HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.2. Pengujian Asumsi Klasik a. Pengujian Normalitas Data a.Pengujian Normalitas Data
Asumsi data telah berdistribusi normal adalah salah satu asumsi yang penting
dalam melakukan penelitian dengan regresi. Pengujian normalitas dilakukan dengan
menggunakan pengujian Kolmogorov-Smirnov, pengujian ini adalah pengujian
paling valid atas asumsi normalitas. Pengujian dengan metode ini menyatakan jika
nilai Kolmogorov-Smirnov memiliki probabilitas lebih besar dari 0.05, maka variable
penelitian tersebut dapat dinyatakan berdistribusi normal. Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pengujian Normalitas
Variabel Nilai p
Retur On Assets (ROA) – X1 0.102
Debt to Equty Ratio (DER) – X2 0.096
Retirn on Equty (ROE) – X3 0.060
Book Value Per Share (BVS) – X4 0.201
Harga Saham – Y 0.204
Sumber: Hasil Peneltian (lampiran 7)
Data awal yang diperoleh di dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal.
Secara teoritis terdapat beberapa cara dalam mengolah data yang tidak normal. Cara
yang paling umum digunakan adalah dengan transform data ke dalam bentuk
memiliki nilai negatif. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan penghapusan
data outlier. Setelah menghapus beberapa data maka diperoleh data yang telah
berdistribusi normal.
b. Pengujian Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat timbul jika variabel bebas saling berkorelasi satu sama
lain. Hal ini mengakibatkan perubahan tanda koefisien regresi serta mengakibatkan
fluktuasi yang besar pada hasil regresi. Pengujian dapat dilakukan dengan Colinearity
Diagnostic serta partial correlation.
Tabel 4.3 Pengujian Multikolinearitas
Variabel Tolerance Variance Inflaction Factor
Retur On Assets (ROA) – X1 0.404 2.475
Debt to Equty Ratio (DER) – X2 0.772 1.295
Retirn on Equty (ROE) – X3 0.420 2.381
Book Value Per Share (BVS) – X4 0.877 1.140
Sumber: Hasil Penelitian (Data diolah)
Berdasarkan output yang terdapat pada lampiran 5 yang ditunjukkan di dalam
Tabel 4.3 terlihat bahwa nilai tolerance masih lebih kecil dari angka 5 bahkan berada
di sekitar 1 sehingga dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas. Nilai Variance
Inflaction Factor (VIF) juga lebih kecil dari 5, hal ini juga menujukkan variabel
independen tidak saling berkorelasi. Namun beberapa penelitian yang memiliki
Tolerance dan VIF sebesar yang dimiliki ROA dan ROE sudah mengindikasikan
adanya multikolinearitas. Hal ini akan diatasi dengan melakukan pengujian regresi
c. Pengujian Heteroskedastisitas
Gejala heteroskedastisitas timbul karena adanya ketidak konstanan variansi
error sehingga hasil regresi menjadi diragukan karena estimator yang digunakan
menjadi tidak efisien. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
membentuk diagram plot untuk melihat pola persebaran data. Apabila pola
persebaran data tidak membentuk pola tertentu maka data dapat dikatakan terbebas
dari hetroskedastisitas. 6 4 2 0 -2
Regression Standardized Predicted Value
3 2 1 0 -1 -2 R eg res si on St ud en tize d R es id ua l
Dependent Variable: Harga Scatterplot
Sumber: Hasil Penelitian (data diolah)
Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan oleh Gambar 4.3 yang diadaptasi dari
lampiran 9, dapat disimpulkan bahwa data di dalam penelitian ini terbebas dari gejala
heteroskedastisitas.
d. Pengujian Autokorelasi
Berdasarkan pengujian autokorelasi dengan menggunakan pengujian
Durbin-Watson, diperoleh nilai d untuk persamaan regersi yang diajukan sebesar 1. 577
(Lampiran 10). Hal ini berarti variabel gangguan antara satu periode dengan periode
lain tidak saling berkorelasi. Berdasarkan pengujian ini persamaan regresi yang
diajukan sudah dapat dianalisa dengan baik.
4.2. Pembahasan
Setelah memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan dalam melakukan pengujian
model regresi, penelitian dilakukan dengan membentuk persamaan regresi.
Persamaan regresi dibentuk berdasarkan berbagai kombinasi antara variabel
independen dengan variabel dependen.
