• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONDISI DAN TANTANGAN IMAN KAUM MUDA BESERTA

C. Tantangan dan Kondisi Iman Kaum Muda

2. Tahap-tahap Perkembangan menuju Iman yang Dewasa

Ada beberapa tahap yang harus dilalui menuju iman yang dewasa. Shelton (1999:53-65) mengutip pandangan Fowler mengenai tahap perkembangan iman menjelaskan tahap-tahap perkembangan iman tersebut. Pertama adalah tahap proyektif intuitif, kedua tahap mitis literal, ketiga tahap sintesis konvensional,

keempat tahap reflektif individuatif, kelima tahap iman yang konjungtif, dan yang terakhir iman yang diuniversalkan.

a. Tahap Proyektif Intuitif

Shelton (1999:53) mengutip pandangan Fowler menjelaskan bahwa anak-anak yang berumur antara 4-8 tahun berada dalam Proyektif Intuitif. Tahap ini memberi tekanan besar pada orang-orang lain yang penting dalam hidup anak-anak, terutama pada orang tua sebagai sumber otoritas dalam masalah-masalah agama. Pada tahap ini, anak-anak mengalami kesulitan dalam menentukan sebab dan akibat, melepaskan kenyataan dari khayalan dan memahami urutan berbagai peristiwa. Bagi mereka, simbol dan gambaran mencerminkan kenyataan. Sebagai contoh, gambar bunga secara nyata adalah bunga itu sendiri. Tantangan yang muncul pada tahap ini ialah untuk mengembangkan pemusatan perhatian yang lebih sadar mengenai masa depan.

b. Tahap Mitis Literal

Shelton (1999: 56-57) mengutip pandangan Fowler mengatakan bahwa tahap mistis literal muncul pada waktu anak berumur sekitar 6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun sampai masa menjelang remaja. Tetapi Fowler melihat, bahwa ada beberapa orang dewasa mempunyai pola-pola struktural yang mencerminkan tahap ini. Biasanya tahap ini dimulai pada pertengahan hingga akhir masa kanak-kanak. Pada tahap ini, anak-anak secara bertahap mengarahkan perhatian pada dunia dan

membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata. Anak-anak pada tahap kedua ini juga tampak memiliki dunia pemikiran dan daya khayal sendiri. Secara kognitif, saat itu anak-anak berada dalam tahap konkret opresional. Anak-anak sudah dapat sedikit beragumentasi secara sederhana dan mengembangkan kategori-kategori untuk mengklasifikasikan berbagai pengalaman. Mereka sudah sedikit mampu menguasai lingkungan, meskipun biasanya baru pada taraf konkret. Dengan demikian mereka belum mempunyai kemampuan abstraksi dan refleksi. Anak-anak yang telah mencapai tahap ini memanfaatkan dongeng dan cerita agar dapat menemukan makna pribadi. Kemampuan untuk mengambil peranan juga muncul, karena saat ini anak-anak menyadari bahwa orang lain melihat dan memahami perkara-perkara secara berlainan.

Selama tahap ini, pemegang otoritas bagi anak tak lagi hanya menyangkut orang tua, tetapi juga guru, pemuka agama, kebiasaan dan adat istiadat. Anak-anak sudah sedikit dapat membuat pemikiran pribadi, tetapi masih tunduk pada orang dewasa yang terpercaya pada waktu mengambil keputusan, karena kemampuan untuk refleksi memang belum memiliki. Pada tahap ini, Tuhan dilihat sebagai sesuatu yang setia dan tidak dipersoalkan. Tetapi dunia tetap saja tidak pasti, dan dalam berbagai cara, mereka tidak berdaya dan upacara keagamaan, mereka menemukan rasa aman. Kini mereka dapat mengungkapkan iman mereka sambil menyongsong masa depan dengan segala kemungkinannya.

c. Tahap Sintetis konvensional

Shelton (1999:57-59) mengutip pandangan Fowler mengatakan bahwa tahap ketiga ini mencakup orang muda remaja maupun orang dewasa. Umur rata-rata untuk masuk tahap ini bervariasi antar 12 tahun hingga dewasa. Orang dapat meninggalkan tahap sintesis konvensional pada umur 17 tahun atau 18 tahun, tetapi orang bisa berada di tahap ketiga ini hingga pertengahan atau bahkan akhir masa dewasa mereka.

Ciri khas yang menonjol dari tahap ini yang bertepatan dengan dimulainya masa remaja, ialah perhatianya pada hubungan antar pribadi. Secara singkat bisa dikatakan bahwa dunia dipandang oleh orang muda dari sudut interpersonal. Kalau mereka membicarakan kelompok atau golongan lain, ungkapan-ungkapan mereka menjadi amat personal. Sebagai contoh, kalau mereka berbicara tentang pemerintah, mereka akan menujuk nama pemimpin tertentu (dan ketidaksenangannya) dari pada susunan pemerintah itu sendiri.

Orang muda juga bertindak dengan cara yang menyesuaikan diri. Maksudnya, gagasan-gagasan, harapan-harapan dan pandangan orang lain diinternalisasikan untuk mendukung identitas mereka yang sedang tumbuh. Mereka mulai mempertanyakan atau bersandar pada pandangan orang lain yang penting untuk membantu pembentukan sistem nilai mereka sendiri. Sementera itu, dunia bagi mereka bertambah menjadi semakin kompleks. Ada peran-peran yang harus mereka laksanakan dalam keluarga, kerja, hubungan dengan orang lain, olah raga, dll. Saling

harap antara diri mereka dengan orang lain muncul sejalan dengan hubungan yang makin dalam dengan orang yang dianggap berarti.

