• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGOLAHAN DATA, OPTIMASI DISTRIBUSI LNG DAN

4.1 Pengolahan Data

4.1.1 Data Pembangkit Listrik

Dalam penelitian ini data pembangkit listrik diambil dari Rencana Usaha

Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2016-2025. Data pembangkit yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pembangkit listrik yang menggunakan bahan

bakar gas yang berada di wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Data

pembangkit yang berada di wilayah Papua dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Pembangkit Listrik Tenaga Gas di wilayah Papua

No Proyek Jenis Mesin Kapasitas COD Tipe Pembangkit

1 Biak PLTMG 15 2017 Base Load

2 Biak 2 PLTMG 20 2019 Base Load

3 Bintuni PLTMG 10 2018 Base Load

4 Fakfak PLTMG 10 2019 Base Load

5 Jayapura 1 PLTMG 50 2025 Load Follower

6 Jayapura Peaker PLTMG 40 2018 Peak Load

7 Kaimana PLTMG 10 2017 Base Load

8 Manokwari 2 PLTMG 20 2019 Base Load

9 Manokwari 3 PLTMG 20 2022 Base Load

10 Merauke PLTMG 20 2017 Base Load

11 Merauke 2 PLTMG 20 2018 Base Load

12 MPP Fakfak PLTG/MG 10 2017 Base Load

13 MPP Jayapura PLTG/MG 50 2017 Base Load

14 MPP Manokwari PLTG/MG 20 2017 Base Load

15 MPP Nabire PLTG/MG 20 2017 Base Load

16 MPP Timika PLTG/MG 10 2017 Base Load

17 Nabire 2 PLTMG 20 2019 Base Load

18 Nabire 3 PLTMG 10 2024 Base Load

19 Raja Ampat PLTMG 10 2017 Base Load

20 Sarmi PLTMG 5 2019 Base Load

21 Serui PLTMG 10 2017 Base Load

22 Serui 2 PLTMG 10 2019 Base Load

23 Sorong PLTMG 50 2017 Base Load

24 Sorong LF PLTMG 50 2021 Peak Load

38

Pada pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) pembangkit menggunakan turbin

gas untuk menghasilkan energi mekanik yang selanjutnya diubah menjadi energi

listrik. Sedangkan pada Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG)

menggunakan mesin gas jenis torak yang dapat menggunakan total gas bumi

sebagai bahan bakar atau dapat menggunakan dua jenis bahan bakar (Dual Fuel)

berupa gas bumi dan solar.

Pada data yang dikumpulkan juga terdapat tiga jenis operasi dari pembangkit

listrik berdasarkan beban keluaran daya listrik yang dihasilkan pembangkit, sebagai

berikut:

1. Base load atau beban dasar, pembangkit yang beroperasi pada rata-rata beban

yang sama secara terus menerus (continuous operation). Biasanya

pembangkit jenis base load bekerja selama 24 jam penuh dengan keluaran

daya yang sama.

2. Peak Load atau beban puncak, pembangkit yang beroperasi pada beban

tertentu sesuai dengan beban puncak dan biasanya beroperasi pada waktu

tertentu. Pembangkit jenis ini biasanya bekerja hanya pada beban listrik

meningkat atau pada waktu malam hari. Durasi operasi dari pembangkit ini

tergantung dari beban puncak keperluan listrik, dan biasanya bekerja dalam

waktu antara 6 sampai dengan 12 jam dalam sehari.

3. Load Follower atau beban tambahan, pembangkit jenis ini beroperasi hanya

ketika pembangkit jenis base load tidak mampu memasok daya listrik,

sehingga diperlukan tambahan pasokan daya listrik untuk memenuhi

permintaan daya listrik. Pembangkit jenis ini beroperasi dalam beban yang

bervariasi tergantung dari defisit beban listrik yang muncul, serta beroperasi

dalam durasi tertentu.

Perbedaan jenis pembangkit listrik berdasarkan operasional beban daya listrik

akan mempengaruhi konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan pembangkit. Semakin

panjang durasi operasi pembangkit listrik akan memerlukan pasokan bahan bakar

yang lebih banyak.

Data pembangkit listrik yang ditunjukan pada Tabel 4.1 adalah pembangkit

yang akan dibangun dengan waktu penyelesaian atau Commercial Operational

39

Menunjukan peta sebaran pembangkit di wilayah Papua. Semua pembangkit listrik

tenaga gas di wilayah Papua yang ditampilkan tersebut masih belum beroperasi.

Hal ini dapat dilihat dari COD terdekat yang berada di tahun 2017. Sehingga dalam

penelitian ini akan menggunakan beberapa data pembanding dari pembangkit yang

telah beroperasi untuk dianalisa.

Gambar 4.1 Sebaran Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Mesin Gas di Wilayah Papua

4.1.2 Data Sumber Gas Bumi dari Kilang LNG Tangguh

Selain data pembangkit sebagai konsumen, sumber gas bumi yang dipilih

dalam penelitian ini adalah fasilitas kilang LNG Tangguh. Pemilihan sumber gas

bumi ini dengan pertimbangan Kilang LNG Tangguh telah memiliki alokasi

pasokan gas bumi untuk keperluan pembangkitan listrik di wilayah Papua.

