juga cenderung kurang peduli dengan hal-hal yang ada kaitannya dengan kegiatan pendalaman rohani. Kalaupun muncul dan lahir kelompok atau komunitas gerakan kerohanian, mudah disusupi oleh roh-roh lain yang membuat kelompok atau komunitas itu saling memusuhi dan akhirnya kegiatan menggereja itu menjadi kering.

Banyak kaum muda mudah mengalami patah semangat serta mudah putus asa dalam menghadapi persoalan; studi, karir, keluarga, relasi dan bahkan sampai melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani. Hal ini membuktikan kedewasaan iman kaum muda di paroki pada masa ini, banyak yang tidak dewasa dan dipertanyakan keberadaan kedewasaan imannya. Berbicara mengenai kaum muda dengan kedewasaannya tidak terlepas dari pendidikan iman itu sendiri yang sangat mempengaruhi perkembangan pribadi kaum muda. Dalam hal ini Drost (2002: 1) mengatakan:

Kaum muda perlu mendapat kebebasan guna menempuh sebuah jalan hidup yang memungkinkan mereka menjadi pribadi dewasa.

(23)

diberi kesempatan dan kemudahan untuk berkreatifitas demi mengembangkan imannya. Situasi semacam ini banyak sekali memunculkan permasalahan dan keprihatinan dari pihak paroki. Paroki St. Antonius Kotabaru menyikapinya dengan proaktif; merangkul, duduk bersama, berkomunikasi dengan hati dan dengan semangat jiwa kaum muda. Salah satu bentuk kegiatan itu adalah melibatkan kaum muda untuk hidup menggereja serta memberikan kemudahan kepada kaum muda dalam berproses mendewasakan imannya. Dalam dokumen Konsili Vatikan II khususnya dalam dekrit Optatam Totius artikel 3 dinyatakan:

Hendaknya melalui pembinaan hidup rohani yang cocok, disiapkan untuk mengikuti Kristus Penebus dengan semangat rela berkorban dan hati yang penuh kebapaan, dengan kerja sama para orang tua yang sangat membantu, menjalani hidup yang cocok dengan usia, mentalitas dan perkembangan kaum muda, serta sesuai sepenuhnya dengan prinsip-prinsip psikologi yang sehat. Dengan adanya dekrit ini Gereja mengajak khususnya kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru untuk mencari makna hidup serta mampu berproses dan bertahan untuk menghidupi iman mereka dengan berbagai bentuk, metode, doa, pelayanan, kesaksian, serta perutusan yang dikemas dengan gaya kaum muda sehingga iman mereka menjadi dewasa.

(24)

kegiatan yang bersifat pendalaman rohani yang mengarah pada proses pendewasaan iman. Mereka lebih menyukai kegiatan yang bersifat hura-hura serta terkesan pelarian.

Kaum muda sebagai generasi penerus bangsa dan sekaligus tulang punggung Gereja hendaknya memiliki iman yang dewasa. Untuk memiliki iman yang dewasa, maka kaum muda perlu dipersiapkan melalui berbagai macam pembinaan di antaranya dengan Pedagogi Ignasian. Melalui Pedagogi Ignasian kaum muda diajak untuk menjadi tahan uji dalam menghadapi segala persoalan dan tantangan hidupnya sehingga mampu menumbuhkan kedewasaan iman dalam dirinya.

(25)

muda tidak serius menanggapi panggilan hidup mengereja serta mudah terjebak ke dalam budaya instant; egoisme, kesenangan dan kenikmatan praktis, misalnya; napsu-napsu, selera, dan ambisi. Juga pembinaan komunitas lingkup teritorial di tiap-tiap lingkungan tidak berfungsi, di samping itu kegiatan yang mengarah pada proses pendewasaan iman kurang diminati oleh kebanyakan kaum muda di lingkup teritorial. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa pembinaan iman bagi kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta belum berjalan dengan baik (PPDP Gereja ST. Antonius Kotabaru).

Berdasarkan uraian mengenai kurangnya pembinaan iman yang mengarah pada pendewasaan iman kaum muda pada kegiatan-kegiatan di Paroki St. Antonius Kotabaru yang menyebabkan iman kaum muda banyak yang tidak dewasa penulis merumuskan judul skripsi: “PENDEWASAAN IMAN DALAM PERGULATAN KAUM MUDA MELALUI PEDAGOGI IGNASIAN DALAM LATIHAN

ROHANI” Skripsi ini diharapkan dapat membantu para pembina iman kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta untuk melaksanakan pembinaan iman kepada kaum muda.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi fokus pembahasan penulisannya. Berikut ini adalah beberapa permasalahan tersebut:

(26)

2. Bagaimanakah kaum muda mengupayakan pendewasaan iman di Paroki St. Antonius Kotabaru.

3. Sumbangan seperti apakah yang dapat diangkat dari pendidik iman melalui pedagogi Ignasian dalam usaha mendewasakan iman kaum muda?

4. Model katekese seperti apakah yang di padang efektif untuk mendewasakan iman kaum muda melalui pedagogi Ignasian.

C. Tujuan Penulisan

1. Menggali pedagogi Ignasian terhadap pergulatan iman kaum muda.

2. Memaparkan usulan bentuk pembinaan iman melalui Pedagogi Ignasian bagi kaum muda di paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta dalam usaha meningkatkan kedewasaan iman.

3. Merencanakan dan membuat model katekese yang efektif melalui Pedagogi Ignasian untuk mendewasakan iman kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta.

4. Untuk memenuhi persyaratan ujian kelulusan Sarjana Strata Satu ( S1 ) di Program Studi Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

(27)

1. Dapat memberikan usulan bentuk pembinaan iman bagi para insan pembina iman kaum muda yang berkarya di paroki St. Antonius Kotabaru.

2. Sebagai inspirasi kaum muda untuk menghayati spiritualitas Ignasius Loyola dalam mendewasakan imannya.

3. Dapat memperkembangkan penulis dalam proses berpikir, merasa, dan menghayati spiritualitas Ignasian

E. Metode penulisan

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis mengunakan metode deskriptif, di dalamnya memaparkan dan menguraikan tentang “ Pendewasaan iman dalam pergulatan kaum muda melalui pedagogi Ignasian dalam latihan rohani” . Maka dengan pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penulis memfokuskan skripsi ini pada tujuan penulisan, dengan menggunakan studi pustaka dari berbagai sumber yang mendukung. Untuk kelengkapan pembahasan penulisan skripsi ini penulis, juga mengadakan wawancara dengan tokoh Yesuit dan kaum muda yang telah mengalami Pedagogi Ignasian.

F. Sistematika Penulisan

(28)

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Di dalam Bab II, penulis membicarakan tentang Ignasius Loyola sebagai Pendidik Iman. Dalam pemaparannya penulis membagi menjadi tiga sub pokok bahasan yaitu; siapa Ignasius Loyola, pendidik Iman, pedagogi Ignasian bagi kaum muda.

Pada Bab III, penulis akan memaparkan; kondisi dan tantangan iman kaum muda beserta jawabanya melalui pedagogi Ignasian di Paroki St. Antonius Kotabaru. Dalam pemaparannya penulis membagi menjadi empat sub pokok bahasan yaitu; gambaran umum Paroki St. Antonius Kotabaru, gambaran umum situasi kaum muda dalam gereja, tantangan dan kondisi iman kaum muda dan pedagogi Ignasian dan jawabannya.

