• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas

Uji aktivitas antiinflamasi hasil modifikasi senyawa dilakukan secara

in vitro dengan menggunakan metode inhibisi denaturasi protein Bovine

Serum Albumin (BSA). Pengujian ini dipilih karena mudah, hanya

menggunakan sampel dalam jumlah sedikit, memiliki waktu analisis yang cepat dan merupakan uji pendahuluan yang dilakukan sebagai skrining awal aktivitas antiinflamasi (Mufidah, 2014). Selain itu, uji in vitro lebih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menguntungkan dari uji in vivo karena menurut Chatterjee et al. (2012) banyak sekali masalah yang terjadi berkaitan dengan penggunaan hewan percobaan pada peneitian dalam bidang farmakologi, yaitu seperti masalah kode etik dan kurang rasional penggunaan metode tersebut apabila terdapat metode lain yang dapat digunakan (Mufidah, 2014).

Pada penelitian ini, uji aktivitas antiinflamasi in vitro dengan prinsip penghambatan denaturasi protein BSA (Williams et al., 2008) dipilih untuk melakukan skrining awal aktivitas antiinflamasi pada senyawa hasil modifikasi. Penghambatan denaturasi protein, yang merupakan mekanisme utama AINS sebagaimana dinyatakan oleh Mizhushima (1964) sebelum ditemukannya efek inhibisi pada siklooksigenase oleh Vane (1971), mempunyai peran penting sebagai antirematik oleh AINS (Umapathy et al., 2010).

Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antiinflamasi

No Sampel Konsentrasi (ppm) % Inhibisi

1 Natrium Diklofenak 0,1 1,59 1 2,99 10 24,93 100 97,43 2 Etil p-metoksisinamat 0,1 32,56 1 40,13 10 42,73 100 54,01 3 Asam p-metoksisinamat 0,1 -0,41 1 -0,31 10 -0,28 100 0,43

4 Butil 4-metoksi 6-nitrosinamat

0,1 32,065

1 28,960

10 25,260

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.15 Grafik Persen Inhibisi Denaturasi Protein BSA

Keterangan: NAD: Natrium diklofenak, EPMS: Etil p-metoksisinamat, APMS: Asam p-metoksisinamat, B4M6N: Butil 4-metoksi 6-nitrosinamat

Suatu senyawa dianggap memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi jika pada uji inhibisi denaturasi BSA dengan rentang konsentrasi uji 50-0,035 ppm dapat memberikan persen inhibisi > 20% (William et al., 2008). Natrium diklofenak, sebagai kontrol positif, aktif dalam memberikan aktivitas sebagai antiinflamasi dimulai dari konsentrasi 10 ppm dengan persen inhibisi 24,930 % dan pada konsentrasi 100 ppm dapat menghambat denaturasi protein sebesar 97,430 % (Indriyani, 2015). Sedangkan pada konsentrasi 0,1-1 ppm, natrium diklofenak tidak aktif sebagai agen antiinflamasi. Berbeda dengan senyawa EPMS yang mampu menghambat denturasi protein dengan baik, meskipun pada konsentrasi 0,1; 1; dan 10 ppm dengan persen inhibisi sebesar 32, 56%; 40,13%; dan 42,74%. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa EPMS memiliki aktivitas antiinflamasi lebih baik dibandingkan dengan natrium diklofenak pada konsentrasi 0,1 – 10 ppm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa butil 4-metoksi 6-nitrosinamat memiliki aktivitas antiinflamasi pada konsentrasi rendah (0,1-10 ppm) dan tidak memiliki aktivitas pada konsentrasi tinggi ((0,1-100 ppm).

-40 -20 0 20 40 60 80 100 120 -20 0 20 40 60 80 100 120 NAD EPMS APMS B4M6N

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berbeda dengan EPMS yang aktif sebagai agen antiinflamasi pada konsentrasi 0,1-100 ppm. Selain itu, persen inhibisi denaturasi protein senyawa butil 4-metoksi 6-nitrosinamat tidak lebih besar dibandingkan dengan senyawa EPMS. Sedangkan senyawa APMS tidak memiliki aktivitas antiinflamasi sama sekali. Hal ini dikarenakan hasil pengujian antidenaturasi protein BSA terhadap senyawa APMS memiliki nilai persen inhibisi di bawah 20% untuk semua konsentrasi yang diuji (lihat Tabel 4.3). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa senyawa EPMS memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih baik dibandingkan dengan senyawa butil 4-metoksi 6-nitrosinamat dan APMS.

