KAJIAN IMPLEMENTASI
BUSINESS EXCELLENCE
PADA
MUTU JASA DI PT. ASURANSI MSIG INDONESIA
Oleh
ELIS LISNAWATI
H24070078
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
RINGKASAN
ELIS LISNAWATI. H24070078. Kajian Implementasi Business Excellence Pada
Mutu Jasa Di PT Asuransi MSIG Indonesia. Di bawah bimbingan H. MUSA
HUBEIS.
Dalam rangka menghadapi persaingan dan tuntutan terhadap pelaksanaan bisnis yang baik, PT. Asuransi MSIG Indonesia memfokuskan mutu jasa melalui
pendekatan Business Excellence at MSIG (BE@M) sebagai perluasan dari mutu
jasa dengan orientasi kepuasan konsumen. PT. Asuransi MSIG Indonesia
diharapkan dapat memberikan jasa asuransi dengan mutu terbaik, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan produktivitas penjualan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1)mengetahui penerapan business excellence
pada PT. Asuransi MSIG Indonesia, (2) menganalisis faktor, aktor dan tujuan
yang mempengaruhi implementasi business excellence pada PT. Asuransi MSIG
Indonesia, serta (3) mengetahui langkah alternatif yang tepat dan efektif
diterapkan pada kegiatan business excellence di PT. Asuransi MSIG Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung dan wawancara, serta penyebaran kuesioner kepada para pakar dari PT. Asuransi MSIG Indonesia. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, internet, skripsi terdahulu dan beberapa literatur
yang terkait. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analytical
Hierarchy Process (AHP) yang diproses dengan menggunakan program komputer
Expert Choice 11 dan Microsoft Office Excel 2007.
Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan business excellence dalam
peningkatan kinerja sasaran mutu yang dilakukan saat ini di PT. Asuransi MSIG Indonesia meliputi penyusunan hasil mutu obyektif pada semua bagian perusahaan, memonitor, meninjau kembali dan menganalisa mutu kinerja masing-masing bagian pada perusahaan, merekomendasi perbaikan sasaran mutu per kuartal, menindaklanjuti kesenjangan kinerja atau ketidakpatuhan, pertukaran pengetahuan mengenai tolak ukur sasaran mutu antar wilayah. Hal tersebut
dilaksanakan melalui perangkat kerja utama dari business excellence di PT.
Asuransi MSIG Indonesia, yaitu aktivitas ISO 9001 : 2008, suara konsumen, i-action dan i-suggest. Faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan business excellence adalah kepemimpinan (0,329). Aktor yang mempunyai pengaruh
paling dominan dalam penyusunan business excellence adalah Manajemen
Business Unit (0,348) dan tujuan penerapan business excellence yang paling ingin
dicapai PT Asuransi MSIG Indonesia adalah service excellence (0,437).
Dari analisis didapatkan skenario survei suara karyawan (0,228), core
KAJIAN IMPLEMENTASI
BUSINESS EXCELLENCE
PADA
MUTU JASA DI PT. ASURANSI MSIG INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian tugas akhir
untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ELIS LISNAWATI
H24070078
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Kajian Implementasi Business Excellence pada Mutu Jasa di PT Asuransi MSIG Indonesia
Nama : Elis Lisnawati
NIM : H24070078
Menyetujui,
Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA) NIP : 19550626 198003 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen
(Dr. Ir. Jono M Munandar, M.Sc) NIP : 19610123 198601 1 002
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua (2) dari tiga (3) bersaudara pasangan Edi
Juswadi dan Odah Saodah. Bogor merupakan kota kelahiran penulis tepatnya
pada tanggal 9 Mei 1989.
Penulis mengawali pendidikan formal di TK Anggaraeni pada tahun
1994-1995. Pada tahun 1995-2001, penulis meneruskan pendidikannya di SD Negeri
Panaragan 1 Bogor dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun
2001-2004 di SMP Negeri 4 Bogor. Penulis menempuh pendidikan menengah atas pada
tahun 2004-2007 di SMA Negeri 6 Bogor.
Penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007, diterima sebagai mahasiswa Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dengan supporting course.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
antara lain sebagai sekertaris divisi public relation, himpunan profesi Centre of Management (Com@) periode 2008/2009, vice president di Centre of Management (COM@) periode 2009/2010, divisi finance di Pojok BNI periode
2008/2009 dan anggota di FEMous Theatre.
Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti kegiatan
mahasiswa di Departemen Manajemen dan kegiatan di FEM. Penulis pernah
mengikuti magang atau pelatihan kerja di PT. Asuransi MSIG Indonesia.
Dalam rangka menyelesaikan studi di FEM, IPB, penulis melakukan
penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Kajian Implementasi Business
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji senantiasa penulis panjatkan hanya kepada Allah
SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi berjudul Kajian Implementasi Business Excellence
Pada Mutu Jasa Di PT Asuransi MSIG Indonesia sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini membahas tentang kegiatan business excellence sebagai
perpanjangan mutu jasa yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Berperan
dalam membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya, sehingga memiliki
keunggulan kompetitif. Kajian implementasi business excellence dilakukan
dengan mengidentifikasi faktor, aktor, tujuan dan langkah alternatif yang dapat
diterapkan perusahaan dalam kegiatan business excellence.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mengandung kekurangan,
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan untuk bahan
perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi
ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, 12 April 2011
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayahNya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, terutama dalam
penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, dan kerjasama dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Prof.Ir.Dr.H.Musa Hubeis,MS,Dipl,Ing,DEA. sebagai pembimbing
skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan
dengan penuh kesabaran kepada penulis.
2. Bapak Ir. Abdul Basith, MS. dan Bapak Nurhadi Wijaya, S.TP, MM. Selaku
dosen penguji skripsi yang bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji
dalam ujian skripsi dan memberikan bimbingan, serta saran dalam penulisan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Jono Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen, FEM
IPB.
4. Bapak Drs. J Damanik, Ibu Fenny, Bapak Haryadi, Bapak Bambang, Ibu
Santi, Ibu Tanti dan seluruh pihak manajemen PT Asuransi MSIG Indonesia
yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian.
5. Kedua orang tua tercinta (Edi. Juswadi dan O. Saodah), teteh (Etty Nurbaeti,
SE), aa (Ruslan Efendi, SE) dan adik tersayang (Intan Deviana) yang selalu
mendoakan, memberikan motivasi, bantuan moril dan materiil selama
penyusunan skripsi.
6. Bapak R Dikky Indrawan, SP, MM., Ibu Ratih Maria Dewi, SP, MM dan
Bapak Alim Setiawan S, STP, MSi selaku dosen pendamping dalam
penjajakan ke PT. Asuransi MSIG Indonesia.
7. Seluruh dosen dan staf tata usaha Departemen Manajemen FEM IPB yang
sangat membantu terlaksananya perolehan ilmu dan penelitian penulis.
8. Sahabat sekaligus saudara tercinta (Bang Gie, Juwita, Tina, Ali, Indri, Syifa,
vii
mengajarkan pengalaman kebersamaan dan saling membantu dalam suka dan
duka.
9. Teman-teman sebimbingan (Devi, Rari, Celli, Lena, Suci, Upeh, Arief dan
Yodia) yang telah bersama-sama menghadapi semua rintangan dan saling
menguatkan.
