• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.7. Pengujian Aktivitas Spermisidal

Hasil pengukuran aktivitas spermisidal dari ekstrak etanol biji jarak pagar dengan berbagai konsentrasi. Konsentrasi minimum dari ekstrak etanol biji jarak pagar yang menyebabkan imobilisasi semua sperma selama 20 detik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6. Aktivitas Spermisidal Ekstrak Etanol Biji Jarak Pagar

No. Konsentrasi ekstrak biji jarak pagar (mg/mL) % Motilitas MEC (Minimum Effective Concentration) Awal Setelah diberikan ekstrak (20 detik) 1. 0,25 94 94 3,50 mg/mL 2. 0,50 92 88 3. 0,75 92 65,5 4. 1,00 90 28,5 5. 1,50 90 24,5 6. 2,00 91 14 7. 2,50 92 10 8. 3,00 87 5 9. 3,50 87 0 10. 4,00 89 0

Gambar 11.Grafik Aktifitas Spermisidal Ekstrak Etanol Biji Jarak Pagar

4.2. Pembahasan

Pada penelitian ini, aktivitas anti fertilitas didasarkan pada pengaruh ekstrak terhadap konsentrasi spermatozoa, efek terhadap konsentrasi testosteron serum dan pemeriksaan aktivitas spermisidal. Suatu bahan antifertilitas dapat bersifat sitotoksik atau bersifat hormonal dalam memberikan pengaruhnya. Bila bersifat sitotoksik maka pengaruhnya langsung terhadap sel kelamin, dan bila bersifat hormonal maka bekerja responsif terhadap hormon yang berkaitan (Rusmiati, 2007).

Jarak pagar merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan sudah dikenal sebagai tanaman obat. Bagian tanaman jarak pagar yang dapat digunakan sebagai tanaman obat antara lain: buah, biji, daun, akar dan batangnya. Olahan dari semua bagian tanaman jarak pagar termasuk biji, daun dan kulit kayu yang segar atau sebagai rebusan biasanya digunakan dalam pengobatan tradisional. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia biji jarak pagar yang diperolah dari Kebun Jarak Balai Penelitian Tanaman dan Kapas (BALITAS) di Malang. Sebelum digunakan sebagai bahan penelitian, dilakukan determinasi tanaman jarak pagar. Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI

94 88 65.5 28.5 24.5 14 10 5 0 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 % m o til itas sp e rm a konsentrasi (mg/mL)

Bogor, menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar

Jatropha curcas L. Dari famili Euporbiaceae.

Ekstrak biji jarak pagar diperoleh dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk biji jarak pagar dengan etanol 70% selama beberapa hari pada temperatur kamarkemudian maserat disaring menggunakan kapas dan kertas saring hingga didapatkan filtrat dan ampas. Filtrat kemudian dipekatkan dengan

vacuum rotary evaporator sedangkan ampas biji jarak direndam kembali dengan etanol 70% selama beberapa hari. Proses remaserasi dilakukan berulang hingga didapatkan maserat yang mendekati tidak berwarna. Pemilihan proses maserasi sebagai metode ekstraksi dikarenakan memiliki beberapa keuntungan diantaranya proses maserasi dapat digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan, peralatan yang digunakan sederhana serta proses pengerjaannya cukup mudah. Penggunaan etanol 70% sebagai pelarut didasarkan pada sifatnya yang semi polar sehingga diharapkan dapat menarik kandungan senyawa yang bersifat polar dan non polar. Golongan senyawa yang bertanggung jawab sebagai bahan antifertilitas yang terkandung dalam biji jarak pagar diduga berasal dari golongan senyawa steroid, sehingga pada penelitian ini dilakukan pengekstraksian senyawa baik yang bersifat polar maupun non polar. Setelah dilakukan maserasi, filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kental. Kemudian ekstrak dipekatkan dengan freeze dry sehingga dihasilkan ekstrak yang lebih kering sebanyak 37,89 gram.

