Oleh :
NURUL ZULASMI YANTI A14104593
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
NURUL ZULASMI YANTI. Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber Officinale Rosc) di Indonesia (di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI).
Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang saat ini memiliki prospek ekonomi yang cukup baik. Namun pada kenyataannya, prospek tersebut belum didukung oleh kondisi yang ada saat ini. Di sektor hulu, petani jahe pada umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang teknik budidaya jahe yang efektif dan efisien. Selain itu, proses produksi jahe menjadi produk akhir terutama menjadi obat tradisional atau yang lebih dikenal dengan jamu masih banyak yang belum menggunakan prosedur Good Manufacturing Practices (GMP).
Permasalahan yang ingin dikaji oleh peneliti adalah sebagai berikut: bagaimana karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor, bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe saat ini, bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional. Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk : mendeskripsikan karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor, mendeskripsikan strategi pengembangan bisnis jahe saat ini, merumuskan strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional.
Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi dan prospek bisnis jahe di Indonesia secara keseluruhan. Proses penelitian dilaksanakan secara intensif sejak bulan Maret hingga bulan Oktober 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari wawancara dengan panduan kuesioner PHA (Proses Hirarki Analitik) dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan budidaya, pengolahan, dan pemasaran jahe di Indonesia. Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh dari Badan Pusat Statistik di Jakarta, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, perpustakaan di lingkungan IPB, internet, serta berbagai literatur yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan uraian. Data yang terkumpul diolah terlebih dahulu dengan menggunakan perangkat lunak (software) Expert Choice version 2000. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan disajikan dalam susunan yang teratur untuk kemudian dianalisis. Pengolahan data diperlukan untuk menterjemahkan angka-angka yang didapat dari hasil penelitian sekaligus untuk menjawab tujuan penelitian.
kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional), dan elemen strategi (penerapan Good Agriculture Practices, penerapan Good Manufacturing Practices, kemitraan antara petani dengan pengolah, dan diversifikasi produk).
Hasil pengolahan horizontal untuk elemen faktor diperoleh hasil bahwa faktor perkembangan pasar merupakan faktor yang paling penting dan berpengaruh pada keberhasilan pengembangan bisnis jahe, hal tersebut ditunjukkan oleh bobot yang bernilai 0,227. Faktor perkembangan pasar menempati prioritas utama karena jika pasar obat tradisional tidak menjanjikan keuntungan maka pihak petani maupun pengolah tidak akan tertarik untuk menggeluti bisnis obat tradisional.
Hasil pengolahan horizontal pada tingkat 3 menunjukkan penilaian para aktor mengenai seberapa besar tingkat kepentingan enam konteks faktor yang mempengaruhi pembuatan strategi pengembangan bisnis. Pengolahan horizontal untuk membandingkan tingkat kepentingan aktor dalam konteks pasokan input produksi menghasilkan pasokan input sebagai faktor yang terpenting bagi petani, hal ini bisa dilihat dari bobot nilai sebesar 0,306. Pengolahan horizontal untuk membandingkan tingkat kepentingan aktor dalan konteks informasi pasar menetapkan petani jahe sebagai aktor terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,305. Pihak pengolah memilih kualitas sebagai faktor terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,291. Pengolah dan petani jahe secara berturut-turut menempati posisi terpenting dengan bobot nilai sebesar 0,339 dan 0,301 dalam hal kepentingan kemajuan teknologi. Petani sebagai pihak yang berperan langsung dalam membudidayakan jahe menempati prioritas pertama dalam konteks potensi lahan dengan perolehan bobot nilai sebesar 0,411. Pihak pedagang memiliki tingkat kepentingan yang utama dalam hal perkembangan pasar yakni dengan bobot nilai sebesar 0,317.
STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DI INDONESIA
Oleh
NURUL ZULASMIYANTI A14104593
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
Nama : Nurul Zulasmiyanti NRP : A14104593
Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis
Judul Skripsi : Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Indonesia
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131 918 659
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI PENGMBANGAN BISNIS JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DI INDONESIA” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2008
Nurul Zulasmiyanti
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Ternate, Maluku Utara pada tanggal 20 september 1983. Penulis merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara anak pasangan Bapak Zulkifli Qaimuddin, SE dan Ibu Asmawati.
v
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan Bisnis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Indonesia” sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian sekaligus sebagai salah satu syarat penyelesaian studi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pemilihan jahe sebagai objek penelitian didorong oleh keinginan penulis sendiri untuk bisa memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengem-bangan agribisnis jahe nasional dalam kapasitas sebagai mahasiswa pertanian Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi karena saat ini jahe merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek dan peluang pasar yang cerah, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, dengan harapan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para petani, pengusaha perjahean, pemerintah dan berbagai pihak lainnya yang terkait dengan dunia agribisnis jahe nasional.
Bogor, Januari 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Papa, Mama, adikku Nunung dan semua keluargaku yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, mendoakan, dan memberikan dukungan (baik moril maupun materil) kepada penulis selama mengenyam studi di IPB,
2. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah sabar membimbing penulis serta memberikan banyak bantuan, masukan, dan pembelajaran berharga selama penelitian hingga selesainya tulisan ini,
3. Ibu Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen evaluator pada kolokium saya yang telah memberi banyak masukan kritikan dan ide demi penyempurnaan skripsi ini,
4. Bpk. Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku dosen penguji utama pada sidang saya yang telah memberikan kritik, saran, dan idenya demi penyempurnaan skripsi ini,
5. Bpk. Ir. Murdianto, MS selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan (Komdik) yang telah memberikan kritikan dan masukan untuk perbaikan penulisan skripsi ini,
6. Para responden dalam penelitian ini (Bu Rini, Bu Ida, Pak Egum, Pak Joko, Pak Kery Hidayat, dan Bu Arifin) yang telah berkenan menjadi responden dalam penelitian ini,
7. Para staf pegawai Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian RI di Jakarta yang telah sudi meluangkan waktunya dalam membantu penulis mendapatkan berbagai data dan referensi yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini,
vii
9. Novalina Purba yang telah berkenan menjadi pembahas pada saat seminar hasil penelitian,
10.Para pegawai perpustakaan Badan Pusat Statistik di Jakarta yang telah mengijinkan penulis mencari berbagai data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini,
11.Emak, di M15 yang setia menjagaku selama studi program S1 di Buitenzorg 12.Saudari2ku tersayang di M15 dan semua teman-temanku, terima kasih untuk
semuanya…,
13.Berbagai pihak yang hasil pemikiran ataupun penelitiannya penulis jadikan bahan rujukan dalam penyusunan skripsi ini,
14.Para dosen dan pegawai di lingkungan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB yang telah sudi berbagi ilmu dan sangat berjasa selama penulis menempuh pendidikan pada program tersebut,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Kegunaan Penelitian ... 6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Definisi Tanaman Obat dan Industri Obat Tradisional... 8
2.2. Deskripsi Tanaman Jahe ... 10
2.3. Produk dan Syarat Mutu Jahe ... 14
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ... 15