Hal menarik yang dapat dibahas adalah adanya pengaruh gugus ester pada senyawa butil 4-metoksi 6-nitrosinamat dan EPMS terhadap aktivitas antiinflamasinya. Pada penelitian Mufidah (2014), modifikasi senyawa EPMS melalui reaksi transesterifikasi, yang menghasilkan senyawa metil p-metoksisinamat, dapat menghilangkan aktivitas antiinflamasinya. Selain itu, menghilangkan gugus ester dan menggantinya dengan gugus karboksilat juga dapat menghilangkan aktivitas antiinflamasi, seperti yang terjadi pada senyawa APMS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gugus ester pada turunan senyawa EPMS memiliki peran penting terhadap aktivitas antiinflamasi.

SA (Serum Albumin) menunjukkan aktivitas seperti enzim esterase yang dapat digunakan untuk mengaktivasi prodrug seperti omesartan medoxomil menjadi obat aktif. Dengan kata lain, serum albumin mampu berikatan dengan baik dengan senyawa yang memiliki gugus ester dikarenakan sifatnya yang mirip seperti enzim esterase. Aktivitas SA terhadap gugus ester sangat dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antara suatu molekul senyawa dengan asam amino spesifik yang terdapat pada SA (Varshney et al, ; Sakurai et al, 2004). Hal ini semakin menguatkan pernyataan bahwa gugus ester pada senyawa butil 4-metoksi 6-nitrosinamat dan etil p-metoksisinamat berperan penting terhadap aktivitas antidenaturasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

protein. Berbeda dengan asam p-metoksisinamat yang tidak memiliki aktivitas antidenaturasi dan tidak juga memiliki gugus ester.

Menurut Halen et al. (2009), modifikasi struktur AINS dengan penambahan gugus donor NO memiliki tujuan untuk mengurangi efek samping dari AINS dengan mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan mencegah kepatuhan leukosit pada endotel vaskular sirkulasi splanknikus (salah satu peristiwa paling awal setelah pemberian AINS) sehingga dapat melawan efek merugikan dari COX-1 dan cedera mukosa tidak terjadi. Meskipun menurut Indriyani (2015) gugus NO2 tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas antiinflamasi senyawa modifikasi, namun ada kemungkinan penambahan gugus nitro pada senyawa hasil modifikasi EPMS mampu menurunkan efek sampingnya. Maka dari itu perlu dilakukan uji in vivo pada penelitian selanjutnya untuk mengetahui kemungkinan penurunan efek samping pada senyawa hasil modifikasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.1. Kesimpulan

a. Senyawa etil p-metoksisinamat telah berhasil dimodifikasi melalui proses nitrasi-esterifikasi dengan 1-butanol menjadi butil 4-metoksi 6-nitrosinamat dengan rendemen sebesar 10,7241%.

b. Senyawa butil 4-metoksi 6-nitrosinamat aktif sebagai agen antiinflamasi pada konsentrasi 0,1-10 ppm, namun senyawa butil 4-metoksi 6-nitrosinamat tidak memiliki aktivitas antiinflamasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa etil p-metoksisinamat. c. Hubungan struktur aktivitas antiinflamasi terhadap senyawa hasil

modifikasi menunjukkan bahwa gugus ester pada turunan senyawa EPMS memiliki peran penting terhadap aktivitas antiinflamasi.

5.2. Saran

a. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pengujian aktivitas antiinflamasi senyawa butil 4-metoksi 6-nitrosinamat secara in vivo untuk melihat bagaimana efek penambahan gugus butil ester dan nitro terhadap efek samping senyawa antiinflamasi.

b. Sebaiknya dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan menggunakan HSQC dan HMBC untuk mengetahui letak gugus nitro yang lebih spesifik pada senyawa hasil modifikasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Armando, R. 2009. Memproduksi Minyak Atsiri Berkualitas. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 51

Atta-ur-Rahman. 1986. Nuclear Magnetic Resonance. New York: Springer-Verlag.