Bab IV, penulis akan membicarakan usulan katekese dalam pastoral kaum muda melalui pedagogi Ignasian di Paroki St. Antonius Kotabaru. Dalam bab IV ini akan diuraikan tentang; gambaran umum katekese, upaya mewujudkan pedagogi Ignasian dalam pastoral kaum muda melalui katekese, usulan dan tema program katekese.

Dan dalam Bab V, penulis membicarakan tentang kesimpulan, saran dan penutup.

(29)

10

Bab ini membahas siapa Ignasius Loyola sebagai pendidik iman. Dalam bab ini penulis berfokus pada pedagogi Ignasian maka urutan gagasan pada bab ini sesuai dengan fokus tersebut. Untuk itu sebelum membahas pedagogi Ignasian, terlebih dahulu mengenal lebih mendalam siapa Ignasius Loyola. Selanjutnya membahas pedagogi Ignasian secara lebih mendalam. Pedagogi Ignasian memiliki peran penting dalam proses pendewasaan iman. Maka tidak menutup kemungkinan pedagogi Ignasian bisa dan sangat baik diterapkan di paroki khususnya paroki Yesuit yang mengambil semangat Ignasius Loyola sebagai pendidik iman. Pada fakta di lapangan khususnya pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di paroki dengan bimbingan para pastor Yesuit secara tidak langsung menjalankan proses pendidikan Ignasian secara informal. Membahas konteks pendidikan informal Drost ( 1998: 6 ) mengatakan:

Pendidikan, kata lain untuk mendidik adalah educare yang berasal dari e-ducare yang berarti menggiring keluar. Maka proses pendidikan sebagai proses pembentukan merupakan proses informal. Tidak ada pendidikan formal, karena tidak mungkin. Seluruh proses pemuliaan, ialah pembentukan moral manusia muda hanya mungkin lewat interaksi informal antara dia dan lingkungan hidup manusia muda itu.

(30)

mendewasakan iman kaum muda. Pendewasaan atau pemuliaan mengambil istilah dari pater Drost dapat diterapkan dimana ada interaksi. Sebab proses pendewasaan iman ialah pembentukan moral kaum muda yang tumbuh berkembang melalui interaksi informal antara kaum muda dengan lingkungan hidup kaum muda dimana ia berada. Pendewasaan iman kaum muda melalui pedagogi Ignasian menjadikan iman sebagai inspirasi dan dasar dalam memampukan mereka menghayati pedagogi Ignasian itu sendiri dengan mendalami spiritualitas Ignasian melalui proses pendewasaan imannya.

Spiritualitas Ignasian merupakan bagian dari pedagogi Ignasian yang pada dasarnya adalah spiritualitas awam dan bukan spiritualitas kebiaraan ataupun monastik. Ignasius dan rekan-rekan pada mulanya adalah para awam persisnya para mahasiswa. Mereka dikumpulkan dan disatukan oleh persahabatan dan pengalaman melakukan latihan rohani yang diberikan oleh Ignasius sendiri. Kesatuan hati dan budi di antara mereka sedemikan mendalam. Mereka baru berpikir untuk membentuk serikat ketika mulai tersebar oleh perutusan ke luar kota Roma sampai ke tempat yang sangat jauh seperti India. Dalam ketersebaran itu mereka tetap mengalami kesatuan hati dan budi sehingga mereka menyebut diri sebagai serikat Cinta Kasih (Doherty, 2006:9).

A. Siapakah Ignasius Loyola?

(31)

hidupnya dalam satu kalimat: “ ia seorang laki-laki yang memburu segala kegilaan dunia; yang paling dinikmatinya ialah permainan perang-perangan dengan keinginan besar dan gila memperoleh nama tersohor” Keinginan kemasyuran membawa Ignasius ke Pamplona untuk menolong kota perbatasan itu melawan serangan Perancis. Pertahanan itu sia-sia pada 20 Mei 1521 ia kena peluru meriam yang meremukkan satu kaki dan sangat melukai kaki yang lain. Ignasius dan kota Pampelona jatuh ke tangan tentara Perancis ( Darminta, 1987:61).

Dokter-dokter Perancis merawat Ignasius yang luka berat itu dan mengembalikan dia ke Loyola tempat ia menunggu lama sebelum sembuh. Selama masa ketidakaktifan itu ia minta buku-buku bacaan dan karena bosan ia menerima satu-satunya bacaan yang ada riwayat orang-orang suci dan kehidupan Kristus ( Darminta, 1987:62).

(32)

untuk membedakan roh baik dan roh jahat menjadi senjata ampuh guna menemukan Allah dalam segala dalam rutinitas ke seharian kita ( Komunitas SJ Kolsani, 2006:7).

Ketika kuliah di Paris Ignasius mengumpulkan beberapa teman dan membentuk sebuah kelompok yang ingin menolong jiwa-jiwa. Pada tahun 1540 Paus Paulus III mengesahkan kelompok ini sebagai ordo Serikat Yesus. Sejak itu di sebuah kamar kecil di bagian bawah gereja Gesu di kota Roma Ignasius menghabiskan waktunya sebagai pemimpin umum pertama Serikat hingga wafatnya pada tanggal 31 Juli 1556. Hidup dan karyanya merupakan perwujudan konkret dari semboyannya yang utama: ad maiorem Dei gloriam-demi lebih besarnya kemuliaan Allah (Komunitas SJ Kolsani, 2006:7).

B. Pendidik Iman

(33)

Berikut ini adalah gagasan penting tentang ciri khas pendidik iman dan tugas tanggung jawab pendidik iman.

1. Ciri khas pendidik iman

a. Panggilan pendidik iman dalam mewujudkan kerajaan Allah

Pendidik pertama-tama bukanlah sekedar suatu profesi, melainkan sebagai panggilan. Penulis merumuskan ada tiga hal yang berkaitan dengan panggilan seorang pendidik. Pertama, pendidik dipanggil sebagai manusia. Kedua, pendidik dipanggil sebagai orang beriman, dan ketiga pendidik dipanggil untuk mewujudkan iman dalam pelayanannya. Panggilan sebagai manusia berarti pendidik sebagai mahkluk spiritual dan historis dipanggil untuk mencapai kepenuhannya. Kepenuhan sebagai manusia meliputi dua hal, yakni pertumbuhan pribadi dan realisasi/aktualisasi diri. Pertumbuhan diri menyangkut fisik mental dan spiritual. Realisasi atau aktualisasi diri menyangkut kemampuan, talenta, inti hidup, kecakapan dan pelayanan.

b. Pendidik adalah rekan Allah yang memperkembangkan iman khususnya

iman kaum muda menjadi dewasa

(34)

bagaimana Allah mendidik kita. Yesus menjadi teladan dan guru bagi setiap orang yang berkehendak baik untuk memperkembangkan keutuhan diri dalam Allah. Proses pendampingan Allah dalam Yesus berlanjut sampai sekarang dan mencapai kepenuhannya melalui kehadiran Roh-Nya dalam hati setiap pribadi manusia. Roh kudus senantiasa memberikan pengajaran dan dorongan kepada manusia bila mereka terbuka akan gerakan Roh.

