• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktik Kerja Magang tentang Pol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktik Kerja Magang tentang Pol"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK KERJA MAGANG TENTANG POLA PEMELIHARAAN BLACKTIP REEF SHARK (Carcharhinus melanopterus) DIBAWAH BIMBINGAN

KELOMPOK NELAYAN IKAN HIAS (KNIH) SAMUDERA BAKTI DESA BANGSRING, KECAMATAN WONGSOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI,

JAWA TIMUR

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

Oleh:

AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA NIM. 125080600111059

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

PRAKTIK KERJA MAGANG TENTANG POLA PEMELIHARAAN BLACKTIP REEF SHARK (Carcharhinus melanopterus) DIBAWAH BIMBINGAN

KELOMPOK NELAYAN IKAN HIAS (KNIH) SAMUDERA BAKTI DESA BANGSRING, KECAMATAN WONGSOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI,

JAWA TIMUR

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan

Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

Oleh:

AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA NIM. 125080600111059

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(3)

i PRAKTIK KERJA MAGANG

POLA PEMELIHARAAN BLACKTIP REEF SHARK (Carcharhinus melanopterus) DIBAWAH BIMBINGAN KELOMPOK NELAYAN IKAN HIAS (KNIH) SAMUDERA BAKTI

DESA BANGSRING, KECAMATAN WONGSOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR dan dinyatakan telah memenuhi syarat

(4)

ii RINGKASAN

AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA. Pola Pemeliharaan Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) dibawah bimbingan Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (dibawah bimbingan Andik Isdianto, ST., MT dan Mahyuni).

Hiu memiliki fungsi ekologis untuk menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut sebagai predator tingkat pertama melalui seleksi dalam ekosistem dan mengatur populasi hewan pada tropik yang lebih rendah. Namun, populasi hiu telah berkurang signifikan dan masuk dalam Appendix II CITES. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi di Indonesia. Salah satunya ialah Kolam Penangkaran Hiu di Rumah Apung Bangsring Underwater yang telah diterapkan oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti.

Kolam penangkaran (3mx3mx4m) bertujuan memelihara dan memulihkan hiu yang terluka karena jaring nelayan. Pola pemeliharaan yang dilakukan berupa penyelamatan hiu yang terdampar/terluka di sekitar perairan pantai, pemberian pakan, pembersihan kolam, serta pelepasan hiu yang telah sembuh ke perairan Bangsring. Kelompok nelayan tersebut pun membebaskan wisatawan untuk berfoto/berenang bersama hiu dan berbagai ikan hias lainnya di dalam kolam tersebut.

Praktik Kerja Magang yang dilakukan seputar pengamatan mengenai pola pemeliharaan yang dilakukan terhadap 6 ekor blacktip reef shark/hiu karang sirip hitam pada kolam penangkaran tersebut (Kolam 1: Hiu1, Hiu2, Hiu3; Kolam 2: Hiu4, Hiu5, Hiu6). Hal yang diamati seputar pemberian pakan, pembersihan kolam, pelepasan hiu yang telah sembuh ke perairan Bangsring, dan seputar rambu-rambu mengenai hal yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan wisatawan di kolam penangkaran hiu.

(5)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Magang (PKM) yang berjudul Pola Pemeliharaan Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) dibawah bimbingan Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Laporan Praktik Kerja Magang ini berisi mengenai kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan berkenaan dengan pemeliharaan hiu karang sirip hitam (Blacktip Reef Shark), kondisi dan karakteristik hiu yang terdapat di Kolam Penangkaran Hiu Rumah Apung, pengondisian Kolam Penangkaran Hiu Rumah Apung serta upaya pemeliharaan yang dapat dilakukan terhadap hiu karang sirip hitam di Kolam Penangkaran tersebut. Selain itu, pada laporan ini, akan dibahas beberapa hal terkait Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti selaku pengelola Rumah Apung Bangsring Underwater (BUNDER).

Demikian laporan Praktik Kerja Magang ini disusun, penulis berharap semoga laporan ini dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan yang dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi pada masyarakat. Penulis selalu mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Malang, 4 November 2015

(6)

iv UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya laporan Praktik Kerja Magang (PKM) ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Karunia dan KekuatanNya yang tak terhingga.

2. Keluarga kecil yang hangat dan sangat dirindukan di rumah Bekasi.

3. Bapak Andik Isdianto, ST.,MT selaku Dosen Pembimbing Praktik Kerja Magang (PKM) yang telah dengan sabar dalam memberikan masukan, pengarahan dan bimbingan selama proses pelaksanaan Praktik Kerja Magang.

4. Bapak Ikhwan Arief, S.H.I selaku Ketua KNIH-Samudera Bakti atas bantuan ilmu, fasilitas serta dukungan lainnya guna menunjang kelancaran pelaksanaan Praktik Kerja Magang.

5. Bapak Mahyuni selaku Pembimbing Lapang dari KNIH-Samudera Bakti atas kesabaran dan arahannya dalam membimbing dan membantu memahami kondisi perikanan hiu di perairan Bangsring serta karakteristik hiu secara umum.

6. Pak Suyadi, Pak Lili, Pak Bi, Pak Tohari, Pak Soekir dan segenap keluarga baru di Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti

7. Para kesayangan, Mak Mayang, Nisa Nces, Ay-ay, Bos Mahmed, Dinda Monyong, dan segenap Keluarga Besar Poseidon atas kebersamaan dan ketabahannya dalam menghadapi watak Penulis.

(7)

v

2.1 Lokasi Praktik Kerja Magang ... 4

2.2 Waktu Praktik Kerja Magang ... 4

2.3 Prosedur Praktik Kerja Magang ... 6

3. HASIL ... 7

3.1 Profil Instansi: Kelompok Ikan Hias Samudera Bakti Desa Bangsring 7 3.1.1 Struktur Organisasi ... 7

3.1.2 Deskripsi ... 7

3.1.3 Visi, Misi dan Program Kerja ... 9

3.1.4 Mitra Kerja dan Kompetensi ... 10

3.2 Partisipasi Aktif ... 11

3.2.1 Sosialisasi Kerentanan Hiu di Indonesia dan Kegiatan Praktik Kerja Magang ... 11

3.2.2 Pemeliharaan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung ... 14

3.2.3 Penentuan Karakteristik dan Kondisi serta Pengukuran Morfometrik Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung ... 22

