• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA A. Pengumpulan Data

B. Pengolahan Data

1. Pengklasifikasian ABC

Pengklasifikasian ABC digunakan untuk mengetahui dan memahami bahan baku apa saja yang masuk dalam klasifikasi A, B, dan C, dengan cara mengklasifikasikan bahan baku yang didasarkan atas tingkat investasi tahunan yang terserap di dalam penyediaan inventory untuk setiap bahan baku. Selain itu mengklasifikasikan bahan baku ke dalam kategori A, B, dan C berguna untuk memfokuskan perhatian penanganan pengendalian persediaan terhadap jenis barang yang memiliki nilai serapan modal/investasi yang tinggi dan pemakaian bahan baku yang tinggi

a. Berikut adalah perhitungan untuk mengklasifikasikan berdasarkan nilai investasi untuk memfokuskan perhatian pada barang yang memiliki nilai serapan dana yang tinggi pada bahan baku gudeg kaleng Bu Tjitro sebagaimana Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Pemakaian dan Harga Bahan Baku

Bahan Baku Jumlah Pemakaian Satuan Harga Satuan (Rp)

Tabel 4.3 Data Pemakaian dan Harga Bahan Baku (lanjutan)

Bahan Baku Jumlah Pemakaian Satuan Harga Satuan (Rp) penyerapan dana, dan persentase penyerapan dana sebagaimana pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Nilai Persentase Penyerapan Dana Setiap Bahan Baku Bahan Baku Satuan Kuantitas

Pemakaian

Tabel 4.4 Nilai Persentase Penyerapan Dana Setiap Bahan Baku (lanjutan)

Bahan Baku Satuan Kuantitas Pemakaian

Jumlah 981.550.254 100,00

Tabel 4.4 menampilkan nilai penyerapan dana dari setiap jenis bahan baku dan persentase penyerapan dana dari setiap bahan baku. Nilai penyerapan dana diperoleh dari hasil perkalian kuantitas pemakaian bahan baku dengan harga satuan bahan baku. Persentase penyerapan dana diperoleh dari nilai penyerapan dana dibagi dengan total nilai penyerapan dana kemudian dikalikan 100%. Persentase penyerapan dana tertinggi terjadi pada bahan baku telur yaitu sebesar 49,05%. Dan persentase penyerapan dana terkecil terjadi pada bahan baku merica yaitu sebesar 0,02%. Dengan melihat hasil persentase penyerapan dana pada Tabel 4.4, kemudian dapat menentukan kategori-kategori dari setiap bahan baku dengan melihat persentase kumulatif penyerapan dana sebagaimana Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Persentase Kumulatif Penyerapan Dana

Bahan Baku

Tabel 4.5 Persentase Kumulatif Penyerapan Dana (lanjutan) dari persentase terbesar ke persentase terkecil. Selain persentase penyerapan dana, terdapat juga persentase kumulatif penyerapan dana.

Perlunya dihitung persentase kumulatif penyerapan dana adalah untuk mengetahui apakah bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gudeg kaleng tersebut masuk dalam kategori A, B atau C seperti pada prinsip Pareto. Persentase kumulatif penyerapan dana diperoleh dari perhitungan persentase kumulatif penyerapan dana dengan persentase penyerapan dana setelahnya.

b. Berikut adalah perhitungan untuk mengklasifikasikan berdasarkan persentase kumulatif pemakaian bahan baku gudeg kaleng Bu Tjitro sebagaimana Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Persentase Kumulatif Pemakaian Bahan Baku

Nilai pakai didapat dari jumlah pemakaian dalam satu periode, kemudian diurutkan dari jumlah pemakaian tertinggi hingga terendah.

Kemudian dihitung persentase pemakaiannya. Setelah persentase pemakaian dihitung, hitung persentase kumulatif pemakaian. Kemudian dibuat kategori.

2. Perhitungan dengan Metode Min-Max Stock

Metode Min-Max Stock yaitu menentukan jumlah persediaan maksimum dan minimum agar tidak kurang dan tidak berlebih. Jumlah persediaan paling besar berada pada jumlah maksimum. Apabila bahan baku telah mencapai minimum maka perlu diadakan pemesanan bahan baku kembali. Jika jumlah persediaan berada di bawah tingkat persediaan minimum artinya terjadi kekurangan persediaan, hal ini terjadi disebabkan adanya pemakaian bahan baku yang terlalu besar. Untuk menutupi kekurangan persediaan tersebut dibutuhkan persediaan pengaman (Safety Stock). Jika jumlah persediaan berada di atas tingkat maksimum, persediaan dapat menimbulkan pemborosan karena persediaan yang berlebihan.