Pertimbangan lainnya adalah lokasi kilang LNG Tangguh yang berada di Teluk

Bintuni, sehingga jarak transportasi gas bumi akan semakin dekat. Hal ini sesuai

dengan prinsip distribusi dimana sumber pasokan harus berada sedekat mungkin

dengan konsumen sehingga dapat mengurangi biaya distribusi. Saat ini kilang LNG

Tangguh mempunyai kapasitas Produksi LNG 3.8 juta ton per tahun (MTPA) atau

setara dengan 545 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Kualitas LNG yang

40

diproduksi oleh kilang LNG tangguh juga memenuhi persyaratan komposisi

kandungan gas metana untuk kebutuhan bahan bakar pada mesin Turbin gas dan

Mesin Gas yang digunakan pada PLTG/MG. Data komposisi kandungan gas dalam

LNG dari kilang LNG Tangguh dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dapat dilihat pada

tabel tersebut bahwa kandungan LNG pada kilang LNG Tangguh memiliki 96.85%

gas metana yang memenuhi persyaratan komposisi gas yang diperlukan untuk

dipasok ke pembangkit yang menggunakan Turbin Gas dan Mesin Gas.

Tabel 4.2 Komposisi LNG dari kilang LNG Tangguh

No. Komponen Fraksi Mol

1 C1H4 0.9685

2 C2H6 0.0215

3 C3H8 0.0050

4 i-C4H10 0.0009

5 n- C4H10 0.0011

6 n- C5H12 0.0001

7 n- C6H14 0.0000

8 N2 0.0029

9 O2 0.0000

10 CO2 0.0000

Selain fasilitas untuk produksi kilang LNG Tangguh memiliki fasilitas tambat

berupa dermaga untuk kapal pengangkut LNG. Fasilitas dermaga ini digunakan

kilang LNG Tangguh untuk mendistribusikan LNG yang diproduksi

meenggunakan kapal LNG. Pada Gambar 4.2 menunjukan tampak atas dari kilang

LNG Tangguh, dimana terlihat fasilitas pengolahan dan penyimpanan LNG serta

fasilitas dermaga untuk melayani kapal LNG. Saat ini kilang LNG Tangguh

mengoperasikan 7 kapal LNG berukuran antara 137,000 m3 sampai dengan

155,000 m3 untuk mendistribusikan LNG ke beberapa destinasi seperti Jepang,

Korea dan Amerika Latin. Dalam penelitian ini diambil asumsi bahwa dermaga

yang dimiliki oleh kilang LNG Tangguh mampu melayani kapal pengangkut LNG

dengan ukuran kecil.

41

Gambar 4.2 Tampak atas dari Kilang LNG Tangguh

4.1.3 Data Kapal Pengangkut LNG

Distribusi gas bumi yang telah diproses menjadi LNG dilakukan dengan

menggunakan kapal LNG menuju beberapa terminal penerima di setiap lokasi

pembangkit. Distribusi LNG direncanakan akan menggunakan kapal pengangkut

LNG yang termasuk dalam kategori berukuran kecil (Small LNG Carrier). Kapal

pengangkut LNG dengan kapasitas muat antara 2,500 m3 sampai dengan 23,000 m3

yang telah beroperasi dipertimbangkan sebagai pilihan kapasitas muat untuk

distribusi LNG. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa penggunaan kapal LNG

berukuran kecil memenuhi karakter distribusi LNG dengan lokasi permintaan

tersebar dan jumlah permintaan yang kecil seperti kasus distribusi LNG di

Indonesia (Yusna Armita, 2011). Sehingga untuk pada penelitian distribusi untuk

wilayah Papua dengan menggunakan kapal LNG dengan ukuran kecil dianggap

sesuai, karena memiliki karakter permasalahan yang sama, yakni lokasi permintaan

tersebar dan dengan kebutuhan pasokan yang kecil. Selain itu kondisi perairan yang

dangkal disekitar Papua menjadi pertimbangan untuk menggunakan kapal LNG

dengan ukuran kecil. Dengan kapal yang berukuran kecil maka kapal dapat

bersandar pada dermaga di terminal penerima dengan kedalaman perairan dangkal

yang memiliki kedalaman minimal 5 meter dari permukaan air laut.

42

Gambar 4.3. Contoh kapal LNG berukuran kecil

Beberapa data kapal pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kapal Shinju Maru (2,500 m3), kapal Coral Methane (7,500 m3), kapal Norgas

(10,000 m3), dan kapal Surya Satsuma (23,000 m3) yang dapat dilihat pada Gambar

4.3. Dari data kapal pembanding tersebut akan dikumpulkan data yang akan

digunakan dalam melakukan optimasi distribusi LNG ke pembangkit listrik di

wilayah Papua, antara lain:

1. Kapasitas muatan kapal

Kapasitas muatan akan mempengaruhi jumlah LNG yang bisa diangkut dalam

sekali distribusi. Semakin besar kapasitas tangki kapal, maka semakin banyak

jumlah lokasi yang bisa dikunjungi. Selain itu dengan kapasitas yang besar

maka biaya distribusi per satuan volume LNG akan semakin murah. Namun

disisi lainnya dengan ukuran muatan yang lebih besar, maka semakin besar

pula ukuran kapal dan harga sewa kapal yang lebih mahal.

2. Kecepatan kapal

Pada jarak yang sama, kapal dengan kecepatan lebih tinggi akan memerlukan

waktu lebih sedikit untuk sampai tujuan. Dengan demikian waktu round trip

kapal akan semakin sedikit dan berdampak pada ukuran terminal penerima

lebih kecil serta waktu operasional kapal menjadi lebih sedikit.

3. Konsumsi bahan bakar

Data konsumsi bahan bakar akan digunakan dalam perhitungan biaya

transportasi selama distribusi LNG dilakukan. Dalam perhitungan biaya

Dokumen terkait