4.2 Hasil Penelitian
4.2.2 Pengujian Asumsi Klasik
Menurut Gujarati (2003) suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat best linear unbiased estimator (BLUE). Di samping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi ekonometrika yang melandasinya. Suatu model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesa harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan juga untuk mendapatkan model regresi yang tidak
bias dan efisien. Estimasi dari parameter-parameter dengan metode ordinary least square (OLS) akan memiliki sifat ketidakbiasan (unbiasedness), varians yang minimum (minimum varians), dan sebagainya, yang disebut best linear unbiased estimator (BLUE) (Gujarati, 2003:107, Supranto, 2005:70). Dalam penggunaan regresi linear berganda, terdapat beberapa uji asumsi klasik, yakni uji normalitas residual, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.
4.2.2.1Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2011:160, Gujarati, 2003:339, Field, 2009:221, Supranto, 2005:90). Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan . Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas , dengan ketentuan sebagai berikut.
Jika nilai probabilitas 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jika probabilitas < 0,05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.
Tabel 4.2 Uji Normalitas
Sumber : hasil olahan software SPSS
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.2, diketahui nilai probabilitas atau Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,848. Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan adalah
. Karena nilai probabilitas , yakni 0,981, lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka asumsi normalitas telah dipenuhi.
4.2.2.2Uji Multikolinearitas
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi (yang tinggi) antar variabel bebas (Ghozali, 2011:105). Ketika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi, maka permasalahan ini disebut dengan istilah multikolinearitas (Stevens, 2009:74). Jika terjadi multikolinearitas yang sempurna (perfect multicolinearity), maka koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan (indeterminate), jika terjadi multikolinearitas yang
tinggi, koefisien-koefisien regresi dari variabel bebas dapat ditentukan, namun memiliki nilai standar error yang tinggi yang berarti bahwa koefisien-koefisien regresi tersebut tidak dapat diestimasi dengan tepat atau akurat (Gujarati, 2003:344). Field (2009:221) juga menyatakan bahwa seharusnya tidak terjadi hubungan linear yang sempurna (perfect linear relationship) dari dua atau lebih variabel bebas. Jadi, variabel-variabel bebas seharusnya tidak berkorelasi terlalu tinggi (not correlate too highly).
Untuk memeriksa apakah terjadi multikolinearitas atau tidak dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF yang lebih dari 10 diindikasi suatu variabel bebas terjadi multikolinearitas (Myers dalam Stevens, 2009:75).
Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas
Sumber : hasil olahan software SPSS
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.3 nilai VIF dari variabel collateralizable asset adalah 1,066, nilai VIF dari variabel
dispersion of ownership adalah 1,076, nilai VIF dari variabel investment opportunity adalah 1,007, dan nilai VIF dari variabel degree of operating leverage adalah 1,007. Karena masing-masing nilai VIF tidak lebih besar dari 10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas yang berat. Dengan kata lain, tidak terjadi korelasi antara variabel bebas yang begitu signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%.
4.2.2.3Uji Autokorelasi
Uji independensi residual (uji non-autokorelasi) merupakan suatu uji untuk memeriksa apakah untuk setiap dua pengamatan residual saling berkorelasi atau tidak (Field, 2009:220). Supranto (2005:151) mengartikan non-autokorelasi sebagai tidak terjadinya korelasi antara kesalahan pengganggu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun terjadinya autokorelasi terhadap estimator-estimator yang dihasilkan oleh metode ordinary least square (OLS) tetap tak bias (unbiased), konsisten (consistent), dan terdistribusi normal secara asimtotis, namun estimator-estimator tersebut tidak lagi efisien. Sebagai akibatnya, pada uji t, F, dan chi kuadrat tidak lagi sah untuk digunakan (cannot be legitimately applied) (Gujarati, 2003:489). Asumsi mengenai independensi terhadap residual (non-autokorelasi) dapat diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson (Field, 2009:220). Riyanto (2012:59) menyatakan jika nilai statistik Durbin-Watson -2 s/d +2,
maka asumsi independensi terhadap residual (non-autokorelasi terpenuhi). Sebaliknya, bila nilai statistik Durbin-Watson < -2 atau > 2, berarti asumsi independensi terhadap residual (non-autokorelasi) tidak terpenuhi.
Tabel 4.4 Uji Autokorelasi
Sumb er : hasil olahan software SPSS
Berdasarkan Tabel 4.4, nilai dari statistik Durbin-Watson adalah 1,985. Perhatikan bahwa karena nilai statistik Durbin-Watson terletak di antara -2 dan +2, maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Dengan kata lain, tidak terjadi gejala autokorelasi yang tinggi pada residual.
4.2.2.4 Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2011:139) uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Supranto (2005:57) mengartikan homoskedastisitas sebagai varians kesalahan
pengganggu untuk setiap pengamatan adalah sama, sedangkan heteroskedastisitas adalah sebaliknya.
Model regresi yang baik adalah yang homoskesdasitas atau tidak terjadi heterokesdatisitas. Apabila terjadi heteroskedastisitas, estimator-estimator yang dihasilkan dengan metode OLS (ordinary least square) tidak lagi memiliki sifat varians yang minimum atau efisien. Dalam keadaan heteroskedastisitas, ketika tetap menggunakan metode OLS yang biasa (usual OLS formulas), maka uji t dan uji F dapat memberikan kesimpulan yang salah (Gujarati, 2003:428).
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara SRESID pada sumbu Y, dan ZPRED pada sumbu X.(Field, 2009:230, Ghozali, 2011:139). Field (2009:248, Ghozali, 2011:139) menyatakan dasar analisis adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 4.1 Uji Heteroskedastisitas
Sumber : hasil olahan software SPSS
Perhatikan bahwa berdasarkan Gambar 4.1, tidak terdapat pola yang begitu jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.2.3 Pengujian Hipotesis
Pada pengujian hipotesis, akan dilakukan analisis koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan (uji F), dan uji signifikansi koefisien regresi parsial secara individu (uji t).
4.2.3.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh merupakan suatu uji untuk menguji apakah seluruh
dengan nol atau tidak (Gujarati, 2003:253). Dengan kata lain, menguji apakah variabel collateralizable asset, dispersion of ownership, investment opportunity dan degree of operating leverage secara bersamaan atau simultan mempengaruhi variabel payout ratio. Berikut perumusan hipotesisnya.
Pada hipotesis nol, yakni
berarti variabel collateralizable asset, dispersion of ownership, investment opportunity dan degree of operating leverage secara bersamaan atau simultan tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap variabel payout ratio pada tingkat signifikansi 5%. Sedangkan hipotesis alternatif menyatakan paling tidak terdapat satu variabel bebas yang pengaruhnya signifikan secara statistik terhadap payout ratio pada tingkat signifikansi 5%.
Cara pengambilan keputusan terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan nilai tingkat signifikansi, yakni . Jika nilai probabilitas tingkat signifikansi yang digunakan, dalam penelitian ini , maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel tak bebas. Jika nilai probabilitas tingkat signifikansi , maka dapat
disimpulkan bahwa paling tidak terdapat satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel payout ratio.
Tabel 4.5 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Sumber : hasil olahan software SPSS
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa nilai sig F<0,05(0,000<0,05) nilai probabilitas atau Sig adalah 0,000. Karena nilai probabilitas, yakni 0,000 lebih kecil dari nilai tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa collateralizable asset, dispersion of ownership, investment opportunity dan degree of operating leverage signifikan secara statistik mempengaruhi secara simultan variabel payout ratio. 4.2.3.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)
Dalam regresi linear, baik sederhana maupun berganda, uji digunakan untuk menguji signifikansi dari koefisien regresi populasi secara individu. Hipotesis nol menyatakan koefisien regresi populasi signifikan secara statistik bernilai nol. Hal ini berarti pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas tidak signifikan secara statistik. Hipotesis alternatif menyatakan koefisien regresi populasi signifikan secara statistik berbeda dari
nol. Dengan kata lain, pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas signifikan secara statistik.
Pengambilan keputusan terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan nilai probabilitas dari uji . Berikut aturan pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan nilai probabilitas.
Tabel 4.6 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Linear Berganda
: Collateralizable asset berpengaruh terhadap payout ratio.
Diketahui nilai koefien regresi untuk variabel collateralizable asset bernilai negatif, yakni -0,359. Hal ini dapat diinterpretasikan semakin tinggi collateralizable asset dari suatu perusahaan, maka payout ratio cenderung semakin menurun. Perhatikan bahwa karena nilai probabilitas
(Sig.) (0,001) lebih kecil dari 0,05, maka collateralizable asset signifikan secara statistik mempengaruhi payout ratio.
: Dispersion of ownership berpengaruh terhadap payout ratio. Diketahui nilai koefien regresi untuk variabel dispersion of ownership bernilai positif, yakni 0,086. Hal ini dapat diinterpretasikan semakin tinggi dispersion of ownership dari suatu perusahaan, maka payout ratio cenderung semakin meningkat. Perhatikan bahwa karena nilai probabilitas (Sig.) (0,818) lebih besar dari 0,05, maka dispersion of ownership mempengaruhi payout ratio sangat lemah (tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%).
: Investment opportunity set berpengaruh terhadap payout ratio. Diketahui nilai koefien regresi untuk variabel investment opportunity set bernilai negatif, yakni -1,080E-9. Hal ini dapat diinterpretasikan semakin tinggi investment opportunity set dari suatu perusahaan, maka payout ratio cenderung semakin menurun. Perhatikan bahwa karena nilai probabilitas (Sig.) (0,928) lebih besar dari 0,05, maka investment opportunity set mempengaruhi payout ratio sangat lemah (tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%).
: Degree of operating leverage berpengaruh terhadap payout ratio. Diketahui nilai koefien regresi untuk variabel degree of operating leverage bernilai positif, yakni -0,009. Hal ini dapat diinterpretasikan semakin tinggi degree of operating leverage dari suatu perusahaan, maka payout ratio cenderung semakin menurun. Perhatikan bahwa karena nilai
probabilitas (Sig.) (0,000) lebih kecil dari 0,05, maka degree of operating leverage signifikan secara statistik mempengaruhi payout ratio.
4.2.3.3 Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ( ) merupakan suatu nilai (nilai proporsi) yang mengukur seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi, dalam menerangkan variasi variabel tak bebas (Supranto, 2005:158, Gujarati, 2003:212). Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 dan 1. Nilai koefsien determinasi yang kecil (mendekati nol) berati kemampuan variabel-variabel tak bebas secara simultan dalam menerangkan variasi variabel tak bebas amat terbatas. Nilai koefisien determinasi yang mendekati satu berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel bebas.
Tabel 4.7 Koefisien Determinasi
Sumber : hasil olahan software SPSS
Berdasarkan Tabel 4.7, nilai koefisien determinasi terletak pada kolom R-Square. Diketahui nilai koefisien determinasi sebesar . Nilai tersebut berarti collateralizable asset, dispersion of ownership, investment opportunity dan degree of operating leverage mempengaruhi
secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel payout ratiosebesar 64,5%, sisanya sebesar 35,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain