• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

F. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

2. Penghitungan PPh Pasal 25 dalam Hal-Hal Tertentu

Perhitungan PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu adalah perhitungan dalam hal:

a. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian

Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 dalam hal wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung dengan dasar perhitungan dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, kemudian dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

b. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur

Penghasilan tidak teratur adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selain dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, dan atau modal, misalnya keuntungan dari pengalihan harta. Sedangkan penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta, dan

30

atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final. Apabila wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka dasarnya perhitungan pajak penghasilan pasal 25 adalah hanya penghasilan neto yang diterima atau diperoleh secara teratur menurut surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu.

c. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan

Apabila surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan (selambat- lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak), maka besarnya pajak penghasilan pasal 25 dihitung sebagai berikut:

1)Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut sampai dengan bulan disampaikannya surat pemberitahuan tahunan yang bersangkutan, besarnya pajak penghasilan pasal 25 adalah sama dengan besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. 2)Wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak

penghasilan, besarnya pajak penghasilan pasal 25 dihitung kembali sebagai berikut:

a) Sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar

31

negeri yang boleh dikreditkan, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.

b)Dalam hal wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi wajib pajak yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan di atas. Perhitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, yaitu 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.

d. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan

Dalam hal wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan, maka besarnya pajak penghasilan pasal 25 dihitung sebagai berikut:

1)Bulan-bulan mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sampai dengan bulan sebelum disampaikan surat pemberitahuan tahunan yang bersangkutan adalah sama dengan besarnya pajak penghasilan pasal 25 yang dihitung berdasarkan perhitungan sementara yang disampaikan oleh wajib pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.

32

2)Setelah wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, besarnya pajak penghasilan pasal 25 dihitung kembali: a) Menurut SPT tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu

dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, kemudian dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT tahunan.

b)Apabila wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi wajib pajak yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Perhitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, yaitu 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.

e. Wajib pajak membetulkan sendiri surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan

Apabila dalam tahun pajak berjalan wajib pajak membetulkan sendiri SPT tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu maka besarnya PPh pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT pembetulan tersebut dan

33

berlalu surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT tahunan. Apabila terjadi besarnya pajak penghasilan pasal 25 yang dihitung berdasarkan pembetulan tersebut lebih besar dari pajak penghasilan pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, maka kekurangan setoran PPh pasal 25 terutang bunga.

f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak

Perubahan keadaan badan usaha atau kegiatan wajib pajak dapat terjadi karena penurunan atau peningkatan usaha. Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya satu tahun pajak (Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep. 537/Pj/2000 tanggal 9 Desember 2000) wajib pajak dapat menunjukkan bahwa pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari pajak penghasilan yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya pajak penghasilan pasal 25, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya pajak penghasilan pasal 25. Apabila dalam 1 (satu) tahun wajib pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan pajak penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari pajak penghasilan yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya pajak penghasilan pasal 25, maka besarnya pajak penghasilan pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan pajak penghasilan yang terutang tersebut oleh wajib pajak sendiri atau pepala Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar.

34 3. Pajak Penghasilan Pasal 25 Lainnya

a. Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru

Wajib pajak baru sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002 yang diberlakukan sejak tanggal 1 April 2002 adalah wajib pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak yang berjalan. Besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak baru dihitung berdasarkan penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dikalikan tarif pajak yang dihasilkan dibagi 12 (dua belas).

b. Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Pengertian wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002 yang diberlakukan sejak tanggal 1 April 2002 adalah wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran. Berdasarkan undang-undang pajak penghasilan, wajib pajak prang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto. wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu harus membayar angsuran pajak penghasilan pasal 25 sebesar 2% dari

35

jumlah berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan yang dibayarkan atas nama dan NPWP wajib pajak masing-masing tempat usaha/gerai (outlet).

G.PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 29

Pajak Penghasilan Pasal 29 adalah pajak penghasilan yang harus dibayar atas kekurangan pembayaran pajak pada akhir tahun pajak (Anastiasa Diana dan Lilis Setiawati, 2009:221). Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 29, apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan disampaikan. Jadi, Pajak Penghasilan pasal 29 adalah pajak yang kurang dibayar pada tahun pajak sebelumnya yang harus dilunasi oleh wajib pajak.

Ketentuan ini mewajibkan wajib pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan undang-undang ini sebelum surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan disampaikan dan paling lambat pada batas akhir penyampaian surat pemberitahuan tahunan.

H.PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu

36

tahun pajak (Waluyo, 2009:87). Ditinjau dari pemungut dan pengelolanya PPh dikategorikan sebagai pajak pusat (negara) yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Ditinjau dari golongannya PPh dikategorikan sebagai pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain dimana pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan.

Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan wajib pajak orang pribadi dalam negeri (Siti Resmi, 2008:155). Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Sehingga, Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak orang pribadi yang berada di dalam negeri.

2. Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Subjek-subjek pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah sebagai berikut:

37 a. Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21

1)Pegawai, yaitu setiap orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasarkan suatu perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

2)Penerima pensiun, yaitu orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima uang pensiun, tabungan hari tua atau tunjangan hari tua. 3)Penerima honorarium, yaitu orang orang pribadi yang menerima atau

memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.

4)Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

5)Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.

b. Tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21

1)Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau

38

pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2)Pejabat perwakilan organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 601/KMK.03/2005 dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

3. Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Objek-objek pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah sebagai berikut:

a. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21

1)Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.