Simplisia biji jarak yang telah diekstraksi menghasilkan rendemen sebesar 2,13%. Rendemen yang dihasilkan jumlahnya sangatlah sedikit. Hal ini dikarenakan saat proses ekstraksi, ekstrak yang belum kental disimpan didalam lemari asam sehingga ekstrak ditumbuhi jamur. Seharusnya ekstrak yang belum digunakan disimpan dalam lemari pendingin untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme. Pemeriksaan parameter standar non spesifik seperti susut pengeringan dan kadar abu

juga dilakukan. Tujuan dari pemeriksaan susut pengeringan adalah untuk mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama proses pengeringan (Depkes RI, 2000). Sedangkan tujuan pemeriksaan kadar abu adalah untuk mengetahui kandungan mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya suatu ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil yang diperoleh untuk susut pengeringan dan kadar abu ekstrak etanol 70% biji jarak pagar masing masing adalah 7,16% dan 10,63%. Selain itu, dilakukan pemeriksaan penapisan fitokimia terhadap ekstrak etanol 70% biji jarak pagar. Hasilnya diketahui bahwa ekstrak etanol 70% biji jarak pagar mengandung alkaloid, saponin dan steroid.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley yang berusia 10 minggu. Tikus yang digunakan merupakan tikus yang sehat dan fertil dengan bobot sekitar 200-350 gram. Pemilihan galur Sprague Dawley dikarenakan mayoritas penelitian yang berkaitan dengan reproduksi pada tikus menggunakan jenis galur tikus ini. Galur ini juga memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, ditandai dengan jumlah sperma dalam epididimisnya lebih banyak dibandingkan galur lain (Wilkison et al., 2002).

Tikus terbagi menjadi 5 kelompok diantaranya adalah kelompok kontrol, kelompok aktifitas spermisidal dan tiga kelompok perlakuan dengan dosis masing-masing 5mg/kgBB, 25kg/BB dan 50kg/BB. Setiap kelompok ditempatkan dalam kandang yang berbeda dengan jumlah tiap kelompok masing masing sebanyak 5 ekor. Jumlah tikus yang digunakan pada setiap kelompok penelitian disesuaikan dengan Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines (WHO, 2000) yaitu untuk pengujian pada hewan pengerat masing-masing kelompok perlakuan harus terdiri dari setidaknya lima ekor. Hewan kemudian di aklimatisasi selama 2 minggu agar dapat menyesuaikan diri pada kondisi lingkungan yang baru. Selama aklimatisasi dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan pada tikus. Adanya penambahan berat badan menunjukkan bahwa tikus telah mampu menyelesaikan diri dengan kondisi lingkungannya.

Setelah diaklimatisasi maka masing masing kelompok perlakuan tikus diberi perlakuan dengan ekstrak etanol 70% biji jarak pagar secara oral dengan menggunakan alat penyekok oral (sonde). Periode pemberian ekstrak dilakukan selama 48 hari. Sebelum perlakuan, tikus ditimbang berat badannya terlebih dahulu untuk menyesuaikan pemberian dosis ekstrak yang akan diberikan. Sediaan bahan uji dibuat dengan mensuspensikan ekstrak dengan Na CMC konsentrasi 1%. Na CMC digunakan sebagai pembawa karena ekstrak etanol 70% biji jarak pagar memiliki kelarutan yang baik dalam Na CMC.

Pada hari ke-0 dan hari ke-49 dilakukan pengambilan darah tikus melalui ekor (lateral tail vein)serta pada hari ke-49 tikus dikorbankan dengan cara dibius dengan eter. Untuk pengujian aktivitas spermisidal secara in vitro,tikus juga dikorbankan dengan cara dibius dengan eter. Dari hasil penelitian ini diperoleh data dari beberapa parameter, yaitu: konsentrasi spermatozoa, konsentrasi testosteron serum dan aktivitas spermisidal untuk menguji konsentrasi minimum dari ekstrak biji jarak pagar yang menyebabkan imobilisasi/perhentian semua sperma. Data dari beberapa parameter tersebut selanjutnya dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan selanjutnya dilakukan uji one way ANOVA atau uji

Kruskal Willis dan uji BNT. Sebagai data tambahan, data berat badan tikus diamati tapi tanpa dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas maupun uji ANOVA.

