• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.2 Pengujian Asumsi Klasik

Untuk menghasilkan suatu model regresi yang baik, diperlukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. apabila terjadi penyimpangan pada pengujian ini, maka perlu dilakukan perbaikan terlebih dahulu. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas, uji heteroskedasitas dan uji autokorelasi.

4.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel residual berdistribusi normal. Uji statistik yang digunakan untuk menguji apakah residual normal adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan membuat hipotesis:

H0 : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal

Apabila nilai signifikan lebih besar dari 0.05, maka H0 diterima dan sebaliknya apabila nilai signifikan lebih kecil dari 0.05, maka H0 ditolak atau Ha diterima.

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual N 24 Normal Parametersa,b Mean .0000000 Std. Deviation .42061239 Most Extreme Differences Absolute .098 Positive .086 Negative -.098 Kolmogorov-Smirnov Z .478

Asymp. Sig. (2-tailed) .976

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Dari Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas setelah transformasi dengan logaritma natural di atas, dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi telah terdistribusi secara normal karena nilai signifikansi residual lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.976 yang berarti bahwa H0 diterima. Setelah data terdistribusi secara normal, maka dilanjutkan dengan uji asumsi klasik lainnya. Berikut dilampirkan grafik histogram pada Gambar 4.1 dan grafik p-plot pada Gambar 4.2 untuk data yang telah berdistribusi normal .

Gambar 4.1 Histogram

Sumber : Data yang diolah penulis, 2013

Dari grafik histogram pada Gambar 4.1 diatas terlihat bahwa setelah dilakukan transformasi data menggunakan logaritma, grafik histogram

memperlihatkan pola distribusi yang normal. Cara yang digunakan untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan desain grafik. Apabila grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, demikian sebaliknya.

Gambar 4.2 Grafik P-Plot

Sumber : Data yang diolah penulis, 2013

Dari grafik normal probability plot pada Gambar 4.2 diatas, grafik P-P Plot menunjukkan titik menyebar di sekitar atau mengikuti arah garis diagonal yang menunjukkan pola distribusi normal. Cara yang digunakan

untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan desain grafik. Apabila data menyebar di sekitar garis diagonal atau mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, demikian sebaliknya.

4.2.2. Uji Multikolinieritas

Pengujian multikolineritas dilakukan dengan melihat (1) nilai tolerance dan lawannya (2) VIF (variance inflation factor). Nilai cuttoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolineritas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Tabel 4.3 berikut merupakan hasil uji multikolineritas.

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolinieritas Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -1.166 .252 -4.630 .000

Lg10_ROA -.033 .278 -.019 -.118 .907 .630 1.588

Lg10_ROE .185 .343 .088 .538 .596 .638 1.568

Lg10_TATO -2.105 .344 -.813 -6.116 .000 .973 1.028

a. Dependent Variable: Lg10_Returnsaham

Dari Hasil Uji Multikolineritas pada Tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa nilai Tolerance > 0.10 dan VIF < 10. Hal ini dapat dilihat dari nilai tolerance return on asset (ROA) sebesar 0.630; return on equtiy (ROE) 0.638; dan total asset turn over (TATO) sebesar 0.973 yang semuanya lebih besar dari 0.10 (>0.10). Nilai VIF juga tidak ada yang melebihi 10 dapat dilihat dari nilai VIF return on asset (ROA) sebesar 1.588; return on

equtiy (ROE) 1.568; dan total asset turn over (TATO) 1.028. Nilai tolerance lebih besar dari 0.10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10 maka tidak terjadi multikolinieritas diantara variabel penelitian.

4.2.3. Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada suatu periode dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya dalam model regresi. Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada data yang tersusun, baik berupa data cross sectional dan atau time series. Jika terjadi autokorelasi dalam model regresi berarti koefisien korelasi yang diperoleh menjadi tidak akurat, sehingga model regresi yang baik adalah model yang bebas dari autokorelasi.

Cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan pengujian Durbin Watson (DW). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi menurut Ghozali (2005: 96) dapat dilihat dalam Tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4

Kreteria Pengambilan Keputusan Uji Durbin Watson

Hipotesis Nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d <dl Tidak ada autokorelasi positif No Decision dl ≤ d ≤ du

Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4- dl < d < 4 Tidak ada autokorelasi negatif No Decision 4- du ≤ d ≤ 4- dl Tidak ada autokorelasi positif maupun negatif Tidak Ditolak du < d < 4 - du

a. Predictors: (Constant), Lg10_TATO, Lg10_ROE, Lg10_ROA b. Dependent Variable: Lg10_Returnsaham

Sumber: data yang diolah penulis, 2013

Tabel 4.5 di atas merupakan Hasil Uji Autokorelasi Durbin Watson dengan menggunakan prograss SPSS versi 19.0.

Dari hasil Uji Autokorelasi pada tabel 4.5 di atas menunjukkan nilai statistik Durbin Watson (DW) sebesar 2.175. Nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan signifikasi 5% jumlah sampel (n) = 33, dan jumlah variabel independen (k) = 3, maka berdasarkan tabel Durbin Watson didapat nilai batas (du) sebesar 1.651 dan nilai batas bawah (dl) sebesar 1.258 oleh karena itu nilai (DW) lebih besar dari 1.651 dan lebih kecil dari 4 – 1.651 atau dapat dinyatakan bahwa 1.651 < 2.175 < 4 – 1.651 (du <d< 4-du). Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif.

4.2.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain

Tabel4.5

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimat e Change Statistics Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 .810 a .656 .604 .45106 .656 12.707 3 20 .000 2.175

dalam model regresi. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar maka tidak terjadi Heteroskedastisitas. Hasil dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot pada Gambar 4.3 berikut ini.

Gambar 4.3 Grafik Scatterplot

Sumber: Data yang diolah penulis, 2013

Dari gambar 4.3 Grafik Scatterplot, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tidak membentuk pola tertentu atau tidak teratur, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada

model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi harga saham pada perusahaan makanan dan minuman dengan variabel independen return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan total asset turn over (TATO).

Dokumen terkait