Aulia, Nova Sari. 2015. Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat Melalui Proses Nitrasi dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai

Antiinflamasi. Program Studi Farmasi - Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Backer, C. A. R. C. B. Van den Briak. 1986. Flora of Java. Vol 2. Walters Noordhoff.N.V.Groningen.P. 33

Belinda, Putri. 2011. Studi Reaksi Esterifikasi Antara Asam Galat dan Gliserol

dengan Menggunakan Gelombang Mikro. FMIPA Universitas Indonesia.

Skripsi.

Billenstein, S dan Baschke, D. 1984. Industrial Production of Fatty Amines and

Their Derivates. J. Am. Oil Chem Soc., 61(2), 354.

Bose, Ajay K; Subhendeu N. Ganguly; Maghar S. Manhas; Jeffrey Speck; William He. 2006. Cold Microwave Chemistry: Synthesis Using Pre-cooled

Reagents. Tetrahedron Letters 47 3213-3215 available at

www.sciencedirect.com

BSA (Bovine Serum Albumine). Product Information by Sigma. www.sigma-aldrich.com. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.

Brahmana, H. R. et al. 1998. Pemanfaatan Asam Lemak Bebas Minyak Kelapa Sawit dan Inti Sawit Dalam Pembuatan Nilon 9,9 dan Ester Sorbitol Asam

Lemak. Laporan Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional.

Chandra, Sangita. 2012. Evaluation of In Vitro Anti-Inflammatory Activity of

Coffee Against The Denaturation of Protein. Asian Pacific Journal of

Tropical Biomedicine S178-S180.

Chatterjee, Priyanka; Sangita Chandra; Protapditya Dey; Sanjib Bhattacharya. 2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Green Tean and Black

Tea: A Comparative In Vitro Study. J. Adv. Pharm Technol Res Vol 3 (2)

136-138.

Chem-team.. “Microwave Chemistry”. 2004. Diakses pada 5 Februari 2015.

http://unc.edu/depts/mtcgroup/litmeetings/microwaves.pdf

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ekowati, Juni, Bimo A. Tejo, Shigeru Sasaki, et al. 2012. Structure Modification of Ethyl p-Methoxycinnamate and Their Bioassay as Chemopreventive

Against Mice’s Fibrosarcoma. International Journal of Pharmacy and

Pharmaceutical Science. Vol 4.

Fessenden R.J. dan J. Fessenden. 1999. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Gunawan, dkk. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapetutik Fakultas Kedokteran UI. 231.

Halimatuddahliana. 2004. Pembuatan n-Butanol dari Berbagai Proses. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara.

Haryudin, Wawan dan Otih Rostiana. 2008. Karakteristik Morfologi Bunga

Kencur (Kaempferia galanga L.). Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatik. Bul. Littro Vol XIX No.2.

Indriyani, Nur Khayati Putri. 2015. Modifikasi Struktur Senyawa Hasil Nitrasi Asam p-metoksisinamat Melalui Proses Esterifikasi Serta Uji Aktivitas

Sebagai Antiinflamasi. Program Studi Farmasi - Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Ju Ko, Hyun, Hae Jong Kim, Su Yeon Kim, et al. 2014. Hypopigmentary Effects of Ethyl p-Methoxycinnamate Isolated from Kaempferia galanga. Phytotherapy Research in Wiley Online Library.

Kappe, C. 2003. Tehnology High-Throughput Screening, Businessbriefing: Future

Drug Discover. Vol: 42-44.

Katzung, Bertram G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition. McGRaw Hill Lange.

Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia, 2009. Terobosan

Kemandirian Industri Farmasi Nasional. Jakarta.

Kertia, Nyoman. 2009. Aktivitas Anti-inflamasi Kurkuminoid Ekstrak Rimpang Kunyit. Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Khoirunni’mah, Zulfa.2012. Modifikasi Senyawa Metil Sinamat Melalui Proses

Nitrasi Serta Uji Toksisitas BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap

Hasil Senyawa Modifikasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In Environmental

Organic Chemistry. United States of America: Lewis Publisher.