Data berat badan menunjukkan adanya perkembangan berat badan pada setiap tikus dikelompok perlakuan dimana semua kelompok tikus mengalami kenaikan berat badan setiap minggunya. Pertumbuhan yang baik merupakan proses pertambahan massa, sehingga hewan mengalami pertambahan berat badan, pertambahan tinggi, pertambahan panjang dan pertambahan kandungan kimia tubuhnya. Kenaikan berat badan yang terjadi pada semua kelompok tikus kemungkinan dikarenakan tikus telah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan konsumsi pakan harian yang diberikan telah sesuai sehingga terjadi pertumbuhan pada tikus. Pertumbuhan yang berjalan normal apabila makanan yang diberikan

mengandung nutrisi dalam kualitas dan kuantitas yang baik. Apabila seekor hewan kekurangan nutrisi atau mengalami defisiensi suatu zat makanan maka laju pertumbuhan hewan tersebut akan terhambat (Muliani, H. 2011). Dengan demikian, pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar tidak berpengaruh terhadap penurunan berat badan pada semua kelompok perlakuan.

Spermatozoa adalah sel benih jantan yang dihasilkan dalam spermatogenesis ketika hewan jantan sudah dewasa. Satu siklus spermatogenesis pada tikus membutuhkan waktu antara 40 – 60 hari (Christijanti, Wulan. 2009). Spermatozoa yang meninggalkan testis belum dapat bergerak dan masih infertil (belum dapat berfungsi). Proses pematangan sperma sebagian besar berlangsung di epididimis melalui serangkaian perubahan fisiologis sehingga dihasilkan sperma yang motil dan fertil yang dapat membuahi sel telur. Untuk dapat membuahi sel telur, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh sperma antara lain adalah bahwa kualitas sperma harus baik (Soehadi, K. dan K.M. Arsyad, 1983). Kualitas sperma merupakan salah satu unsur penting untuk evaluasi kesuburan pria, parameter kualitas sperma, antara lain adalah jumlah, viabilitas, morfologi dan motilitas sperma(Guyton, 1983; Soehadi, K. dan K.M. Arsyad, 1983). Jumlah sperma (dalam juta/ml) harus dipenuhi untuk dapat melakukan pembuahan pada sel telur, sedangkan motilitas diperlukan untuk terjadinya pergerakan sperma dalam rangka mencapai sel telur (fertilisasi) (Christijanti, Wulan. 2009).

Jumlah spermatozoa yang dihasilkan sangat tergantung pada proses langsung yang terjadi selama proses spermatogenesis dalam tubulus seminiferus. Bila spermatogenesis berlangsung normal maka akan dihasilkan jumlah spermatozoa yang normal juga. Sebaliknya jika selama proses spermatogenesis terjadi gangguan, maka perkembangan sel spermatogonium akan mempengaruhi jumlah spermatozoa yang terbentuk. Hal ini sangat tergantung pada besarnya gangguan yang terjadi selama proses spermatogenesis. Menurut El-Kashoury, A.A. (2009) jumlah

sperma adalah salah satu pengujian yang paling sensitif untuk proses spermatogenesis dan sangat terkait dengan fertilitas.

Jumlah spermatozoa dihitung untuk mengetahui kesamaan pengaruh ekstrak etanol biji jarak pagar terhadap jumlah spermatozoa pada tikus jantan dengan perlakuan dan dosis yang sama seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Widia Dwi Arini, 2012. Spermatozoa yang diamati dalam penelitian ini adalah spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis. Epididimis terdiri dari tiga bagian yaitu kaput epididimis yang membesar di ujung proksimal pada testis; korpus epididimis dan berkembang secara distal kedalam duktus deferens (Suckow, 2006). Alasan pemilihan bagian kauda epididimis digunakan sebagai bagian yang diamati, karena kauda epididimis merupakan tempat pematangan spermatozoa secara fisiologis sebelum keluar tubuh. Sehingga diprediksi bahwa spermatozoa yang telah matang berada paling banyak dibagian kauda epididimis. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% biji jarak pagar dengan dosis 5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 50mg/kgBB secara oral selama 48 hari menunjukkan kesamaan hasil dengan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya. Terjadi penurunan yang bermakna secara statistik terhadap konsentrasi spermatozoa. Semakin besar dosis ekstrak yang diberikan pada tikus maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap penurunan konsentrasi spermatozoa.