Proses mendidik yang dilakukan Allah dalam hidup kaum muda tidak semata bersifat transenden dan tak terjangkau oleh manusia. Pendampingan Allah dapat juga dirasakan dalam pengalaman historis. Allah membutuhkan kemitraan dengan pendidik dalam memperkembangkan peserta didik demi kepenuhan hidup mereka. Pendidik memang memiliki tanggung jawab dalam upaya mendidik anak didik dan kaum muda, namun usaha mereka pertama-tama adalah berpartisipasi dalam tugas Allah sendiri. Groome (1998:443) mengistilahkan peran pendidik dengan istilah instrumen Allah dalam memperkembangkan rahmat Allah dalam hidup kaum muda. Hal ini menunjukkan peran pendidik akan memperoleh makna sejauh mengalirkan rahmat demi perkembangan anak didik dan kaum muda menuju kepenuhan. Kesadaran akan kemitraan dengan Allah ini mengundang mereka untuk bekerjasama dengan diri sendiri, sesama pendidik dan anak didik terutama kaum muda, lingkungan serta pengalaman yang mereka jumpai.

(35)

pendidik dapat bekerjasama dengan Allah dan pihak-pihak lain (kaum muda, pendidik dan lingkungan) kalau mereka terbuka akan kehendak Allah. Komitment pendidik pada kehendak-Nya terangkum dalam dua kata yakni refleksi dan tindakan. Refleksi merupakan kemampuan khas kita sebagai makhluk berkesadaran untuk mengambil jarak atas pengalaman kita untuk dapat menilai, mengevaluasi, menegaskan, dan lebih-lebih melihat kehendak Allah dalam pengalaman. Tindakan merupakan perwujudan dari proses kesadaran kita untuk menempatkan diri dalam kenyataan tugas yang sedang dijalani. Jadi aktualisasi kemitraan pendidik dengan Allah terwujud dalam gaya hidupnya; tindakan-refleksi-tindakan baru.

c. Pendidik iman panggilan spiritual

(36)

Panggilan spiritual pendidik merupakan panggilan untuk mewujudkan transendensi diri. Jiwa menjadikan manusia terdorong untuk memperkembangkan diri melampaui keadaan sebelumnya. Proses transendensi diri pendidik terarah kepada kesatuan dengan sang Sumber hidup sendiri yakni Allah. Allahlah penyelenggagara hidup. Maka dengan senantiasa memperkembangkan inti hidup dan mengambil inspirasi dari padanya pendidik semakin menjawab kerinduan akan Allah dalam hidup mereka. Kesadaran akan panggilan spiritual pendidik ini menjadikan pendidik tidak lagi memaknai panggilan pendidik sebagai seorang yang mentransfer ilmu semata melainkan seseorang yang mampu membagikan pengalaman iman dan nilai-nilai terdalam dari hidup mereka.

2. Tugas dan tanggung jawab pendidik iman

a. Menghantar kaum muda mencapai kedewasaan iman

(37)

mendidik tidak semata-mata berkaitan dengan pengetahuan melainkan pendampingan utuh yang memperkembangkannya secara baik meliputi head (kognitif menyangkut pemahaman, imajinasi, dan abstraksi), heart (afektif menyangkut relasi, kemitraan, dan perasaan), hands (psikomotor menyangkut praksis, pewujudan, dan tindakan).

b. Mendidik seperti Yesus mendidik

Pendidik iman khususnya iman kristiani tidak mempunyai teladan yang lebih utama selain Yesus sendiri. Dialah satu-satunya teladan dalam mendidik. Yesus sendiri mengundang setiap orang yang terbuka akan Dia untuk mengalami dan masuk dalam kehidupan-Nya. Yesus melontarkan undangan ini kepada dua orang murid yang ingin mengikuti-Nya (Yoh 1:37-39). Kata-kata Yesus, ”Marilah dan kamu akan melihatnya” tertuju juga kepada setiap pendidik yang ingin meneladan Dia sebagai Guru. Groome (1998;38-39) menekankan bahwa Dia adalah guru yang merangkul dan menerima segala keadaan murid-Nya. Dia senantiasa mengundang orang untuk mengubah hati, hidup dan dunia mereka dengan mengikuti integritas dari hidup-Nya sendiri. Dia mengajarkan dan melakukan apa yang diajarkan-Nya.

c. Menjadi pembelajar yang unggul

(38)

sesorang pendidik ini sesuai dengan hakikat manusia yang senantiasa berada dalam proses menjadi, mengetahui dan mencipta. Berkaitan dengan belajar, vitalitas seorang pendidik dikatakan sebagi pendidik terletak pada sejauh mana mereka senantiasa belajar tentang menuju kepenuhan hidup sebagai seseorang pribadi. Mereka adalah teladan bagi para kaum muda dalam proses menjadi seorang pembelajar (Groome, 1991:449). Proses ini tak pernah akan selesai karena merupakan perjalanan seluruh hidup seorang pendidik. Maka tepatlah peneguhan Groome (1991:449-450) tentang setiap pendidik yang perlu membangun relasi antar subyek dan terlibat dalam setiap kagiatan pembelajaran. Dalam proses keterlibatan tersebut pendidik berperan sebagai rekan pembelajar. Gagasan ini mengundang setiap pendidik untuk belajar dari anak didik. Sebab setiap kata yang mereka tujukan kepada anak didik, tersebut berlaku juga terhadap diri mereka sendiri.

C. Pedagogi Ignasian bagi kaum muda

(39)

berbagai SMP Kanisius di Keuskupan Agung Semarang. Lain halnya tanggapan dari Suparno, (2007:25) mengatakan:

implementasi Pedagogi Ignasian di Indonesia akan menghadapi banyak kesulitan yang sekaligus menjadi tantangan bagi guru/dosen. Penyebab kesulitan ini adalah adanya praktik kurikulum terpusat, pendidikan yang bersifat praktis yang sekedar memenuhi pasar kerja, mengejar diperolehnya ijazah, etos belajar yang rendah, biaya pendidikan tinggi, fasilitas tidak ideal, belajar hanya dengan mengafal, tidak berefleksi, dan pendidikan tidak bermuara pada aksi.

Dari pendapat-pendapat itu memperjelas bagi para pendidik supaya pendidik tidak terjebak pada pandangan sempit tentang pendidikan hanya sebagai transfer ilmu, pragmatisme pendidikan, keinginan memecahkan masalah secara simpel bukan menyeluruh dan utuh, perasaan tidak nyaman, ketidakbebasan dalam bertindak, dan kurikulum pemerintah yang siap pakai.

Penulis di sini mau menegaskan pedagogi Ignasian memang masih mengalami banyak tantangan bila dilaksanakan dalam konteks dunia pendidikan di Indonesia, namun bukan berarti pedagogi Ignasian masih dalam wacana. Dalam karya Yesuit khususnya dalam paroki-paroki Yesuit pedagogi Ignasian ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi sumber inspirasi, khususnya dalam upaya mendidik kaum muda untuk menumbuhkan iman menuju iman yang dewasa serta menanggapi panggilan hidup menggereja itu sendiri (Lampiran 5: (9)). Maka sebelum lebih jauh membahas pedagogi Ignasian terlebih dahulu memahami apa itu pedagogi secara umum.