3.2.4 Pengondisian Kolam Penangkaran Hiu Karang Sirip Hitam ... 30

3.2.5 Grading (Sampling) Kolam Budidaya Kerapu ... 38

3.2.6 Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Bangsring ... 39

3.3 Upaya Pemeliharaan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung ... 42

3.4 Kendala dan Saran ... 43

3.4.1 Kendala ... 43

3.4.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(8)

vi DAFTAR TABEL

(9)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian ... 4

Gambar 2. Logo Samudera Bakti ... 7

Gambar 3. Rumah Apung Bangsring Underwater ... 9

Gambar 4. Dampak Kepunahan Hiu ... 12

Gambar 5. Valuasi dari Konservasi dan Ekowisata Hiu... 14

Gambar 6. Peta Persebaran Hiu Karang Sirip Hitam di Dunia ... 15

Gambar 7. Hiu Karang Sirip Hitam (Blacktip Reef Shark) di Rumah Apung ... 16

Gambar 8. Pakan untuk Kolam Penangkaran Hiu dan Kolam Kerapu ... 17

Gambar 9. Kolam Penangkaran pada Rumah Apung Bangsring Underwater .... 18

Gambar 10. Penutupan Kolam Penangkaran Hiu 2 (9 Juli 2015) ... 19

Gambar 11. Pelepasan Whitetip Reef Shark ke Perairan Bangsring (25 Juli 2015) ... 20

Gambar 12. Clasper pada hiu ... 22

Gambar 13. Pengukuran morfometrik hiu ... 23

Gambar 14. Pola tips hitam Hiu1 ... 24

Gambar 23. Kondisi jaring penangkaran Kolam 1 (8 Juli 2015) ... 35

Gambar 24. Kondisi jaring penangkaran Kolam 1 (setelah gelombang besar) ... 36

Gambar 25. Kondisi jaring penangkaran Kolam 2 (8 Juli 2015) ... 37

Gambar 26. Kondisi jaring penangkaran Kolam 2 (setelah gelombang besar) ... 38

Gambar 27. Transplantasi Terumbu Karang yang rusak akibat gelombang besar ... 39

Gambar 28. Metode Transplantasi Terumbu Karang ... 41

Gambar 29. Pencelupan sementara Rangka Transplantasi yang telah siap ... 41

Gambar 30. Pengukuran Morfometrik Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung 53 Gambar 31. Pemberian Pakan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung ... 53

Gambar 32. Sosialisasi Kerentanan Hiu di Indonesia dan Judul PKM (3 Juli 2015) ... 53

Gambar 33. Grading (Sampling) Kolam Budidaya Kerapu (29 Juli 2015) ... 54

Gambar 34. Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Bangsring (6 Agustus 2015) ... 54

(10)

viii DAFTAR BAGAN

(11)

ix DAFTAR LAMPIRAN

(12)

1 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiu sebagai predator tingkat pertama dalam rantai makanan di laut, memangsa hewan-hewan pada tingkat tropik dibawahnya. Secara alamiah, hiu memangsa hewan-hewan yang lemah dan sakit sehingga hanya menyisakan hewan-hewan yang masih sehat untuk tetap bertahan hidup di alam. Selain itu, mereka cenderung memangsa hewan yang tersedia di alam dalam jumlah melimpah karena relatif lebih mudah ditangkap. Secara tidak langsung, hiu ikut menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut dengan melakukan seleksi dalam ekosistem dan mengatur jumlah populasi hewan-hewan pada tingkat tropik yang lebih rendah (Fahmi dan Dharmadi, 2013).

Namun, berdasarkan Ramadhani (2014) diketahui bahwa populasi hiu telah berkurang cukup signifikan sejak beberapa dekade terakhir dan masuk ke dalam Appendix II CITES mengacu pada CITES (2013), daftar spesies pada Appendix II belum terancam punah hanya jika perdangangannya dapat dikendalikan dengan erat. Ekosistem bawah laut akan terganggu bila terus terjadi penangkapan hiu yang tidak bertanggung jawab, mengingat peran ekologis hiu sebagai puncak predator. Berdasarkan buku “Tinjauan Status Perikanan Hiu dan Upaya Konservasinya di Indonesia” yang ditulis oleh Fahmi dan Dharmadi (2013),

setidaknya terdapat 14 hiu di Indonesia yang menjadi perhatian khusus karena populasinya terus menurun dan terancam punah sehingga sangat diperlukan regulasi untuk perlindungan hiu agar tetap seimbang populasinya di laut.

(13)

2 sebesar 36.884 ton, kemudian pada tahun 2000, produksi tersebut meningkat hingga 68.366 ton (Fahmi dan Dharmadi, 2005). Perikanan hiu di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 70-an, sebagai tangkapan sampingan dari perikanan rawai tuna. Aktivitas penangkapan mulai meningkat dan semakin populer ketika terjadi kenaikan harga sirip hiu di pasaran dunia pada tahun 1988, sehingga hiu menjadi salah satu target tangkapan nelayan di beberapa tempat pendaratan ikan di Indonesia, khususnya pada perikanan artisanal (Anung & Widodo, 2002). Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi di Indonesia. Berdasarkan kutipan dari “Konservasi Hiu untuk Pariwisata” yang ditulis oleh Toni Ruchimat (2013), kini Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah serius melakukan upaya pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi. Melalui upaya ini, habitat hiu telah memliki tempat yang lebih aman dari penangkapan illegal. Upaya yang dilakukan ialah memberikan konservasi dan merubah paradigma konservasi yang dipahami hanya sebagai perlindungan tanpa memandang keseimbangan pelestarian dan pemanfaatan yang dilakukan sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan untuk mendukung program strategis Blue economy. Perlu diketahui, sebagian tindakan Konservasi Hiu telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.12/Men/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas, khususnya untuk jenis hiu tikus. Dalam hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah serius melakukan upaya konservasi hiu. Kini, Diretorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI) bekerjasama dengan WWF (World Wide Fund for Nature), P4KSI (Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan) dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) sedang menyusun buku status perikanan hiu di Indonesia.

(14)

3 Underwater (BUNDER), dikelola oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kolam penangkaran ini diadakan sebagai bentuk perawatan dan pemulihan terhadap kondisi hiu yang terluka karena jaring nelayan. Terdapat 3 kolam penangkaran hiu di Rumah Apung, 2 diantaranya berada di sisi selatan Rumah Apung dimana disediakan untuk jenis hiu karang sirip hitam/Blacktip Reef Shark, sedangkan sisanya terdapat di sisi utara Rumah Apung untuk jenis hiu karang sirip putih/Whitetip Reef Shark. Pengelolaan dan pemeliharaan kedua jenis kolam penangkaran mirip, namun diberikan kebebasan bagi wisatawan yang ingin masuk ke dalam kolam penangkaran hiu karang sirip hitam dengan persyaratan tertentu guna menjaga keselamatan kedua belah pihak, baik wisatawan maupun hiu yang dirawat dan ditangkarkan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pola pemeliharaan hiu karang spesies Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) di Rumah Apung, Pantai Bangsring, Banyuwangi.