Menurut Mc Lachlan (2000) penurunan jumlah sel spermatozoa diduga melalui beberapa mekanisme seperti adanya gangguan dalam proses meosis; gangguan proses spermiogenesis awal karena lepasnya spermatid ke lumen tubulus; dan karena apoptosis spermatid. Berdasarkan penelitian Azrifitria (2012) yang mengamati perbandingan jumlah spermatosit pakiten per sel sertoli, didapatkan hasil bahwa jumlah spermatosit pakiten dan jumlah sel sertoli mengalami penurunan pada kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penurunan jumlah sel pakiten per sel sertoli terjadi seiring dengan peningkatan dosis yang diberikan pada tikus jantan strain

Sprague-Dawley. Terjadinya penurunan jumlah sel sertoli mengindikasikan kegagalan fungsi sel sertoli untuk melindungi sel-sel germinal terhadap apoptosis. Penurunan jumlah spermatosit yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Sedangkan spermatid merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan spermatid akan berefek langsung pada jumlah spermatozoa yang dihasilkan.

Selain konsentrasi spermatozoa, dilakukan pengujian konsentrasi hormon testosteron serum pada hari ke-0 dan hari ke-49. Hormon testosteron sangat penting pada pria untuk perkembangan dan mempertahankan jaringan reproduksi pria yaitu testis,epididimis, vesika seminalis, dan penis (Nuraini, Tuti;Dadang Kusmana dan EfyAfifah. 2012). Hasil pengujian konsentrasi testosteron menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi testosteron pada pemberian dosis rendah yang dapat menyebabkan penurunan kualitas spermatozoa karena fungsi dari hormon testosteron antara lain mempengaruhi maturitas spermatozoa (Nuraini, Tuti., Dadang Kusmana dan Efy Afifah. 2012). Pada dosis sedang (25mg/kgBB) dan dosis tinggi (50mg/kgBB) terjadi peningkatan konsentrasi testosteron. Pada dosis sedang terjadi peningkatan konsentrasi testosteron dari 2,33 ng/mL menjadi 4,72 ng/mL dan pada dosis tinggi meningkat dari 2,80 ng/mL menjadi 8,49 ng/mL, meskipun perubahan konsentrasi testosteron tidak bermakna secara statistik jika dibandingkan dengan kelompok hewan uji pada hari ke-0 (Lampiran 13). Pada kelompok dosis tinggi, terjadi peningkatan konsentrasi testosteron namun secara statistik tidak bermakna. Hal ini mungkin terjadi karena variasi konsentrasi sampel dalam satu kelompok sangat bervariasi sehingga data tidak homogen dan perubahan konsentrasi menjadi tidak bermakna secara statistik. Peningkatan testosteron yang terjadi pada akan berakibat negative feed back pada hipothalamus (Herdiningrat S, 2002).

Menurut Winarno. W dan Dian (1997) senyawa metabolit sekunder yang dapat mempengaruhi fertilitas mempunyai mekanisme antara lain tanin yang dapat menggumpalkan semen sehingga menurunkan motilitas dan daya hidup sperma akibatnya sperma tidak bisa mencapai sel telur,

alkaloid bekerja menekan sekresi hormon reproduksi yang diperlukan untuk berlangsungnya spermatogenesis, steroid sebagai prekusor hormon esterogen yang dapat menurunkan sekresi FSH, dan flavonoid yang dapat menghambat enzim aromatase, yaitu hormon yang mengkatalis konversi androgen menjadi esterogen yang akan meningkatkan kadar testosteron. Sedangkan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam biji jarak pagar dalam penelitian ini yaitu alkaloid, steroid dan saponin.