2.4.1. Penelitian Terdahulu tentang Obat Tradisional ... 15
2.4.2. Penelitian Terdahulu tentang Analisis Hirarki Proses (AHP) ... 18
2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 21
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22
3.1.1. Konsep dan Model Manajemen Strategi ... 22
3.1.2. Konsep Analisis Hirarki Proses (AHP) ... 24
ix
BAB IV. METODE PENELITIAN ... 29
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 29
4.3.1. Metode Analisis Hirarki Proses (AHP) ... 30
BAB V. GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS JAHE DI INDONESIA 39
5.1. Bisnis Jahe di Pasar Dalam Negeri ... 41
5.2. Prospek Bisnis Jahe di Pasar Internasional ... 43
BAB VI. STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS JAHE DI INDONESIA ... 51
6.1. Strategi Pengembangan Bisnis Jahe Saat Ini ... 62
6.2. Analisis Alternatif Strategi Pengembangan Bisnis Jahe ... 63
6.2.1. Analisis Pengolahan Horizontal ... 64
6.2.2. Analisis Pengolahan Vertikal ... 76
6.2.3 Pembagian Tugas Untuk Para Aktor... 78
6.2.4. Ikhtisar ... 79
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
7.1. Kesimpulan ... 80
7.2. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 83
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Industri Obat Tradisional (IOT) dan
Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) Tahun 1995 – 2004 .... 1
2. Standar Mutu Jahe Segar ... 15
3. Standar Mutu Minyak Atsiri Jahe ... 16
4. Standar Mutu Simplisia Jahe ... 17
5. Nilai Skala Dasar Perbandingan pada PHA ... 39
6. Matriks Pendapat Individu (MPI) ... 40
7. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) ... 40
8. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Jahe Seluruh Indonesia Menurut Status Pengusahaan dari Tahun 1989 - 2002 ... 45
9. Perkembangan Volume Ekspor Jahe Segar Indonesia ke 10 Negara Tujuan Ekspor dari Tahun 2001 – 2005 ... 50
10. Perkembangan Nilai Ekspor Jahe Segar Indonesia ke 10 Negara Tujuan Ekspor dari Tahun 2001 – 2005 ... 51
11. Volume dan Nilai Ekspor Produk Olahan Jahe Tahun 2000 – 2006 ... 52
12. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Jahe Segar Indonesia Selama Tahun 1990 – 2000 ... 53
13. Ekspor Jamu Tahun 1996 – 2000 ... 54
14. Negara-Negara Pengekspor Jamu Terbesar dan Negara Tujuan Ekspornya pada Tahun 2001... 55
15. Impor Jamu Tahun 1996 – 2000 ... 56
xi
17. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks Pasokan Input ... 61 18. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks
Informasi Pasar ... 62 19. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks Kualitas ... 64 20. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks
Kemajuan Teknologi ... 65 21. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks
Potensi Lahan ... 66 22. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Aktor dalam Konteks
Perkembangan Pasar ... 67 23. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Para Aktor Terhadap Tujuan ... 69 24. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Strategi ... 70 25. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kualitas
Jahe sebagai Obat Tradisional ... 76 26. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan
Tingkat Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kuantitas
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bagan Hasil Olahan Jahe ... 13
2. Model Struktur Hirarki ... 25
3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 28
4. Jalur Tataniaga Jahe di Pasar Domestik ... 44
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Diagram Awal Hirarki AHP Berdasarkan Sumber Teori
dan Studi Terdahulu ... 85 2. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Elemen Faktor ... 86 3. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Aktor Dalam Konteks Pasokan Input ... 87 4. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Aktor Dalam Konteks Informasi Pasar ... 87 5. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Aktor Dalam Konteks Kualitas ... 88 6. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Aktor Dalam Konteks Kemajuan Teknologi ... 88 7. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Aktor Dalam Konteks Potensi Lahan ... 89 8. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Aktor Dalam Konteks Perkembangan Pasar ... 89 9. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Para Aktor Terhadap Tujuan ... 90 10. Hasil Pengolahan Horizontal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Strategi ... 90 11. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan Tingkat
Kepentingan Strategi Guna Meningkatkan Kualitas Jahe
sebagai Obat Tradisional ... 89 12. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Membandingkan Tingkat
1.1 Latar Belakang
Potensi lahan dan keanekaragaman hayati di Indonesia memungkinkan untuk dilakukannya pengembangan tanaman biofarmaka yang beranekaragam. Hal ini didukung oleh beberapa faktor diantaranya : kondisi trend kenaikan harga obat-obatan, meningkatnya kesadaran individu untuk meningkatkan kualitas kesehatannya, meningkatnya kesadaran masyarakat untuk lebih fokus pada prinsip kesehatan “mencegah lebih baik daripada mengobati”, kesadaran masyarakat akan bahaya mengkonsumsi obat-obat kimia dalam jangka waktu yang lama dan permintaan konsumen akan naturalproducts1).
Peralihan pilihan konsumsi obat-obatan masyarakat dari yang berbahan baku kimia menjadi berbahan baku alami turut mendorong berkembangnya Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di dalam negeri. Perkembangan IOT dan IKOT dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Indonesia Tahun 1995 – 2004
Tahun IOT IKOT Total Industri Pertumbuhan
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 200
1) )
Fenomena yang ada selama ini adalah bahwa petani menanam tanaman obat tradisional hanya untuk konsumsi pribadi ataupun lingkungan sekitar, hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya sebagai salah satu usaha untuk men-dapatkan penghasilan (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2007). Perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin sadar akan arti kesehatan yang diikuti oleh berkembangnya perusahaan IOT dan IKOT diharapkan dapat menumbuhkan keinginan petani untuk membudidayakan tanaman obat tradisional secara lebih serius. Kondisi tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik terutama oleh petani untuk menjadi sumber penghasilan.
Pemanfaatan tanaman obat tradisional telah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Pengetahuan tradisional masyarakat tentang ramuan dan jenis tumbuhan obat merupakan aset dan modal dasar bagi pengembangan bisnis tanaman obat2). Sekitar 30.000 spesies tumbuhan di Indonesia, hingga saat ini hanya 9.600 tumbuhan diketahui berkhasiat obat dan 300 di antaranya sudah digunakan sebagai bahan jamu oleh industri.3) Indonesia saat ini telah memiliki sumberdaya manusia yang handal untuk mengembangkan bisnis tanaman obat, namun potensi tersebut belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah maupun industri. Pengembangan bisnis tanaman obat memerlukan kerjasama yang sinergis diantara berbagai pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan khasiatnya, ada lima komoditi tanaman obat potensial yang dapat dikembangkan yaitu temulawak, kunyit, kencur, jahe, dan purwoceng. Tanaman
2
) http://Ic.bppt.go.id/iptek powered by Joomla, 2005 (diakses 15 juli 2007)
3)
jahe merupakan tanaman rempah-rempah sekaligus tanaman yang berfungsi sebagai bahan baku obat-obatan. Masyarakat Indonesia menggunakan rimpang jahe sebagai bumbu masakan, yang dapat memberikan aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai jenis minuman. Jahe juga dapat digunakan sebagai bahan baku jamu tradisional, minyak wangi, serta berbagai produk olahan lainnya. Masyarakat luar negeri juga menggunakan jahe sebagai bahan baku untuk aneka macam produk, sehingga jahe juga merupakan salah satu komoditi ekspor yang dapat diandalkan (Andoko dan Harmono, 2005).
Tanaman jahe dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan atau jamu karena jahe mengandung satu hingga empat persen minyak atsiri dan oleoresin. Secara tradisional jahe digunakan sebagai peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh angin perut, diare, dan pencegah mual. Jahe juga bisa digunakan untuk menghilangkan nyeri dan gejala yang berhubungan dengan rematik. Jahe bila dikonsumsi dalam bentuk teh dapat memperbaiki pencernaan dan merangsang nafsu makan. Maka dari itu, belakangan ini semakin banyak dilakukan penelitian mengenai khasiat tanaman jahe agar bisa lebih dikembangkan sebagai obat tradisional atau jamu.
