III. METODE PENELITIAN
3.4. Pengolahan dan Analisis Data
Tahap awal yang dilakukan sebelum mengolah data adalah
mempelajari literatur yang berkaitan dengan business excellence, PT.
Asuransi MSIG Indonesia dan pengolahan AHP. Setelah mempelajari
literatur, dilakukan identifikasi bentuk kegiatan business excellence melalui
observasi langsung dan wawancara dengan pihak penyusun business
excellence. Identifikasi faktor, aktor, tujuan dan skenario business excellence juga dilakukan melalui wawancara dengan pihak penyusun
business excellence.
Hasil identifikasi faktor, aktor, tujuan dan skenario business
excellence kemudian didiskusikan kembali dengan pakar sehingga digunakan untuk menentukan unsur penyusun struktur hirarki. Struktur hirarki tersebut kemudian digunakan sebagai acuan kuesioner yang akan
dinilai oleh pakar (pakar business excellence di PT. Asuransi MSIG
Indonesia). Nara sumber interview dan penilai kuesioner dipilih secara
sengaja (purposive sampling), dengan pertimbangan pemahaman tentang
implementasi business excellence pada PT. Asuransi MSIG Indonesia
menggunakan teknikAHP.Hingga diperolehhasil pengolahan vertikal yang
menggambarkan keterkaitan dan tingkat pengaruh antara unsur pada satu tingkat hirarki dengan unsur pada tingkat hirarki lainnya. Hasil pengolahan
yang menunjukkan pemilihan skenario business excellence diperoleh dari
pengolahan vertikal. Pengumpulan dan pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 4.
Teknik analisa yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, sebagai sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks, dengan cara menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan untuk memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau peubah ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang pentingnya tiap peubah dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan peubah mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Teknik AHP ini membantu memecahkan persoalan kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil sesuai dengan perkiraan secara intuitif, sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat (Saaty, 1991).
Keuntungan penerapan proses hirarki menurut Fewidarto (1996) adalah :
1. Penyajian sistem secara hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan
bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi prioritas unsur pada level/tingkat di bawahnya.
2. Hirarki memberikan banyak informasi yang lengkap pada struktur dan
gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada level yang lebih tinggi. Unsur-unsur kendala yang terbaik adalah disajikan pada level yang lebih tinggi untuk menjamin bahwa kendala-kendala itu diperhatikan.
3. Hirarki lebih efisien daripada merakit modul-modul secara keseluruhan.
4. Hirarki lebih mantap (stabil) dan lentur (fleksibel). Stabil dalam arti bahwa perubahan yang kecil memilki dampak yang kecil dan lentur dalam hal bahwa penambahan untuk mendapatkan suatu hirarki terstruktur baik yang tidak menggangu kerjanya.
Menurut Saaty (1991), terdapat tiga (3) prinsip dalam memecahkan
persoalan dengan AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decomposition),
prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip
konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah
hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponen-komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi.
Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria berikut :
1. Lengkap
Kriteria harus lengkap, sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan. 2. Operasional
Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi.
3. Tidak berlebihan
Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
4. Minimum
Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk
mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis (Saaty, 1991).
a. Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan
decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur- unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi, karena alasan ini maka proses analisis ini
dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak
memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung dari pengambil keputusan yang menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua (2) jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua unsur pada semua tingkat memiliki semua unsur yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap.
b. Comparatif Judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua (2) unsur pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas unsur-unsur. Hasil dari penilaian ini akan
ditempatkan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise
comparison. Dalam melakukan penilaian terhadap unsur-unsur yang diperbandingkan terdapat tahapan-tahapan, yakni :
1) Unsur mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya). 2) Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya).