2. Mengetahui dan menganalisis kondisi dan karakteristik hiu karang spesies Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) terhadap pola pemeliharaan yang diperoleh di Rumah Apung, Pantai Bangsring, Banyuwangi.

3. Mengetahui kondisi kolam penangkaran Hiu spesies Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) di Rumah Apung, Pantai Bangsring, Banyuwangi.

(15)

4 2. METODE

2.1 Lokasi Praktik Kerja Magang

Kegiatan Praktik Kerja Magang (PKM) dilaksanakan di Kolam Penangkaran Hiu di Rumah Apung Bangsring Underwater (BUNDER) (Lampiran 1). Lokasi penelitian terletak di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Gambar 1). Rumah Apung sendiri berada dibawah kepengurusan Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

2.2 Waktu Praktik Kerja Magang

(16)

5 Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Praktik Kerja Magang

Kegiatan Mei Juni Juli Agustus September Oktober November

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan

Proposal Pengajuan

Proposal Pelaksanaan

PKM Penyusunan

(17)

6 2.3 Prosedur Praktik Kerja Magang

Prosedur yang dilakukan terkait pelaksanaan kegiatan PKM, antara lain seputar pengajuan judul, pembuatan proposal, pengurusan administrasi dan perizinan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya melalui Surat Ijin PKM dan di KNIH Samudera Bakti terkait pengajuan proposal serta pelaksanaan PKM terkait partisipasi aktif yang dilakukan di Rumah Apung Bangsring Underwater.

Bagan 1. Prosedur Pengurusan Administrasi Praktik Kerja Magang Surat Keterangan PKM diserahkan ke

Mahasiswa mengurus Surat Keterangan PKM di Akademik Kemahasiswaan

Syarat :

1. Form Surat Pengantar (dapat di-download di website fpik.ub.ac.id)

2. KHS & KRS terakhir

3. SKS ≥ 100

(18)

7 3. HASIL

3.1 Profil Instansi: Kelompok Ikan Hias Samudera Bakti Desa Bangsring 3.1.1 Struktur Organisasi

Bagan 2. Struktur Organisasi KNIH Samudera Bakti Desa Bangsring

Gambar 2. Logo Samudera Bakti Sumber: samuderabakti.weebly.com

3.1.2 Deskripsi

Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti didirikan sebagai bentuk tanggap beberapa kelompok Nelayan terhadap permasalahan hasil tangkapan dengan tujuan, usaha dan kepentingan yang sama. Kelompok ini dibentuk oleh/dari nelayan ikan hias dengan komitmen “Kelompok Nelayan Ikan Hias

(19)

8 Tanpa Potas” yang berkedudukan setara Unit Desa (UD). KNIH Samudera Bakti

dibentuk sebagai kelompok binaan yang bekerja sama dengan Pemda Banyuwangi, Yayasan PELANGI INDONESIA dan Lembaga PILANG dalam program “Adaptasi Perubahan Iklim Desa Bangsring”. Tindak lanjut dari kegiatan tersebut ialah membentuk area Konservasi Terumbu Karang (Marine Protected Area) dengan Zona Inti seluas 1 ha dan Zona Pendukung (Buffer Zone) disekitarnya yang diawasi bersama masyarakat melalui Peraturan Desa No. 2 tahun 2009 tentang Pengelolaan Zona Perlindungan Bersama (ZPB). Lokasi ZPB ini kemudian dikelola sebagai kawasan Ekowisata Bahari Bangsring Underwater (BUNDER) yang merupakan lokasi Rumah Apung (Gambar 3).

KNIH Samudera Bakti difungsikan sebagai kelompok Pengawas Kelautan yang telah membina dan mendirikan beberapa kelompok Binaan, yaitu Kelompok Bina Samudera Desa Bangsring (2010) dan Kelompok Armada Timur Desa Alasbuluh (2012) di Banyuwangi serta Kelompok Samudera Bakti di Desa Puger, Kabupaten Jember (2011).

Kegiatan yang dilakukan oleh KNIH Samudera Bakti, antara lain

 Menginisiasi dan mengimplementasikan upaya pengelolaan wilayah

pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan serta berperan aktif dalam proses pelaksanaannya.

 Mereplikasi dan mengembangkan praktik-praktik terbaik pengelolaan

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

 Mendirikan/membina kelompok nelayan tangkap berwawasan lingkungan

 Melakukan inovasi diversifikasi usaha

 Merintis pengelolaan kawasan Ekowisata Bahari

(20)

9 Tantangan terberat pada awal kinerja Samudera Bakti ialah membersihkan seluruh anggotanya dari pemakaian potasium dan cara pemanfaatan kelompok laut yang tidak ramah lingkungan. Adanya sejarah mengenai asal mula berkembangnya pemakaian potas oleh nelayan-nelayan desa ini, di beberapa desa lainnya di Indonesia menjadi penguat sulitnya pembersihan tersebut dilakukan. Namun, dilakukan penyaluran simpan pinjam jaring dan permodalan bagi anggota KNIH Samudera Bakti untuk memudahkan permodalan nelayan dalam bekerja, serta untuk memotong mata rantai tengkulak, sehingga kini nelayan memiliki kebebasan dalam menjual dan memasarkan hasil tangkapannya. KNIH Samudera Bakti harus melaksanakan penangkapan ikan berwawasan lingkungan dan memperbaiki kondisi pantai di sekitar lokasi penangkapan agar habitat ikan kembali ke kondisi semula.

3.1.3 Visi, Misi dan Program Kerja

Visi KNIH Samudera Bakti, yaitu mewujudkan kesejahteraan nelayan ikan hias melalui peningkatan sumberdaya nelayan dan pelestarian lingkungan. Sedangkan, misinya ialah meningkatkan sumberdaya nelayan ikan hias, menjaga kelestarian lingkungan laut serta meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya ikan hias.

(21)

10 Program kerja yang disusun oleh KNIH Samudera Bakti bertujuan mengatasi permasalahan kerusakan karang yang menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan, maka orientasi yang dilaksanakan, antara lain meningkatkan kesadaran nelayan ikan hias mengenai bahaya penggunaan potas, pengadaan fasilitas penangkapan anggota, pengadaan kegiatan dan program Patroli Terpadu dengan pihak terkait, membuat Zona Perlindungan (Marine Protected Area) Bersama, membentuk Lembaga Ekonomi Mikro, pengadaan alat tangkap (jaring) ramah terumbu karang, armada dan peralatan selam. Selain itu, diperlukan penyadaran hukum bagi nelayan yang masih melakukan pelanggaran.