1.2 Perumusan Masalah
3
belum terampilnya sumberdaya manusia yang akan melakukan kegiatan budidaya, (5) kurangnya dana untuk pengembangan tanaman obat, dan (6) kurangnya sarana dan prasarana yang diperlukan (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2002).
Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang saat ini memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan sebagai bahan baku obat- obatan, makanan, dan minuman. Namun pada kenyataannya, prospek tersebut belum didukung oleh kondisi yang ada saat ini. Kurangnya koordinasi yang baik antara para pelaku usaha menjadikan kontinuitas pengadaan bahan baku untuk proses produksi yang berupa jahe segar menjadi tidak lancar. Akibatnya bisnis jahe yang prospektif untuk dikembangkan karena memberikan manfaat dan keuntungan menjadi kurang diminati oleh para pelaku usaha. Pembudidayaan jahe masih terbatas pada perseorangan yang berminat dan karena terikat kontrak pada beberapa pemasok obat yang sudah lama beroperasi.
Di sektor hulu, petani jahe pada umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang teknik budidaya jahe yang efektif dan efisien, yang pada akhirnya mengakibatkan petani mengalami kerugian. Kurangnya informasi pasar mengakibatkan petani tidak mengetahui jalur pemasaran yang paling menguntungkan untuk produknya. Akibatnya mereka cenderung menjualnya ke tengkulak dan pasar tradisional dengan harga yang rendah. Kondisi tersebut secara perlahan namun pasti membuat petani enggan untuk mengusahakan pembudidayaan jahe kembali, sehingga kontinuitas produksinya menjadi tidak terjaga.
Hal tersebut juga disebabkan karena aktivitas sortasi dan grading yang cenderung tidak dilakukan secara optimal pada saat pasca panen.
Konsumen jahe yaitu IOT, IKOT, maupun Usaha Jamu Racikan, lebih memilih untuk membeli jahe segar tidak langsung ke petani melainkan ke pedagang pengumpul. Hal ini dilakukan dengan alasan karena jahe segar di pedagang pengumpul biasanya sudah disortir dan digrading sesuai dengan kualitasnya masing-masing. Alasan lainnya, pedagang pengumpul bisa menyediakan kebutuhan konsumen tersebut dalam kapasitas yang besar karena tidak berasal hanya dari satu petani saja. Permasalahan lain yang dihadapi industri pengolah adalah kurangnya pemanfaatan teknologi yang handal dalam proses pengolahan sehingga produk yang dihasilkan kualitasnya belum maksimal dan hasil produk olahannya masih terbatas.
Petugas penyuluh pertanian yang notabene perwakilan dari Dinas Pertanian yang dimiliki oleh tiap daerah kurang aktif dalam melakukan penyuluhan terutama yang berkaitan dengan teknik budidaya yang baik jika jahe tidak termasuk dalam salah satu komoditi unggulan dari daerah tersebut. Hal ini secara tidak langsung tentu berdampak negatif dalam aktivitas on farm yang merupakan hulu dari aliran agribisnis jahe di Indonesia.
5
Oleh karena itu permasalahan yang ingin dikaji oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor
2. Bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe saat ini
3. Bagaimana strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dalam rumusan masalah, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk :
1. Mendeskripsikan karakteristik produk jahe yang dipasarkan pada pasar domestik dan pasar ekspor
2. Mendeskripsikan strategi pengembangan bisnis jahe saat ini
3. Merumuskan strategi pengembangan bisnis jahe di masa yang akan datang terutama untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional
1.4. Kegunaan Penelitian
yang terkait dengan dunia agribisnis jahe di Indonesia, sekaligus menjadi tambahan wawasan bagi para pembaca.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tanaman Obat dan Industri Obat Tradisional
Tanaman obat merupakan tanaman yang mudah tumbuh meskipun di lahan-lahan yang sudah tidak dapat ditanami tanaman lain. Menurut Songko (2002), tanaman obat adalah tanaman yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan, sedangkan menurut Hamid et al. dalam Songko (2002), tanaman obat adalah semua tanaman baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan, dapat digunakan sebagai obat dan berkisar dari yang terlihat dengan mata hingga yang nampak di bawah mikroskop.
Menurut Suhirman dalam Songko (2002), tanaman obat adalah tanaman yang bagian tanamannya (daun, batang, atau akar) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai obat modern atau tradisional. Pengertian obat-obatan menurut Songko (2002) adalah obat tradisional yang daya pengaruhnya belum dibuktikan secara medis, serta obat fitoterapi dan obat modern yang secara medis sudah diketahui daya penyembuhnya.
belum dibuktikan secara ilmiah atau medis atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit ditelusuri.
Menurut BPS (2004), tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang bermanfaat sebagai obat-obatan yang dikonsumsi dari berbagai tanaman berupa daun, bunga, buah, umbi (rimpang) atau akar. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 246/MENKES/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional, maka Industri Obat Tradisional dibagi dalam kategori :
1. IOT
Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total asset diatas Rp. 600.000.000,- tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Beberapa contoh industri yang termasuk IOT adalah Jamu Air Mancur, Jamu Jago, Jamu Nyonya Meneer, Sari Ayu, Mustika Ratu, dll.
2. IKOT
Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total asset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- tidak termasuk harga tanah dan bangunan
3. Usaha Jamu Racikan
Usaha Jamu Racikan adalah usaha peracikan, pencampuran dan/atau pengo-lahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel, atau parem dengan skala kecil, dijual di satu tempat tanpa penandaan/merek dagang. 4. Usaha Jamu Gendong
9
Obat tradisional adalah obat asli Indonesia yang berasal dari tanaman obat, proses produksinya masih tradisional dan belum diuji secara ilmiah. Obat tradisional ini berupa ramuan, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Herba, 2002).
Biofarmaka merupakan bahan hayati baik tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang mempunyai fungsi sebagai obat dan “nutraceuticals”, baik untuk manusia, hewan, maupun tumbuhan. Ruang lingkup biofarmaka mencakup sumberdaya hayati yang berfungsi sebagai obat dengan tujuan untuk perawatan dan rehabilitasi kesehatan yang meliputi suplemen, jamu, obat, dan kosmetika (Dirjen Hortikultura, 2006).
Menurut Keputusan Nomor 230/Menkes/IX/1976 dalam Melaniawati tentang simplisia :
1. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan
2. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, dapat juga berupa bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
4. Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan (meneral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
2.2 Deskripsi Tanaman Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu dari sejumlah temu-temuan dari suku Zingiberaceae yang sudah ada sejak dulu digunakan sebagai bagian dari rempah-rempah dan telah diperdagangkan secara luas di dunia. Jahe tergolong pada tumbuhan semak yang memiliki umbi batang dan rimpang. Batangnya merupakan batang semu, terdiri dari pelepah-pelepah daun yang berpadu. Tinggi batang antara 40 sampai 60 cm, bahkan bisa mencapai 1 meter.
Umbi batang dan rimpang tumbuh menjalar di dalam tanah secara mendatar. Umbi batangnya tumbuh memanjang, bercabang-cabang dengan cara ber-tunas. Tunas-tunas inilah yang dikenal dengan rimpang, berupa bonggol beruas-ruas, yang memiliki aroma yang khas dan rasa yang pedas. Warna rimpang kuning atau jingga, dan pada bagian tengah warnanya lebih tua. Di sekitarnya terdapat akar-akar serabut yang lebih banyak terdapat pada bagian bawah rimpang.