Masyhud. 2010. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia. Siaran Pers Nomor S.376/PIK-1/2010. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/7044. Diakses pada 23 Januari 2015.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat

yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui

Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Program Studi Farmasi - Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Muhlisah, F. 1999. Temu-Temuan dan Empon-empon Budidaya dan Manfaatnya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Neas, E.D. & M.J. Collins. 1988. Microwave Heating Theoritcal Concept and

Equipment Design. Dalam: Kingston, H.M. & L.B. Jassie (eds). 1988.

Introduction to Microwave Sample Preperation. America Chemistry

Society, Washington: 7-32.

Oyedapo, O.O; B.A. Akinpeu; K. F. Akinwunni; M.O Adeyinka; F.O Sipeolu. 2010. Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potentials of Extract of

Lantana camara and Its Fractions. International Journal of Plant

Physiology and BioChemistry Vol.2(4) 46-51.

Pavia, Donald L.; Gary M. Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008.

Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. USA: Brooks/Cole Cengage

Learning.

Pavia, D.L., Lampman, G.M., dan George S. Kris. 2001. Introduction to Spectroscopy: A Guide for Students of Organic Chemistry (Thrid Edition). Washington: Thomson Learning.

Pratiwi, Dini Novalia. 2011. Optimalisasi Reaksi Esterifikasi Asam Asetat dengan 1-Heksena, Sebagai Salah Satu Tahapan pada Proses Pembuatan Etanol. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Rakesh, K.P.; Manukumar, H.M.; Gowda, D. Channe. 2015. Schiff’s Bases of

Quinazolinone Derivatives: Synthesis and SAR Studies of A Novel Series of

Potential Anti-Inflammatory and Antioxidants.University of Mysore: India.

Elsevier Journal.

Roemantyo, G; Somaatmadja. 1996. Analisis Terhadap Keanekaragaman dan

Konservasi Kencur Di Jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesai Vol.3 No.2.

Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, cetakan kedua diterjemahkan oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13. Sadek, Basem; Ha,ruoni, Amar Mansuor; Adem, Abdu. 2013. Anti-inflammatory Agents Of The Carbamoylmethyl Ester Class: Synthesis, Characterization,

and Pharmacological Evaluation. Journal of Inflammation Research 6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sakurai, Yuji, et al. 2004. Esterase-Like Activity of Serum Albumin: Charactherization of Its Structural Chemistry Using p-Nitrohenyl Esters as

Substrates. Pharmaceutical Research, Vol 21, No.2.

Sastroamidjojo, Hardjono. 1985. Spektroskopi Edisi I. Yogyakarta: Liberty.

Sen, S. Et al. 2010. Analgesic and Anti-inflammatory Herbs: A Potential Source

of Modern Medicine. India: IJPSR, Vol. 1 (11): 32-44, ISSN: 0975-8232.

Siswandono dan Bambang Soekardjo, 2008. Kimia Medisinal Jilid I. Surabaya: Airlangga Univerisity Press.

Siswanto, Agus, Wiranti Sri Rahayu, Pri Iswati Utami. Formulasi Tabir Surya

Ekstrak Etanol Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L). Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Surbakti, Darwis. Isolasi dan Transformasi Etil p-metoksisinamat dari

Kaempferia galanga, Linn. Tesis ITB via Perpustakaan Digital ITB

(http://digilib.itb.ac.id/ diakses pada 15 Januari 2015).

Suzana; Nunuk Irawati; Tutuk Budiati. 2011. Synthesis Octyl p-Methoxycinnamate as Sunblock by Transesterification Reaction with The

Starting Material Ethyl p-methoxycinnamate. Indonesian Journal of Cancer

Chemoprevention 2(2):216-220.

Syukur dan Hernani. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial. 118. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tara V., Shanbag; Sharma candrakala; Adiga Sachidananda; Bary Laximinarayana Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound Healing Activity of Alcoholic Extract of Kaempferia galanga in Wistar Rats. Indian J.Physiol Pharmacol 50 (4) : 384-390.

Tatti, Praveen Nngppa; S. Anitha; S. Shashidhara et al. 2012. Evaluation of In Vitro Anti-Denaturation Activity of Isolated Compound of Butea

monosperma Bark. International Journal of Pharmaceutical Sciences. 3(4).

Tewtrakul, Supinya, et al. 2005. Chemical Components and Biological Activities

of Volatile Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakarin J. Sci. Technol.