10. Teman-teman satu tempat penelitian (Astri, Ratih, Duta, Adi dan Vera).
11. Seluruh teman-teman Manajemen 44 dan Mahasiswa IPB lain yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh
semua pihak baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebut hingga
penyusunan skripsi ini selesai pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini,
semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, 12 April 2011
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 7
1.3.Tujuan Penelitian ... 8
1.4.Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Bisnis Asuransi ... 9
2.1.1 Pengertian Asuransi ... 9
2.1.2 Manfaat Asuransi... 10
2.1.3 Bidang Usaha Asuransi... 12
2.2.Konsep Mutu Jasa... 13
2.3.Business Excellence ... 19
2.4.Penelitian Terdahulu Yang Relevan... 22
III. METODE PENELITIAN 3.1.Kerangka Pemikiran Penelitian ... 24
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian... 25
3.3.Pengumpulan Data... 26
3.4.Pengolahan dan Analisis Data ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 39
4.1.1 Sejarah PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 39
4.1.2 Visi dan Misi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 41
4.1.3 Penghargaan dan Prestasi PT. Asuransi MSIG Indonesia . 43 4.1.4 Struktur Organisasi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 45
4.1.5 Produk-Produk Asuransi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 46
ix
4.2.2 Kerangka Kerja BE@M... 50
4.2.3 Kegiatan BE@M ... 51
4.3. Sasaran Mutu pada Implementasi Business Excellence di PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 57
4.3.1 Tingkat Kepuasan Karyawan... 57
4.3.2 Tingkat Kepuasan Konsumen ... 59
4.4. Analisis Unsur Penyusun Implementasi Business Excellence pada Mutu Jasa di PT Asuransi MSIG Indonesia... 65
4.5. Analisis Pemilihan Skenario Business Excellence dengan Metode AHP ... 75
4.6. Implikasi Manajerial ... 82
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 84
2. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86
x
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Pertumbuhan jumlah perusahaan perasuransian di Indonesia pada
tahun 2009 ... 2
2. Kekayaan industri asuransi di Indonesia dari tahun 2005-2009 dalam miliar rupiah ... 2
3. Nilai skala banding berpasangan... 30
4. Matriks pendapat individu ... 34
5. Matriks pendapat gabungan ... 34
6. Nilai RI untuk matriks berukuran n ... 37
7. Nilai persen ketertarikan berdasarkan jumlah responden ... 58
8. Indeks keterlibatan konsumen PT. Asurasni MSIG Indonesia ... 62
9. Tingkat kepuasan konsumen secara keseluruhan terhadap PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 63
10. Tingkat keterlibatan konsumen untuk merekomendasikan jasa PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 63
11. Tingkat loyalitas konsumen PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 64
12. Bobot hasil penilaian terhadap faktor ... 77
13. Bobot hasil penilaian terhadap aktor ... 79
14. Bobot hasil penilaian terhadap tujuan ... 80
xi
DAFTAR GAMBAR
No
.
Halaman1. Model mutu jasa ... 17
2. Model perbaikan mutu proses bisnis... 21
3. Kerangka pemikiran penelitian... 25
4. Struktur hirarki identifikasi permasalahan... 32
5. Diagram alir pengolahan dan analisis data ... 38
6. Model customers first... 50
7. Diagram alur proses suara konsumen... 54
8. Grafik perilaku pembelian konsumen terhadap produk asuransi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 61
9. Peta sektor indeks keterlibatan konsumen... 64
10. Struktur hirarki business excellence... 65
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No
.
Halaman1. Tahapan proses penelitian ... 89
2. Kuesioner penelitian... 91
3. Daftar pertanyaan wawancara kepada pihak PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 100
4. Pengolahan dan analisis data... 101
5. Struktur organisasi PT. Asuransi MSIG Indonesia ... 102
6. Hasil survei kepuasan karyawan ... 104
7. Hasil pengolahan software AHP... 105
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Struktur ekonomi Indonesia lebih dari 30 tahun terakhir ini telah
mengalami perubahan yang cukup besar, hal ini ditandai dengan perubahan
dari penekanan perekonomian dari sektor manufaktur berkembang ke arah
sektor jasa. Sektor jasa memiliki peran yang penting dan memiliki dampak
yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Meskipun belum sepenuhnya
pulih, kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2009 mengalami perbaikan
dibandingkan dengan tahun 2008, hal ini ditunjukan dengan pertumbuhan
ekonomi mencapai 4,5% yang diikuti dengan terjadinya kenaikan di semua
sektor ekonomi dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar 15,5% yang memberikan dampak pada meningkatnya
jumlah penjualan kendaraan bermotor secara nasional yang memberikan
kontribusi cukup signifikan pada bisnis asuransi nasional, khususnya
asuransi kendaraan bermotor dan pengangkutan.
Perekonomian berkembang, maka industri tumbuh, termasuk
perasuransian. Perkembangan industri asuransi dapat ditinjau dari sudut
jumlah perusahaan perasuransian, premi bruto serta dari segi aset dan
investasi. Jumlah perusahaan selama tiga (3) tahun terakhir (2007-2009)
menunjukan perubahan yang fluktuatif. Pada akhir tahun 2008 jumlah
perusahaan asuransi adalah 370 perusahaan, sedangkan akhir tahun 2009
Tabel 1. Pertumbuhan jumlah perusahaan perasuransian di Indonesia pada tahun 2009
Dari segi jumlah unit perusahaan, terlihat bahwa asuransi berkembang
di Indonesia. Tetapi ditinjau dari modal masing-masing unit perusahaan
sebagian besar memiliki modal kecil. Kemampuan retensi suatu perusahaan
dapat dilihat dari besarnya modal yang dimiliki perusahaan itu. Pada Tabel
2 terlihat bahwa perkembangan aset industri asuransi Indonesia mengalami
peningkatan yang cukup besar.
Tabel 2. Kekayaan industri asuransi di Indonesia dari tahun 2005-2009 dalam miliar rupiah
Tahun Asuransi Jiwa
Asuransi
Kerugian Reasuransi
Asuransi Sosial dan Jamsostek
Asuransi PNS, TNI, dan Polri
2005 53,940.3 21,254.2 1,147.3 40,246.8 22,826.0 2006 71,034.1 23,760.8 1,221.5 51,546.8 27,371.0 2007 102,172.4 1,369.8 28,418.5 63,598.2 33,304.9 2008 102,404.7 33,148.0 1,621.2 66,606.7 39,777.5 2009 136,780.6 38,128.8 2,034.8 87,490.7 51,180.2 Sumber : BAPEPAM-LK, 2010
Jika diperhatikan modal dari masing-masing perusahaan dalam
industri ini, ternyata yang memiliki modal besar hanya beberapa
perusahaan, seperti terlihat dalam tabel. Sedangkan yang selebihnya
mempunyai modal kecil sebatas memenuhi modal minimum yang
ditetapkan pemerintah. Total investasi dari perusahaan asuransi sepanjang
tahun 2010 mencapai Rp 187,35 triliun.
No. Keterangan 2007 2008 2009
1. Asuransi Jiwa (Life Insurance) 46 45 46 2. Asuransi Kerugian (Non Life Insurance) 93 90 89
3. Reasuransi (Reinsurance) 4 4 4
4. Penyelenggara Program Asuransi Sosial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (CompaniesAdministering Insurance Social Program andWorkers Social Security Program)
2 2 2
5. Penyelenggara Asuransi untuk PNS dan TNI/POLRI (Companies Administering Insurance forCivil Servants and Armed Forces/Police).