Berdasarkan penelitian sebelumnya disebutkan bahwa ekstrak etanol biji jarak pagar mempunyai aktifitas antifertilitas pada tikus betina dimana dilaporkan adanya aktifitas dari steroid (Ahirwar, D., Ahirwar, B. and Kharya, M.D. 2010). Kandungan kimia biji jarak pagar adalah asam lemak, sterol, campesterol, stigmasterol, beta-sitosterol, delta5-avenasterol. Beta-sitosterol merupakan komponen terbesar yang terkandung dalam biji jarak pagar (Debnath, Mousumi dan P.S. Bisen,2008). Seperti diketahui bahwa senyawa beta-sitosterol termasuk dalam golongan senyawa sterol pada tumbuhan/fitosterol. Senyawa sterol merupakan turunan dari senyawa steroid. Penelitian yang dilakukan oleh Widiyani (2006) menggunakan akar som jawa yang juga mengandung beta-sitosterol secara signifikan mempunyai efek antifertilitas dengan mengganggu spermatogenesis pada mencit jantan. Efek antifertilitas dari senyawa beta-sitosterol mengakibatkan penurunan yang signifikan terhadap bobot testis dan konsentrasi spermatozoa pada tikus jantan (Malini dan Vanithakumari, 1991).

Konsumsi senyawa fitosterol dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan peningkatan kadar testosteron plasma karena fitosterol dalam tubuh tersebut akan diubah menjadi testosteron. Senyawa beta-sitosterol mempunyai struktur kimia mirip dengan hormon testosteron yang merupakan senyawa hidrokarbon berinti siklopentana perhidrofenantren. Suatu bahan dapat bekerja sebagai hormon karena mengandung zat yang susunan molekulnya mirip hormon(Widiyani, Tetri. 2006). Dengan demikian diduga beta-sitosterol juga bersifat seperti testosteron.

Saponin dan alkaloid merupakan bahan baku hormon steroid. Diduga senyawa ini ikut jalur biosintesis hormon steroid, sehingga terbentuk senyawa yang strukturnya mirip dengan testosteron. Senyawa ini bersifat anti testosteron,berikatan dengan reseptor testosteron pada tubulus seminiferus sehingga testosteron tidak berfungsi (Fajria, Lili. 2011) dan menyebakan gangguan spermatogenesis. Hal yang sama di laporkan oleh Nurliani, Anni.; Rusmiati dan Heri Budi Santoso (2005) bahwa saponin dan alkaloid digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid, dan triterpenoid memiliki kaitan biogenesis dengan steroid. Diduga saponin, alkaloid dan triterpenoid ikut masuk dalam jalur biosintesis steroid terutama testosteron sehingga akan dihasilkan bahan yang strukturnya mirip testosteron. Bahan anti androgen bekerja secara kompetitif pada lokasi reseptor jaringan sasaran untuk menghalangi aksi steroid androgen. Diduga senyawa-senyawa tersebut bersifat anti androgenik.

Testosteron yang meningkat dalam darah akan berakibat negative feed back pada hipothalamus (Herdiningrat S, 2002). Mekanisme umpan balik ini merupakan cara kerja kontrasepsi hormonal yang dapat menghambat proses pematangan spermatozoa. Kadar testosteron yang tinggi menyebabkan terjadinya mekanisme umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis. Testosteron akan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan GnRH sehingga kadar GnRH turun dan menghambat hipofisis anterior untuk menghasilkan FSH dan LH. Bila FSH turun maka terjadi gangguan pada sel sertoli yang menyebabkan berkurangnya zat-zat makanan yang diperlukan untuk proliferasi, diferensiasi serta memelihara sel-sel spermatogenik. Apabila kadar LH turun maka testosteronyang dihasilkan juga berkurang (Elya,Berna., Dadang Kusmana dan Nevy Krinalawaty. 2010). Jumlah sperma dan konsentrasi testosteron dipertahankan konstan oleh mekanisme umpan balik. Jika mekanisme umpan balik negatif terjadi maka kadar FSH dan LH dalam peredaran darah menurun dan akibat selanjutnya adalah proses spermatogenesis

terhenti dan jumlah spermatozoa dihasilkan akan menurun (Partodiharjo, S. 1980).