(40)

1. Pedagogi Secara umum.

Dari segi etimologi, kata pedagogi datangnya dari bahasa Yunani paidagogos, hamba yang mengantar dan mengambil budak-budak pergi balik dari sekolah. Kata “paida” merujuk kepada kanak-kanak. Pedagogi ialah kajian mengenai pengajaran khususnya pengajaran dalam pendidikan formal. Dengan kata lain, adalah sains dan seni mengenai cara mengajar di sekolah (http://ms.wikipedia.org/wiki/Pedagogi). Dalam kamus besar bahasa Indonesia pedagogi adalah ilmu pendidikan; ilmu pengajaran.

Suwarno (1992: 1) mengutip pandangan Brojonegoro mengenai definisi pendidikan mengatakan:

Paedagogiek atau teori pendidikan berasal dari perkataan pais yang berarti anak dan agogos yang berarti penuntun. Pada jaman Yunani Kuno, seorang anak yang pergi ke sekolah diantar, oleh seorang yang disebut gogos. Ia mengantar si anak, membawakan alat-alatnya dan setelah sekolah ditutup, gogos membawa anak pulang kerumah. Dalam lingkungan keluarga gogos diberi tugas pula mengamat-amati sang anak. Maka oleh karena itu paedagogiek berarti ; Ilmu menuntun anak.

(41)

bertujuan untuk membawa atau memimpin keluar apa yang secara potensial dalam diri peserta didik.

Dalam kaitannya dengan pendidikan iman, Ia juga memberikan pendapat yang tidak jauh berbeda bahwa lembaga pertama dan utama pembentukan dan pendidikan iman adalah keluarga. Yang pertama-tama mengajarkan kepada anak pengetahuan akan Allah, pengalaman tentang pergaulan manusia dan kewajiban memperkembangkan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain adalah orang tua.

2. Pedagogi Ignasian

Arti pedagogi Ignasian diuraikan dari dua kata yaitu pedagogi dan Ignasian. Pedagogi ialah ilmu mendidik yang bertujuan untuk membawa atau memimpin keluar apa yang secara potensial dalam diri umat atau peserta didik. Sedangkan Ignasian diambil dari Ignasius seorang mistikus besar mempunyai visi melayani iman dan menegakkan keadilan serta memajukan umat dalam hidup dan ajaran kristiani dengan menggunakan sarana pelayanan sabda, memberikan latihan rohani, mendidik dan mengajar agama kristiani kepada anak-anak dan orang-orang sederhana (Betancor, 1991:104).

(42)

untuk mengikuti dorongan diri sendiri setelah itu pada masa selanjutnya Ignasius disemangati sepenuhnya oleh penyerahan pada kehendak Allah semata. Pada kenyataannya pengalaman itu ditularkan dalam upayanya untuk mendampingi dan membentuk para pengikutnya. Maka tidaklah mengherankan kalau rumusan Konstitusi Serikat Yesus dikatakan berciri sangat pedagogis dengan titik berat pertama-tama bukan pada hasil tetapi pada proses termasuk proses dalam menjadikan orang siap untuk melaksanakan.

Sebagai seorang pendidik Ignasius telah meletakkan dasar-dasar pijakan yang sangat kokoh mengenai pedagogi bagaimana manusia dengan roh, jiwa dan tubuhnya dapat diolah secara integral. Kiranya penulis dapat meyebutnya sebagai pedagogi hati yaitu suatu pengolahan diri yang bersumberkan pada peradaban hati. Dalam pedagogi ini membedakan dengan tegas antar prinsip, arah, pilihan dasar, pilihan strategis dan pilihan taktis. Dalam kaitannya dengan pedagogi yang dikembangkan oleh Ignasius mengikutsertakan unsur pertama pneumatos, kedua ethos dan ketiga logos.

(43)

“logos”. Bentuk ini sangat sesuai dengan keberadaan tubuh manusia yang selalu mau mengajak kepada pengejawantahan semangat dan nilai dalam praksis lahiriah. Dalam terang gagasan ini, pedagogi yang terwujud adalah yang mengantar pada upaya untuk membuat keputusan-keputusan konkret.

Pedagogi yang mengikutsertakan unsur pneumatos, ethos, dan logos jelas mendapat perhatian besar dari Ignasius dan para pengikutnya. Unsur pneumatos dapat kita temukan secara implisit dalam peryataan Ignasius tentang peran pembimbing rohani. Contohnya bila pembimbing rohani melihat bahwa yang berlatih mengalami kesepian serta godaan hendaknya jangan bersikap keras atau kasar terhadapnya tetapi sebaliknya ramah serta lembut. Lalu mengenai unsur ethos kita dapat melihat lewat peryataan Ignasius tentang para pendidik. Hendaknya perhatian para pendidik untuk mendorong para anak didik atau kaum muda kepada kasih dan pengabdian akan Allah serta kasih akan keutamaan-keutamaan yang melalui mereka berkenan kepada Allah. Sementara itu unsur logos tampak jelas melalui refleksi para pengikut Ignasius dalam norma pelengkap tentang “Pendidikan Rohani”. Dalam hal ini ditekankan bahwa situasi zaman sekarang menuntut agar seorang anggota serikat selama seluruh masa formasimnya untuk melatih diri dalam pembedaan roh-roh berkenaan dengan penegasan konkret.

(44)

entah dalam bentuk eksperimen, probasi ataupun live-in, orang dikondisikan tidak hanya mengetahui tetapi juga mengalami (Prakosa, 2007: 8-9).

3. Pola Pedagogi Ignasian

Pola Ignasian mendasarkan pada pengalaman, refleksi dan aksi menawarkan sejumlah cara bagi pembina iman untuk membina iman kaum muda guna memudahkan proses perkembangan iman lewat perjumpaan dengan kebenaran hidup dan penggalian arti hidup manusia. Dengan demikian pola ini merupakan suatu cara yang membantu kaum muda agar berkembang menjadi manusia yang dewasa kompeten, bertanggungjawab dan memperhatikan kepentingan bersama (Drost, 2002:4-5).

Berikut adalah lima tahapan penting dalam Pedagogi Ignasian, yang memungkinkan tujuan pendewasaan iman kaum muda dapat tercapai.

a. Konteks

(45)

pemahaman yang dimiliki kaum muda. Hal ini akan membantu pembina iman dalam merumuskan tujuan, sasaran, metode, dan sarana yang tepat bagi proses pembinaan iman kaum muda.

Cura personalis mengandaikan bahwa setiap kaum muda adalah pribadi yang unik, baik latar belakang dan cara menjadi dewasa. Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana caranya agar pembina iman dapat mengenal kaum muda secara personal, jika jumlah mereka sangat besar. Tentu saja pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab. Disamping itu perlu diperhatikan adalah konteks paroki itu sendiri. Penghargaan, rasa hormat, saling melayani, memberi diri, dan berbagi harus menjadi pola hubungan yang mau dibangun baik antara kaum muda dan pembina iman kaum muda dimana ia berada. Semua ini akan membantu tumbuhnya hubungan pribadi yang autentik di antara kedua pelaku pembina iman tersebut.

(46)

b.Pengalaman

Dalam proses pembinaan iman kaum muda mengalami suatu tantangan terhadap pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan fakta, ide, dan masukan baru dari pembina iman. Dengan demikian, konteks yang dibawa oleh kaum muda kemudian dihadapkan dengan suatu pengalaman baru yang bisa saja sejalan dan sepaham atau berbalikan dengan konteks yang dimilikinya.