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua (2) unsur, perlu dipahami tujuan yang diambil secara umum. Dalam
penyusunan skala kepentingan, Saaty menggunakan patokan seperti dimuat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai skala banding berpasangan
Sumber : Saaty, 1991
Dalam penilaian kepentingan relatif dua (2) unsur berlaku aksioma
reciprocal, artinya jika unsur i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka unsur j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding unsur i. Disamping itu, perbandingan dua (2) unsur yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua (2) unsur yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat m unsur, maka
akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n.
Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2, karena matriks reciprocal dan unsur-unsur diagonalnya
sama dengan 1. Synthesis of Priority dari setiap matriks pairwise
comparison kemudian dicari nilai eigen vector untuk mendapatkan local Intensitas
Kepentingan
Definisi Penjelasan
1 Kedua unsur sama pentingnya Dua unsur memiliki sifat yang sama besar
3 Unsur yang satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya.
Pengalaman dan pertimbangan sedikit mendukung satu unsur di atas yang lainnya.
5 Unsur yang satu esensial atau sangat penting daripada yang lainnya.
Pengalaman dan
pertimbangan dengan kuat mendukung satu unsur atas unsur lainnya.
7 Satu unsur jelas lebih penting dari yang lainnya.
Satu unsur dengan kuat didukung dan memiliki dominan yang sangat kuat dalam prakteknya.
9 Satu unsur mutlak lebih penting dari yang lainnya.
Bukti yang mendukung unsur yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi dan mungkin menguatkan. 2,4,6,8 Nilai-nilai di antara dua
pertimbangan yang berdekatan.
Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.
Kebalikannya
Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan satu aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i.
priority, karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada
setiap tingkat, sehingga untuk mendapatkan global priority harus
dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan unsur-unsur menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.
c. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua (2) makna, pertama (1) adalah obyek- obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua (2) adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat diringkas dalam penjelasan berikut ini :
1) Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan
untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif.
2) Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang
kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.
3) Menyusun prioritas untuk tiap unsur masalah pada tingkat hirarki.
Proses ini menghasilkan bobot unsur terhadap pencapaian tujuan, sehingga unsur dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama (1) pada tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan berpasangan.
Langkah-langkah dalam analisis metode AHP secara umum dibagi dalam delapan (8) langkah (Saaty, 1991), yaitu :
1) Mendefinisikan permasalahan dan merinci pemecahan yang
mutu perusahaan dan kinerja setiap bagian yang ada pada perusahaan untuk mencapai tujuannya. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan cara wawancara kepada pihak terkait. Setelah ditentukan fokus
analisis, selanjutnya ditentukan komponen-komponen dan
pendefinisian masing-masing komponen.
2) Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara
menyeluruh. Setelah komponen-komponen dari fokus analisis diketahui, lalu dilakukan pembuatan hirarki. Hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Pembuatan hirarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Penyusunan hirarki terdiri dari beberapa tingkatan, dari seperangkat peubah. Pada fokus identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan seperti tingkat satu (1) adalah fokus sasaran atau cita-cita utama, tingkat dua (2) adalah faktor atau kriteria masalah, tingkat tiga (3) adalah aktor atau pelaku, tingkat empat (4) merupakan obyektif atau tujuan yang ingin dicapai yang sesuai dengan sasaran pada tingkat satu (1) dan di tingkat lima (5) adalah skenario atau alternatif kegiatan atau tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah yang ada. Contoh struktur hirarki dari identifikasi permasalahan mutu dapat dilihat pada Gambar 4.
Tingkat 1
Fokus/ Ultimate Goal Tingkat 2
Faktor/ Kriteria Masalah
Tingkat 3 Aktor/ Pelaku
Tingkat 4
Tujuan/ Penyebab Masalah Tingkat 5 Skenario/ Alternatif A1 A2 A3 A4 T1 T2 T3 T4 F1 F2 F3 F4 Identifikasi Masalah (UG) S1 S2 S3 S4
3) Menyusun Matriks Gabungan
Matriks gabungan berpasangan adalah matriks yang membandingkan bobot unsur dalam suatu hirarki dengan unsur-unsur dalam hirarki atasnya.