3 3 3
Disamping besarnya aset dan investasi, indikator pertumbuhan
industri asuransi dapat dilihat dari tingkat penetrasi dan densitas industri
asuransi. Tingkat penetrasi merupakan pendapatan premi perusahaan
asuransi dibandingkan dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Sedangkan densitas industri merupakan pendapatan premi perusahaan
asuransi dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Tingkat penetrasi
dan densitas industri asuransi merupakan salah satu (1) dari beberapa
indikator kinerja utama yang tercantum dalam sasaran strategik Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK). Tingkat
penetrasi asuransi nasional, termasuk asuransi komersial dan asuransi sosial,
mencapai 1,98% hingga akhir semester 1 tahun 2010. Sedangkan tingkat
densitas industri asuransi meningkat dari Rp 369.700 per orang pada tahun
2009, menjadi Rp 400.476 per orang pada kuartal 1 tahun 2010.
Kebutuhan akan jasa perasuransian makin dirasakan, baik oleh
perorangan maupun dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana
finansial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi risiko
yang mendasar seperti risiko kematian, atau dalam menghadapi risiko atas
harta benda yang dimiliki. Demikian pula dunia usaha dalam menjalankan
kegiatannya menghadapi berbagai risiko yang mungkin dapat mengganggu
kesinambungan usahanya. Dalam hal ini, banyak metode untuk menangani
risiko, namun asuransi merupakan metode yang paling banyak digunakan.
Asuransi menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung terhadap
risiko yang dihadapi perorangan maupun risiko yang dihadapi perusahaan.
Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi
penting peranannya karena kegiatan perlindungan risiko, perusahaan
asuransi menghimpun dana masyarakat dari penerimaan premi.
Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan dana investasi dalam
jumlah yang memadai. Pelaksanaannnya harus berdasarkan pada
kemampuan sendiri. Untuk itu diperlukan usaha pengerah dana masyarakat.
Dengan peranan asuransi tersebut dalam perkembangan pembangunan
ekonomi yang semakin meningkat, maka semakin terasa kebutuhan akan
bidang usaha perasuransian menurut undang-undang mengenai usaha
perasuransian pasal 3 UU No. 2/1992 dalam Darmawi (2006), jenis usaha asuransi dibedakan ke dalam :
1. Usaha asuransi, yang terdiri dari :
a. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dan penanggulangan
risiko atau kerugian dan tanggung jawab kepada pihak ketiga, yang
timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan
risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan.
c. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang
terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan
jiwa.
2. Usaha penunjang usaha asuransi
Usaha ini terdiri dari usaha pialang asuransi, usaha penilai kerugian
asuransi, usaha konsultan aktuaria, dan usaha agen.
Dari kedua jenis usaha asuransi tersebut, jenis asuransi kerugian perlu
diperhatikan seiring meningkatnya laju pembangunan di Indonesia pada
berbagai bidang kehidupan, mengundang pula semakin meningkatnya jenis
dan besar risiko yang dihadapi. Risiko tersebut dapat timbul dalam berbagai
bentuk, seperti kerusakan alat-alat, terganggunya transportasi, rusaknya
proyek hasil pembangunan, dan lain-lain. Hal tersebut jika tidak
dipertimbangkan dapat menimbulkan kerugian finansial yang tidak sedikit.
Di samping itu, segala pekerjaan yang telah diselesaikan pun perlu
dihindarkan dari kemungkinan risiko kerusakan. Perusahaan asuransi
kerugian adalah perusahaan asuransi yang memberikan jasa dalam
penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak
pasti.
Perusahaan asuransi kerugian tidak mengalami dampak krisis global
yang nyata, karena penempatan investasinya sebagian besar di deposito
asuransi kerugian selama tahun 2009 19,44%, jauh di atas target
pertumbuhan dalam indikator kinerja utama 4% (BAPEPAM-LK, 2010).
Pertumbuhan premi asuransi kerugian naik hingga 41,6% pada
semester I tahun 2010 menjadi Rp 16,38 triliun dibandingkan dengan
periode yang sama pada 2009, yaitu Rp 11,57 triliun. Pertumbuhan premi
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan industri asuransi
jiwa, yaitu 26,6%. Pertumbuhan premi industri asuransi kerugian yang lebih
tinggi dibandingkan dengan asuransi jiwa juga terlihat secara tiga bulanan,
dengan perolehan pada kuartal II tahun 2010 sebesar Rp 8,53 triliun, atau
naik 8,62% dari kuartal sebelumnya Rp 7,85 triliun. Pertumbuhan premi
industri asuransi kerugian lebih tinggi, tetapi dari sisi nilai tetap lebih tinggi
asuransi jiwa. Perkembangan total premi, klaim, kekayaan, dan investasi
perusahaan asuransi kerugian menggambarkan potensi asuransi kerugian di
Indonesia relatif besar. Selama tahun 2009, jumlah kekayaan dan investasi
perusahaan asuransi kerugian tumbuh lebih dari 19% dibandingkan dengan
tahun sebelumnya (Pravita, 2010).
PT. Asuransi MSIG Indonesia atau yang sebelumnya lebih dikenal
sebagai PT. Asuransi Mitsui Sumitomo Indonesia merupakan perusahaan
joint venture antara perusahaan asuransi Mitsui Sumitomo yang didirikan di Jepang dengan Rudi Wanandi, dengan porsi kepemilikian saham 80% milik
Mitsui Sumitomo dan 20% milik Rudi Wanandi. Di bawah manajemen yang
kuat dan dinamis, PT. Asuransi MSIG Indonesia melakukan pengembangan
setiap tahunnya, sehingga posisi dalam pasar asuransi Indonesia semakin
meningkat. PT. Asuransi MSIG Indonesia yang bergerak pada jenis asuransi
kerugian, memiliki keunggulan dalam mengkombinasikan aktivitas terbaik
antara lokal dan global, memiliki jaringan yang luas, multi-channel
distribusi, dan hubungan kerjasama yang baik dengan konsumen dalam
memberikan solusi asuransi.
Melalui lebih dari 300 karyawan berdedikasi tinggi yang tersebar
dalam empat (4) kantor cabang dan empat (4) kantor perwakilan di
Indonesia. PT. Asuransi MSIG Indonesia menyediakan tim yang terampil
penjualan dan pemasaran, informasi dan teknologi dan manajemen.
Karyawan berkomitmen untuk mencapai tujuan, seperti memberikan
kepuasan kepada konsumen dengan pelayanan mutu.
Dalam usahanya, PT. Asuransi MSIG Indonesia telah meraih berbagai
pengakuan dan prestasi yang membanggakan. Di tahun 2007, PT. Asuransi
MSIG Indonesia mendapatkan penghargaan oleh media asuransi sebagai
peringkat kedua asuransi terbaik di tahun 2007 untuk kelas perusahaan
asuransi kerugian dan mendapatkansertifikat ISO 9001 : 2008 pada tahun
2009. Pada tanggal 1 Oktober 2010 asuransi AIOI mengalihkan portofolio
bisnisnya kepada PT. Asuransi MSIG Indonesia, sehingga secara resmi
memiliki tanggung jawab atas segala hak dan kewajiban PT. Asuransi AIOI
Indonesia menurut perjanjian reasuransi antara AIOI dengan reasuradur atau
pihak ketiga lainnya (PT. Asuransi MSIG Indonesia, 2010).
Tuntutan terhadap pelaksanaan bisnis yang baik, membuat PT.