Tjay, Tan H., Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi Kelima. PT Elexmedia Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta: 313.

Umar, Muhammad Ihtisam, Mohd Zaini Asmawi, Amirin Sadikun, et al. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ehtyl-p-methoxycinnamate, an

Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

USDA (United States Department of Agriculture). Natural Resource

Conservation Service. Akses online via http://plants.esda.gov/ (Diakses

pada tanggal 1 Februari 2015).

Varshney, Ankita, et al. 2010. Review Article Ligand Binding Strategies of

Human Serum Albumin: How Can the Cargo be Utilized?. Research Gate

Publication.

Verma, et al. 2011. Antidenaturation and Antioxidant Activities of Annona

cherimola In-Vitro. India: International Journal of Pharma and Bio Sciences.

Vol. 2. ISSN: 0975-6299.

Vittalrao, Amberkar Mohanbabu, Tara Shanbag, Meena Kumari, et al. 2011. Evaluastion of Antiinflammatory and Analgesic Activities of Alcoholic

Extract of Kaempferia galanga In Rats. Manipal: Indian J Physiol

Pharmacol 2011; 55 (1).

Willard, Hobart H.; Lynne L/Merritt; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988.

Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. California: Wadsworth

Publishing Company.

Williams, LAD. Et al. 2008. The In Vitro Anti-denaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is Proposed as a Screening Assay for The Detection of Anti-inflammatory Compounds, Without The Use of

Animals, In The Early Stages of The Drug Discovery Process. West Indian

Medical Journal 57 (4): 327.

Windono, Tri; Jany; Widji Suratri. 1997. Aktivitas Tabir Matahari Etil

p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Rimpang Kencur. Warta Tumbuhan

Obat Indonesia Volume 3. No.4.

Yulianto, Yogo Tri. 2010. Prarancangan Pabrik Nitrobenzen dan Benzen dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 120.000 Ton/Tahun. Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kerangka Penelititan

Hidrolisis

EPMS Nitrasi APMS

Esterifikasi Hasil Nitrasi

Karakterisasi

Identifikasi Struktur Senyawa

Uji Aktivitas Antiinflamasi

Analisis Hubungan Struktur Aktivitas Etil p-metoksisinamat

Lampiran 2. Skema Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Analisis data

Identifikasi spektrofotometri

Spektrofotometri IR GCMS H1-NMR & C13-NMR Senyawa hasil modifikasi

Kromatografi lapis tipis

Lampiran 3. Alat dan Bahan Penelitian

GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrofotometry)

(lanjutan)

Bahan-bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antiinflamasi dengan metode BSA

Lampiran 4. Alur Kerja Reaksi Esterifikasi 500 mg senyawa hasil nitrasi dicampurkan dengan 50 mL 1-butanol p.a Diaduk menggunakan

magnetic stirrer sambil

dipanaskan 90oC hingga larut sempurna

Ditambahkan 0,2 mL asam sulfat 98%

Erlenmeyer dimasukkan ke dalam gelas kimia berisi air membentuk

water jacket Diiradiasi dengan microwave 300 watt selama 30 menit Campuran sebelum diaduk Water Jacket

Setelah diiradiasi Sebelum diiradiasi

Didinginkan pada suhu ruang

Dipartisi dengan aquades dan etil asetat.

Lapisan etil asetat ditampung (bagian

atas)

KLT dengan eluen 4 heksan : 1 etil asetat Etil Asetat

Lampiran 5. Perhitungan Reaksi

1. Perhitungan Bahan untuk Reaski Hidrolisis a. Etil p-metoksisinamat  Terpakai = 5,00 g BM = 206,24 g/mol  Mol = = = 0,024 mol b. NaOH  BM = 40 g/mol  Mol = 1,5 x 0,024 = 0,036 mol  Massa (g) = mol x BM = 0,036 x 40 = 1,44 g, terpakai 1,5 gram

2. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Nitrasi a. Asam p-metoksisinamat  Terpakai = 2,50 g BM = 178 g/mol)  Mol = = = 0,014 mol b. Asam Nitrat 65%  BM = 63,01 g/mol  ρ = 1,4 g/mL  Massa = mol x BM = 0,222 x 63,01 = 13,988 g ≈ 14 g  Volume =