3.1.4 Mitra Kerja dan Kompetensi

Sampai saat ini, KNIH Samudera Bakti telah memiliki mitra kerja terkait program konservasi lingkungan, kelautan dan perikanan. Beberapa lembaga/ instansi terkait, antara lain Yayasan Pelangi dan Yayasan Pilang yang bergerak di bidang lingkungan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk Banyuwangi, Situbondo dan provinsi Jawa Timur, Pangkalan Angkatan Laut (LANAL) Banyuwangi, Satuan Kerja (SatKer) Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Banyuwangi, Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi, Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (KEMENKOKESRA), Terminal BBM (TBBM) Pertamina Banyuwangi serta Kelompok Binaan KNIH Samudera Bakti lainnya. Berikut merupakan beberapa kompetensi yang telah diraih oleh KNIH Samudera Bakti di bidang-bidang tertentu.

a) Konservasi

- Sertifikat Transplantasi Terumbu Karang

(22)

11 - Sertifikat Penangkapan Ikan dengan Pancing

- Sertifikat Pelatihan Penangkapan Ramah Lingkungan - Sertifikat Penyuluh Swadaya

c) Manajemen

- Sertifikat Manajemen Usaha Perikanan

- Sertifikat Manajemen Organisasi, Manajemen Administrasi dan Keuangan

d) Pengolahan

- Sertifikat Pengolahan ikan lemuru e) KUB

- Sertifikat Pelatihan Manajemen Usaha Bersama f) Ecotourism

- Sertifikat Pengelolaan Kawasan Ekowisata Bahari

3.2 Partisipasi Aktif

3.2.1 Sosialisasi Kerentanan Hiu di Indonesia dan Kegiatan Praktik Kerja Magang

(23)

12 Dalam presentasi, dijelaskan mengenai daftar jenis hiu yang rentan punah di perairan Indonesia, berdasarkan Fahmi dan Dharmadi (2013), antara lain jenis hiu paus (Whale shark/Rhincodon typus), hiu monyet/hiu tikus (Pelagic Thresher Shark/Alopias pelagicus), hiu lutung (Bigeye Thresher Shark/Alopias superciliosus), hiu mako (Shortfin mako/Isurus oxyrinchus), hiu martil/mungsing capil (Scalloped hammerhead shark/Sphyrna lewini, Great hammerhead shark/ Sphyrna mokarran, Smooth hammerhead shark/Sphyrna zygaena), hiu koboi (Oceanic whitetip shark/Carcharhinus longimanus), hiu merak (Dusky shark/Carcharhinus obscurus), hiu super (Sandbar shark/Carcharhinus plumbeus), hiu lanjaman (Silky shark/Carcharhinus falciformis), hiu lembu (Bull shark/Carcharhinus leucas), hiu macan (Tiger shark/Galeocerdo cuvier) dan hiu karet/hiu biru/hiu selendang (Blue shark/Prionace glauca). Selain itu, dijelaskan pula mengenai peran penting hiu dalam ekosistem laut (Gambar 4). Secara tidak langsung, hiu ikut menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut melalui seleksi dalam ekosistem dan mengatur jumlah populasi hewan pada tropik yang lebih rendah serta berperan menjaga keragaman dan kekayaan jenis di alam sebagai predator.

(24)
(25)

14 Gambar 5. Valuasi dari Konservasi dan Ekowisata Hiu

Sumber: WWF–Indonesia, 2013

3.2.2 Pemeliharaan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung

Pemeliharaan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung merupakan salah satu program Bangsring Underwater (BUNDER) mengenai pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi di Perairan Bangsring. McCord (2008) mengungkapkan bahwa hiu karang sirip hitam rutin ditangkap oleh perikanan dekat pantai di beberapa area wilayah teritorialnya, untuk konsumsi manusia dan makanan lain berbahan dasar ikan. Selain itu, sirip hiu ini telah memasuki perdagangan oriental sirip hiu untuk sup sirip ikan hiu. Di Australia Utara, hiu ini ditangkap dan dimakan oleh komunitas Aborigin. Karena eksploitasi seperti itu, diperkirakan populasi hiu karang sirip hitam dengan status Near Threatened (NT) atau Hampir Terancam berdasarkan IUCN Red List, akan semakin berkurang dan punah.

(26)

15 Samudera Hindia, termasuk Teluk Arab dan Mediterania Timur, berdasarkan Compagno (1984) (Gambar 6).

Gambar 6. Peta Persebaran Hiu Karang Sirip Hitam di Dunia Sumber: en.wikipedia.org

(27)

16 Gambar 7. Hiu Karang Sirip Hitam (Blacktip Reef Shark) di Rumah Apung

Sumber: Dokumentasi PKM

A. Pemberian Pakan

(28)

17 Gambar 8. Pakan untuk Kolam Penangkaran Hiu dan Kolam Kerapu

Sumber: Dokumentasi PKM

(29)

18 Keterangan.

a. Kolam Penangkaran Hiu 1 (Kolam Hiu 1/Kolam 1) b. Kolam Penangkaran Hiu 2 (Kolam Hiu 2/Kolam 2) c. Kolam Budidaya Kerapu

Gambar 9. Kolam Penangkaran pada Rumah Apung Bangsring Underwater Sumber: Dokumentasi PKM

B. Pembersihan Jaring Kolam Penangkaran

(30)

19 C. Pelepasan Hiu ke Alam Liar

Pada tanggal 25 Juli 2015, KNIH Samudera Bakti melakukan kegiatan pelepasan hiu ke perairan Bangsring. Hiu yang dilepaskan pada kegiatan ini ialah jenis hiu karang sirip putih (Whitetip Reef Shark/Triaenodon obesus). Hiu ini sempat ditangkarkan di kolam penangkaran sisi utara Rumah Apung, kemudian dipindahkan ke Kolam Hiu 2 pada tanggal 9 Juli 2015 karena kolam sebelumnya akan digunakan untuk budidaya lobster. Pemindahan ini menyebabkan Kolam 2 ditutup (Gambar 10) karena hiu jenis ini senang berada di dasar perairan sehingga pergerakannya sulit untuk dipantau. Kegiatan pelepasan dilakukan karena diperkirakan hiu telah sembuh serta guna memfungsikan kembali Kolam 2. Pelepasan hiu dilakukan oleh 4 orang anggota KNIH Samudera Bakti, 3 orang mengangkat jaring kolam penangkaran dan 1 orang menangkap hiu menggunakan serok berdiameter 1 meter (Gambar 11).