Untuk mengetahui pengendalian persediaan ketersediaan dari 20 (dua puluh) bahan baku gudeg kaleng Bu Tjitro agar tidak terjadi penumpukan bahan baku, kekurangan bahan baku dan mengidentifikasi dengan tepat berapa jumlah bahan baku yang harus dipesan kembali agar tidak terjadi pemborosan anggaran belanja, maka pengendalian persediaan bahan baku dihitung menggunakan metode min-max stock.

a. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Telur Tahun 2019

Berikut adalah data pembelian dan pemakaian bahan baku telur tahun 2019 sebagaimana tabel 4.7.

Tabel 4.7 Pembelian dan Pemakaian Telur Tahun 2019

Bulan Pembelian

(Btr)

Pemakaian (Btr)

JANUARI 15490 15085

FEBRUARI 11768 12100

MARET 22332 20200

SEPTEMBER 21798 20320

OKTOBER 16498 16250

NOVEMBER 18855 18000

DESEMBER 16784 17350

JUMLAH 203269 200669

RATA-RATA 16939,08 16722,42

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 2597 Butir

Berdasarkan data pembelian bahan baku Telur tahun 2019 pada Tabel 4.7, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (203269 – 200669) + 2597

= 5197 Butir.

Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (20320 − 16722,42) × 0,07

= 215,83 ≈ 216 Butir Min = (T × C) + S

= (16722,42 × 0,07) + 216 = 1386,57 ≈ 1387 Butir Max = 2 × (T × C)

= 2 × (16722,42 × 0,07) = 2341,14 ≈ 2341 Butir

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 2341 – 1387 = 954 Butir Keterangan:

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (butir/bulan) C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (butir)

Max = Persediaan Maksimum (butir) Min = Persediaan Minimum (butir)

b. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Krecek

Berikut adalah data pembelian dan pemakaian bahan baku krecek tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Pembelian dan Pemakaian Krecek Tahun 2019

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pabrik diketahui diketahui:

Lead Time = 0,07 bulan

Stock awal tahun 2019 = 42 Kg

Berdasarkan data pembelian bahan baku Krecek tahun 2019 pada Tabel 4.8, maka dapat dihitung total persediaan akhir adalah sebagai berikut:

Stock Akhir = (Total Pembelian – Total Pemakaian) + Stock Awal

= (2366 – 2374) + 42

RATA-RATA 197,17 197,83

Berikut adalah perhitungan dengan menggunakan metode Min-Max Stock.

S = (Pemakaian maksimum – T) × C

= (271 – 197,83) × 0,07

= 5,12 Kg Min = (T × C) + S

= (197,83 × 0,07) + 5,12 = 18,97 Kg

Max = 2 × (T × C)

= 2 × (197,83 × 0,07) = 27,70 Kg

Jumlah Pemesanan Kembali = Max – Min

= 27,70 – 18,97

= 8,73 Kg Keterangan :

T = Pemakaian rata-rata barang per periode (Kg/bulan) C = Lead Time (bulan)

S = Safety Stock (Kg)

Max = Persediaan Maksimum (Kg) Min = Persediaan Minimum (Kg)

c. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Gula Jawa

Perhitungan persediaan bahan baku Gula Jawa tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 1.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku gula jawa tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Persediaan Gula Jawa Tahun 2019

Hasil Jumlah

(Kg)

Stock Akhir Pabrik 35

Safety Stock 3,59

Persediaan Minimum 23,8

Persediaan Maksimum 40,46

Jum Pesan Kembali 16,66

d. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bawang Putih

Perhitungan persediaan bahan baku Bawang Putih tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 2.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku bawang putih tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Persediaan Bawang Putih Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 3,55

e. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bawang Merah

Perhitungan persediaan bahan baku Bawang Merah tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 3.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku bawang merah tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Persediaan Bawang Merah Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 3,65

f. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kemiri

Perhitungan persediaan bahan baku Kemiri tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 4.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku kemiri tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Persediaan Kemiri Tahun 2019