Dalam pandangan Ignasius, “pengalaman” berarti mengenyam suatu hal dalam batin yang mengandaikan adanya fakta dan pengertian”. Di sini dibutuhkan suatu pemahaman yang komprehensif, agar suatu pengalaman dapat mempunyai arti yang baik demi suatu kemajuan dan kebaikan. Ignasius juga menginginkan agar keseluruhan pribadi manusia, yaitu budi, perasaan, dan kehendak, sungguh dapat mewarnai pengalaman kaum muda. Dengan kata lain, istilah” pengalaman” dipakai untuk mencirikan suatu kegiatan yang melibatkan dimensi kognitif maupun afektif, dan tidak hanya masuk dan belajar dari pengalaman intelektual semata, tetapi juga memproses kemampuan afektif dan daya jiwa yang lainya (Dewanto, 2004 :76).

c.Refleksi

(47)

suatu proses formatif dan pembebasan. Proses ini akan membentuk kesadaran kaum muda, termasuk kepercayaan, sistem nilai, sikap dan seluruh cara berpikir mereka, sedemikian rupa sehingga mereka dibawa maju untuk melakukan suatu aksi dalam paradigma baru. Secara lebih singkat, dapat dikatakan bahwa istilah refleksi berarti pertimbangan-pertimbangan yang penuh pemikiran tentang pegalaman, atau ide-ide yang menjadikan kaum muda mampu menangkap makna yang sebenarnya secara penuh (Slattery, 2006: 33).

(48)

d. Aksi

Pada dasarnya, aksi dalam Pedagogi Ignasian adalah upaya mengajari kaum muda membuat pilihan dari berbagai macam sitem nilai yang ada. Dalam hal ini, standar nilai memegang peranan penting, karena akan menolong pembina iman membuat pilihan, membimbing, dan menemaninya dalam pengambilan keputusan. Dengan ini, dapat dikatakan “aksi” dalam Pedagogi Ignasian adalah tahap yang paling penting dan mendasar. Perubahan cara pandang dan visi masa depan kaum muda dapat dilihat dari aksi yag dilakukan. Aksi yang dilakukan lewat perubahan dari cara pandang lama ke cara pandang baru merupakan salah satu proses menuju pendewasaan iman yang dewasa.

Hasil yang diharapkan dari pembinaan iman dalam paroki Yesuit adalah kaum muda tidak hanya kompeten dalam hal ilmu, tetapi juga dapat berbela rasa, berbelas kasih, dan menaruh perhatian kepada sesamanya. Dengan kata lain, kaum muda melakukan refleksi atas konteks dan pengalaman yang telah dipunyai, juga menemukan sitem nilai baru yang ditanamkan oleh pembina iman.

e. Evaluasi

(49)

muda untuk menilai perkembangan diri pada setiap kaum muda. Di sini, bagian yang paling penting adalah membantu dan menemani kaum muda menetapkan kriteria yang akan dievaluasi. Paling tidak, ada dua hal yang perlu dilakukan kaum muda dan pembina iman dalam mengevaluasi, yaitu diskusi tentang mutu atau kualitas hasil kegiatan yang akan dievaluasi dan upaya untuk menunjukan kepada kaum muda kegiatan macam apa yang diangggap baik dan memperkembangkan.

Diskusi macam itu mengandaikan beberapa hal; pembina iman harus yakin bahwa kaum muda mengerti dan sadar yang dikerjakan, pembina iman bersikap netral terhadap evaluasi yang dilakukan, pembina iman mendorong kaum muda mengerti apa yang kurang dari hasil kegiatan tersebut. Dengan demikian, hasil akhir yang ingin dicapai dalam evaluasi adalah bahwa kaum muda mampu mengerti dengan kesadarannya sendiri, terlebih tentang posisi yang dievaluasinya.

(50)
(51)

32

ST. ANTONIUS KOTABARU YOGYAKARTA

Setelah bab sebelumnya menguraikan pokok-pokok tentang Ignasius Loyola sebagai pendidik iman dan Pedagogi Ignasian melalui inspirasi Latihan Rohani, maka pada bab ini penulis secara khusus memaparkan kondisi dan tantangan iman kaum muda beserta jawabanya di Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta. Sebagaimana fokus uraian pada bab II yang menekankan proses pembinaan iman khususnya pada spiritualitas Ignasian sebagai pendidik iman, maka dalam konteks pendewasaan iman penulis lebih membatasi dalam fokus kaum muda pada kondisi dan tantangan iman beserta jawabannya melalui Pedagogi Ignasian dalam praksis kehidupan di paroki. Kondisi dan tantangan iman kaum muda merupakan keadaan yang kompleks. Penulis lebih menempatkan kerangka pembahasan pada salah satu aspek penting yaitu Pedagogi Ignasian sebagai jawaban terhadap kondisi dan tantangan iman kaum muda. Fokus inilah yang menjadi arah setiap pokok bahasan dalam bab ini.

(52)
(53)

A. Gambaran Umum Paroki St. Antonius Kotabaru

Pada bagian gambaran umum Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta akan diuraikan tentang sejarah singkat Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta dengan lima tahap yang mewarnai perkembangan Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta tersebut yaitu; pertama tahap perintisan, kedua tahap pertumbuhan, ketiga tahap pergumulan, keempat tahap perkembangan, dan kelima tahap pematangan, serta letak geografis, jumlah perkembangan umat, situasi sosial ekonomi umat, pendidikan umat, jumlah perkembangan kaum muda, dan pendidikan kaum muda.

1. Sejarah Singkat Paroki St. Antonius Kotabaru

a. Tahap perintisan

(54)

Karena perkembangan umat semakin banyak, maka didirikan Gereja (Gereja Kolese) dan diresmikan pemakaiannya 26 September 1926 oleh Mgr. A. Van Velsen SJ, Uskup Jakarta yang membawahi Jateng dan DIY. Gereja diberi nama St. Antonius atas permintaan pemberi dana dari Belanda. Rencana semula, Gereja tersebut punya sayap ke utara dan selatan. Tetapi realisasi sayap utara baru terlaksana pada waktu pastor FX. Wirjapranata, SJ sebagai parsor kepala ( PPDP- Gereja St. Antonius Kotabaru, 2006:V).

Pada mulanya Gereja St. Antonius Kotabaru adalah gereja Kolese, maka Rektor Kolese sekaligus menjabat pastor kepala. Di Gereja ini pula para frater (calon Iman SJ) dilatih berkotbah, membantu liturgi, melatih misdinar, dan melatih koor. Di Gereja ini pula dari tahun ke tahun, sampai sekarang menjadi tempat tahbisan Imam-imam Serikat Yesus ( PPDP- Gereja St. Antonius Kotabaru, 2006:V).