(31)

20

Gambar 11. Pelepasan Whitetip Reef Shark ke Perairan Bangsring (25 Juli 2015) Sumber: Dokumentasi PKM

D. Rambu-rambu Keselamatan Hiu dan Wisatawan

(32)

21 jumlah/kuota maksimal wisatawan dalam kolam serta tindakan wisatawan terhadap hiu yang dirawat. Terkadang wisatawan memasuki Kolam Penangkaran Hiu dengan melompat/menceburkan diri ke perairan kolam. Keadaan ini dapat membuat hiu kaget, tidak tenang dan tidak aman, bahkan hingga stres dengan menganggap wisatawan sebagai ancaman. Penjaga Rumah Apung perlu memberikan rambu/peringatan kepada wisatawan yang akan/telah memasuki Kolam Penangkaran dengan cara tersebut.

Jumlah/kuota maksimal yang diijinkan untuk memasuki Kolam Penangkaran Hiu ialah 5 orang, baik orang dewasa maupun anak kecil. Ketentuan ini berlaku bagi wisatawan yang menyewa guide. Hal ini diperlukan guna memberikan ruang gerak bagi hiu untuk tetap dapat berenang di permukaan perairan, khususnya di sekitar tepi kolam penangkaran. Jika tidak, hiu akan menghindari area kolam yang penuh dan berada di kedalaman selama area permukaan kolam masih sempit untuk dilalui. Selain itu, kondisi kolam penangkaran yang terlalu penuh akan membuat wisatawan sulit memperoleh ruang gerak untuk berfoto bersama hiu dan memperoleh hasil foto yang memuaskan.

(33)

22 ditanggulangi, hal tersebut akan menyebabkan stres berkepanjangan yang berdampak pada proses pemulihan fisik hiu, bahkan dapat menyebabkan hiu bertindak diluar kendali.

3.2.3 Penentuan Karakteristik dan Kondisi serta Pengukuran Morfometrik Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung

McCord (2008) menjelaskan bahwa hiu karang sirip hitam/blacktip reef shark (Carcharhinus melanopterus) sering ditemui di perairan karang tropis

Indo-Pasifik, berukuran sedang dan ramping, berwarna abu-abu kecoklatan dengan

sisi putih dibawah tubuhnya. Hiu ini memiliki warna hitam pada ujung siripnya, khususnya pada sirip punggung pertama. Hiu karang sirip hitam di Kolam Penangkaran Hiu Rumah Apung berjumlah 6 ekor dengan identifikasi berdasarkan karakteristik, kondisi dan ukuran morfometrik. Karakteristik dan kondisi diperoleh melalui penentuan pola tips hitam dan jenis kelamin (sex) serta pengamatan pola gerak, pola jelajah dan respon terhadap wisatawan. Perbedaan pola tips diketahui melalui dokumentasi tips hitam sirip punggung pertama tiap individu. Berdasarkan buku “Panduan &Logbook Survei Monitoring Hiu”, sex hiu ditentukan dari ada/tidaknya claspers, yaitu panggul modifikasi dari tulang rawan dan terdapat pada sirip pelvis untuk pengiriman sperma (Gambar 12).

(34)

23 Pengukuran morfometrik dilakukan pada tanggal 5 Juli 2015 (I), 11 Juli 2015 (II), 27 Juli 2015 (III) dan 7 Agustus 2015 (IV) untuk tiap individu dengan mengestimasi panjang tubuh hiu karena hiu terus bergerak (Lampiran 3, Gambar 29). Berdasarkan Buku “Panduan & Logbook Survei Monitoring Hiu”, pengukuran morfometrik dilakukan terhadap 3 karakter (Gambar 13), yaitu:

Gambar 13. Pengukuran morfometrik hiu Sumber: KKP, 2014

 TL = total length, diukur dari bagian terdepan moncong mulut hingga ujung ekor atas (panjang total)

 FL = fork length, diukur dari bagian terdepan moncong mulut hingga pangkal cabang ekor (panjang cagak)

 SL = precaudal length, diukur dari bagian terdepan moncong mulut hingga ujung gurat sisi (panjang standar)

(35)

24 A. Karakteristik dan Kondisi Hiu Karang Sirip Hitam Rumah Apung

1. Hiu1

Gambar 14. Pola tips hitam Hiu1 Sumber: Dokumentasi PKM  Karakteristik Hiu1

Hiu1 termasuk hiu betina di Kolam 1. Hiu1 sering berada di permukaan perairan, bahkan sampai menunjukkan sirip punggungnya. Pola jelajah Hiu1 umumnya berada di area dekat jaring. Ketika gelombang dan angin dari arah Selat Bali sedang kencang, Hiu1 berada pada kedalaman 20–30cm.

Kondisi Hiu1 terhadap Keberadaan Wisatawan

(36)

25 tersebut pun memperlambat pergerakan Hiu1 dimana sirip punggung pertama berperan sebagai pemecah air dalam proses pergerakannya. Diperkirakan sobekan tersebut akan pulih dalam jangka waktu 15 hari kedepan dengan syarat tanpa adanya gangguan terhadap tubuh maupun psikis hiu.

2. Hiu2

Gambar 15. Pola tips hitam Hiu2 Sumber: Dokumentasi PKM  Karakteristik Hiu2

Hiu2 berjenis kelamin betina dan berada pada Kolam 1. Hiu2 jarang melakukan gerak jelajah sendiri dan umumnya sering mendekati Hiu1 ataupun Hiu3. Namun, lebih sering beriringan dengan Hiu1, baik diatas sirip punggung maupun dibawah sirip dada Hiu1.

Kondisi Hiu2 terhadap Keberadaan Wisatawan

(37)

26 Berdasarkan pengamatan tanggal 3 Agustus 2015, pola gerak Hiu2 lebih gelisah di permukaan saat wisatawan memasuki Kolam 1.

3. Hiu3

Gambar 16. Pola tips hitam Hiu3 Sumber: Dokumentasi PKM  Karakteristik Hiu3

Hiu3, satu-satunya hiu jantan di Kolam 1. Hiu3 selalu berada pada kedalaman 200–300 cm dengan pola gerak yang stabil dan tenang dengan pola jelajah dekat jaring kolam.

Kondisi Hiu3 terhadap Keberadaan Wisatawan

(38)

27 4. Hiu4

Gambar 17. Pola tips hitam Hiu4 Sumber: Dokumentasi PKM  Karakteristik Hiu4

Hiu4 berjenis kelamin betina dan berada pada Kolam 2. Karakteristik Hiu4 seperti Hiu1 yang sering berada di permukaan perairan, bahkan sampai menunjukkan sirip punggungnya. Pola gerak Hiu4 stabil dan tenang ketika telah dapat beradaptasi dengan wisatawan pada Kolam 2. Pola jelajah Hiu4 berada pada area dekat jaring. Ketika gelombang dan angin dari arah Selat Bali sedang kencang, Hiu4 berada pada kedalaman 20–35cm.