Asuransi MSIG Indonesia memfokuskan mutu jasa yang menjadi proses
pengendalian dan perbaikan dengan mengidentifikasi dan menjelaskan
berbagai jurang pemisah antara harapan dan hasil untuk memberikan mutu
jasa terbaik. Melalui pendekatan business excellence yang merupakan
perluasan dari mutu jasa dengan orientasi kepuasan konsumen, yaitu
Business Excellence at MSIG (BE@M). PT. Asuransi MSIG Indonesia diharapkan dapat memberikan solusi tepat untuk menghasilkan jasa dengan
mutu terbaik, sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan
kepercayaan konsumen terhadap jasa yang dihasilkan dan meningkatkan
penjualan. Business excellence bukan merupakan tujuan akhir perusahaan,
melainkan merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran organisasi, yaitu
business driver menjadi perusahaan asuransi kerugian nomor satu di Asia dan menjadi pembeda dalam bersaing dengan para pesaing melalui
peningkatan daya saing perusahaan dengan melakukan perbaikan secara
terus-menerus terhadap produk, tenaga kerja, proses dan lingkungannya.
Penelitian Kajian Implementasi BE@M pada Mutu Jasa di PT. Asuransi
cita-cita perusahaan, sehingga PT. Asuransi MSIG Indonesia tetap
mempertahankan pangsa pasarnya dan memiliki keunggulan kompetitif.
1.2. Perumusan Masalah
Bisnis yang lebih rumit dan menuntut dibandingkan sebelumnya.
Terlihat dari pencarian bagi produk-produk baru yang dipercepat,
pelangggan menginginkan barang dan jasa yang bermutu lebih tinggi.
Karyawan ingin kondisi kerja lentur, pemegang saham mengharapkan laba
yang besar, dan masyarakat menuntut kejujuran dan penghargaan bagi
lingkungannya. Perusahaan yang telah berhasil menggunakan cara-cara baru
dalam menghadapi tantangan-tantangan ini adalah perusahaan yang mampu
mendefinisi ulang batasan-batasan tradisional, mengabungkan semuanya
untuk mengembangkan barang dan jasa baru. Perusahaan fokus pada
kompetensi inti yang merupakan keterampilan dan sumber daya yang
digunakan untuk dapat bersaing dan menciptakan nilai bagi pemiliknya.
MSIG Indonesia sebagai pelaku bisnis asuransi dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari industri perasuransian di Indonesia telah
memulai dan akan secara berkesinambungan melakukan berbagai upaya
perbaikan secara langsung, ataupun tidak langsung berhubungan dengan
industri asuransi. Di sisi lain, PT. Asuransi MSIG Indonesia sudah memulai
mempersiapkan berbagai sumber daya untuk nantinya dapat mengikuti
perubahan terkait dengan perubahan sistem, baik itu SDM, proses maupun
prosedur untuk memastikan terpenuhnya kebutuhan nasabah, terutama
dalam hal penyelesaian klaim, yang berujung pada kepuasan konsumen.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka
permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan business excellence pada PT. Asuransi MSIG
Indonesia ?
2. Faktor, aktor dan tujuan apakah yang mempengaruhi implementasi
business excellence pada PT. Asuransi MSIG Indonesia ?
3. Langkah alternatif apakah yang perlu diterapkan agar kegiatan business
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui penerapan business excellence pada PT. Asuransi MSIG
Indonesia.
2. Menganalisis faktor, aktor, dan tujuan yang mempengaruhi implementasi
business excellence pada PT. Asuransi MSIG Indonesia.
3. Mengetahui langkah alternatif yang tepat dan efektif diterapkan pada
kegiatan business excellence di PT. Asuransi MSIG Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Kajian penerapan business excellence dalam pencapaian tujuan PT.
Asuransi MSIG Indonesia melalui BE@M akan dilakukan pada Kantor
pusat yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Selatan, DKI
Jakarta. Hal ini menegaskan bahwa penerapan business excellence merujuk
pada penekanan mutu yang meliputi organisasi keseluruhan, mulai dari
karyawan hingga konsumen. Empat (4) perangkat yang dimiliki BE@M
adalah sertifikasi ISO, Suara Konsumen, i-actions, dan i-suggests. Hal ini
menunjukkan komitmen manajemen perusahaan dalam mencapai
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bisnis Asuransi
2.1.1 Pengertian Asuransi
Menurut Darmawi (2006), asuransi dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis, sosial atau berdasarkan
pengertian matematika. Asuransi merupakan bisnis unik, karena
didalamnya terdapat kelima (5) aspek tersebut. Dalam pandangan
ekonomi, asuransi merupakan suatu metode untuk mengurangi risiko
dengan memindahkan dan mengkombinasikaan ketidakpastian akan
adanya kerugian keuangan. Dari sudut pandang hukum, asuransi
merupakan suatu kontrak pertanggungan risiko antara tertanggung
dengan penanggung. Menurut pandangan bisnis, asuransi adalah
sebuah perusahaan yang usaha utamanya menerima atau menjual
jasa, pemindahan risiko dari pihak lain, dan memperoleh keuntungan
dengan berbagi risiko (sharing of risk) di antara sejumlah besar nasabahnya. Dari sudut pandang sosial, asuransi didefinisikan
sebagai organisasi sosial yang menerima pemindahan risiko dan
mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya guna membayar
kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota
tersebut. Dalam pandangan matematika, asuransi merupakan aplikasi
matematika dalam memperhitungkan biaya dan faedah
pertanggungan risiko.
Pengertian asuransi menurut undang-undang tentang usaha
perasuransian UU Republik Indonesia No. 2/1992 dalam Darmawi
(2006) adalah :
1. Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua (2)
pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
tertanggung, yang timbul akibat suatu peristiwa yang tidak pasti,
atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
2. Yang dimaksud “penanggung” dalam definisi itu adalah suatu
badan usaha asuransi yang memenuhi ketentuan UU. No. 2/1992.
Selanjutnya pasal 21 UU No. 2/1992 dalam Darmawi (2006)
menjelaskan bisnis atau bidang usaha perasuransian sebagai usaha
jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui
pengumpulan premi asuransi, memberikan perlindungan kepada
anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan
timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau
terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
2.1.2 Manfaat Asuransi
Asuransi mempunyai banyak manfaat (Darmawi, 2006), antara
lain :
1. Asuransi melindungi risiko investasi
Kemauan untuk menanggung risiko merupakan unsur
fundamental dalam perekonomian bebas. Bilamana suatu
perusahaan berusaha untuk memperoleh keuntungan dalam
bidang usahanya, maka kehadiran risiko dan ketidakpastian tidak
dapat dihindarkan. Bisnis asuransi mengambil alih risiko tersebut.
2. Asuransi sebagai sumber dana investasi
Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan investasi
dalam jumlah memadai yang pelaksanaannya harus berdasarkan
pada kemampuan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan usaha keras
untuk mengerahkan dana masyarakat melalui lembaga keuangan
bank dan nonbank. Usaha perasuransian sebagai salah satu
lembaga keuangan nonbank yang menghimpun dana masyarakat,
semakin penting peranannya sebagai sumber modal untuk
3. Asuransi untuk melengkapi persyaratan kredit
Kreditor lebih percaya pada perusahaan yang risiko
kegiatan usahanya diasuransikan. Pemberi kredit tidak hanya
tertarik dengan keadaan perusahaan serta kekayaannya yang ada
saat ini, tetapi juga sejauhmana perusahaan tersebut telah
melindungi diri dari kejadian-kejadian yang tidak terduga di masa
depan. Cara untuk memperoleh perlindungan tersebut adalah
dengan memiliki polis asuransi.
4. Asuransi dapat mengurangi kekhawatiran
Fungsi primer dari asuransi adalah mengurangi
kekhawatiran akibat ketidakpastian. Perusahaan asuransi tidak
kuasa mencegah terjadinya kerugian-kerugian tak terduga. Jadi,
perusahaan asuransi tidaklah mengurangi ketidakpastian
terjadinya penyimpangan yang tidak diharapkan.