(55)

Sampai 1933, Gereja St. Antonius Kotabaru masih berstatus sebagai Stasi Senopati, Loji Kecil. Baru 1 Januari 1934 terpisah dari Paroki Senopati, namun tetap milik Kolese.

b. Tahap Pertumbuhan

Menurut pastor J. Strater, SJ cara efektif mengembangkan iman adalah melalui sekolah-sekolah. Para wanita Belanda mendirikan sekolah Melania (kini SDK Gayam). Mereka yang masuk Katolik rata-rata dari kalangan menengah ke bawah. Jumlah umat Gereja St. Antonius Kotabaru makin berkembang, sehingga harus dibentuk stasi-stasi, antara lain: Mlati, Somohitan, Sedayu, Ganjuran, Gamping, Wonosari, Baciro dan Kalasan ( PPDP- Gereja St. Antonius Kotabaru, 2006:VI).

c. Tahap Pergumulan

(56)

lingkungan-lingkungan. Mereka sebagai Ketua Lingkungan, merangkap pemimpin ibadat dan Katekis.

Setelah proklamasi kemerdekaan RI, Gedung seminari (STKat) yang semula menjadi kantor Pemerintah Jepang, beralih menjadi Kantor pemerintahan RI. Dan ketika pemerintah pusat pindah ke Yogyakarta, gedung STKat menjadi kantor Departemen Penerangan dan Pertahanan.

(57)

d. Tahap Perkembangan

Koor-koor yang biasanya diisi oleh frater-frater Kolsani, oleh pastor C. Carri SJ, diserahkan ke koor lingkungan (1958-1962). Oleh pastor A. Prajasuto, SJ (1969-1972) tikar-tikar diganti bangku. Sejak 1966 Paroki Kotabaru mempunyai pastoran di Jl I Dewa Nyoman Oka 18, dibeli dari asuransi Bumi Putera 1912. Tahun 1967 Kolese Ignasius menyerahkan Gereja kepada Paroki Kotabaru, tetapi pemisahan sepenuhnya baru awal tahun 1975, dimana pastor paroki tidak tinggal lagi di Kolese, melainkan di pastoran.

Tahun 1972, oleh pastor W. Van Heusden, SJ, tempat koor dipindah dari balkon ke samping altar seperti sekarang sewaku pastor C. Harsosuwito, SJ menjadi Pastor Kepala (1972-1976).

e. Tahap Pemantapan

(58)

Pastor FX. Wiryopranata, SJ diganti oleh pastor Theo Prayitna, SJ. Beliau memperkenalkan kelompok Marriage Encaounter (ME), dengan harapan dari keluarga-keluarga muncul panggilan menjadai imam, bruder, atau suster. Tetapi dengan dipindahkan pastor Theo Prayitna, SJ tahun 1988, gerakan ME pelan-pelan redup.

Pastor M. Windyatmaka, SJ (1988-1990) mengantikan pastor Theo Prayitna, SJ. Gedung Paroki Widyamandala dibongkar dan dibangun dan tetap diberi nama semula, yaitu Gedung Karya Sosial Widyamandala. Dengan selesainya pembangunan gedung, para donatur pembangunan GKS, membentuk kelompok yang dinamai Komunitas Penyegaran hidup (KPH) yang bergerak di bidang sosial dan tetap hidup sampai sekarang.

Pastor H. Gundhart Gunarto, SJ (1990-1995) mengantikan Pastor M. Windyatmaka, SJ. Ekaristi dengan iringan gamelan mulai digalakkan dan dibelilah seperangkat gamelan pelog. Di samping itu pelukisan dinding-dinding Gereja dengan nuansa inkulturasi.

(59)

karena Misa dipahami sebagai ritus yang kaku, sedangkan Ekaristi sebagai perayaan syukur. Status lingkungan sejajar dan setara dengan komunitas-komunitas lainnya.

Gebrakan lainnya adalah memunculkan istilah Gereja Kaum Muda. Hal ini karena memang sebagian besar yang mengikuti Ekaristi di Gereja Kotabaru adalah Kaum Muda. Bagaikan jamur di musim hujan, munculah serentak banyak komunitas yang beranggotakan Kaum Muda, mulai liturgi sampai hobi, misalnya Komunitas penggemar ikan hias. Juga didirikan komunitas peduli kesehatan yang dinamai POSKES dan relawan peduli pengasuhan anak-anak balita yang orang tuannya bekerja yang dinamai Taman Penitipan anaka Grha asih anak. Permasalahan Pokok adalah tidak adanya pendampingan terhadap komunitas-komunitas tersebut. Maka satu persatu mulai tidak aktif dan bubar.

Kotabaru dikenal dengan nyanyian-nyanyiannya yang berbeda dengan Madah Bakti dan Puji Syukur. Umat diajak untuk berkarya menciptakan lagu-lagu baru untuk Ekaristi. Buku kumpulan lagu-lagu tersebut diterbitkan dengan nama Kidung Ekaristi. Liturgi Ekaristi dibuat kontekstual oleh tim kerja liturgi sehingga tidak terasa membosankan.

(60)

merenovasi gereja paska gempa 27 Mei 2006 dimana terjadi gempa Yogya dengan sekala 5,9 sekala richter. Liturgi ekaristi meneruskan apa yang sudah ada, dan memberi penekanan pada kualitas isinya. Sakramen tobat mendapat perhatian khusus. Setiap hari jumat sepanjang tahun mulai jam 16.00 sampai selesai umat diberi kesempatan menerima sakramen tobat di gereja. Pastor Maximianus Sriyanto, SJ digantikan oleh pastor Murtrisunu Wisnumurti, SJ tahun 2006 sampai sekarang.

2. Letak Geografis

(61)

3. Jumlah Perkembangan Umat

a. Komunitas Teritorial

Komunitas Teritorial adalah paguyuban umat beriman yang bersekutu berdasarkan kedekatan tempat tinggal, dengan batas-batas teritori yang sudah ditentukan, dengan jumlah antara 10-50 kepala keluarga (KK) dan biasa disebut lingkungan. Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta terdiri dari 24 Lingkungan, yaitu Lingkungan: Bernadeta-Sendowo Blimbingsari, Thomas Aquino-Bulaksumur, Paulus-Terban timur, Mateus-Terban barat, Yosef Benedictus-Sagan utara, Elisabet-Sagan selatan, Veronika-Purbonegaran, Petrus-Kotabaru, Yosephus-Klitren utara, Ignasius-Danukusuman utara, Yakobus-Danukusuman selatan, Maria Asumta-Mangkukusuman utara, Maria Imacullata-Asumta-Mangkukusuman selatan, Theresia Avilla-Bausasran, Theresia-Bausasaran, Agustinus-Lempuyangan, Yohanes-Tukangan, Servasius-Tegal Panggung, Yohanes Paulus-Tukangan, Yusuf-Ledok Tukangan, Aloysius-Ledok Macanan, Pancratius-Gemblakan Atas, Stefanus-Gemblakan Bawah, Gregorius-Cokrodirjan [Lampiran 2: (2)].

b. Komunitas Kategorial

(62)

Karismatik, Legio Maria, Perpustakaan). Kriteria komunitas kategorial di Paroki Santo Antonius Kotabaru adalah; pertama mempunyai pengurus, anggota, dan program kerja, kedua mempunyai aktifitas yang berkelanjutan, mengambil bagian atau berpartisipasi aktif dalam tugas pelayanan gerejani dan pengembangan Paroki pada umumnya, serta yang ketiga bersedia dikoordinasi dalam bidang Dewan Paroki St. Antonius Kotabaru sesuai dengan fungsi dan pengembangan sumber daya manusia (PPDP-Gereja St. Antonius Kotabaru).