Pada tahap ini, kompleksitas dan kurangnya kesepakatan antar tokoh-tokoh penting dapat membawa orang muda pada “pengkotak-kotakan”. Dengan siasat ini, orang muda (atau orang muda dewasa) bertindak secara berlainan di tempat yang berlainan. Jadi mereka membeda-bedakan tingkah laku mereka sesuai dengan berbagai kelompok yang mereka masuki. Otoritas yang berhubungan dengan orang muda pada tahap ini perlu tampil secara “tulus”, “asli” dan “bisa dipercaya”. Kita ketahui betapa responsifnya siswa-siswa SMTA dan mahasiswa tinggkat awal perguruan tinggi terhadap pembimbing yang mereka senangi dan yang hangat dan terbuka terhadap mereka. Masalah ini sangat penting bagi kita, pendamping, yang melayani kaum muda. Sebagaimana telah kita catat, pada tahap ini orang muda mulai membentuk sitem nilai mereka sendiri. Tetapi, meskipun sudah ada daya refleksi kritis yang makin dalam, mereka sering kali masih membutuhkan orang dewasa untuk bimbingan dan nasihat. Hal khusus lain yang penting bagi spiritualitas kaum muda adalah peranan simbol. Simbol dimengerti sebagai lebih daripada sekedar penampilan benda fisiknya, atau nama yang digunakannya seperti misalnya “Tuhan”. Simbol memiliki kualitas pribadi yang jelas. Jadi, Yesus Kristus dapat menjadi sahabat dan teman yang dapat mereka hubungi. Sebagai akibatnya, bagi mereka berhubungan dengan Tuhan menjadi jauh lebih personal

d. Tahap Refleksif Individuatif

Peralihan dari tahap ketiga ke tahap keempat dapat merupakan proses yang berlarut-larut. Saat terjadinya perubahan-perubahan ini dalam garis besarnya mulai bersamaan dengan masa akhir SMTA (17-18 tahun) dan berakhir dalam masa kemahasiswaan perguruan tinggi tingkat awal (20-22 tahun). Fowler menyatakan bahwa banyak orang dewasa berada pada tahap perubahan dari tingkat tiga ke tingkat empat ini dan bahwa proses ini bisa terjadi pada umur 30-an atau 40-an tahun.

Ketika memasuki perguruan tinggi, orang muda mendapatkan kemungkinan-kemungkan iman yang cukup matang dan reflektif. Perubahan ke tingkat empat memungkinkan mereka memulai memandang iman yang semakin “menjadi milik sendiri”. Selanjutnya iman itu tidak hanya lebih personal, tetapi menghantar untuk ungkapan iman yang konstan dan kohern. Mereka mulai mempertanggungjawabkan ungkapan iman yang masuk akal dan logis. Mahasiswa tingkat-tingkat awal tidak hanya merasa butuh memperdalam refleksi imannya, tetapi juga butuh keterbukaan pada pengalaman-pengalaman masa kini dan mendatang.

Orang muda yang telah mencapai tahap itu ditantang untuk merenungkan secara kritis hidup dan makna hidup mereka. Pada saat perubahan dari tahap ketiga ke tahap keempat inilah “ orang muda atau orang dewasa harus memulai mengangap serius beban pertanggungjawaban atas keterlibatan, gaya hidup, iman dan juga tinggkah laku mereka”.

e. Tahap Iman yang Konjungtif

Pada tahap ini, apa yang diterima sebagai berharga diperiksa tidak hanya dengan hal-hal luar seperti misalnya injil, pendapat para ahli dan semacamnya, tetapi juga dengan batin yang berhubungan dengan yang transenden. Orang menyadari dimensi yang semakin dalam dari persahabatan, loyalitas. Mereka juga menyadari kebutuhan mereka untuk bermasyarakat yang semakin luas; masyarakat tempat mereka menemukan arti.

f. Tahap Iman yang Diuniversalkan

Tahap terakhir digambarkan lewat pribadi-pribadi yang berhasil mencapai tahap itu, misalnya Ibu Teresa Pribadi ini telah mencapai tahap memperlihatkan semangat besar dan keterlibatan untuk mencapai tahap ini memperlihatkan semangat besar dan keterlibatan untuk tuntutan cinta dan keadilan. Pentinglah kita membedakan antar iman kritiani dengan perkembangan iman. Iman kristiani memusatkan perhatian pada isi pokok tertentu, yaitu pesan keselamatan yang dinyatakan lewat sabda dan karya Yesus Kristus. Sedangkan perkembangan iman menyoroti bagaimana seseorang memahami dan mengungkapkan kembali isi iman tersebut, saat ia menjadi dewasa dalam hubungan dan interaksinya dengan lingkungan.

Hendaknya orang tidak diadili atau dinilai dengan tingkat imannya sendiri. Tiap orang menanggapi panggilan rahmat pada saat-saat khusus ketika hubungan dan peristiwa saling menjalin untuk membangun sejarah hidupnya. Anugerah Tuhan

merupakan peristiwa yang sangat personal, yang dikomunikasikan kepada manusia dalam tahap perkembangan yang unik.