Hasil Jumlah

(Kg)

Stock Akhir Pabrik 10

Safety Stock 0,98

Persediaan Minimum 4,9

Persediaan Maksimum 7,84

Jum Pesan Kembali 2,94

g. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Tholo Putih

Perhitungan persediaan bahan baku Tholo Putih tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 5.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku tholo putih tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Persediaan Tholo Putih Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 5,78

h. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Rawit

Perhitungan persediaan bahan baku Cabai Rawit tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 6.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku cabai rawit tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Rawit Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 2,32

i. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Serai

Perhitungan persediaan bahan baku Serai tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 7.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku serai tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Persediaan Serai Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 1,32

j. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Tampar

Perhitungan persediaan bahan baku Cabai Tampar tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 8.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku cabai tampar tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Tampar Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 0,81

k. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Garam

Perhitungan persediaan bahan baku Garam tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 9.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku garam tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Persediaan Garam Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 4,27

l. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Knoor

Perhitungan persediaan bahan baku Knoor tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 10.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku knoor tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Persediaan Knoor Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 0,27

m. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Terasi

Perhitungan persediaan bahan baku Terasi tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 11.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku terasi tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Persediaan Terasi Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 0,06

n. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Ketumbar

Perhitungan persediaan bahan baku Ketumbar tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 12.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku ketumbar tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.20.

Tabel 4.20 Hasil Perhitungan Persediaan Ketumbar Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 0,43

o. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Cabai Tropong

Perhitungan persediaan bahan baku Cabai Tropong tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 13.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku cabai tropong tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Persediaan Cabai Tropong Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 0,05

p. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Laos

Perhitungan persediaan bahan baku Laos tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 14.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku laos tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.22.

Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Persediaan Laos Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 1,34

q. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kencur

Perhitungan persediaan bahan baku Kencur tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 15.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku kencur tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.23.

Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Persediaan Kencur Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 0,01

r. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Bumbu Rendang

Perhitungan persediaan bahan baku Bumbu Rendang tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 16.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku bumbu rendang tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.24.

Tabel 4.24 Hasil Perhitungan Persediaan Bumbu Rendang Tahun 2019

Hasil Jumlah

(Bungkus)

Stock Akhir Pabrik 50

Safety Stock 0,12

Persediaan Minimum 0,28

Persediaan Maksimum 3,15

Jum Pesan Kembali 2,87

s. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Kunyit

Perhitungan persediaan bahan baku Kunyit tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 17.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku kunyit tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.25.

Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Persediaan Kunyit Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 0,02

t. Perhitungan Persediaan Bahan Baku Merica

Perhitungan persediaan bahan baku Merica tahun 2019 menggunakan metode min-max stock terdapat pada Lampiran 18.

Berikut adalah hasil perhitungan persediaan bahan baku merica tahun 2019 sebagaimana Tabel 4.26.

Tabel 4.26 Hasil Perhitungan Persediaan Merica Tahun 2019

Hasil Jumlah

Jum Pesan Kembali 0,004

48 BAB V PEMBAHASAN A. Klasifikasi ABC

Terdapat 20 komponen bahan baku kering yang digunakan untuk pembuatan gudeg kaleng. Dengan kondisi tersebut memerlukan penanganan khusus dengan menggunakan metode klasifikasi ABC. Berikut adalah gambar diagram pareto berdasarkan nilai investasi dari Tabel 4.5 sebagaimana Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Diagram Pareto Berdasarkan Nilai Investasi

Gambar 5.1 memperlihatkan diagram Pareto berdasarkan nilai investasi dari data Tabel 4.5. Sebanyak 20 bahan baku masuk dan terbagi dalam klasifikasi A, B,dan C. Mengklasifikasikan bahan baku ke dalam kategori A, B, dan C berguna untuk memfokuskan perhatian penanganan pengendalian persediaan terhadap jenis barang yang memiliki nilai serapan modal/investasi yang tinggi.

Prinsip Pareto dalam Bahagia (2006) Kategori A menyerap dana berkisar hingga 80% dari seluruh modal yang disediakan, dan jumlah jenis barang berkisar hingga 20% dari semua jenis barang yang dikelola. Pada gambar 5.1, bahan baku yang masuk dalam kategori A adalah telur, krecek dan gula jawa.

Persentase kumulatif penyerapan dana pada telur sebesar 49,05% , krecek sebesar 75,17% dan gula jawa sebesar 82,58%. Persentase kumulatif penyerapan dana pada telur, krecek dan gula jawa mendekati 80% dari seluruh modal yang disediakan dan sesuai dengan prinsip Pareto. Persentase kumulatif jenis barang pada bahan baku telur sebesar 5%, krecek sebesar 10% dan gula jawa 15%, artinya masih masuk dalam kisaran penggunaan barang dalam kelas A. Dengan hasil serapan modal yang tinggi bahan baku dalam kategori A memiliki tingkat prioritas perhatian penanganan yang tinggi. Besarnya serapan modal, jika bahan baku tersebut mengalami kerusakan dapat menimbulkan kerugian.

Pada prinsip Pareto dalam Bahagia (2006) kategori B menyerap dana berkisar hingga 15% dari seluruh modal yang disediakan (jika dihitung setelah kategori A diperoleh persentase hingga 95%), dan jumlah jenis barang berkisar hingga 30% dari semua jenis barang yang dikelola.. Bahan baku yang masuk dalam kategori B yaitu bawang putih, bawang merah, kemiri dan tholo putih.

Bahan baku tersebut persentase kumulatif penyerapan dana mendekati 95%.

Persentase kumulatif jenis barang kategori B yaitu sebesar 15-35%. Persentase ini signifikan masuk kategori B jika dibandingkan dengan teori menurut Bahagia (2006). Bahan baku kategori ini merupakan bahan baku dengan

tingkat prioritas perhatian penanganan menengah atau sedang. Walaupun tingkat prioritas perhatian menengah, namun tetap harus tepat dalam pengendalian persediaan agar optimal.

Prinsip Pareto dalam Bahagia (2006) barang yang masuk dalam kategori C yaitu barang-barang yang menyerap dana berkisar hingga 5% dari seluruh modal (yang tidak termasuk kategori A dan B) . Bahan baku yang masuk dalam kategori C adalah bahan baku yang memiliki persentase kumulatif penyerapan dana dari 96,61-100%. Bahan baku yang masuk dalam kategori ini memiliki tingkat prioritas penanganan rendah. Walaupun tingkat prioritas perhatian rendah, namun tetap harus tepat dalam pengendalian persediaan agar optimal.

Berikut adalah gambar diagram pareto berdasarkan persentase kumulatif pemakaian bahan baku dari Tabel 4.6 sebagaimana Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Diagram Pareto Berdasarkan Persentase Kumulatif Pemakaian Gambar 5.2 memperlihatkan diagram Pareto berdasarkan persentase kumulatif pemakaian bahan baku dari data Tabel 4.6. Sebanyak 20 bahan baku

masuk dan terbagi dalam klasifikasi A, B,dan C. Pada gambar 5.2 bahan baku telur masuk dalam klasifikasi A karena persentase kumulatif pemakaian telur berada pada 94,256%. Dengan pemakaian telur yang sangat besar yaitu sebesar 200669 butir harus mendapatkan prioritas dalam penanganan persediaan agar tidak terjadi kehabisan ketersediaan (stock out). Apabila pabrik tidak memperhatikan persediaan telur dengan baik, maka dapat mengalami kehabisan dan berimbas pada menghambat kegiatan produksi. Maka dari itu perlu dilakukan pengendalian persediaan bahan baku dengan tepat agar persediaan optimal.

Gula Jawa masuk dalam klasifikasi B, karena persentase kumulatif pemakaian gula jawa sebesar 95,884%. Dengan pemakaian bahan baku gula jawa sebesar 3465 Kg, ketersediaan bahan baku gula Jawa harus diperhatikan agar tidak terjadi kehabisan bahan baku. Maka dari itu perlu dilakukan pengendalian persediaan bahan baku dengan tepat agar persediaan optimal.

Untuk bahan baku lainnya masuk ke dalam kategori C, meskipun tidak menjadi prioritas dalam penanganan, semua bahan baku yang masuk dalam kategori C tetap harus diperhatikan ketersediaan bahan baku dengan tepat, agar tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan bahan baku. untuk menghindari terjadinya kelebihan ataupun kekurangan ketersediaan bahan baku.

Dokumen terkait