Menurut survey tahun 2008, umat Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta berjumlah kurang lebih 3041 orang, dengan perincian 18% atau 551 orang bersetatus bapak, 25% atau 762 orang bersetatus ibu, 43% atau 1316 bersetatus anak, 5% atau 150 orang bersetatus lain-lain seperti kakek, nenek, keponakan, cucu, dan 9% atau 262 orang bersetatus anak kos. Dilihat dari faftor usia, umat berusia 70 tahun ke atas berjumlah 180 orang atau 6%, berusia 55-59 tahun berjumlah 25-39 tahun berjumlah 695 orang atau 22%, berusia 18-24 tahun berjumlah 536 orang atau 18%, berusia 13-17 tahun berjumlah 242 orang atau 8%, berusia 6-12 tahun berjumlah 243 orang atau 85, dan berusia 1-5 tahun berjumlah 117 orang atau 4% [Lampiran 3: (3)].

4. Situasi Sosial Ekonomi Umat

(63)

lainnya bersifat campuran antar kalangan atas, menengah, dan bawah [Lampiran 8: (2)]. Data survei umat tahun 2008 menunjukan bahwa umat yang saat ini mengganggur 5% atau 92 orang, pegawai negeri sipil 6% atau 109 orang, dosen 1% atau 23 orang, guru 2 % atau 31 orang, bekerja di kantor-kantor atau perusahaan swasta 37% atau 610 orang, wiraswasta 18%, ibu rumah tangga tanpa pekerjaan tambahan diluar rumah 22% atau 384 orang, ABRI/POLRI 0,17% atau 3 orang, dan pensiunan berjumlah 92 orang atau 5% [Lampiran 3: (4)-(5)].

5. Pendidikan Umat

(64)

tinggkat D2 sampai S2 32% atau 334 orang, pelajar SLTA 20 % atau 214 orang, pelajar SLTP 12% atau 124 orang, pelajar SD/TK 25 % atau 260 orang, kursus 1 orang, dan belum sekolah 10 % atau 107 orang [Lampiran 3: (5)].

6. Jumlah Perkembangan Kaum Muda

Jumlah kaum muda warga asli Paroki St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta sebanding dengan kaum muda yang kos [Lampiran 3: (3)]. Menurut data survay umat teritorial Paroki St. Antonius kotabaru, Yogyakarta tahun 2008, kaum muda yang kos berjumlah kurang lebih 262 orang atau 9% dari umat asli. Sedangkan dilihat dari segi umur kaum muda yang berusia 18-24 tahun berjumlah 536 dan yang berusia 13-17 tahun berjumlah 242 orang [Lampiran 3: (3)].

7. Pendidikan Kaum Muda

(65)

B. Gambaran Situasi Umum Kaum Muda Dalam Gereja 1. Pengertian Kaum Muda

Kata “kaum muda” dipergunakan untuk menunjuk kaum, golongan, atau kelompok yang muda usia yang berumur antara 15 tahun sampai 21 tahun (Mangunhardjana, 1989: 12). Kaum muda adalah remaja setingkat SMTA maupun tingkat Perguruan Tinggi (Shelton, 1988b: 15). Tangdilintin (1984: 5) mengutip pandangan Riberu mengenai definisi kaum muda yang mengatakan bahwa kaum muda sebagai:

Kelompok umur sexenium ketiga dan keempat dalam hidup manusia (± 12-24 tahun). Bagi yang bersekolah, usia ini sesuai dengan usia Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi. Ditinjau dari segi sosiologis, sering kali patokan usia di atas perlu dikoreksi dengan unsur status sosial seseorang dalam masyarakat tertentu (= kedewasaan psikososiologis). Status sosial yang dimaksudkan ialah hak dan tugas orang dewasa yang diberikan kepada seseorang sesuai dengan tata kebiasaan berkeluarga. Unsur status sosial ini menyebabkan seseorang yang menurut usianya masih dalam jangkauan usia muda-mudi, bisa dianggap sudah dewasa dan sebailknya orang yang sudah melampaui usia tersebut masih dianggap muda-mudi.

2. Ciri-ciri Kaum Muda dalam Gereja pada Umumnya

(66)

dengan kaum muda lainnya berbeda-beda, tergantung dengan situasi hidup di sekitarnya.

a. Mengalami Masa Pertumbuhan Fisik

Kaum muda dalam periode ini mengalami perubahan-perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang cepat (Shelton, 1988a: 10). Anak perempuan ditandai dengan datangnya mens pertama dan pertumbuhan dada, sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah, otot semakin kuat, perubahan suara, dan pertumbuhan kumis (Pratiwi, 1986: 17-18). Berkat perubahan fisik tersebut, anak laki-laki makin menampilkan diri sebagai pria dan anak perempuan sebagai wanita (Mangunhardjana, 1989: 12).

(67)

b. Mengalami Masa Perkembangan Mental

Perkembangan mental kaum muda dapat dilihat pada gejala perubahan dalam perkembangan intelektual dan cara berpikirnya. Kaum muda mulai meninggalkan cara berpikir sebagai kanak-kanak dan mulai berpikir sebagai orang dewasa. Hal ini terlihat pada kata-kata yang mereka ucapkan dan pertambahan kosa kata yang mereka pergunakan (Mangunhardjana, 1989: 13). Dalam tingkat intelektual, menurut Armand Nicholi, seperti yang dikutip oleh Shelton, biasanya kaum muda dalam tahap ini sedang mengembangkan kemampuan untuk berefleksi, berpikir kritis, dan kreatif (1988a: 11). Dengan kecakapan berpikir kritis, kaum muda menggali pengertian tentang diri mereka sendiri, membentuk gambaran diri mereka, dan mengolah panggilan hidup mereka (Mangunhardjana, 1989: 13). Mereka mulai berpikir lebih abstrak dan mulai mempertanyakan makna dan tujuan hidupnya. Hal ini membuat mereka berpikir secara serius tentang masalah-masalah filosofis dan religius (Shelton, 1988a: 11). Mereka juga membutuhkan kesempatan untuk menyatakan diri atau membuktikan diri bisa berbuat sesuatu supaya diakui keberadaannya (Tangdilintin, 1984: 8).

c. Mengalami Masa Perkembangan Sosial

(68)

dinomor-satukan (Zulkifli, 1987: 90). Perkembangan sosial kaum muda menurut Mangunhardjana (1989: 14):

menyangkut perluasan jalinan hubungan dengan orang lain. Dengan lewatnya umur kanak-kanak dan berkat pertumbuhan fisik mereka, pergaulan kaum muda tidak terbatas lagi dengan orang-orang dalam lingkungan keluarga, tetapi meluas ke teman-teman sebaya, orang-orang di lingkungan tempat tinggal dan masyarakat luas. Masalah-masalah penting yang dihadapi kaum muda sehubungan dengan perkembangan sosial ialah masalah-masalah di sekitar pergaulan mereka dengan teman-teman seperti: cara masuk dalam kelompok, bergaul dengan kelompok, sikap serta cara menghadapi pengaruh-pengaruh kelompok, dan peranan mereka dalam kelompok, seperti: penerimaan diri oleh kelompok, penghargaan kelompok, dan macam keterlibatan yang diberikan kepada mereka oleh kelompok.

Selain keinginan untuk terlibat dalam hubungan kelompok, kaum muda juga mendambakan suatu tanggung jawab yang penuh dalam partisipasi hidup menggereja dan memasyarakat (Tangdilintin, 1984: 9).

