• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan horizontal untuk tingkat kepentingan aktor terhadap strategi

BAB IV. METODE PENELITIAN

D. Elemen Strategi

6.2. Analisis Alternatif Strategi Pengembangan Bisnis Jahe Untuk Masa Yang Akan Datang Yang Akan Datang

6.2.1. Analisis Pengolahan Horizontal

6.2.1.4 Pengolahan horizontal untuk tingkat kepentingan aktor terhadap strategi

Strategi untuk mengembangkan bisnis jahe di Indonesia dibuat menjadi empat alternatif strategi. Strategi tersebut diharapkan bisa digunakan untuk semua pihak yang ikut berperan serta dalam mengembangkan bisnis jahe di Indonesia. Strategi tersebut juga bersifat fleksibel tergantung pada kondisi yang sedang terjadi pada bisnis obat tradisional (khususnya yang menggunakan jahe sebagai bahan baku utama). Hasil pengolahan horizontal untuk alternatif strategi dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Hasil Pengolahan Horizontal Untuk Membandingkan Tingkat Kepentingan Strategi

Strategi Bobot Prioritas

GAP 0,262 2

GMP 0,281 1

Kemitraan 0,198 4

Diversifikasi Produk 0,260 3

Rasio Inkonsistensi 0,01

Pengembangan bisnis jahe memerlukan strategi yang tepat agar bisnis jahe ini bisa menguntungkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya petani. Teknik penerapan GAP dan GMP memiliki selisisih bobot nilai yang tidak begitu jauh karena strategi GAP dan GMP tidak bisa terpisahkan. Good Manufacturing Practices (GMP) atau yang sering juga disebut dengan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan

konsumen. GMP berarti pihak pengolah melakukan proses produksi yang meliputi seluruh aspek yaitu penggunaan bahan baku berkualitas, proses produksi, pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani. Dengan menerapkan GMP diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz dalam Astuti, 1997). Pada umumnya jahe akan diolah menjadi jahe kering, bubuk jahe, minyak jahe, dan oleoresin jahe.

GMP pada proses produksi jahe menjadi obat tradisional meliputi : 1. Penerimaan bahan baku

Kualitas bahan baku sangat penting untuk industri obat tradisional. Hanya jahe yang berkualitas tinggi dan sesuai standarisasi perusahaan yang dapat digunakan dalam proses produksi.

2. Pembuatan obat

Pembuatan obat tradisional baik dalam bentuk tablet, kapsul maupun cair, diperoses dengan menggunakan teknologi pengolahan yang spesifik dan ramah lingkungan. Setiap tahap proses produksi, selalu ada orang yang mengawasi jalannya proses produksi, apakah sesuai dengan prosedur atau tidak. Proses produksi pembuatan obat tradisonal dimulai dari penimbangan bahan sampai pengemasan barang jadi.

3. Pengujian kualitas

Obat tradisional yang sudah diproduksi, kemudian akan melalui tahap pengujian kualitas yang dilakukan terhadap berbagai macam karakteristiknya,

72

seperti uji klinis dan uji toksik, termasuk masa kadaluarsa produk. Selain itu, produk harus aman dari bahaya biologis, bahaya kimia, bahaya fisika.

4. Pemberian label dan kode produksi

Pemberian label dan kode produksi penting untuk dilakukan, karena ini berkaitan dengan kenyamanan dan keamana konsumen dalam menggunakan obat tradisional. Selain itu, dengan adanya label dan kode produksi, konsumen bisa mengetahui dengan jelas kandungan dari produk tersebut.

5. Distribusi produk

Produk yang dipasarkan juga dicatat sampai saat didistribusikan ke ADC atau APC di setiap negara.

Penerapan GAP menempati prioritas kedua. Teknik budidaya yang diterapkan dalam membudidayakan tanaman jahe sangat menentukan kualitas dari produk yang dihasilkan dan dapat memaksimalkan keuntungan yang diperoleh petani. GAP dapat dimulai dari penanaman dengan menggunakan bibit yang berkualitas yaitu bebas hama dan penyakit. Proses penanaman tanaman jahe harus memperhatikan syarat-syarat tumbuh berupa iklim, media tanam, dan ketinggian tempat. Syarat tumbuh iklim yang diperlukan tanaman jahe yaitu : membutuhkan curah hujan antara 1500 - 3000 mm/tahun, dengan suhu udara antara 25 - 37 oC. Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang gembur, subur, dan mengandung humus. Tingkat kemasaman tanah (pH) yang ideal sekitar 4,3 - 7,4, sedangkan ketinggian tempatnya adalah 0 - 1000 m dari permukaan laut (dpl) atau ketinggian 200 - 600 m dpl. Teknik GAP juga memperhatikan pemeliharaan tanaman yang meliputi penjarangan dan penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan, pengairan dan penyiraman, serta waktu penyemprotan pestisida

(Harmono dan Andoko, 2005). Kultur teknik tumpang sari dapat digunakan untuk mengurangi resiko tanaman jahe terserang hama. Tumpang sari tanaman jahe dengan kopi dan kedelai serta jagung dapat mengurangi populasi larva dan pupa dalam rimpang jahe. Selain itu dengan tumpang sari petani bisa memanfaatkan lahan secara maksimal.