Terganggunya proses spermatogenesis akibat pemberian ekstrak etanol biji jarak pagar yang ditandai dengan penurunan konsentrasi spermatozoa, bobot testis dan diameter tubulus seminiferus serta penurunan jumlah spermatosit dan jumlah sel sertoli diduga akibat adanya aktifitas senyawa yang terkandung dalam ekatrak etanol 70% dari biji jarak pagar. Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam biji jarak pagar yaitu alkaloid, steroid dan saponin. Meskipun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis isolat pada biji jarak pagar yang bertanggung jawab terhadap terganggunya proses spermatozoa, tapi senyawa tersebut telah dilaporkan dalam beberapa penelitian dapat mengganggu proses spermatogenesis.

Syarat kontrasepsi adalah mencegah terjadinya pembuahan pada sel telur, syarat lain yang tidak kalah penting adalah dapat diterima. Penelitian sebelumnya pada kontrasepsi pria, masalah yang berat adalah pria merasa tidak jantan atau mengalami penurunan libido setelah menggunakan kontrasepsi. Penyuntikan ekstrak biji jarak pagar ini terbukti tidak menurunkan konsentrasi hormon testosteron yang mempengaruhi kejantanan pria. Hormon testosteron sangat penting pada pria untuk perkembangan dan mempertahankan jaringan reproduksi pria, yaitu testis, epididimis, vesika seminalis, dan penis, serta karakteristik sekunder pria seperti meningkatkan kekuatan otot, pertumbuhan rambut, dan lain-lain (Nuraini, Tuti ., Dadang Kusmana dan Efy Afifah. 2012)

Pada penelitian ini, dilakukan pula pengujian aktivitas spermisidal dari ektsrak etanol biji jarak pagar dengan tujuan untuk mencari bahan spermisid yang dapat berfungsi sebagai bahan aktif pada kontrasepsi vagina, penelitian ini mengevaluasi ekstrak biji jarak pagaryang akan memberikan efek melumpuhkan sperma. MEC (Minimum Effective Concentration)dari ekstrak biji jarak pagaradalah 3,5mg/ml dan efeknya dianggap spermisid karena tidak ada kebangkitan motilitas sperma yang

ditunjukkan setelah campuran ekstrakdan sperma yang diinkubasi dalam Baker’s buffer.

Farnsworth dan Waller (1982) melaporkan bahwa sejumlah besar tanaman yang memiliki efek spermisid atau immobilisasi sperma memiliki kandungan saponin, flavonoid dan phenol. Demikian pula Ogbuewu et al. (2011) melaporkan bahwa efek spermisid dari tanaman merupakan hasil dari kandungan senyawa fitokima. Saponin yang berasal dari Cyclomen

persicum, Primula vulgaris dan Paniculata Gypsophyla telah dilaporkan

menyebabkan imobilisasi secara instan pada spermatozoa manusia dalam waktu 20 detik (Dubey R, et al., 2012). Beberapa peneliti juga melaporkan bahwa immobilisasi sperma yang disebabkan oleh kandungan senyawa pada tanaman dapat berupa kematian sel (Lohiya et al. 2000), kerusakan sel membran (Chakrabarti et al. 2003), penurunan ATP dan kerusakan kromatin (Hikim et al. 2000).

Hasil penelitian ini menunjukkan kemungkinan adanya efek spermisid dari ekstrak biji jarak pagar yang berasal dari kandungan saponin yang dapat merusak sperma. Sebagian besar senyawa spermisid dari tanaman bertindak pada permukaan sperma dengan mengganggu membran plasma(Kumbar, S.B, et al., 2012). Saponin dapat menurunkan permeabilitas membran pada sperma. Permeabilitas membran yang rendah memungkinkan cairan dan elektrolit banyak masuk ke dalam sel. Sel menjadi bengkak dan lisis sehingga sel menjadi mati. Selain itu toksisitas saponin terhadap permukaan sel sperma yang menyebabkan kerusakan membran sel sperma (Fajria, Lili. 2011). Kerusakan membran sel menyebabkan transportasi nutrisi yang diperlukan untuk pergerakan maupun daya tahan hidupnya terganggu. Sperma akan mengalami gangguan metabolisme dan bisa menyebabkan kematian sel.

BAB 5

Dokumen terkait