5. Asuransi mengurangi biaya modal
Dalam dunia usaha yang beban risikonya tidak dapat
dialihkan kepada pihak lain, maka pihak-pihak penanam modal
yang telah bersedia menanggung risiko atas modal yang
diinvestasikan tersebut akan menetapkan biaya modal yang lebih
tinggi.
6. Asuransi menjamin kestabilan perusahaan
Perusahaan-perusahaan yang menyadari arti pentingnya
asuransi sebagai salah satu faktor yang menciptakan goodwill
(jasa baik) antara kelompok pimpinan dan karyawan telah
menyediakan polis secara berkelompok untuk para karyawan
tertentu dengan cara membayar keseluruhan atau sebagian premi
yang telah ditetapkan. Adanya usaha seperti itu dari pihak
perusahaan dapat menjadi stabilisator jalannya roda perusahaan.
7. Asuransi dapat meratakan keuntungan
Dengan berusaha menentukan biaya-biaya “kebetulan” yang
mungkin dialami pada masa depan melalui program asuransi,
memperhitungkan biaya tersebut sebagai salah satu unsur dari
total biaya untuk produk yang dijualnya. Dengan demikian, secara
singkat dapat dikatakan bahwa asuransi dapat meratakan jumlah
keuntungan yang diperoleh dari tahun ke tahun.
8. Asuransi dapat menyediakan layanan profesional
Jasa para ahli yang telah bekerja dalam perusahaan asuransi
akan dinikmati oleh tertanggung tanpa adanya bayaran tambahan
selain dari premi yang harus dibayarkan. Jasa-jasa yang diberikan
oleh tenaga ahli dari perusahaan asuransi tidak dibayar oleh
tertanggung, tetapi dibayar oleh perusahaan asuransi. Oleh karena
itu, yang dikerjakan oleh para ahli di bidang asuransi bagi pihak
tertanggung merupakan pelayanan dari perusahaan asuransi.
9. Asuransi mendorong usaha pencegahan kerugian
Perusahaan asuransi banyak melakukan usaha yang sifatnya
mendorong perusahaan tertanggung untuk melindungi diri dari
bahaya yang dapat menimbulkan kerugian. Oleh karena itu
perusahaan asuransi secara sadar dan sistematis bekerja untuk
menghilangkan atau memperkecil kemungkinan yang dapat
menimbulkan kerugian.
10. Asuransi membantu pemeliharaan kesehatan
Usaha lain yang sangat erat hubungannya dengan
usaha-usaha yang dilakukan untuk menghindari atau memperkecil
penyebab kerugian adalah kegiatan asuransi yang bergerak pada
jenis asuransi jiwa.
2.1.3 Bidang Usaha Asuransi
Menurut Darmawi (2006) bidang usaha asuransi dibagi
menjadi dua (2) bagian, yaitu :
a. Asuransi atas orang (Personal Insurance)
Asuransi yang obyeknya orang atau penutupan asuransi atau
individu-individu adalah asuransi yang berkaitan langsung dengan
individu. Ada empat (4) macam peril yang ditutup dalam jenis
dan karena umur tua.
b. Asuransi atas harta (Properti Insurance)
Asuransi harta ditujukan terhadap peril-peril yang mungkin
menghancurkan properti atau harta kekayaan. Asuransi tersebut di
Indonesia digolongkan ke dalam asuransi kerugian.
2.2. Konsep Mutu Jasa
Sejak tahun 1970-an permasalahan mengenai mutu telah diperhatikan
dalam kegiatan industri. Wirausahawan, pelaku bisnis, karyawan,
konsumen, akademisi, pemerintah dan masyarakat luas semakin fokus
terhadap pengelolaan mutu.
Kata mutu memiliki banyak definisi yang berbeda. Menurut Juran
dalam Nasution (2001), mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen. Produk dikatakan memiliki kecocokan penggunaan produk, apabila
memiliki beberapa ciri utama, diantaranya :
1. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.
2. Psikologis, yaitu citra rasa atau status.
3. Waktu, yaitu kehandalan.
4. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.
5. Etika, yaitu sopan santu, ramah atau jujur.
Kecocokan penggunaan produk yang dikemukakan di atas memiliki dua (2)
aspek utama, yaitu ciri-ciri produk yang memenuhi tuntutan konsumen dan
tidak memiliki kelemahan.
Crosby dalam Nasution (2001) menyatakan bahwa mutu adalah
conformance to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk atau jasa dapat dikatakan bermutu, apabila telah
sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Standar mutu meliputi
bahan baku, proses produksi dan produk jadi.
Bila Juran mendefiniskan mutu sebagai fitness for use dan Crosby
mengatakan bahwa mutu sebagai conformance to requirement, maka
Feigenbaum dalam Nasution (2001) menyampaikan, bahwa mutu
Produk dapat dinilai memiliki mutu, apabila dapat memberikan kepuasan
sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan harapannya terhadap
produk yang dihasilkan.
Deming dalam Nasution (2001) mendefinisikan mutu sebagai
kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen, maka perusahaan harus
dapat mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang
dihasilkan. Sedangkan Garvin dan Daviz dalam Nasution (2001)
menyatakan, bahwa mutu adalah suatu kondisi yang dinamis dan memiliki
hubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen atau
pelanggan.
Penting memahami mutu dapat dijelaskan dalam dua sudut pandang,
yaitu dari sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Jika
dilihat dari sudut manajemen operasional, mutu produk menjadi sebuah
kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing produk yang harus
memenuhi kepuasan konsumen yang dapat melebihi atau menyamai produk
yang ditawarkan oleh pesaing. Sedangkan dilihat dari sudut pandang
pemasaran, mutu adalah unsur utama dalam bauran pemasaran yang dapat
meningkatkan volume penjualan dan memperluas pangsa pasar perusahaan
(Nasution, 2001).
Upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu, produktivitas,
efisiensi dan efektivitas perlu dilakukan secara terencana dan melibatkan
partisipasi aktif dari semua unsur terkait dalam perusahaan, agar
pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Salah satu usaha yang harus
dilakukan oleh manajemen dalam meningkatkan efektivitas adalah
menentukan arah dan tujuan dari perbaikan produktivitas dan mutu, maka
perlu dilaksanakan sejalan dengan arah jangka panjang perusahaan (Han
and Leong, 2000).
Selain sebagai unsur penting dalam operasi, mutu juga memiliki
pengaruh lain. Menurut Heizer dan Render (2006), terdapat tiga (3) alasan
1. Reputasi perusahaan
Reputasi perusahaan sejalan dengan reputasi mutu yang dihasilkan. Mutu
muncul sebagai persepsi mengenai produk baru perusahaan, kebiasaan
karyawan dan hubungan pemasok.
2. Keandalan produk
Peraturan seperti Consumer Product Safety Act membuat standar produk
dan peraturan bagi produk yang tidak dapat memenuhi standar.
3. Keterlibatan global
Berkembangnya teknologi membuat mutu menjadi bahan perhatian
internasional, karena perusahaan dan negara bersaing dalam
perekonomian global, bila produk memenuhi standar mutu, desain dan
harga global.
Pada bisnis dibidang jasa, perusahaan dapat mengandalkan mutu
pelayanan yang ditawarkan kepada konsumen. Mutu jasa yang tinggi akan
meningkatkan kepuasan dan menambah nilai loyalitas konsumen. Menurut
Kotler dalam Nasution (2001) jasa (service) merupakan aktivitas atau
manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan terhadap
apapun. Saat ini konsumen memiliki pengetahuan yang lebih baik dalam
memilih produk jasa yang dibutuhkannya. Semakin meningkatnya
persaingan diantara perusahaan asuransi kerugian membuat konsumen
semakin dimanjakan pada berbagai pilihan produk yang ditawarkan.
Menurut Han and Leong (2000), mutu pelayanan (service quality)
merupakan salah satu konsep manajemen yang populer dalam
mempertahankan dan membangun loyalitas konsumen, karena dapat
menghasilkan keunggulan kompetitif dan bottom line yang positif bagi
konsumen. Service quality merupakan suatu komitmen untuk memberikan
pelayanan yang terbaik kepada konsumen. Perusahaan yang menerapkan
mutu pelayanan yang baik, akan lebih mengutamakan relasional dari pada
sekedar transaksi sesaat. Menurut Payne (2000), mutu jasa berkaitan
dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi
banyak faktor, salah satunya adalah dari pihak internal perusahaan. Salah
satu (1) strategi perusahaan yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan
mengetahui apa yang diinginkan konsumen, yaitu membuat perusahaan
akan semakin baik dalam menawarkan apa yang dibutuhkan konsumen,
sehingga dapat menciptakan dan mempertahankan loyalitas konsumen.
Dalam jasa, mutu merupakan sebuah fungsi dari persepsi konsumen,
dengan kata lain mutu merupakan sesuatu yang dipersepsikan konsumen
dan erat kaitannya dengan kebutuhan konsumen. Model mutu jasa pada
Gambar 1 menggambarkan bahwa harapan konsumen terhadap jasa
dipengaruhi secara eksternal, melalui komunikasi dari mulut ke mulut, dan
internal melalui kebutuhan individu konsumen dan pengalaman masa lalu.
Hal ini merupakan sebuah fungsi dari usaha komunikasi pemasaran
perusahaan jasa.
Model mutu jasa menurut Barry dan Parasuraman dalam Han and
Leong (2000) terdapat lima (5) kesenjangan (gap) yang menyebabkan
kegagalan penyampaian jasa kepada konsumen, yaitu :
GAP 1. Kesenjangan tingkat harapan konsumen dan persepsi manajemen
Manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi
keinginan konsumen.
GAP 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa
Manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan
konsumen, tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang
spesifik.
GAP 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu dan penyampaian jasa
Para personel mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu
memenuhi standar.
GAP 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat
GAP 5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Kesenjangan terjadi apabila konsumen mengukur kinerja
perusahaan dengan cara yang berbeda dan konsumen keliru
mempersepsikan mutu jasa tersebut.
Gambar 1 . Model mutu jasa Barry dan Parasuraman dalam Han and Leong
(2000).
Lovelock dan Wright (2005) mendefinisikan mutu jasa sebagai
evaluasi kognitif jangka panjang konsumen terhadap penyerahan jasa suatu
perusahaan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan diperlukan jasa
pelengkap yang berbeda, tetapi hampir semuanya dapat digolongkan
menjadi delapan (8) kelompok, yaitu :
a. Informasi, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang mempermudah
pembelian dan penggunaan jasa dengan memberitahukan kepada
konsumen tentang fitur dan kinerja jasa sebelum, selama dan setelah
penyerahan jasa.
b. Penerimaan pesanan, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang
mempermudah pembelian dengan menciptakan prosedur yang cepat,
Pemasar
GAP 1
Konsumen
Komunikasi dari mulut ke mulut
Kebutuhan individu
Pengalaman masa lalu
Harapan terhadap jasa
Penerimaan jasa
Pengiriman jasa Komunikasi eksternal dengan
konsumen Penerjemahan persepsi
kedalam spesifikasi mutu jasa
Persepsi manajemen terhadap harapan konsumen
GAP 2 GAP 3
[image:30.595.102.517.183.467.2]akurat dan tanggap untuk menerima permohonan keanggotaan,
melakukan pemesanan, atau melakukan reservasi.
c. Penagihan, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang memudahkan
pembelian dengan menyediakan dokumentasi yang jelas, tepat waktu,
akurat dan relevan tentang apa yang harus dibayar konsumen, dirambah
dengan informasi tentang cara membayarnya.
d. Pembayaran, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang memudahkan
pembelian dengan menawarkan pilihan prosedur yang mudah untuk
melakukan pembayaran dengan cepat.
e. Konsultasi, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai
dengan memberikan jawaban kepada konsumen yang membutuhkan
saran, konseling, atau pelatihan untuk membantu mendapatkan manfaat
sebesar-besarnya dari pengalaman jasa tersebut.
f. Keramahan, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang menambah nilai
dengan cara memperlakukan para konsumen seperti tamu dan
menyediakan perlengkapan kenyamanan yang mampu mengantisipasi
kebutuhannya selama berinteraksi dengan penyedia jasa.
g. Pengamanan, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai
dengan membantu konsumen menangani atau mengamankan barang
milik pribadinya yang dibawa ke tempat penyerahan jasa atau tempat
membeli.
h. Pengecualian, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai
dengan menanggapi permintaan khusus, memecahkan masalah,
menangani pengaduan dan saran, serta menyediakan kompensasi atau
kegagalan jasa.
Barry dan Parasuraman dalam Nasution (2001) berhasil
mengidentifikasikan lima (5) kelompok karakteristik yang digunakan oleh
para konsumen dalam mengevaluasi mutu jasa, sebagai dimensi mutu jasa
berikut :
a. Bukti langsung (tangibles) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai
dan sarana komunikasi.
yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk
membantu para konsumen dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
d. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki oleh staf, bebas dari bahaya, risiko dan
keragu-raguan.
e. Empati (emphaty) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik dan mampu memahami kebutuhan konsumennya.
2.3. Business Excellence
Menurut Griffin (2005), bisnis atau perusahaan adalah organisasi yang
menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan laba yang
merupakan perbedaan antara penerimaan bisnis dengan biaya-biayanya.
Dalam sistem kapitalistik, bisnis (perusahaan) didirikan untuk mendapatkan
laba bagi pemiliki yang bebas untuk mendirikan perusahaan. Namun,
konsumen juga memiliki kebebasan untuk memilih. Dalam memilih cara
untuk mengejar laba, bisnis harus memperhitungkan apa yang diinginkan
atau dibutuhkan konsumen.
Pada saat konsumen mulai merasakan layanan yang lebih baik, maka
hal itu dapat meningkat harapan akan mutu jasa. Konsumen membuat
perbandingan antara pengalaman layanan berbeda yang diperoleh, terlepas
dari sektor industri. Kemampuan perusahaan untuk menarik dan
mempertahankan konsumen baru tidak hanya merupakan sebuah fungsi dari
produk atau penawaran produk, akan tetapi juga cara melayani konsumen
yang telah ada dan menciptakan reputasi di pasar (Cook, 2008).
Pertumbuhan tingkat kepentingan konsumen jasa dalam lingkungan
persaingan dan perubahan pola bisnis, membuat perusahaan harus melihat
kembali mutu jasa yang telah dibangun. Business excellence merupakan
perpanjangan dari mutu jasa yang fokus terhadap orientasi konsumen.
Business excellence memiliki kaitan yang erat dengan service excellence.
Menurut Cook (2008), melalui service excellence, diharapkan
perusahaan dapat memiliki keunggulan kompetitif, sehingga menjadi bisnis
diterapkan dalam sebuah organisasi dapat membantu untuk memfokuskan
pikiran dan tindakan secara sistematik, terstruktur yang harus mengarah
pada peningkatan kinerja. Melalui pendekatan holistik, pengalaman
penerapan bisnis dapat membantu antara kerahasiaan dan sektor organisasi
publik untuk dapat fokus terhadap orientasi konsumen.
Cook (2008) persepsi konsumen terhadap mutu jasa dan kegiatan
bisnis di bidang jasa ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah
dari pihak internal perusahaan terhadap konsumen. Dengan mengetahui apa
yang diinginkan konsumen, sebuah perusahaan jasa akan lebih baik dalam
menawarkan apa yang dibutuhkan konsumen. Hal ini, dapat menciptakan
dan mempertahankan loyalitas konsumen. Konsumen yang terbentuk pada
sebuah perusahaan, bukan hanya pihak yang merasakan produk atau jasa
yang dihasilkan perusahaan saja (konsumen eksternal), melainkan karyawan
sebagai konsumen internal dari sebuah perusahaan.
Menurut Gaspersz (2005), untuk meningkatkan daya saing dalam
industri diperlukan peningkatan proses secara konseptual seperti business excellence yang merupakan perluasan dari Mission, Values and Guiding Principles (MVGP) dan Total Quality Excellence (TQE), dengan berfokus pada utilisasi Sumber Daya Manusia (SDM) secara efektif dan bertujuan
untuk perbaikan secara terus-menerus dalam mutu, kepuasan konsumen dan
efisiensi. Model perbaikan terus-menerus memberikan suatu cara untuk
memvisualisasikan aspek-aspek kunci dari proses perbaikan seperti, suara
dari konsumen (voice of the customer) dan suara dari proses (voice of the process) yang digunakan untuk memfokuskan suatu usaha perbaikan mencapai tujuan perusahaan.
Sebuah penjelasan dari pelayanan yang baik adalah tercapainya
harapan konsumen, business excellence tidak hanya fokus pada
permasalahan internal melainkan juga eksternal, tidak hanya membahas
mengenai penerapan sertifikasi International Standard for Organization
(ISO) dan jasa konsumen, akan tetapi juga membangun inovasi dan
perbaikan secara berkelanjutan untuk membangun jasa kelas dunia. Tujuan
pihak terkait secara berkelanjutan, dengan pendekatan business excellence
perusahaan memperoleh manfaat nyata, seperti perbaikan indikator
keuangan, peningkatan inovasi dan generasi ide, kepuasan konsumen dan
pertumbuhan organisasi (BPIR, 2010).
Montgomery dalam Gaspersz (2005) mengemukakan suatu model
yang disebut sebagai model perbaikan mutu proses bisnis atau dikenal
dengan Business Process Quality Improvement (BPQI) seperti yang
ditunjukan dalam Gambar 2, terlihat bahwa model perbaikan proses bisnis
yang mengkaji keseluruhan rantai pemasok-konsumen (supplier-customer
chain), di mana suatu kebutuhan dari konsumen merupakan masukan bagi industri untuk diteruskan kepada pemasok. Pengukuran dilakukan pada
keseluruhan sistem apabila diidentifikasi adanya kecacatan atau kegagalan
dalam proses secara keseluruhan. Hasil temuan berupa akar penyebab
kecacatan atau kegagalan selanjutnya harus dihilangkan melalui
pengembangan tindakan korektif. Pada akhirnya, tindakan pengujian dan
evaluasi harus dilakukan untuk menguji dan mengevaluasi keefektifan dari
tindakan korektif yang dilakukan.
[image:34.595.150.505.441.587.2]
Gambar 2. Model perbaikan mutu proses bisnis Montgomery
dalam Gaspersz (2005)
Tujuan kerangka kerja business excellence adalah untuk menciptakan
suatu lingkungan perbaikan berkelanjutan yang mengarah kepada
kesuksesan bisnis yang berkelanjutan. Hal ini, didasarkan pada
prinsip-prinsip abadi perbaikan organisasi yang merupakan filsafat yang
mendasarinya. Kerangka kerja business excellence menggambarkan
unsur-Analisis penyebab kegagalan Mengembangankan
tindakan korektif
INPUT AKTIVITAS OUTPUT
(PROSES)
PENGUKURAN
Menghilangkan Penyebab Kegagalan Pengujian dan evaluasi
Akar Penyebab
Gagal Identifikasi
kegagalan
unsur penting untuk keunggulan organisasi yang berkelanjutan. Hal ini
dapat digunakan untuk memperbaiki setiap bagian dari organisasi.
Melalui prinsip-prinsip business excellence, pendekatan organisasi
untuk perbaikan dirancang untuk keberhasilan semua unsur organisasi yang
terintegrasi dan sistem manajemen yang mencakup semua aspek dari sebuah
organisasi. Aspek pendekatan organisasi untuk perbaikan menyeluruh
(BPIR, 2010), yaitu :
a. Kepemimpinan.
b. Fokus konsumen dan pasar.
c. Strategi dan perencanaan.
d. Orang.
e. Informasi dan pengetahuan.
f. Proses manajemen peningkatan dan inovasi.
g. Sukses dan keberlanjutan.
2.4. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Kusumaningrum (2009) melakukan kajian implementasi sistem
manajemen mutu ISO 9001 : 2000 pada perusahaan otomotif PT. Mah Sing
Indonesia, dilihat dari penerapan yang dilakukan perusahaan terhadap ISO
9001 : 2000 dinilai baik. Dalam menjalankan sistem manajemen mutu
(SMM) perusahaan. Dengan menggunakan metode proses hirarki analitik,
diketahui bahwa faktor permasalahan yang paling berpengaruh adalah SMM
dengan bobot 0,236. Aktor yang paling berperan dalam penerapan SMM
adalah manajemen puncak dengan bobot 0,625. Sedangkan kendala terberat
yang dihadapi oleh aktor adalah pada pengelolaan SDM dengan bobot
0.733. Alternatif tindakan yang paling cocok pada perusahaan tersebut
adalah meningkatkan kerjasama tim dengan bobot 0, 314.
Wulandari (2009) melakukan kajian mengenai penerapan SMM ISO
9001 : 2000 pada PT. Unitex Tbk, Bogor. Dalam hal ini diidentifikasi
faktor-faktor yang menjadi permasalahan dalam penerapan, aktor yang
berperan, tujuan yang ingin dicapai perusahaan, serta alternatif pemecahan
diperoleh bahwa perusahaan telah menerapkan SMM ISO 9001 : 2000
dengan baik dan persyaratan dalam ISO 9001 : 2000 telah terpenuhi.
Faktor yang menjadi permasalahan dalam penerapan adalah SMM,
tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya, realisasi produk,
perbaikan, analisis dan peningkatan. Aktor yang paling berperan dalam
penerapan SMM ISO 9001 : 2000 adalah top management. Tujuan dari
penerapan SMM ISO 9001 : 2000 adalah perbaikan administrasi dan
dokumentasi, perbaikan infrastruktur dan perbaikan partisipasi karyawan.
Sedangkan alternatif tindakan berupa perbaikan sistem informasi menjadi
prioritas utama, lalu sosialisasi, pendidikan dan pelatihan (diklat),
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Perkembangan dunia usaha yang begitu pesat menyebabkan
persaingan yang kompetitif, maka menuntut perusahaan melakukan usaha
keras agar produk-produknya atau jasanya dapat diterima dan memiliki nilai
lebih bagi penggunanya, yaitu memperhatikan mutu produk atau jasanya.
PT. Asuransi MSIG Indonesia melalui business excellence di MSIG yang
dibangun dengan pendekatan business excellence sebagai langkah untuk
mempersiapkan perbaikan dan pencegahan untuk menghasilkan jasa yang
bermutu baik. Untuk membangun business excellence, perusahaan
membutuhkan integrasi menyeluruh pada divisi yang terdapat di
perusahaan.