= = 10 mL

3. Perhitungan Bahan untuk Reaksi Esterfikasi a. Senyawa Hasil Nitrasi

 Terpakai = 500 mg

 Mol = tidak teridentifikasi, karena senyawa hasil nitrasi masih berupa campuran dari beberapa senyawa b. 1-Butanol  BM = 74,12 g/mol  ρ = 0,811 g/mL  Massa = mol x BM = 0,547 x 74,12 = 40,55 g  Volume = = = 50 mL c. Asam Sulfat 98%  BM = 98,08 g/mol  ρ = 1,84 g/mL  Volume terpakai = 0,2 mL

 Massa = volume terpakai x ρ = 0,2 x 1,84 = 0,368 g

 Mol = =

Lampiran 6. Optimasi Reaksi Hidrolisis

Berdasarkan penelitian Mufidah (2014), reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat yang dilakukan pada suhu ruang tanpa adanya pemanasan dan pengadukan berlangsung secara sempurna selama 32 jam. Sedangkan pada penelitian ini reaksi hidrolisis terjadi pada kondisi panas pada temperatur 60oC dan sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 5 jam.

Penetuan lama waktu reaksi hidrolis EPMS telah dilakukan optimasi oleh peneliti. Adapun indikator reaksi hidrolisis berjalan secara optimal adalah tidak adanya spot EPMS yang nampak pada KLT hasil reaksi. Hal ini menandakan bahwa semua senyawa EPMS telah berubah menjadi senyawa APMS. Berikut adalah hasil optimasi reaksi hidrolisis EPMS pada jam ke-3, 4, dan 5.

Gambar Pengamatan KLT Hasil Optimasi Reaksi Hidrolisis

Keterangan: E) Standar EPMS, A) Hasil reaksi hidrolisis, 1) Jam ke-3, 2) Jam ke-4, 3) Jam ke-5 Pada jam ke-3, masih terdapat pola spot EPMS dan spot senyawa APMS masih sedikit. Pada jam ke-4, spot senyawa APMS sudah lebih banyak dari jam ke 3, namun spot senyawa EPMS masih ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa reaksi hidrolisis belum sempurna pada jam ke-3 dan ke-4. Sedangkan pada jam ke-5, spot senyawa EPMS sudah tidak ada lagi, sehingga dapat dianggap bahwa reaksi hidrolisis sudah berlangsung sempurna pada jam ke-5, karena senyawa EPMS sudah berubah semuanya menjadi APMS melalui reaksi hidrolisis. Kemudian senyawa tersebut dibandingkan pola KLT dan fragmentasi GCMS-nya dengan standar APMS untuk divalidasi.

4 Heksan : 1 Etil Asetat

E

H E H E H

Lampiran 7. Optimasi Reaksi Nitrasi

Metode reaksi nitrasi APMS dilakukan dengan mencampurkan senyawa asam p-metoksisinamat dengan HNO3 65% dalam kondisi dingin kemudian diiradiasi dengan microwave 450 watt selama 2 menit atau disebut juga dengan metode Cold Microwave (Bose, 2006). Adapun kuat daya yang digunakan pada reaksi ini sudah didasarkan pada hasil optimasi yang dilakukan oleh peneliti. Reaksi nitrasi APMS telah dioptimasi pada keadaan 300 watt dan 450 watt untuk melihat efektivitas kuat daya gelombang mikro yang digunakan dibandingkan dengan pola spot KLT hasil reaksi tersebut.

Gambar Pengamatan KLT Hasil Optimasi Reaksi Nitrasi APMS Keterangan: 1) 300 watt, 2) 450 watt, A) APMS

Berdasarkan hasil optimasi diketahui bahwa reaksi yang berlangsung pada 450 watt memiliki jumlah hasil reaksi nitrasi yang lebih banyak dibandingkan dengan reaksi yang berlangsung pada kondisi 300 watt meskipun keduanya dilakukan dengan durasi yang sama, yakni 2 menit. Sehingga, peneliti memilih untuk melakukan iradiasi dengan daya 450 watt selama 2 menit pada reaksi nitrasi APMS.