11
Klasifikasi tanaman jahe adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberacea Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale
Setiap daerah memiliki struktur tanah yang berbeda-beda, maka dari itu sentra produksi untuk tiga jenis jahe juga berbeda-beda. Ada tiga daerah sentra produksi jahe yaiu :
1. Jawa Barat merupakan sentra produksi jahe gajah. Jahe jenis ini rimpangnya besar dan gemuk, ruas rimpang lebih menggembung. Jahe gajah bisa untuk dikonsumsi, baik saat masih berumur 3 – 4 bulan maupun sudah berumur 8 – 9 bulan. Jahe gajah juga bisa dimanfaatkan dalam bentuk jahe segar atau jahe olahan.
2. Jawa Tengah merupakan sentra produksi jahe emprit. Jahe ini ruasnya kecil, agak rata sampai agak menggembung. Jahe emprit bisa dipanen setelah berumur 8 – 9 bulan. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas dan seratnya lebih tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak menjadi oleoresin dan minyak atsiri. 3. Sumatera, Bengkulu, dan Lampung merupakan sentra produksi Jahemerah,
memiliki kandungan minyak atsiri paling tinggi dibandingkan dua jenis lainnya yakni sebesar 4% sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.
Penanaman jahe oleh petani umumnya tergantung dari kegunaannya. Rimpang jahe segar umumnya digunakan untuk pembuatan jahe asinan, permen jahe dan bubuk jahe. Bagian tersebut biasanya berasal dari varietas jahe besar atau dikenal dengan nama Jahe Gajah atau Badak. Rimpang jahe jenis kecil atau emprit biasa digunakan untuk penyedap makanan, minuman penghangat, minyak atsiri dan bahan baku jamu. Sedangkan jahe merah biasa digunakan untuk obat, minyak atsiri dan oleoresin. Jahe segar yang diekspor Indonesia umumnya adalah jenis jahe besar, sedangkan jenis jahe kecil umumnya diekspor dalam bentuk jahe kering. Penggolongan hasil olahan jahe secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.
15
Jahe besar
Jahe tua
(8-9 bulan) Rimpang segar
Makanan (selai,dodol jahe)
Minuman (anggur dan sirup jahe) Jahe asinan
Manisan jahe Pikel jahe
Jahe muda (3-4 bulan)
Jahe kering Jahe kecil
Jahe kering
Rimpang segar
Bubuk jahe Minyak jahe Oleoresin jahe
Rimpang segar
Gula jahe
Jahe merah
Gula jahe
2.3 Produk dan Syarat Mutu Jahe
Tanaman jahe dapat dijual dalam bentuk jahe segar maupun dalam bentuk olahan lainnya seperti bubuk jahe, jahe kering, minyak atsiri, oleoresin, dan asinan jahe. Jahe segar lebih banyak dikonsumsi oleh pasar domestik untuk kepentingan kesehatan. Hal ini terkait dengan kebiasaan orang Indonesia yang sejak dulu sudah gemar mengkonsumsi tanaman obat termasuk jahe.
Selain untuk memenuhi permintaan pasar domestik, jahe segar maupun jahe olahan lainnya dapat diekspor. Jahe dan produk olahan jahe harus memenuhi syarat-syarat mutu yang telah ditetapkan agar lebih bisa bersaing di pasaran. Berikut ini merupakan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga jahe dan produk olahan jahe bisa dipasarkan di dalam maupun di luar negeri.
1. Jahe Segar
Jahe segar merupakan jahe yang baru dipanen dan belum mengalami perubahan bentuk. Jahe segar kualitas ekspor yang dikehendaki adalah jahe rimpang gemuk dengan berat minimum 200 gram. Tabel 3 berikut menunjukkan standar mutu jahe segar yang diinginkan oleh konsumen.
Tabel 3. Standar Mutu Jahe Segar
No. Karateristik Syarat Mutu
1 Kesegaran jahe Kulit jahe tampak halus, mengkilat, dan tidak keriput
2 Rimpang bertunas Tidak ada salah satu atau beberapa ujung rimpang yang bertunas
3 Kenampakan irisan melintang
Jahe segar bila diiris melintang pada salah satu rimpangnya maka penampangnya berwarna cerah khas jahe segar
4 Bentuk rimpang Rimpang jahe segar dikatakan utuh bila cabang-cabang dari rimpang jahe tidak ada yang patah, dengan maksimum dua penampang patah pada pangkalnya
2. Bubuk Jahe
Bubuk jahe merupakan jahe kering sempurna (kadar air sekitar 8 – 10 persen). Jahe kering tersebut digiling halus dengan ukuran sekitar 50 – 60 mesh dan dikemas dalam wadah yang kering.
3. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Seba-gian besar minyak atsiri diperoleh melalui penyulingan (hidrodestilasi). Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai kuning tua. Lama penyu-lingan berlangsung 10–15 jam agar minyak dapat tersuling semua. Kadar minyak dari jahe mencapai 1,5–3 persen. Tabel 4 berikut menunjukkan standar mutu minyak jahe yang masih mengacu pada ketentuan Essential Oil Association (EOA).
Tabel 4. Standar Mutu Minyak Atsiri Jahe
No. Spesifikasi Persyaratan
1 Warna kuning muda – kuning
2 Bobot jenis 25/25 ºC 0.877 – 0.882
3 Indeks bias 1.486 – 1.492
4 Putaran optik (-28º) – (-45º)
5 Bilangan penyabunan, maksimum 20 Sumber : Agromedia Pustaka, 2005
4. Oleoresin
Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh dari ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik yang berupa etanol, aseton, isopropanol ataupun heksan. Jahe mengandung resin yang cukup tinggi sehingga bisa dibuat sebagai oleoresin. Keunggulan dari oleoresin adalah lebih higienis dan mempunyai kekuatan lebih bila dibandingkan dengan jahe segar. Penggunaan oleoresin dalam industri lebih disukai karena aromanya lebih tajam sehingga penggunaanya tidak membutuhkan biaya yang cukup besar.
5. Jahe Kering
Jahe kering adalah jahe yang diawetkan melalui proses pengeringan baik pengeringan menggunakan tenaga surya maupun dengan pengeringan buatan. Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air sampai batas yang terbaik (sekitar 8 – 10 persen), karena pada tingkat kadar air tersebut jahe bisa aman dari pencemaran yang disebabkan oleh jamur dan penggunaan insektisida yang berlebihan. Jahe kering dapat dijual dalam bentuk tidak dikuliti, maupun setengah dikuliti. Tabel 5 berikut menunjukkan standar mutu simplisia jahe (jahe kering). Tabel 5. Standar Mutu Simplisia Jahe
No. Karateristik Nilai
1 Kadar air, maksimum 12 %
2 Kadar minyak atsiri, maksimum 1.5 %
3 Kadar abu, maksimum 8.0 %
4 Berjamur atau berserangga -
5 Benda asing, maksimum 2.05
Sumber : Agromedia Pustaka, 2005 2.4 Hasil Penelitian Terdahulu
15
Penelitian mengenai tanaman obat tradisional pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa, diantaranya Sastrawan (2006), Luther (2006), dan Budiman (2004). Sastrawan (2006) melakukan penelitian mengenai ”Optimalisasi Produksi Obat Tradisional pada KTO Enggal Damang”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa seiring dengan peningkatan mitra jual dan untuk memenuhi permintaan pasar perlu dilakukan peningkatan produksi, namun perusahaan masih sulit untuk dapat memenuhinya. Oleh karena itu, sumberdaya yang dimiliki harus dialokasikan secara efisien dalam rangka menghasilkan produk yang beragam agar dapat memberikan keuntungan yang maksimal.
Berdasarkan hasil olahan data diketahui bahwa KTO Enggal Damang belum melakukan produksi secara optimal. Tingkat produksi obat tradisional pada kondisi optimal lebih besar daripada produksi aktualnya dengan jenis obat tradisional yang sama. Produksi obat tradisional pada kondisi aktual sebesar 105,6 (63.360 kapsul), sedangkan pada kondisi optimal disarankan untuk memproduksi sebesar 219,38 (131.628 kapsul). Dengan menerapkan pola produksi optimal, laba kotor yang diperoleh KTO Enggal Damang mencapai Rp. 13.437.330 atau 109,1 persen lebih tinggi dibandingkan laba kotor aktualnya dan tingkat produksi optimal dapat memenuhi permintaan pasar sebesar 95 persen.
Rumusan analisis SWOT mendapatkan empat strategi alternatif yang dapat dijadikan pilihan bagi Taman Sringanis dalam rangka memperbaiki atau meningkatkan kinerjanya, diantaranya :
1. mempertahankan harga produk,
2. mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat,
3. meningkatkan kegiatan promosi secara optimal, dan 4. memperbaiki sistem manajemen perusahaan.
Prioritas strategi berdasarkan analisis dengan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) merekomendasikan strategi satu sebagai nilai tertinggi, dengan langkah-langkah operasionalnya sebagai berikut :
1. mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro,
2. memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen, mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, serta hubungan baik dengan instansi peme-rintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang baru dan produk substitusi, serta peningkatan jumlah pelaku industri,
15
Sringanis memiliki kemampuan rata-rata dalam memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman dari lingkungan eksternal.
Hasil analisis dengan CPM menunjukkan bahwa nilai total skor yang diperoleh Taman Sringanis adalah 2,1709, sedangkan pesaingnya Karyasari 3,0130. Angka tersebut menunjukkan bahwa Karyasari lebih unggul dibandingkan Taman Sringanis, namun tidak dapat diartikan bahwa Karyasari 80 persen lebih bagus daripada Taman Sringanis. Sedangkan matriks SPACE menunjukkan bahwa Taman Sringanis berada pada kuadran agresif yang artinya memiliki kondisi keuangan yang sehat, dan memiliki keunggulan bersaing dalam industri yang sedang tumbuh dan stabil.
2.4.2 Penelitian Terdahulu tentang Analisis Hirarki Proses (AHP)
Penelitian mengenai Analisis Hirarki Proses (AHP) telah dilakukan oleh Mardiana (2007), Agustini (2007), Piansyah (2007) dan Melasari (2007). Mardiana (2007) meneliti tentang ”Analisis Strategi Pengembangan Bisnis Pusat Perbelanjaan Modern pada LA PIAZZA, Sentra Kelapa Gading, Jakarta Utara”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dari hasil pengolahan data dengan AHP diperoleh prioritas alternatif strategi pengembangan bisnis secara berturut-turut : (1) meningkatkan kualitas atau mutu pelayanan kepada konsumen dalam
kemampuan manajemen dan teknologi,
(3) bekerjasama dengan pihak Badan Meteorologi Geofisika (BMG) untuk mengetahui keadaan cuaca dan membuat alternatif tenda darurat saat hujan datang, serta
(4) memantapkan target pasar pada konsep life style sehingga tujuan agar pelanggan tidak memperhitungkan harga untuk menikmati gaya hidupnya terpenuhi.
Agustini (2007) dengan judul penelitian ”Pengembangan Strategi Bauran Pemasaran dengan 7-P pada PT. Alco Company” menyimpulkan bahwa Harga merupakan strategi nomor satu dengan strategi operasionalnya adalah menetapkan harga di bawah pesaing. Strategi kedua adalah Produk dengan cara menjaga dan meningkatkan kualitas. Proses menjadi strategi ketiga melalui pelayanan antar pesanan, sedangkan Promosi menjadi strategi keempat dengan cara penjualan personal. Strategi kelima adalah Distribusi melalui distribusi langsung, strategi keenam adalah orang atau Tenaga Kerja dengan cara melatih kesigapan, dan strategi ketujuh adalah Bukti Fisik melalui pengaturan tata letak bangunan.
Piansyah (2007) menyimpulkan bahwa berdasarkan kendala yang dihadapi perusahaan dan pendukung yang dimiliki perusahaan, terdapat empat alternatif strategi pengembangan produk yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Keempat alternatif tersebut adalah :
(1) meningkatkan penjualan produk,
(2) mempertahankan dan meningkatkan profitabilitas perusahaan, (3) memperluas jaringan pemasaran, dan
(4) melakukan efisiensi biaya operasional pemasaran.
15
INDONESIA Tbk. Bogor menyimpulkan bahwa alternatif strategi yang paling utama adalah perusahaan menitikberatkan kegiatan pengembangan produk pada biaya dan kapasitas. Strategi kedua adalah perusahaan menitikberatkan kegiatan pengembangan produk pada teknologi dan produk. Strategi berikutnya adalah perusahaan menitikberatkan kegiatan pengembangan produk pada alat pengem-bangan produk, dan strategi terakhir adalah perusahaan sama sekali tidak perlu melakukan pengembangan produk.
2.5 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep dan Model Manajemen Strategi
Konsep Manajemen Strategi
Menurut David (2002), manajemen strategi didefinisikan sebagai ”seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kepu-tusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya”. Fokus manajemen strategi terletak pada memadukan manajemen, pemasaran, keuangan, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi.
Organisasi dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu organisasi yang terdiri dari beberapa aktor yaitu : petani, pengolah, pedagang, lembaga penelitian dan pemerintah yang berperan dalam pengembangan bisnis jahe di Indonesia. Strategi ini kemudian akan diaplikasikan dan dijalankan oleh masing-masing aktor dengan pemeintah sebagai pemandu dan pengawas jalannya strategi yang telah dibuat.
Sedangkan menurut Pearce dan Robinson (1997), manajemen strategi adalah sebagai “kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan”. Pearce dan Robinson (1997) lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam proses manajemen strategi terkandung sembilan tugas penting, yaitu :
24
2. Mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi internal dan kapabilitasnya,
3. Menilai lingkungan eksternal perusahaan, meliputi pesaing maupun faktor-faktor kontekstual umum,
4. Menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumberdayanya dengan lingkungan eksternal,
5. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi perusahaan,
6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum (grand strategy) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki,
7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan startegi umum yang dipilih,
8. Mengimplementasikan pilihan strategi dengan cara mengalokasikan sumber-daya anggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, sumbersumber-daya manusia, struktur, teknologi dan sistem imbalan, serta
9. Mengevaluasi keberhasilan proses strategi sebagai masukan bagi pengam-bilan keputusan yang akan datang.
yakni ” Indonesia Sehat 2010 ” .4) Penyusunan strategi pengembangan bisnis ini dimulai dari menganalisis lingkungan internal dan eksternal yang ada dalam bisnis jahe. Lingkungan internal diperoleh melalui wawancara dengan para aktor yang berperan dalam pengembangan bisnis jahe dan hasilnya disajikan secara deskriptif. Lingkungan internal tersebut mencakup kondisi pertanian jahe, kondisi perusahaan pengolah jahe, dan kondisi bisnis jahe dipasar domestik.