Kondisi Hiu4 terhadap Keberadaan Wisatawan

(39)

28 5. Hiu5

Gambar 18. Pola tips hitam Hiu5 Sumber: Dokumentasi PKM  Karakteristik Hiu5

Hiu5 termasuk hiu betina di Kolam 2 dengan area teritorial pada kedalaman 150–200cm. Gerak jelajah Hiu5 pada kedalaman tidak menentu dengan gerak kayuh sirip ekor yang lebih cepat dibanding hiu lainnya. Namun, Hiu5 sesekali berada di permukaan dan mengikuti pola jelajah Hiu4. Pada awal keberadaan Hiu6 di Kolam 2, Hiu5 terlihat belum menerima keberadaan Hiu6. Hal tersebut diketahui melalui pengamatan terhadap reaksi Hiu6 yang sering berenang menjauh dengan cepat saat mendekati Hiu4 yang akan didekati oleh Hiu5.

Kondisi Hiu5 terhadap Keberadaan Wisatawan

(40)

29 6. Hiu6

Gambar 19. Pola tips hitam Hiu6 Sumber: Dokumentasi PKM  Karakteristik Hiu6

(41)

30  Kondisi Hiu6 terhadap Keberadaan Wisatawan

Hiu6 sering menjadi objek fotografi wisatawan karena ukurannya yang kecil dan tidak menakutkan. Oleh karena itu, banyak wisatawan yang senang berada dekat Hiu6. Namun, adanya wisatawan yang memegang/menggenggam ekor Hiu6, menjadikan Hiu6 mudah mengalami stress melalui pola gerak dan jelajah yang tidak teratur.

B. Ukuran Morfometrik Hiu Karang Sirip Hitam Rumah Apung

Berikut merupakan hasil pengukuran morfometrik yang dilakukan tanggal 5 Juli 2015 (I), 11 Juli 2015 (II), 27 Juli 2015 (III) dan 7 Agustus 2015 (IV) pada tiap individu hiu dengan mengestimasi panjang tubuh hiu.

Tabel 2. Ukuran Morfometrik Blacktip Reef Shark di Rumah Apung

No. ID 5 Juli 2015 11 Juli 2015 27-Juli 2015 7 Agt 2015

3.2.4 Pengondisian Kolam Penangkaran Hiu Karang Sirip Hitam

(42)

31 Penangkaran Hiu 1 dan 2 beserta beberapa perbedaan lainnya yang terdapat pada kedua kolam penangkaran tersebut.

A. Kolam Penangkaran Hiu 1

(43)

32 Tabel 3. Perbedaan Kolam Penangkaran Hiu 1 dan 2

Kolam Hiu 1 Kolam Hiu 2

Lokasi Sisi barat Rumah Apung Sisi timur Rumah Apung

Isi Kolam

Hiu1, Hiu2, Hiu3, Ikan hias Lobster sisa Budidaya

Hiu4, Hiu5, Hiu6, Ikan hias Kerapu (29 Juli 2015) Dominasi

Ikan

Ikan sersan (Abudefduf vaigiensis) Ikan Terongan (Terapontidae)

Jenis Ikan Hias

(a) , (b)

(c) , (d)

(a) , (b)

(44)

33

(e) , (f)

(g) , (h)

Gambar 20. Ikan hias Kolam 1 Sumber: Dokumentasi PKM Keterangan

a. Ketambak Kuncir (Symphorichthys spilurus) b. Angel Koran (Pomacanthus sexstriatus) c. Buntal Durian (Diodon holocanthus) d. Dakocan Hitam (Dascyllus trimaculatus) e. Podangan Palsu (Chrysiptera parasema) f. Angel Piyama (Pomacanthus navarchus) g. Brustun roti (Pomacanthus semicirculatus) h. Ceplok (Plectorhinchus chaetodonoides)

(e) , (f)

Gambar 21. Ikan hias Kolam 2 Sumber: Dokumentasi PKM Keterangan.

a. Polimas (Amphiprion clarkii) b. Moris (Zanclus cornutus)

c. Buntal Babi (Arothron nigropunctatus) d. Buntal (Arothron mappa)

e. Angel Batman (Pomacanthus imperator) f. Kompele (Plectorhinchus vittatus)

(45)

34 Pada Kolam 1 terdapat banyak organisme penempel (biofouling) berjenis moluska (Sacoostrea spp., Gambar 22) yang menempel dan tumbuh pada jaring luar kolam. Berdasarkan Abarzua dan Jakubowski (1995), penempelan biofouling diawali oleh microbial biofilm, komponen kimiawi (protein, proteoglycans dan polisakarida) yang mengakibatkan permukaan substrat (jaring) cocok untuk hidup koloni bakteri. Sedangkan, Baveridge (1987) menjelaskan bahwa macrofouling ialah biofouling berukuran >0,5 cm yang hidupnya menempel dan membentuk koloni. Keberadaan macrofouling mengakibatkan terjadinya penutupan jaring dimana sirkulasi air dalam kantong jaring terhambat sehingga mengurangi suplai oksigen dalam jaring, menghambat pembuangan sisa-sisa metabolisme ikan dalam kantong jaring serta menambah bobot karamba.

Penempelan moluska tersebut menyebabkan jaring berat dan sulit dibersihkan. Keberadaan Sacoostrea spp. sekitar 40-50% (Gambar 23) dari luas permukaan jaring luar Kolam 1, mempengaruhi kondisi jaring dalam sebagai area gerak Hiu1, Hiu2, Hiu3 dan ikan lainnya. Berdasarkan Rejeki (2009), Sacoostrea spp. merupakan biofouling yang paling menggangu karena melekatkan cangkangnya pada tali jaring, sehingga menambah beban jaring karamba. Untuk membersihkannya perlu dihancurkan terlebih dahulu, namun mengakibatkan kerusakan fisik pada simpul jaring. Selain itu, keberadaan moluska ini sering menyebabkan luka lecet bagi wisatawan yang masuk ke dalam kolam tersebut.

(46)

35 Sejak tanggal 12–16 Juli 2015, terjadi gelombang besar dan angin kencang dari sisi timur laut Pantai Bangsring hingga menyebabkan tali jangkar di sisi selatan-barat Rumah Apung putus. Hal tersebut mengakibatkan Rumah Apung bergeser ke arah timur dan tidak stabil saat itu. Berdasarkan pengamatan tanggal 3 Agustus 2015, kondisi perairan Bangsring saat itu hanya sedikit mengurangi organisme biofouling yang menempel pada area permukaan di luar jaring penangkaran Kolam 1 (Gambar 24) karena pergerakan arus dan gelombang besar hanya terjadi di permukaan perairan. Berdasarkan Chamberlain dan Strawn (1977) dalam Baveridge (1987), biofouling dilaporkan melimpah pada karamba dengan kondisi perairan yang cukup akan suhu dan intensitas cahayanya serta kondisi arus yang lemah.

(47)

36

Gambar 24. Kondisi jaring penangkaran Kolam 1 (setelah gelombang besar) Sumber: Dokumentasi PKM

B. Kolam Penangkaran Hiu 2

(48)

37 menempelkan sporanya pada jaring, kemudian digantikan oleh larva moluska yang menempel pada jaring tersebut. Sedangkan, pada Kolam 2, populasi ikan herbivora tidak sebanyak pada Kolam 1. Kondisi tersebut mampu memberikan kesempatan bagi jenis makroalga untuk menempel dan hidup pada jaring Kolam 2. Millitary (2005) mengungkapkan bahwa terdapat interaksi biotik yang potensial dan kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisika sehingga mengakibatkan terjadinya suksesi penempelan dan perubahan struktur komunitas biofouling pada jaring. Berdasarkan prinsipnya, biofouling merupakan masalah utama yang dihadapi pada kegiatan budidaya di perairan laut, terlebih bila didukung oleh kondisi laut dengan perairan dangkal, arus lemah, temperatur sesuai serta nutrien yang cukup di perairan. Keberadaan makroalga di Kolam 2 diketahui tidak berbahaya bagi wisatawan maupun ikan-ikan didalamnya. Selain itu, pada saat gelombang besar, kondisi jaring dalam pada Kolam 2 terlihat lebih bersih dibanding sebelumnya (Gambar 26).

(49)

38

Gambar 26. Kondisi jaring penangkaran Kolam 2 (setelah gelombang besar) Sumber: Dokumentasi PKM

3.2.5 Grading (Sampling) Kolam Budidaya Kerapu

(50)

39 besar dipindahkan ke Kolam 2 yang dianggap “sepi” dibanding Kolam 1, sedangkan kerapu yang berukuran lebih kecil lainnya tetap berada pada Kolam Budidaya Kerapu.

Kegiatan ini disinyalir dapat mempengaruhi kondisi hiu dan ikan lainnya pada Kolam 2 dengan adanya kompetisi dan perebutan pakan antara hiu, ikan hias dan kerapu. Selain itu, dampak lain dari keberadaan kerapu ialah total pakan yang diberikan lebih banyak dari sebelumnya, yaitu sekitar 2 kilogram.

3.2.6 Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Bangsring

Transplantasi terumbu karang dilakukan sebagai upaya mengembalikan transplantasi dan ekosistem terumbu karang yang sempat mengalami kerusakan di perairan Bangsring sebagai akibat dari angin dan gelombang besar Timur Laut pada tanggal 12–15 Juli 2015 lalu (Gambar 27). Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2015, oleh beberapa anggota KNIH Samudera Bakti selaku pengelola Bangsring Underwater dibantu 4 orang mahasiswa magang dari Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.

Gambar 27. Transplantasi Terumbu Karang yang rusak akibat gelombang besar Sumber: Dokumentasi PKM

(51)

40 Pemasangan rangka untuk transplantasi dilakukan dengan melilitkan benang nilon pada pipa paralon berbentuk meja. Pelilitan nilon ini dilakukan dengan memberikan 16 area kosong seukuran substrat sebagai tempat substrat karang dalam 1 (satu) rangka transplantasi karang. Substrat yang digunakan berbahan dasar semen berukuran diameter 7 cm dan tebal 3 cm yang berbentuk melingkar dengan lubang ditengahnya. Kemudian, substrat ditaruh diatas lilitan benang nilon pada pipa paralon tersebut.

(52)

41

Gambar 28. Metode Transplantasi Terumbu Karang Sumber: Dokumentasi PKM

Mengingat kegiatan transplantasi bertujuan mengembalikan ekosistem perairan laut, terumbu karang berperan sebagai rumah bagi ikan-ikan karang ataupun ikan-ikan kecil yang merupakan pakan bagi hiu di alam liar. Jika transplantasi karang tersebut dapat berhasil dan sukses hingga meningkatkan kerapatan terumbu karang Perairan Bangsring, diperkirakan kondisi tersebut akan meningkatkan asosiasi ikan karang, termasuk bagi jenis hiu karang.

(53)

42 3.3 Upaya Pemeliharaan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung

Dalam mengembangkan pola pemeliharaan hiu karang sirip hitam yang telah dilakukan oleh KNIH Samudera Bakti sebagai salah satu upaya pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi, khususnya di perairan Bangsring, diperlukan pemahaman mengenai metode dan upaya pengelolaan terhadap kolam penangkarannya. Dalam hal ini, pemeliharaan dan perawatan terhadap hiu-hiu yang menjadi bagian dari bycatch perikanan telah memberikan masa pemulihan bagi hiu di Rumah Apung sebelum hiu dapat dilepaskan ke perairan Bangsring, maka diperlukan pengelolaan Kolam Penangkaran sebagai tempat pemulihan hiu yang sesuai guna mempercepat masa pemulihannya.

(54)

43 3.4 Kendala dan Saran

3.4.1 Kendala

Pada pelaksanaan PKM tentang pola pemeliharaan hiu karang sirip hitam di Kolam Penangkaran Rumah Apung BUNDER, ditemukan beberapa hambatan secara teknis maupun non teknis, antara lain tidak adanya batasan/rambu-rambu tertulis bagi wisatawan terhadap jumlah yang diijinkan untuk memasuki Kolam Penangkaran serta minimnya anggota Penjaga Rumah Apung yang bertugas untuk memantau tindakan wisatawan. Selain itu, kurangnya pengobatan yang diberikan terhadap hiu yang terluka menjadikan pemulihan bagi tubuh hiu sendiri terbilang lama.

3.4.2 Saran

Pada pelaksanaan PKM mengenai pola pemeliharaan blacktip reef shark di Kolam Penangkaran Rumah Apung BUNDER, berdasarkan hambatan yang ditemui pada saat pelaksanaan PKM, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan, antara lain.

1. Diperlukan batasan/rambu-rambu tertulis bagi wisatawan mengenai jumlah yang diijinkan untuk memasuki Kolam Penangkaran serta hal-hal terkait tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam Kolam Penangkaran. 2. Perlu adanya tambahan tenaga kerja lapang sebagai Penjaga Rumah

Apung yang bertugas memantau kondisi wisatawan dan hiu di dalam kolam penangkaran.

(55)

44 DAFTAR PUSTAKA

Abarzua, S., & S. Jakubowski. 1995. Biotechnological Investigation for The Prevention of Biofouling. I. Biological and Biochemical Principles for Prevention of Biofouling. Mar. Ecol. Prog. Ser. 123: 301-312

Anung, A. dan Widodo, J. 2002. Perikanan cucut artisanal di perairan Samudera Hindia, selatan Jawa dan Lombok. JPPI Sumberdaya dan Penangkapan 8:75-81

Baveridge, C.M.1987. Cage Aquaculture. Dorset Press. Porchester. 365 pp Camhi, M., S. Fowler, J. Musick, A. Brautigam and S. Fordham. 1998. Sharks

and their relatives, ecology and conservation. Occasional Paper of the IUCN Species Survival Commision No. 20. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge.

CITES. 2013. The CITES Appendices. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. Online.

https://www.cites.org/eng/app/index.php diakses pada tanggal 4

November 2015 pukul 06.46 WIB

Compagno, L.J.V. 1984. FAO Species Catalogue. Vol 4: Sharks of the World. An annotated and illustrated catalogue of shark species known to date. Part 2: Carcharhiniformes. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Fahmi dan Dharmadi. 2005. Status Perikanan Hiu dan Aspek Pengelolaannya. Oseana, Volume XXX, Nomor 1, 2005 : 1-8. ISSN: 0216-1877

Fahmi dan Dharmadi. 2013. Tinjauan Status Perikanan Hiu dan Upaya Konservasinya di Indonesia. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. ISBN: 978-602-7913-09-7. Online.https://docs.google.com/file/d/0B7Nxg6xlHr7IZWV2VDB3Q1FaWFk/ edit?pli=1 diakses pada tanggal 27 Mei 2015 pukul 14.51 WIB.

Farhan, Afif. 2013. Wisata Hiu Lebih Menguntungkan Daripada Berburu Hiu. http://travel.detik.com/read/2013/06/03/120828/2262985/1382/wisata-hiu-lebih-menguntungkan-daripada-berburu-hiu diakses pada tanggal 18 Oktober 2015 pukul 14.40 WIB.

Google Earth. 2015. Peta Dasar Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi. Online. Diakses pada tanggal 1 Desember 2015 pukul 09.38 WIB

Google Image. 2015. Sacoostrea spp. Online. Diakses pada tanggal 2 September 2015 pukul 10.34 WIB

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Panduan & Logbook Survei Monitoring Hiu. Direktorat Jendral Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. Denpasar.

McCord, Meaghen. 2008. Carcharhinus melanopterus. Wildscreen Arkive. South African Shark Conservancy (SASC). Online. http://www.arkive.org/blacktip-reef-shark/carcharhinus-melanopterus/ diakses pada tanggal 31 Agustus 2015 pukul 20.29 WIB.

Military. 2005. Paint. Online.

http://www.globalsecurity.org/military/systems/ship/systems/paint.htm diakses pada tanggal 18 Oktober 2015 pukul 04.40 WIB.

(56)

45 Rejeki, Sri. 2009. Suksesi Penempelan Makro Marine-biofouling Pada Jaring Karamba Apung di Teluk Hurun Lampung. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 14 (2) : 112-117. Online. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ijms/article/viewFile/291/188 diakses pada tanggal 18 Oktober 2015 pukul 04.52 WIB

Ruchimat, Toni. 2013. Konservasi Hiu untuk Pariwisata. Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI). Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Online. http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/beritabaru/144-konservasi-hiu-untuk-pariwisata diakses pada tanggal 19 September 2015 pukul 12.05 WIB.

Samudera Bakti. Online. http://samuderabakti.weebly.com diakses pada tanggal 6 September 2015 pukul 03.06 WIB.

Siregar, Yusni Ikhwan Siregar. 2010. Pidato berjudul “Pemanasan Global dan Respon Fisiologis Hewan Akuatik”. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Disampaikan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ekofisiologi Hewan Akuatik, 3 Agustus 2010. Online. http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/483/YUSNI% 20IKHWAN%20SIREGAR.pdf?sequence=1 diakses pada tanggal 7 November 2015

Sukma, Winata E., Rahmi, Annisa, dkk. 2010. Pengelolan Kesehatan Hiu dan Lingkungannya di Pt. Seaworld Indonesia Tbk. IPB: Fakultas Kedokteran Hewan.

(57)

46 LAMPIRAN

(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)

53 Lampiran 3. Dokumentasi PKM

Gambar 30. Pengukuran Morfometrik Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung

Gambar 31. Pemberian Pakan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung

(65)

54 Gambar 33. Grading (Sampling) Kolam Budidaya Kerapu (29 Juli 2015)

Gambar 34. Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Bangsring (6 Agustus 2015)

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Praktik Kerja Magang
Gambar 2. Logo Samudera Bakti   Sumber: samuderabakti.weebly.com
Gambar 3. Rumah Apung  Bangsring Underwater Sumber: Dokumentasi PKM
+7

Referensi

Dokumen terkait

dipersiapkan oleh Bagian PSM dan Magang, untuk selanjutnya diperiksa dan disahkan oleh Dosen Pembimbing Magang (DPM). 4.2 Melakukan konsultasi perihal magang/praktik kerja dengan

Tuhan yang Maha Esa yang selalu memberikan rahmat, dan karunia sehingga memberikan kemudahan bagi penulis untuk bisa menyelesaikan laporan praktik kerja magang.. C.B.O

LAPORAN PRAKTIK MAGANG ANALISIS PENYAKIT DIABETES DAN KESEHATAN MENTAL DARI HASIL TES KESEHATAN PADA DATA KEGIATAN POS BINAAN TERPADU POSBINDU PEGAWAI PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

LAPORAN PRAKTIK MAGANG PREPROCESSING DATA LAYANAN CHAT JESSICA PADA APLIKASI JOGJA SMART SERVICE DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA DAN PERSANDIAN KOTA YOGYAKARTA Oleh : INDAH SEPTIANI

Dengan izin Allah sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Magang ini dengan judul “ANALISIS KEAMANAN WEBSITE PKM DEPOK DAN PKM NGEMPLAK DI KABUPATEN SLEMAN” sebagai suatu

LAPORAN PRAKTIK MAGANG MENGOLAH DAN MENGANALISA DATA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BISNIS PELINDO GROUP HEAD OFFICE PENGELOLAAN SDM PT PELINDO PERSERO Oleh : Rifqi Ibadi Bosma

LAPORAN PRAKTIK MAGANG PEMBUATAN DESAIN USER INTERFACE HALAMAN SAMPAH HARIAN DAN RIWAYAT PADA APLIKASI BANK SAMPAH DI SEVEN INC Oleh : Hilwa Adya Tsaqofa 1900018126 PROGRAM

LAPORAN PRAKTIK MAGANG PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PEMINJAMAN ONLINE BUKU PERPUSTAKAAN DINAS KOMUNIKASI INFORMATIKA DAN PERSANDIAN KOTA YOGYAKARTA Azlinda Febi Nazihah