3 Heksan : 2 Etil Asetat

2

1 A

Senyawa hasil nitrasi

Lampiran 8. Optimasi Reaksi Esterifikasi

Metode reaksi esterifikasi dilakukan dengan cara melarutkan senyawa A atau senyawa hasil nitrasi APMS dengan 1-butanol kemudian ditambahkan dengan asam sulfat 98%, setelah itu diiradiasi 300 watt selama 30 menit (Indriyani, 2015). Optimasi reaksi esterifikasi dari senyawa hasil nitrasi APMS telah dilakukan dengan perbedaan lama waktu reaksi dan kuat daya gelombang mikro yang digunakan. Optimasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat kondisi reaksi optimal yang dapat menghasilkan hasil reaksi lebih baik.

Reaksi Kuat daya gelombang mikro Lama waktu reaksi

1 180 watt 30 menit

2 300 watt 30 menit

3 450 watt 30 menit

4 300 watt 60 menit

Gambar Optimasi Reaksi Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi APMS Keterangan: 1) 180 watt, 30 menit; 2) 300 watt, 30 menit; 3) 450 watt, 30 menit; 4)

300watt, 60 menit; E) EPMS; A) APMS; N) Senyawa hasil nitrasi

Berdasarkan hasil optimasi, reaksi esterifikasi tidak berlangsung pada reaksi 1 (180 watt, 30 menit) karena tidak terdapat pola spot senyawa yang diingingkan. Pada reaksi 2 (300 watt, 30 menit), reaksi 3 (450 watt, 30 menit), dan reaksi 4 (300 watt, 60 menit) tidak menunjukkan perbedaan signifikan terhadap pola spot senyawa hasil esterifikasi, sehingga dapat dikatakan ketiga reaksi tersebut sama efektifnya. Namun reaksi 2 lebih efisien karena menggunakan daya yang lebih kecil dan waktu yang lebih singkat.

E

4 Heksan : 1 Etil Asetat

2

1 3 4 A N

Senyawa hasil esterifikasi

Lampiran 9. Gambar Senyawa

Lampiran 15. Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi

Etil p-metoksisinamat

Persen Inhibisi % Inhibisi

Rata-rata

Standar Deviasi

Uji 1 Uji 2 Uji 3

0,1 ppm 32,60 32,8 32,27 32,56 0,27 1 ppm 39,90 40,5 39,98 40,13 0,32 10 ppm 44,40 40,8 42,98 42,73 1,81 100 ppm 55,20 52,4 54,43 54,01 1,45 Asam p-metoksisinamat

Persen Inhibisi % Inhibisi

Rata-rata

Standar Deviasi

Uji 1 Uji 2 Uji 3

0,1 ppm -0,28 -0,25 -0,7 -0,41 0,25

1 ppm -0,27 -0,22 -0,43 -0,31 0,11

10 ppm -0,32 -0,19 -0,33 -0,28 0,08

(lanjutan)

Buti 4-metoksi 6-nitrosinamat

Persen Inhibisi % Inhibisi

Rata-rata Standar Deviasi

Uji 1 Uji 2 0,1 ppm 33,07 31,06 32,065 1,42 1 ppm 29,60 28,32 28,960 0,91 10 ppm 24,04 26,48 25,260 1,72 100 ppm -17,89 -16,67 -17,280 0,86 Natrium Diklofenak

Persen Inhibisi % Inhibisi

Rata-rata Standar Deviasi

Uji 1 Uji 2

0,1 ppm 1,84 1,34 1,59 0,36

1 ppm 3,53 2,45 2,99 0,74

10 ppm 26,23 23,63 24,93 1,84

Lampiran 16. Diagram Hasil Uji Antiinflamasi Natrium Diklofenak Etil p-metoksisinamat y = 0.9222x + 6.1198 R² = 0.9786 0 20 40 60 80 100 120 -20 0 20 40 60 80 100 120 y = 0.1662x + 37.742 R² = 0.8178 0 10 20 30 40 50 60 -20 0 20 40 60 80 100 120

(lanjutan)

Asam p-metoksisinamat

Butil 4-metoksi 6-nitrosinamat

y = 0.0079x - 0.363 R² = 0.9903 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 -20 0 20 40 60 80 100 120 y = -0.4789x + 30.554 R² = 0.9976 -20 -10 0 10 20 30 40 -20 0 20 40 60 80 100 120

Dokumen terkait