Lingkungan eksternal juga diperoleh melalui hasil wawancara dan dari literatur yang relevan. Lingkungan eksternal antara lain meliputi ancaman produk substitusi yang berasal dari negara lain dan pemberlakuan standarisasi ekspor yang cukup ketat dari negara tujuan ekspor. Kemudian faktor internal dan eksternal dikombinasikan sehingga menghasilkan beberapa alternatif strategi yang kemudian dianalisis prioritasnya dengan menggunakan metode PHA.
Model Manajemen Strategi
Proses manajemen strategi paling baik dipelajari dan ditetapkan dengan menggunakan suatu model. Setiap model menggambarkan semacam proses. Proses manajemen strategi bersifat dinamis dan berkelanjutan. Suatu perubahan dalam salah satu komponen utama model dapat memaksa perubahan dalam salah satu atau semua komponen yang lain. Oleh karena itu, aktivitas merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasikan strategi harus dilaksanakan secara terus-menerus.
Model rangkaian manajemen yang berisi langkah-langkah akan memudahkan pihak perusahaan untuk mengambil kebijakan yang tepat sasaran. Rumusan strategi yang dihasilkan perlu dievaluasi terlebih dahulu sebelum
4)
26
kan. Hal ini sangat penting karena adanya strategi baru akan menghasilkan perubahan yang harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Perusahaan juga harus melihat seberapa efektif pelaksanaan strategi tersebut dalam implemen- tasinya, kemudian dievaluasi kembali apakah strategi tersebut masih layak untuk dijalankan atau harus diidentifikasi kembali untuk membuat strategi yang baru. 3.1.2. Konsep Analisis Hirarki Proses
Analisis Hirarki Proses (Process Hierarchy Analitic, PHA) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pitsburg, Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. PHA merupakan suatu model yang berguna untuk memecahkan masalah secara kuantitatif dengan cara memberikan kesempatan kepada perorangan atau kelompok untuk mengemukakan gagasan dan membuat asumsi dengan cara mereka sendiri. Proses ini juga memungkinkan orang untuk menguji kepekaan terhadap perubahan informasi.
PHA merupakan proses yang ampuh untuk menangulangi berbagai persoalan yang kompleks, dirancang untuk lebih menampung sifat alamiah dan kreatifitas manusia dibandingkan mengajak kita berpikir yang bisa saja berlawanan dengan hati nurani. Proses PHA memberikan suatu kerangka pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan kompleks yang dihadapi dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan yang kita harapkan.
prioritas-prioritas relatif untuk berbagai alternatif tindakan. Hal ini dilakukan dengan memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Model struktur hirarki yang dibuat untuk menyederhanakan masalah dapat dilihat pada Gambar 2.
Tingkat 1 : Fokus G
Gambar 2. Model Struktur Hirarki Sumber : Saaty, 1993
Saaty (1993) menyebutkan beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu manajemen apabila mengambil keputusan dengan menggunakan PHA, antara lain: 1. Kesatuan ; PHA memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti
dan luwes untuk aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur,
2. Kompleksitas ; PHA memadukan ancangan deduktif dan ancangan berda-sarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks,
28
4. Penyusunan hirarki ; PHA mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat, 5. Pengukuran ; PHA memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan
bertujuan untuk menetapkan prioritas,
6. Konsistensi ; PHA melacak konsistensi logis dari berbagai pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas,
7. Sintesis ; PHA menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif,
8. Tawar-menawar ; PHA mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka,
9. Penilaian dan konsensus ; PHA tidak memaksakan konsensus tetapi men-sintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda, dan
10. Pengulangan proses ; PHA memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Rendahnya mutu produk jahe segar dengan kontinuitasnya yang tidak lancar sebagai bahan baku industri jahe di Indonesia mendorong dilakukannya berbagai upaya pengembangan bisnis jahe agar dapat memberikan manfaat (benefit) yang optimal kepada para pelaku agribisnisnya, baik yang di sektor hulu (dalam hal ini adalah petani jahe) maupun yang di sektor hilir (dalam hal ini adalah pengusaha industri pengolahan jahe).
Indonesia seperti yang dikemukakan sebelumnya. Proses perumusan strategi dimulai dengan mengidentifikasi lingkungan internal bisnis jahe di Indonesia sehingga hal-hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari bisnis tersebut bisa diidentifikasi dan dinilai. Pengidentifikasian lingkungan eksternal bisnis jahe di Indonesia juga perlu dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang menjadi peluang sekaligus ancaman yang dihadapi oleh bisnis tersebut.
Hasil identifikasi tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam kerangka kerja perumusan strategi yang terdiri dari tiga tahapan yaitu :
1. Tahap masukan (Input Stage), yaitu tahap meringkas informasi atau input dasar yang diperlukan dalam merumuskan strategi.
2. Tahap pencocokan (Matching Stage), yaitu tahap memfokuskan dan meng-hasilkan alternatif strategi yang sesuai dengan kondisi bisnis dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal.
3. Tahap pemilihan strategi (Decision Stage), yaitu tahap pemilihan strategi utama berdasarkan sejumlah alternatif strategi yang telah ditetapkan sebe-lumnya pada tahap 2. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah metode Analisis Hirarki Proses (AHP) untuk mengetahui prioritas strategi yang paling sesuai dengan kondisi bisnis jahe di Indonesia.
Potensi Ekonomi Jahe Indonesia
Kurangnya Kuantitas Penjualan Produk Jahe sebagai Obat Tradisional
Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Bisnis Jahe di Indonesia
Pemilihan Strategi Utama dengan AHP Formulasi Strategi Kurangnya Kualitas
Produk Jahe sebagai Obat Tradisional
Pengembangan Bisnis Jahe di Indonesia
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi dan prospek bisnis jahe di
Indonesia secara keseluruhan. Proses penelitian dilaksanakan secara intensif sejak
bulan Juni hingga bulan November 2007.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
dari wawancara dengan panduan kuesioner PHA (Proses Hirarki Analitik) dengan
berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan budidaya, pengolahan, dan
pemasaran jahe di Indonesia. Responden untuk petani dipilih di daerah Sukabumi
dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi
jahe di Jawa Barat. Taman Sringanis mewakili pihak pengolah dengan
pertimbangan bahwa Taman Sringanis sudah cukup lama berkecimpung dalam
bisnis obat-obatan tradisional. Responden yang lain adalah pedagang pengumpul
di daerah Sukabumi, perwakilan dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatika (Balitro), dan perwakilan dari bidang Manajemen Pemasaran dan
Bisnis Institut Pertanian Bogor. Data sekunder yang merupakan pelengkap data
primer diperoleh dari Badan Pusat Statistik di Jakarta, Departemen Pertanian,
Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, perpustakaan di lingkungan
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, disajikan dalam
bentuk tabel, gambar dan uraian. Data yang terkumpul diolah terlebih dahulu
dengan menggunakan perangkat lunak (software) Expert Choice version 2000.
Tujuannya adalah untuk menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan
disajikan dalam susunan yang teratur untuk kemudian dianalisis. Pengolahan data
diperlukan untuk menterjemahkan angka-angka yang didapat dari hasil penelitian
sekaligus untuk menjawab tujuan penelitian.