Penerapan business excellence perlu mendapat dukungan dari
berbagai pihak guna tercapainya tujuan bersama, dengan kerangka kerja
yang jelas terhadap dimensi excellence terkait yang dilakukan dalam tiga (3)
tingkatan perencanaan aksi business excellence, melalui keempat (4)
perangkat yang digunakan PT. Asuransi MSIG Indonesia, berharap dapat
mencapai tujuan untuk menjadi perusahaan asuransi kerugian nomor satu
(1) di Asia dan memiliki keunggulan kompetitif dalam bersaing secara
sehat. Agar business excellence dapat berjalan sesuai fungsinya, maka perlu
melakukan identifikasi permasalah yang terjadi saat implementasi, untuk
mengetahui faktor yang berpengaruh, pihak yang berperan dalam
penerapan, tujuan dan alternatif kegiatan yang dapat diusulkan sebagai
perbaikan penerapan business excellence. Kerangka pemikiran penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan tahapan penelitian dapat dilihat
Gambar 3. Kerangka pemikiran penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Obyek penelitian adalah Kajian implementasi business excellence
pada mutu jasa di PT. Asuransi MSIG Indonesia memiliki Kantor pusat
yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
Penelitian dilaksanakan dalam waktu 2,5 bulan sejak bulan Februari hingga
awal bulan April 2011.
Implementasi BE@M
Analytical Hierarchy Process
(AHP)
Rekomendasi Strategi
Business Excellence
PT. Asuransi MSIG Indonesia
Meningkatkan mutu
pelayanan kedalam
orientasi kepuasan
pelanggan
Pendekatan Holistik (Mengarahkan
stakeholder
terhadap visi bersama)
Penerapan
Business Excellence at
MSIG
Sertifikasi ISO
Suara Konsumen
i-action i-suggest
3.3. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Data Primer
Data ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada
pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Data primer
umumnya berupa data kualitatif maupun kuantitatif dan digunakan untuk
membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya. Data
primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung (observasi
lapangan), yaitu penyebaran kuesioner (Lampiran 2) dan wawancara
dengan pihak manajemen PT. Asuransi MSIG Indonesia (Lampiran 3).
b. Data Sekunder
Data ini merupakan data yang berfungsi sebagai pelengkap data
primer. Data sekunder diperoleh melalui media lain yang bersumber pada
penelusuran pustaka dan publikasi elektronik (internet).
3.4. Pengolahan dan Analisis Data
Tahap awal yang dilakukan sebelum mengolah data adalah
mempelajari literatur yang berkaitan dengan business excellence, PT.
Asuransi MSIG Indonesia dan pengolahan AHP. Setelah mempelajari
literatur, dilakukan identifikasi bentuk kegiatan business excellence melalui
observasi langsung dan wawancara dengan pihak penyusun business
excellence. Identifikasi faktor, aktor, tujuan dan skenario business excellence juga dilakukan melalui wawancara dengan pihak penyusun
business excellence.
Hasil identifikasi faktor, aktor, tujuan dan skenario business
excellence kemudian didiskusikan kembali dengan pakar sehingga digunakan untuk menentukan unsur penyusun struktur hirarki. Struktur
hirarki tersebut kemudian digunakan sebagai acuan kuesioner yang akan
dinilai oleh pakar (pakar business excellence di PT. Asuransi MSIG
Indonesia). Nara sumber interview dan penilai kuesioner dipilih secara
sengaja (purposive sampling), dengan pertimbangan pemahaman tentang
implementasi business excellence pada PT. Asuransi MSIG Indonesia
menggunakan teknikAHP.Hingga diperolehhasil pengolahan vertikal yang
menggambarkan keterkaitan dan tingkat pengaruh antara unsur pada satu
tingkat hirarki dengan unsur pada tingkat hirarki lainnya. Hasil pengolahan
yang menunjukkan pemilihan skenario business excellence diperoleh dari
pengolahan vertikal. Pengumpulan dan pengolahan data dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Teknik analisa yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, sebagai
sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan
yang kompleks, dengan cara menyederhanakan dan mempercepat proses
pengambilan keputusan untuk memecahkan persoalan tersebut kedalam
bagian-bagiannya, menata bagian atau peubah ini dalam suatu susunan
hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang
pentingnya tiap peubah dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk
menetapkan peubah mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan
bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Teknik AHP ini membantu memecahkan persoalan kompleks dengan
menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan
dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau
prioritas. Metode ini menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika
yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai
pertimbangan yang beragam menjadi hasil sesuai dengan perkiraan secara
intuitif, sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah
dibuat (Saaty, 1991).
Keuntungan penerapan proses hirarki menurut Fewidarto (1996)
adalah :
1. Penyajian sistem secara hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan
bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi
prioritas unsur pada level/tingkat di bawahnya.
2. Hirarki memberikan banyak informasi yang lengkap pada struktur dan
gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuan pada level yang lebih
tinggi. Unsur-unsur kendala yang terbaik adalah disajikan pada level
yang lebih tinggi untuk menjamin bahwa kendala-kendala itu
diperhatikan.
3. Hirarki lebih efisien daripada merakit modul-modul secara keseluruhan.
4. Hirarki lebih mantap (stabil) dan lentur (fleksibel). Stabil dalam arti
bahwa perubahan yang kecil memilki dampak yang kecil dan lentur
dalam hal bahwa penambahan untuk mendapatkan suatu hirarki
terstruktur baik yang tidak menggangu kerjanya.
Menurut Saaty (1991), terdapat tiga (3) prinsip dalam memecahkan
persoalan dengan AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decomposition),
prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip
konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah
hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan
kriteria-kriteria atau komponen-komponen yang mendukung pencapaian
tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu
diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang
bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi.
Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan
keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria berikut :
1. Lengkap
Kriteria harus lengkap, sehingga mencakup semua aspek yang penting,
yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan.
2. Operasional
Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti
bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati
terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu
penjelasan alat untuk berkomunikasi.
3. Tidak berlebihan
Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian
4. Minimum
Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk
mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan
persoalan dalam analisis (Saaty, 1991).
a. Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan
decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga
dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa
tingkatan dari persoalan tadi, karena alasan ini maka proses analisis ini
dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak
memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat,
tergantung dari pengambil keputusan yang menentukan dengan
memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan
tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua (2) jenis hirarki, yaitu hirarki
lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua unsur
pada semua tingkat memiliki semua unsur yang ada pada tingkat
berikutnya. Jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap.
b. Comparatif Judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif
dua (2) unsur pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat
yang diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan
berpengaruh terhadap prioritas unsur-unsur. Hasil dari penilaian ini akan
ditempatkan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise
comparison. Dalam melakukan penilaian terhadap unsur-unsur yang diperbandingkan terdapat tahapan-tahapan, yakni :
1) Unsur mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya).
2) Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya).
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua
penyusunan skala kepentingan, Saaty menggunakan patokan seperti
[image:43.595.156.513.152.474.2]dimuat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai skala banding berpasangan
Sumber : Saaty, 1991
Dalam penilaian kepentingan relatif dua (2) unsur berlaku aksioma
reciprocal, artinya jika unsur i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka unsur j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding unsur i.
Disamping itu, perbandingan dua (2) unsur yang sama akan
menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua (2) unsur yang
berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat m unsur, maka
akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n.
Banyakn