Penanganan jahe pada pasca panen terdiri atas penyimpanan rimpang dan proses pengolahan. Penyimpan rimpang penting untuk memperhatikan sterilisasi gudang penyimpanan dari hama gudang. Cara yang terbaik dan efektif untuk mensterilisasikan gudang penyimpanan adalah dengan melakukan fumigasi ruang gudang sebelum rimpang disimpan didalamnya, sehingga gudang terbebas dari bibit hama tersebut.

Jahe sebaiknya disimpan di dalam gudang dengan suhu sekitar 27 0C, kelembaban udara 10-25%, dan berventilasi sehingga sirkulasi udara didalamnya lancar. Kondisi tersebut akan menjadikan rimpang jahe lebih awet. Rimpang jahe ketika disimpan dalam gudang sebaiknya dihamparkan di atas lantai yang telah dialasi papan kayu atau tikar ataupun menggunakan rak bertingkat untuk menghindari infeksi akibat jamur.

Diversifikasi produk sebagai prioritas ketiga dengan perolehan bobot nilai sebesar 0,260 penting untuk perusahaan pengolah agar konsumen bisa memiliki banyak alternatif produk dengan banyak manfaat, sehingga bisa menarik konsumen untuk menggunakannya. Diversifikasi produk dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen yang menginginkan produk dengan berbagai macam manfaat. Diversifikasi dilakukan dengan cara mencampurkan jahe maupun ekstrak jahe dengan tanaman obat lainnya atau dengan rempah-rempah.

74

Diversifikasi produk juga bisa dilakukan melalui perubahan bentuk dan rasa. Jahe banyak dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bahan makanan, obat-obatan (terutama obat batuk untuk penghangat tubuh) serta bahan campuran untuk produk kecantikan

Keberhasilan pembangunan pertanian khususnya untuk bisnis tanaman obat tidak terlepas dari sumberdaya manusia dan kelembagaannya, salah satunya adalah kemitraan. Kemitraan menempati urutan keempat dalam prioritas strategi dengan perolehan bobot nilai sebesar 0,198. Kemitraan merupakan salah satu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan menguntungkan (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2006). Kemitraan yang dimaksudkan adalah antara petani sebagai produsen dan industri sebagai konsumen atau pengguna tanaman obat. Petani berproduksi sesuai permintaan industri dan industri memperoleh bahan baku dari petani sesuai kebutuhan dan dengan harga yang wajar.

Kemitraan tersebut dilakukan dengan cara membuat kesepakatan tertulis antara petani dan industri yang menyangkut:

1) Jenis tanaman obat yang akan diproduksi 2) Besarnya luas lahan yang dibutuhkan 3) Pengadaan bibit

4) Teknologi yang meliputi jarak tanam, jenis pupuk, cara pupuk, waktu tanam, waktu panen, cara panen, pengeringan, pengemasan, pengangkutan, dll

5) Pengadaan teknologi/penyuluhan 6) Harga dan cara pembayaran

7) Ongkos-ongkos dan permodalan serta

8) Resiko-resiko yang mencakup kegagalan panen, kekurangan produksi, kelebihan produksi, serta resiko lain seperti pencurian dan kecelakaan

Kemitraan yang terjalin antara pelaku usaha yakni produsen petani dengan pengusaha dapat memberikan keuntungan bagi keduanya yang berupa :

1) Peningkatan produksi dan produktivitas 2) Terjadinya stabilitas harga

3) Adanya jaminan mutu, jumlah, kontinuitas, dan resiko 4) Kebutuhan yang sesuai dengan Supply dan Demand 5) Adanya dampak peningkatan sosial

Maka dari itu, pelaksanaan dan pembinaan kemitraan antara industri pengolah jahe dengan petani tanaman jahe perlu terus digalakkan dan semakin ditingkatkan. Pelaksanaan kemitraan antara industri pengolah dan petani tanaman jahe sebaiknya difasilitasi oleh pemerintah daerah masing-masing, sehingga jalannya kemitraan bisa dipantau perkembangannya.

Output pengolahan horizontal untuk membandingkan tingkat kepentingan strategi dapat dilihat pada Lampiran 10.

Dokumen terkait