(69)

d. Mengalami Masa Perkembangan Emosional

Perkembangan emosional kaum muda nampak pada semangat mereka yang meletup-letup, perpindahan gejolak hati yang cepat, munculnya sikap-sikap masa bodoh, keras kepala, dan tingkah laku yang tidak jarang hingar-bingar (Mangunhardjana, 1989: 14). Mereka juga berciri dinamik, penuh dengan emosi, semangat meluap, senang bertualang, bereksperimen dalam upaya mencari nilai-nilai baru, dan tak mau didikte (Tangdilintin, 1984: 7). Keadaan remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon (Zulkifli, 1987: 89). Armand Nicholi, seperti yang dikutip oleh Shelton, mengungkapkan bahwa kaum muda biasanya mudah hanyut di dalam ungkapan-ungkapan emosional yang tak menentu (1988a: 11). Ungkapan-ungkapan emosional tersebut merupakan letupan isi hati mereka. Dengan munculnya berbagai letupan hati itu, lama kelamaan mereka dapat memahami arti kata-kata yang berhubungan dengan perasaan-perasaan positif, seperti: bahagia, senang, bersemangat, puas, berani, cinta, optimis, percaya diri, terharu, terdukung, bangga, diterima, dan perasaan-perasaan negatif seperti: sedih, jemu, tak bersemangat, marah, malu, bingung, sepi, takut, pesimis, cemas, serta apatis (Mangunhardjana, 1989: 14).

e. Mengalami Masa Perkembangan Religius

(70)

tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh atas diri mereka. Pada umur menjelang dewasa kaum muda mulai mempertanyakan ajaran, praktek agama, bahkan Tuhan yang mereka akui selama ini (Mangunhardjana, 1989: 15). Maka pada periode ini sebaiknya kaum muda perlu mendapatkan bimbingan dan informasi yang jelas tentang nilai-nilai agama yang akan mereka pakai sebagai dasar hidupnya kemudian (Shelton, 1988a: 17).

f. Mengalami Masa Perkembangan Moral

(71)

3. Kekhasan Kaum Muda di Paroki St. Antonius Kotabaru

Paroki St. Antonius Kotabaru adalah parokinya kaum muda, kaum muda itu tergabung dalam kaum muda Teritorial dan Kategorial. Kaum muda Teritorial adalah kaum muda yang berada dalam lingkungan yang ada di wilayah teritori Paroki St. Antonius Kotabaru. Sedangkan kaum muda yang tergabung dalam komunitas Kaum muda Kategorial adalah komunitas kaum muda yang berasal dari luar teritori wilayah paroki St. Antonius Kotabaru. Ironinya 73% berasal dari luar teritori St. Antonius Kotabaru. Banyak faktor yang menyebabkan kaum muda ini berkumpul di Paroki St. Antonius Kotabaru. Di antaranya kaum muda yang merasa tersingkir dari gerejanya dan tidak dapat mengambil bagian dalam pelayanan di parokinya oleh bermacam tantangan.

Kaum muda yang berkumpul di paroki St. Antonius Kotabaru memiliki ciri khas yang berbeda dengan kaum muda yang lain. Cirikhas ini diperlihatkan kaum muda dalam segala bentuk pelayanan di paroki ini. Gagasan ini muncul pada pengembalaan Pastor Widada Prayitna SJ yang mempopulerkan gereja kaum muda. Sebab yang hadir menggereja sebagain besar dari kalangan kaum muda. Hidup mengereja dengan semangat kaum muda itu dapat dilihat dari munculnya komunitas-komunitas kategorial yang beranggotakan kaum muda.

(72)

Kaum Muda (EKM) yang bertujuan membuat ekaristi dengan karakteristik kaum muda yaitu kreatif, dinamis, dan terbuka.

Kekhasan paroki ini juga terlihat dari munculnya keprihatinan dalam dinamika hidup menggereja itu sendiri. Sebuah keprihatinan hidup beriman dapat ditemukan bila kaum muda mau jujur dan bertanya, pada dirinya sendiri dengan kenyataan yang ada di Paroki St. Antonius Kotabaru. Mengapa semua orang muda berkumpul di Paroki St. Antonius Kotabaru. Bukankah lebih dewasa dalam beriman, bila membangun parokinya masing-masing.

Dari keprihatinan inilah penulis berpikir bagaimana mendewasakan iman kaum muda agar iman kaum muda menjadi dewasa sadar akan tanggung jawabnya sebagai anggota gereja dan tidak lari dari tantangan yang ada. Maka dari keprihatinan yang ada, sangat baik apa bila kaum muda mengenali tantangan serta kondisi dalam beriman.

C. Tantangan dan Kondisi Iman Kaum Muda

1. Iman: percaya pada Kristus

(73)

sehingga bersifat lebih menyeluruh dan pribadi. Secara jelas Konstitusi Dei Verbum memberi pengertian yang lebih luas:

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Rom 16:26; lih.Rom 1:5; 2Kor 10:5-6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya

Telaumbanua (1999: 44-45) mengutip Congar menjelaskan bahwa asal-usul kata iman diambil dari kata ibrani he ’ emỉn (dari kata dasar ậman ). Dengan demikian, beriman berarti merasa aman menyerahkan beban atau kelemahan pribadi kepada orang lain, bertopang pada. Secara rohani, beriman berarti menaruh kepercayaan terhadap Allah sumber hidup. Maka beriman kepada Allah berarti membiarkan diri dibawa oleh emeth-Nya, oleh ke-setiaan dan keteguhan yang tidak terguncangkan; berkata amen ( = teguh, kuat, dan pantas dipercaya) kepada Allah, yang setia pada janji-Nya dan yang berkuasa untuk menyatakannya. Dalam perjanjian baru, iman selalu mengandung sifat perpautan pribadi, kesetiaan dan penyerahan diri seluruhnya. Namun di dalamnya ada suatu unsur baru, yakni berpaling bukan saja kepada Allah tetapi juga kepada Kristus, yang adalah wahyu tertinggi. Pengertian baru ini memperlihatkan sifat kompleks iman, lebih dari sekedar penerimaan saleh atau perpautan yang disengaja dan dirasakan tetapi berupa sikap dasar manusia, yang memberi arah baru hidupnya.

(74)

sebagai intisari

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah survei analitiki dengan desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional untuk mengetahui menghubungkan

Indikator ini didukung oleh 2 sub output, yaitu (1) Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan Paket C, yang telah merealisasikan anggaran Rp. Jumlah desa

Tabela 7: Število samozaposlitev po občinah v obdobju 2001 – 2004 Oddelek za prestrukturiranje RTH, 2006 Tabela 8: Število prezaposlitev in samozaposlitev skupaj po občinah v

Pada perlakuan Dolomit dan konsentrasi MOL bonggol pisang dengan dosis yang semakin tinggi menjadikan tanah yang bersifat masam berubah menjadi netral sehingga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara varietas cabai dengan konsentrasi pupuk Bayfolan terhadap tinggi tanaman cabai pada umur 90

Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya maka untuk menghindari hal-hal negatif yang dapat

Berdasarkan hasil analisis data dan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pengunjung NSC Jember sangat memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi faktor dominan anak putus sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun disebabkan