39

2)Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun, atau mantan pegawai secara tidak teratur atau berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap.

3)Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dari upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemagangan yang merupakan calon pegawai.

4)Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau jaminan hari tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja.

5)Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri atas: a) Tenaga ahli, yaitu terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter,

konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b)Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

40

c) Olahraga;

d)Penasihat, pengajajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;

g)Agen iklan;

h)Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu penelitian, dan peserta sidang atau rapat;

i) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; j) Peserta perlombaan;

k)Petugas penjaja barang dagangan; l) Petugas dinas luar asuransi;

m)Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai;

n)Distributor perusahaan, multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya.

6)Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang

41

pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

b. Penghasilan yang tidak dipotong PPh pasal 21

1)Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 2)Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun

yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah.

3)Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

4)Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

c. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 final

1)Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan tunjangan hari tua atau tabungan hari tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.

2)Uang pesangon.

3)Hadiah dan penghargaan perlombaan.

4)Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

42

5)Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan oleh pegawai negeri sipil golongan IId ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.

4. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

a. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan

sejenis, dikenakan tarif pasal 17 undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:

1)Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

2)Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan); dikurangi PTKP.

3)Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai; Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.

43 4)Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis;

penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.

b. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun, dikenakan tarif berdasarkan pasal 17 undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.

c. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh 15% dari perkiraan penghasilan neto.

d. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta

pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 dan atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000 sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.

44 e. Penerima pesangon, tebusan pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari

tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: 1)5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000. 2)10% dari penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000.

3)15% dari penghasilan bruto diatas Rp 100.000.000 s.d. Rp

200.000.000.

4)25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000.

5)Penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000 dikecualikan dari pemotongan pajak.

f. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah dipotong PPh pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Golongan IId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/Ajun Insp./Tingkat I Kebawah.

g. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah:

Tabel 2.2

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

No Keterangan Setahun

1 Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp 15.840.000

2 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp 1.320.000

3 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya

digabung dengan penghasilan suami. Rp 15.840.000

4

Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya, maksimal 3 orang untuk setiap keluarga

Rp 1.320.000

45 h. Tarif pasal 17 undang-undang pajak penghasilan adalah:

Tabel 2.3 Tarif PPh Pasal 17

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 5%

Diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15%

Diatas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25%

Diatas Rp 500.000.000 30%

Sumber : www.pajak.go.id

I. PENELITIAN SEBELUMNYA

Tabel 2.4

Penelitian Sebelumnya

Peneliti Judul Variabel Metodologi Hasil

Rahmadina (2006) Analisis Pengaruh Penerimaan PBB dan BPHTB terhadap Pendapatan Daerah X1 = PBB X2 = BPHTB Y = Pendapatan Daerah -Sampel dari tahun 2002- 2005 -Convenience sampling -Uji klasik dan uji hipotesis, seperti regresi berganda, uji korelasi, uji determinasi, uji F dan uji t

Penerimaan PBB berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan daerah sedangkan penerimaan BPHTB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan daerah Masitoh (2007) Analisis Pengaruh Penerimaan PPh Pasal 21, PBB dan BPHTB terhadap Penerimaan Daerah X1 = PBB X2 = BPHTB X3 = PPh pasal 21 Y = Penerimaan Daerah -Sampel dari tahun 2001- 2005 -Metode analisis regresi berganda -SPSS versi 15.0 Tingkat penerimaan PBB dan BPHTB mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat pendapatan daerah sedangkan PPh pasal 21 tidak

46 Tabel 2.4 (Lanjutan)

Peneliti Judul Variabel Metodologi Hasil

berpengaruh secara signifikan Wahyuni dan Priyo Hari Adi (2009) Analisis Pertumbuhan dan Kontribusi Dana Bagi Hasil terhadap Pendapatan Daerah X1 = Dana Bagi Hasil Pajak X2 = Dana Bagi Hasil SDA Y = Pendapatan Daerah -Data sekunder tahun 2001- 2005 - Sampel 36 kabupaten/ kota di Jawa-Bali -Mengguna- kan formula Pertumbu- han dan Kontribusi -DBH Pajak mengalami pertumbuhan positif, DBH SDA mengalami pertumbuhan negatif -DBH Pajak berkontribusi sedangkan DBH SDA berada di bawah rata-rata secara keseluruhan Timbul Hamonangan Simanjuntak (2009) Kepatuhan Pajak dan Bagi Hasil Pajak dalam Perekono- mian di Jawa Timur X1 = Kepatuhan Pajak X2 = Bagi Hasil Pajak Y=Perekonomian di Jawa Timur - Metode deskriptif kuantitatif - Data sekunder tahun 2001-2006 -Sebagian besar daerah di Jawa Timur memiliki tingkat kepatu- han pajak yang rendah (di ba- wah 50%) yang berdampak pa- da perolehan DBH pajak -DBH pajak selalu mengalami peningkatan tiap tahun Lia Ekowati, Ida Nurhayati dan Nedsal Sixpria (2003) PBB Sebagai Salah Satu Sumber Dana dalam Pembangu- nan Daerah Kota Depok X = PBB Y=Pembangunan Daerah -Analisis Kualitatif -Data Penerimaan PBB 2003 (Januari- Agustus) -PBB semakin efektif sejak kota Depok

Dokumen terkait