4.3.1 Metode Analisis Hirarki Proses (AHP)
Metode AHP mengenal tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan
analisa logis eksplisit, yaitu :
1. Prinsip menyusun hierarki
Melakukan identifikasi dari yang diamati, mempersepsikan gagasan dengan
menggunakan seperangkat pengetahuan dan metode tertentu yang kemu-dian
menjadi elemen-elemen pokok dari setiap persoalan sampai pada sub bagian yang
terkecil (tersusun secara hierarki) yang berkaitan dengan realitas yang diamati
(yang menjadi pokok permasalahan). Dalam metode ini biasanya hierarki-nya
antara lima sampai sembilan, prinsipnya bahwa realitas yang heterogen tersebut
dapat dipecahkan menjadi bagian-bagian yang sama dan bersifat homogen serta
dapat dipadukan dengan sejumlah informasi kedalam struktur masalah sehingga
dapat membentuk gambaran yang lengkap dari keseluruhan sistem.
2. Prinsip menentukan prioritas
Penetapan prioritas yang dimaksud adalah menentukan peringkat
3. Prinsip konsistensi logis
Prinsip ketiga dari dari pemikiran analitik adalah konsistensi logis yang
artinya, pertama bahwa pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan
menurut homogenitas dan relevansinya. Kedua, bahwa intensitas relasi antar
gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu, saling
membenarkan secara logis. Dalam prinsip ini proses hierarki analitik memasukkan
aspek kualitatif maupun kuantitatif manusia. Aspek kualitatif untuk
mendefinisi-kan persoalan dan hierarkinya, sedangmendefinisi-kan aspek kuantitas untuk mengekspresimendefinisi-kan
penilaian dan preferensi secara ringkas.
Proses hierarki analitik memiliki kerangka kerja yang terdiri atas delapan langkah
kerja (Saaty, 1991), yaitu:
1. Mendefinisikan permasalahan
Langkah pertama menitikberatkan pada penguatan masalah secara mendalam.
Permasalahan yang tidak jelas atau kurang spesifik akan menimbulkan bias dalam
menentukan pemilihan tujuan, kriteria, aktivitas dan berbagai elemen atau faktor
yang membentuk struktur hierarki pemecahan masalah tersebut. Selain itu,
penentuan komponen juga didasarkan pada kemampuan peneliti untuk
mene-mukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam struktur tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan mempelajari literatur untuk memperoleh informasi yang relevan
dengan masalah.
2. Tahap menyusun hierarki
Penyusunan model suatu hierarki tidak memerlukan aturan khusus karena
yang menentukan adalah jenis permasalahan dan keputusan yang akan diambil.
hierarki. Tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen saja, yang disebut
fokus, yaitu seluruh sasaran yang ingin dicapai. Tingkat berikutnya dapat terbagi
menjadi beberapa elemen atau faktor, yang terdiri dari kelompok-kelompok yang
homogen (berjumlah antara lima-sembilan agar dapat dibandingkan secara efektif
terhadap elemen-elemen yang berada setingkat diatasnya). Tidak ada batasan
tertentu yang mengatur jumlah tingkatan struktur keputusan dan elemen-elemen
pada setiap tingkat. Elemen dalam struktur hierarki dapat berupa faktor pelaku,
aktivitas, tujuan, skenario, alternatif-alternatif dan sebagainya.
Penyusunan hirarki awal berdasarkan sumber teori dan studi terdahulu dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Hirarki strategi pengembangan bisnis jahe di Indonesia terdiri atas lima
tingkatan hirarki, tingkat satu adalah fokus, yaitu strategi pengembangan bisnis
jahe di Indonesia. Tingkat dua adalah faktor-faktor yang dibutuhkan untuk
membuat strategi dalam pengembangan bisnis jahe ini. Tingkat tiga adalah para
aktor yang berperan dalam pengembangan bisnis jahe ini. Tingkat empat
merupakan tujuan dari dilakukannya analisis strategi pengembangan bisnis jahe.
Tingkatan terakhir merupakan strategi yang dapat digunakan oleh para aktor
dalam rangka pengembangan bisnis jahe. Pemilihan elemen untuk tiap tingkatan
hirarki dipilih berdasarkan justifikasi atau pertimbangan bahwa elemen tersebut
berpengaruh terhadap perkembangan bisnis jahe di Indonesia. Justifikasi atau
pertimbangan untuk tiap elemen tersebut adalah sebagai berikut :
A. Elemen Faktor
(1) Pasokan input
karena bagi industri obat tradisional kualitas produk akhir sangat dipengaruhi oleh
kualitas bahan bakunya.
(2) Informasi pasar
Informasi pasar merupakan faktor yang penting karena sangat membantu
berbagai pihak yang terlibat dalam bisnis jahe agar selalu dapat mengetahui
dengan cepat perkembangan bisnisnya sehingga bisa langsung direspon oleh para
pelaku bisnis jahe.
(3) Kualitas
Kualitas dipilih sebagai salah satu faktor yang penting dalam hirarki karena
bagi industri obat tradisional jaminan kualitas untuk suatu produk terutama untuk
produk obat tradisional merupakan kunci penting dalam keberhasilan usaha.
(4) Potensi Lahan
Potensi lahan turut menjadi salah satu faktor yang berpengaruh karena dapat
menentukan kualitas dari hasil panen jahe.
(5) Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi menjadi bagian dalam hirarki karena teknologi berperan
untuk meningkatkan nilai jual jahe. Teknologi diharapkan dapat digunakan dalam
perancangan produk, pengawasan bahan baku, pengolahan, pengemasan,
pe-nyimpanan, dan distribusi produk sampai ke konsumen, sehingga kualitas produk
olahan jahe yang dihasilkan tetap terjaga.
(6) Perkembangan pasar
Perkembangan pasar penting untuk strategi pengembangan bisnis karena jika
situasi pasarnya menjanjikan keuntungan maka pihak petani jahe hingga pengolah
B. Elemen Aktor
(1). Petani
Petani merupakan salah satu aktor yang digunakan dalam penyusunan hirarki
karena berhubungan langsung dengan penyediaan bahan baku yang berkualitas
dan berperan dalam kontinuitas pengadaan bahan baku dalam proses produksi.
(2). Lembaga Penelitian
Lembaga penelitian berperan untuk membantu penyediaan bibit unggul yang
terjamin mutu genetiknya, patologis, fisiologis dan fisik. Selain itu, lembaga
penelitian membantu petani untuk mendapatkan teknologi budidaya tanaman
jahe yang efisien dan ramah lingkungan sehingga dapat menghasilkan
produktivitas dan kualitas jahe yang sesuai standarisasi sebagai bahan baku
industri obat tradisional.
(3). Pengolah
Pengolah merupakan aktor yang penting dalam tingkatan hirarki karena
pengolah berperan dalam proses pengolahan tanaman jahe menjadi produk baru
yang memiliki nilai tambah.
(4). Pedagang
Pedagang juga merupakan aktor yang penting dalam pengembangan bisnis
jahe karena berperan sebagai perantara penyediaan bahan baku bagi konsumen
terutama industri pengolah.
C. Elemen Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari proses analisis strategi pengembangan bisnis
jahe ini adalah :
Peningkatan kualitas dijadikan tujuan karena selama ini masih banyak obat
tradisional yang beredar di pasaran tidak terjamin keamanannya jika digunakan
dalam jangka waktu yang lama. Produsen dalam hal ini pihak pengolah hanya
mengandalkan uji khasiat saja tanpa mengetahui efek samping ataupun kadaluarsa
penggunaan suatu produk.
(2). Meningkatkan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional
Peningkatan kuantitas penjualan jahe sebagai obat tradisional merupakan
im-bas dari peningkatan kualitasnya. Konsumen akan lebih memilih menggunakan
produk yang sudah jelas mutunya.
D. Elemen Strategi
Berdasarkan analisis dari faktor-faktor yang dipilih maka terdapat lima strategi
yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengembangan bisnis jahe.
Kelima alternatif tersebut yaitu:
(1). Penerapan teknik budidaya yang sesuai dengan Good Agricultural Practices
(GAP)
Teknik GAP dipilih menjadi salah satu alternatif strategi karena GAP
merupakan teknik budidaya yang dapat dijadikan acuan agar hasil produksi
tanaman jahe kualitasnya terjamin dan sesuai dengan standarisasi bahan baku obat
tradisional.
(2). Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
GMP sangat penting untuk diterapkan pada proses produksi obat tradisional
karena merupakan salah satu prasayarat agar produk olahan jahe sebagai obat
tradisional bisa juga di pasarkan untuk pasar ekspor.
Kemitraan merupakan salah satu strategi yang bisa digunakan untuk menjaga
kontinuitas pasokan bahan baku agar proses produksi tidak mengalami hambatan.
(4). Melakukan diversifikasi produk.
Diversifikasi produk perlu digunakan sebagai strategi untuk memanfaatkan
keinginan dan kebutuhan konsumen sehingga konsumen menjadi lebih tertarik
untuk membeli dan mengkonsumsinya.
3. Menyusun matriks banding berpasangan
Penyusunan matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hierarki yang
merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar elemen yang
terkait yang ada dibawahnya. Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada
elemen tingkat kedua terhadap fokus yang ada dipuncak hierarki. Menurut
perjanjian, suatu elemen yang ada disebelah kiri (F1) diperiksa perihal dominasi
atas elemen yang ada disebelah kanan (F2, F3,...Fn) terhadap suatu elemen di
puncak matriks. Pembandingan berpasangan kedua dilakukan pada elemen tingkat
ketiga antara elemen (A1), perihal dominasi atas (A2, A3,...,An) terhadap tingkat
dua. Kemudian seterusnya membandingkan elemen disetiap tingkatan mengikuti
struktur hirarki.
4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil perbandingan
berpasangan
Langkah selanjutnya adalah melakukan pembandingan berpasangan antara
setiap elemen pada kolom ke-1 dengan setiap elemen kolom ke-j yang
berhubungan dengan fokus tujuan. Pembandingan antar elemen dapat dilakukan
dengan mengajukan pertanyaan ” seberapa kuat elemen baris ke-1 didominasi atau
menuliskan nilai-nilai hasil pertimbangan ke dalam matriks banding berpasangan,
digunakan angka-angka yang berfungsi sebagai skala pembanding. Angka tersebut
menunjukkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding elemen lainnya
sehu-bungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan
untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah.
5. Memasukkan bilangan 1 – 9 sepanjang diagonal utama dan nilai-nilai
kebalikannya
Angka 1 – 9 digunakan apabila Fi lebih mendominasi atau mempengaruhi
sifat fokus puncak hierarki (X), dibandingkan dengan Fj, sedangkan apabila Fi
kurang mendominasi sifat (X) dibanding Fj maka digunakan angka kebalikannya.
Pembobotan setiap elemen diberikan berdasarkan skala dasar perbandingan pada
PHA (Tabel 6).
Tabel 6. Nilai Skala Dasar Perbandingan pada PHA
Nilai
Skala Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempengaruhi sama kuat pada sifat itu
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari yang lainnya
Pengalaman atau pertimbangan sedikit mendukung
satu elemen atas lainnya
5 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen lainnya
Pengalaman atas pertimbangan dengan kuat didukung dan dominasinya terlihat dalam praktek
7
Satu elemen sangat jelas lebih penting dibanding elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek
9
Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen lainnya
Dukungan elemen yang satu atas yang lain terbukti memiliki tingkat penegasan tertinggi
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua
pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan
Nilai kebalikan
Jika untuk aktivitas 1 mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i
6. Melaksanakan langkah 3,4,5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hierarki
Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen atau elemen pada setiap
tingkat keputusan yang terdapat pada hierarki. Ada dua macam matriks
pembandingan yang dipakai dalam PHA, yaitu :
a. Matriks Pendapat Individu (MPI)
MPI adalah matriks hasil pembandingan oleh individu. Elemennya
disimbolkan oleh aij, yaitu elemen matriks baris ke-I dan kolom ke-j (Tabel 7).
Tabel 7. Matriks Pendapat Individu (MPI)
G A1 A2 A3 ... An
b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG)
MPG merupakan matriks baru yang elemennya berasal dari rata-rata
geometrik pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama
dengan 0.1 atau 10%. Elemennya disimbolkan oleh gij yaitu elemen matriks baris
ke-i dan kolom ke-j (Tabel 8)
Tabel 8. Matriks Pendapat Gabungan (MPG)
G G1 G 2 G 3 ... G n
Gij = m
( )
aij k7. Tahap menetapkan prioritas (pembobotan)
Struktur hierarki yang telah disusun menjadi dasar untuk pembuatan kuisioner
yang diberikan kepada responden untuk mengetahui pembobotan setiap elemen
pada seluruh tingkat struktur hierarki. Pembobotan vektor-vektor prioritas itu
dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot
yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan
seterusnya. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap yaitu : (1)
pengolahan horizontal dan (2) pengolahan vertikal. Kedua tahap pengolahan
tersebut dapat digunakan untuk MPI dan MPG. Pengolahan vertikal dilakukan
setelah MPI dan MPG diolah secara horizontal, dimana MPI dan MPG harus
memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi :
a. Pengolahan horizontal
Pengolahan horizontal terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuan vektor prioritas
(vektor eigen), uji konsistensi dan revisi MPI dan MPG yang memiliki rasio
inkonsistensi tinggi.
• Perkalian baris (Z) dengan rumus :
Zi = n
VPi =
• Perhitungan nilai Eigen Maks (Maks λ), dengan rumus :
VA = (aij) x VP dengan VA = (vai)
• Perhitungan indeks inkonsistensi (CI) dengan rumus :
CI =
• Perhitungan rasio inkonsistensi (CR) adalah :
CR = RI CI
RI merupakan indeks acak yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory (L.
Saaty, 1993) dari matriks berorde 1 sampai dengan 15 yang menggunakan sampel
berukuran 100.
Nilai rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1
merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolak ukur bagi
konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu
matriks pendapat (Saaty, 1993).
Pengolahan vertikal yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada
tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila Cvij
didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i
terhadap sasaran utama, maka :
Cvij = Σ Chij (t;i-1) x VWt (i-1)
Untuk i = 1,2,3,...,n
j = 1,2,3,...,n
t = 1,2,3,...,n
Dimana : Chij (t;i-1) = nilai prioritas elemen ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat diatasnya (I-1), yang diperoleh dari hasil
pengolahan horizontal.
VWt (I-1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (I-t)
terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil
perhitungan horizontal.
P = Jumlah tingkat hirarki keputusan
r = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-1
s = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (I-t)
8. Evaluasi Konsistensi
Pengisian kuisioner pada tahap Matriks Banding Berpasangan adakalanya
terjadi penyimpangan dalam membandingkan elemen satu dengan elemen lainnya,
sehingga diperlukan suatu uji konsistensi. PHA memperbolehkan penyimpangan
dengan toleransi rasio inkonsistensi dibawah 10 persen. Langkah ini dilakukan
dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas-prioritas kriteria
yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan
pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai