• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengondisian Kolam Penangkaran Hiu Karang Sirip Hitam

Dalam dokumen Laporan Praktik Kerja Magang tentang Pol (Halaman 41-49)

3. HASIL

3.2 Partisipasi Aktif

3.2.4 Pengondisian Kolam Penangkaran Hiu Karang Sirip Hitam

Kondisi Hiu6 terhadap Keberadaan Wisatawan

Hiu6 sering menjadi objek fotografi wisatawan karena ukurannya yang kecil dan tidak menakutkan. Oleh karena itu, banyak wisatawan yang senang berada dekat Hiu6. Namun, adanya wisatawan yang memegang/menggenggam ekor Hiu6, menjadikan Hiu6 mudah mengalami stress melalui pola gerak dan jelajah yang tidak teratur.

B. Ukuran Morfometrik Hiu Karang Sirip Hitam Rumah Apung

Berikut merupakan hasil pengukuran morfometrik yang dilakukan tanggal 5 Juli 2015 (I), 11 Juli 2015 (II), 27 Juli 2015 (III) dan 7 Agustus 2015 (IV) pada tiap individu hiu dengan mengestimasi panjang tubuh hiu.

Tabel 2. Ukuran Morfometrik Blacktip Reef Shark di Rumah Apung

No. ID 5 Juli 2015 11 Juli 2015 27-Juli 2015 7 Agt 2015 SL FL TL SL FL TL SL FL TL SL FL TL 1. Hiu1 60 64 70 60 64 70 61 64 72 61 64 72 2. Hiu2 54 58 64 54 58 64 54 58 65 54 58 65 3. Hiu3 68 72 78 68 73 78 68 73 80 68 73 80 4. Hiu4 56 60 65 56 60 65 56 60 68 56 60 68 5. Hiu5 58 62 67 58 63 67 58 63 70 58 63 70 6. Hiu6 37 39 40 37 40 44 37 40 46 37 40 46

3.2.4 Pengondisian Kolam Penangkaran Hiu Karang Sirip Hitam

Pengondisian Kolam Penangkaran hiu karang sirip hitam di Rumah Apung dilakukan melalui pengamatan. Kolam Penangkaran terbuat dari jaring apung dengan pengairan langsung dari laut, sehingga kondisi perairan kolam menyesuaikan ekosistem perairan sekitar. Setiap kolam penangkaran berukuran 3 meter x 3 meter x 4 meter yang dilingkupi jaring di tiap sisinya, kecuali sisi permukaan sebagai tempat keluar masuk wisatawan. Selain itu, kedua kolam penangkaran juga diisi oleh berbagai jenis ikan hias untuk menarik perhatian pengunjung. Pada tabel 3, akan ditampilkan jenis-jenis ikan hias pada Kolam

31 Penangkaran Hiu 1 dan 2 beserta beberapa perbedaan lainnya yang terdapat pada kedua kolam penangkaran tersebut.

A. Kolam Penangkaran Hiu 1

Kolam 1 lebih sering dimasuki wisatawan karena terdapat banyak ikan hias didalamnya (Gambar 20). Kondisi dominansi tersebut disebabkan karena banyaknya wisatawan yang selalu berada pada Kolam 1 untuk melempar makanan pada ikan-ikan kecil, sehingga juvenile maupun ukuran kecil dari jenis ikan-ikan tersebut sering keluar masuk dan berada pada Kolam 1 hingga berkembang dan terjebak didalamnya. Selain itu, banyaknya ikan hias pada Kolam 1 juga disebabkan oleh tindakan penjaga Rumah Apung yang memasukkan beberapa jenis ikan hias dari sekitar perairan Bangsring.

32 Tabel 3. Perbedaan Kolam Penangkaran Hiu 1 dan 2

Kolam Hiu 1 Kolam Hiu 2

Lokasi Sisi barat Rumah Apung Sisi timur Rumah Apung

Isi Kolam

Hiu1, Hiu2, Hiu3, Ikan hias Lobster sisa Budidaya

Hiu4, Hiu5, Hiu6, Ikan hias Kerapu (29 Juli 2015) Dominasi

Ikan

Ikan sersan (Abudefduf vaigiensis) Ikan Terongan (Terapontidae)

Jenis Ikan Hias (a) , (b) (c) , (d) (a) , (b) (c) , (d)

33

(e) , (f)

(g) , (h)

Gambar 20. Ikan hias Kolam 1 Sumber: Dokumentasi PKM Keterangan

a. Ketambak Kuncir (Symphorichthys spilurus) b. Angel Koran (Pomacanthus sexstriatus) c. Buntal Durian (Diodon holocanthus) d. Dakocan Hitam (Dascyllus trimaculatus) e. Podangan Palsu (Chrysiptera parasema) f. Angel Piyama (Pomacanthus navarchus) g. Brustun roti (Pomacanthus semicirculatus) h. Ceplok (Plectorhinchus chaetodonoides)

(e) , (f)

Gambar 21. Ikan hias Kolam 2 Sumber: Dokumentasi PKM Keterangan.

a. Polimas (Amphiprion clarkii) b. Moris (Zanclus cornutus)

c. Buntal Babi (Arothron nigropunctatus) d. Buntal (Arothron mappa)

e. Angel Batman (Pomacanthus imperator) f. Kompele (Plectorhinchus vittatus)

34 Pada Kolam 1 terdapat banyak organisme penempel (biofouling) berjenis moluska (Sacoostrea spp., Gambar 22) yang menempel dan tumbuh pada jaring luar kolam. Berdasarkan Abarzua dan Jakubowski (1995), penempelan biofouling diawali oleh microbial biofilm, komponen kimiawi (protein, proteoglycans dan polisakarida) yang mengakibatkan permukaan substrat (jaring) cocok untuk hidup koloni bakteri. Sedangkan, Baveridge (1987) menjelaskan bahwa macrofouling ialah biofouling berukuran >0,5 cm yang hidupnya menempel dan membentuk koloni. Keberadaan macrofouling mengakibatkan terjadinya penutupan jaring dimana sirkulasi air dalam kantong jaring terhambat sehingga mengurangi suplai oksigen dalam jaring, menghambat pembuangan sisa-sisa metabolisme ikan dalam kantong jaring serta menambah bobot karamba.

Penempelan moluska tersebut menyebabkan jaring berat dan sulit dibersihkan. Keberadaan Sacoostrea spp. sekitar 40-50% (Gambar 23) dari luas permukaan jaring luar Kolam 1, mempengaruhi kondisi jaring dalam sebagai area gerak Hiu1, Hiu2, Hiu3 dan ikan lainnya. Berdasarkan Rejeki (2009), Sacoostrea spp. merupakan biofouling yang paling menggangu karena melekatkan cangkangnya pada tali jaring, sehingga menambah beban jaring karamba. Untuk membersihkannya perlu dihancurkan terlebih dahulu, namun mengakibatkan kerusakan fisik pada simpul jaring. Selain itu, keberadaan moluska ini sering menyebabkan luka lecet bagi wisatawan yang masuk ke dalam kolam tersebut.

Gambar 22. Sacoostrea spp. Sumber: Google Image, 2015

35 Sejak tanggal 12–16 Juli 2015, terjadi gelombang besar dan angin kencang dari sisi timur laut Pantai Bangsring hingga menyebabkan tali jangkar di sisi selatan-barat Rumah Apung putus. Hal tersebut mengakibatkan Rumah Apung bergeser ke arah timur dan tidak stabil saat itu. Berdasarkan pengamatan tanggal 3 Agustus 2015, kondisi perairan Bangsring saat itu hanya sedikit mengurangi organisme biofouling yang menempel pada area permukaan di luar jaring penangkaran Kolam 1 (Gambar 24) karena pergerakan arus dan gelombang besar hanya terjadi di permukaan perairan. Berdasarkan Chamberlain dan Strawn (1977) dalam Baveridge (1987), biofouling dilaporkan melimpah pada karamba dengan kondisi perairan yang cukup akan suhu dan intensitas cahayanya serta kondisi arus yang lemah.

Gambar 23. Kondisi jaring penangkaran Kolam 1 (8 Juli 2015) Sumber: Dokumentasi PKM

36

Gambar 24. Kondisi jaring penangkaran Kolam 1 (setelah gelombang besar) Sumber: Dokumentasi PKM

B. Kolam Penangkaran Hiu 2

Kolam 2 menjadi pilihan sekunder wisatawan yang ingin memasuki Kolam Hiu karena padatnya wisatawan pada Kolam 1. Jenis dan jumlah ikan hias pada Kolam 2 tidak sebanyak dan beragam seperti pada Kolam 1 (Gambar 21). Kolam 2 umumnya ditempeli oleh jenis makroalga (Gambar 25). Dalam hal ini, terdapat perbedaan jenis biofouling pada 2 jaring kolam penangkaran di lokasi yang sama. Diperkirakan keberadaan makroalga pada Kolam 1 mengalami pergantian dengan jenis moluska. Banyaknya populasi ikan herbivora pada Kolam 1 mampu meminimalisir dan menggusur kelompok makroalga yang hampir/akan

37 menempelkan sporanya pada jaring, kemudian digantikan oleh larva moluska yang menempel pada jaring tersebut. Sedangkan, pada Kolam 2, populasi ikan herbivora tidak sebanyak pada Kolam 1. Kondisi tersebut mampu memberikan kesempatan bagi jenis makroalga untuk menempel dan hidup pada jaring Kolam 2. Millitary (2005) mengungkapkan bahwa terdapat interaksi biotik yang potensial dan kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisika sehingga mengakibatkan terjadinya suksesi penempelan dan perubahan struktur komunitas biofouling pada jaring. Berdasarkan prinsipnya, biofouling merupakan masalah utama yang dihadapi pada kegiatan budidaya di perairan laut, terlebih bila didukung oleh kondisi laut dengan perairan dangkal, arus lemah, temperatur sesuai serta nutrien yang cukup di perairan. Keberadaan makroalga di Kolam 2 diketahui tidak berbahaya bagi wisatawan maupun ikan-ikan didalamnya. Selain itu, pada saat gelombang besar, kondisi jaring dalam pada Kolam 2 terlihat lebih bersih dibanding sebelumnya (Gambar 26).

Gambar 25. Kondisi jaring penangkaran Kolam 2 (8 Juli 2015) Sumber: Dokumentasi PKM

Dalam dokumen Laporan Praktik Kerja Magang tentang Pol (Halaman 41-49)

Dokumen terkait