4) Mengumpulkan semua pertimbangan yang dilakukan dari hasil
perbandingan yang diperoleh pada langkah tiga (3). Setelah matriks perbandingan berpasangan antar unsur dibuat, selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap unsur pada kolom ke-i dengan setiap unsur pada baris ke-j, yang berhubungan dengan fokus identifikasi permasalahan. Pembandingan berpasangan antar unsur- unsur tersebut dilakukan dengan pertanyaan: “seberapa kuat unsur pada baris ke-i didominasi, dipengaruhi, dipenuhi atau diuntungkan
oleh fokus permasalahan, dibandingkan dengan kolom ke-j ?” jika
unsur-unsur yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah “seberapa lebih mungkin suatu unsur baris ke-i dibandingkan dengan unsur kolom ke-j, sehubungan
dengan fokus ?”. Menurut Saaty (1991), untuk mengisi matriks
banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 3. Pengisian Matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah.
5) Memasukkan nilai-nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang
diagonal utama. Angka 1-9 digunakan bila F1 lebih mendominasi atau dipengaruhi sifat G dibandingkan dengan F2, sedangkan F1 kurang mendominasi atau mempengaruhi dibandingkan F2 maka digunakan angka kebalikannya.
6) Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan
dalam hirarki tersebut.
Pembandingan dilanjutkan untuk semua unsur pada setiap tingkat keputusan yang terbatas pada hirarki, berkenaan dengan kriteria unsur di atasnya. Matriks pembandingan dalam model AHP dibedakan menjadi :
i) Matriks Pendapat Individu (MPI)
Matriks ini merupakan matriks hasil pembandingan yang dilakukan oleh individu, dengan unsur yang disimbolkan dengan aij, yaitu unsur matriks pada baris ke-i dalam kolom ke-j (Tabel 4).
Tabel 4. Matriks pendapat individu (Saaty, 1991)
G A1 A2 A3
...
An A1 a11 a12 a13...
a1n A2 a21 a22 a23...
a2n A3 a31 a32 a33...
a3n...
...
...
...
...
...
An an1 an2 an3...
amnii) Matriks Pendapat Gabungan (MPG)
Matriks yang terdiri dari susunan baru yang unsurnya (gij) berasal dari rataan geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10% dan setiap unsur pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik (Tabel 5).
Tabel 5. Matriks pendapat gabungan (Saaty, 1991)
G G1 G2 G3
...
Gn G1 g11 g12 g13...
g1n G2 g21 g22 g23...
g2n G3 g31 g32 g33...
g3n...
...
...
...
...
...
Gn gn1 gn2 gn3...
gmnRaatan geometrik dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
, dimana... (1)
Gij = unsur MPG baris ke-i, kolom ke-j
k = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi persyaratan
= perkalian dari unsur k = 1 sampai k = m
7) Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor
prioritas. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua (2) tahap, yang dilakukan setelah mengisi MPI dan MPG, yaitu :
i. Pengolahan horizontal
Pengolahan digunakan untuk menyusun prioritas unsur keputusan untuk satu (1) level hirarki keputusan terhadap unsur yang berada satu (1) level di atasnya. Tahapan yang harus ditempuh sebagai berikut :
i) Pengolahan baris (Zi) dengan menggunakan rumus :
, dimana... (2)
ii)Perhitungan vektor prioritas dengan rumus:
, dimana... (3) VPi = unsur vektor prioritas ke-i
iii)Perhitungan nilai eigen maksimum dengan menggunakan rumus
VA = aiVPi dengan VA = (VAi)
VA = VB = Vektor antara
ii. Pengolahan vertikal
Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap unsur pada tingkat hirarki keputusan terhadap sasaran utama.
dengan VB = (VABi)
Untuk i = 1, 2, 3,..., n... (4)
Zi = unsur pendapat gabungan
N = jumlah unsur i,j = 1,2,3,....,n
Hasil akhir dari pengolahan vertikal ini merupakan bobot prioritas pengaruh setiap unsur pada tingkat keputusan paling bawah terhadap sasaran utama. Rumus yang digunakan adalah :
... (5)
Untuk p = 1,2,3,...,n q = 1,2,3,...,n
Dimana:
NPHpq (t,q-1) =Nilai prioritas pengaruh unsur ke-p tingkat ke-q terhadap unsur ke-t pada tingkat di atasnya (q-1), nilai diperoleh dari pengolahan horizontal.
NPTt(q-1) =Nilai prioritas pengaruh unsur ke-t pada tingkat
ke (q-1) terhadap sasaran utama.
r =Jumlah unsur yang ada pada tingkat ke-q
s =Jumlah unsur yang ada pada tingkat (q-1)
q =Tingkat/level dalam hirarki.
Kedua (2) proses pengolahan di atas dapat dilakukan pada MPI dan MPG. Pengolahan vertikal dapat dilakukan setelah pengolahan horizontal selesai dilakukan, dengan syarat MPI atau MPG memenuhi persyaratan rasio konsistensi (CR). Rasio konsistensi diperoleh dari nilai perbandingan antara indeks konsistensi (CI) dengan nilai indeks acak (RI). Jika nilai rasio konsistensi (CR) ≤ 0,1 (10%), maka tingkat konsistennya baik dan dapat diterima.
Tingkat konsistensi (CI) dirumuskan dengan (Ferwidarto, 1996) : , dimana... (6)
λmax= Eigen Value maksimum
n = Jumlah unsur yang diperbandingkan Nilai nisbah konsistensi diperoleh dari:
RI = Random indeks, yang merupakan nilai yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory dari matriks yang berorde 1- 15 dengan menggunakan contoh berukuran 100 (Tabel 6).
Tabel 6. Nilai RI utuk matriks berukuran n(1-15)
N 1 2 3 4 5 RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 N 6 7 8 9 10 RI 1.24 1.34 1.41 1.45 1.49 N 11 12 13 14 15 RI 1.51 1.48 1.56 1.67 1.59
Jika indeks konsistensi terlalu tinggi, maka dicari simpangan RMS
, dimana... (8)
ai....an = set angka hasil percobaan bi...bn = set angka yang diketahui n = set jumlah unsur/percobaan
8) Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki.
Langkah terakhir adalah mengevaluasi setiap indeks konsistensi untuk seluruh hirarki dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang bersangkutan dengan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan persyaratan sejenis menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, pada setiap indeks inkonsistensi acak dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hirarki bernilai kurang dari atau sama dengan 10%. Menurut Fewidarto (1996), apabila index konsistensi
cukup tinggi dapat dilakukan revisi judgement, yaitu dengan mencari
deviasi maksimal RMS (Root Mean Square) dari barisan aij dan
Maxi ………... (9) Dari hasil perhitungan rumus di atas, dipilih unsur matriks yang memiliki selisih absolut terbesar dengan perbandingan bobotnya dan unsur aij tersebut diganti dengan wi/wj. Penggunaan revisi judgement ini sangat terbatas, mengingat akan terjadinya distorsi pada jawaban sebenarnya.
Pengolahan data kualitatif untuk analisis implementasi business
excellence menggunakan analisis deskriptif berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan. Data yang terkumpul kemudian diproses
dengan menggunakan program komputer Expert Choice 11 dan
Microsoft Office Excel 2007 (Gambar 5).
Gambar 5. Diagram alir pengolahan dan analisis data
Pengecekan CI untuk semua MPI dengan Expert Choice 11
Penggabungan MPI yang memenuhi syarat CI kurang lebih sama dengan 10% dalam setiap tingkatan menjadi MPG dengan
menggunakan Expert Choice 11.
Menghitung bobot prioritas semua MPG dalam setiap tingkat