Tabel. 4.4 Uji F Model Summary Change Statistics Model R square Change F Change df 1 df 2 Sig.F.Change 1 .115a 2.249 4 69 .073
a. Predictors: (Constant), BVS,ROA,DER,ROE
Tabel.4.5 Uji t Coefficients a Unstandardized Coefficients Standardized Coeffocients
Model B Std. Error Beta t Sig
1 (Constant) ROA DER ROE BVS .088 -.496 .174 .484 .789 .047 1.171 .120 .624 .315 -.075 .187 .136 .303 1.885 -.423 1.451 .776 2.509 .064 .673 .151 .440 .014 a. Dependent Variable: Harga
Sumber : Hasil Penelitian (Lampiran 11)
Berdasarkan hal di atas, dapat dilihat bahwa kesimpulan umum terhadap
permasalahan yang diteliti. Tidak ada pola umum yang secara konsisten menjawab
permasalahan. Penolakan dan penerimaan hipotesis tidak berada pada tingkat yang
memberikan kepastian yang tinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa pola yang
terbentuk memang tidak kuat mendukung sebuah keputusan.
Model regresi pertama yang diajukan adalah menguji antara ROA, DER, ROE
dan BVS terhadap harga saham. Secara simultan model ini menolak hipotesis
penelitian, sehingga dapat dikatakan berdasarkan pengolahan statistik terhadap
sampel yang diuji, tidak diperoleh bukti yang kuat bahwa variabel independen yang
dipilih yaitu ROA, DER, ROE, dan BVS mempengaruhi harga saham. Penelusuran
terhadap variabel secara individual menghasilkan kesimpulan bahwa hanya variabel
BVS yang memiliki cukup bukti mempengaruhi pembentukan harga saham,
Berdasarkan dugaan semula serta indikasi adanya multikolinearitas
mengarahkan peneliti untuk melakukan pengujian dengan menghilangkan variabel
yang terindikasi memiliki kolinearitas yaitu ROE dan ROA. Setelah melakukan
pengujian ini, tingkat signifikansi model mengalami perbaikan, baik bagi model yang
menghapuskan ROE maupun model yang menghapuskan ROA memiliki model yang
secara signifikan mempengaruhi pembentukan harga. Hal ini berarti model yang
memiliki variabel independen salah satu dari dua variabel tersebut yaitu ROA atau
ROE (Tidak boleh bersamaan) adalah model regresi yang signifikan menjelaskan
harga saham. Hal ini semakin mempertegas bahwa terdapat multikolinearitas anatara
kedua variabel tersebut. Secara teoritis hal ini sangat mungkin terjadi karena sifat dari
kedua rasio tersebut memang sejalan, yaitu berpusat pada laba bersih.
Variebel bebas yang secara individual konsisten berpengaruh terhadap harga
saham adalah variabel BVS. Variabel ini selalu terbukti signifikan mempengaruhi
harga saham dengan koefisien positif atau dapat dikatakan BVS mempengaruhi harga
saham secara positif, sehingga semakin tinggi nilai BVS dari sebuah perusahaan akan
mendorong kenaikan harga saham tersebut. Hal ini sangat rasional karena harga buku
saham seharusnya menjadi patokan utama pembentukan harga saham.
Hal yang menarik dari variabel BVS adalah nilai variabel yang cukup besar
yaitu sebesar 2.509 (lampiran 11) menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan nilai
buku saham (BVS) sebanyak Rp 1 maka terjadi peningkatan harga saham sebanyak
melebihi nilai buku karena efek kenaikan nilai buku saham direspon dengan kenaikan
harga saham melebihi 2(dua) kali lipat. Jika dihubungkan antara rata-rata ROE
sebagai gambaran return wajar perusahaan dibandingkan dengan pertumbuhan IHSG,
maka koefisien variabel BVS ini memberikan hasil yang konsisten dan sejalan.
Secara keseluruhan hasil yang diperoleh ini sejalan dengan berbagai penelitian
yang telah ada walaupun berbeda kesimpulan dengan beberapa penelitian yang lain.
Penelitian Situmeang (2002) menemukan bahwa informasi akuntansi secara umum
tidak menjadi pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi. Penggunaan
informasi akuntansi tersebut semakin kecil setelah krisis ekonomi. Secara nyata,
dalam investasi di pasar modal saat ini, investor cenderung membeli saham dengan
mengandalkan rumor dan berita terkini dari pasar.
Hal ini telah mendorong terjadinya bubble economic yang telah diperingatkan
oleh banyak ahli ekonomi, dimana harga-harga saham telah naik jauh melebihi nilai
wajar dari saham tersebut. Secara teoritis dapat dikatakan nilai wajar saham per
lembar berdasarkan nilai buku (BVS) seharusnya menjadi gambaran dari harga saham
di pasar, jika tidak potensi saham tersebut untuk mengalami koreksi akan membesar.
Pada dasar harga saham harus menggambarkan nilai wajar perusahaan tersebut pada
saat ini ditambah dengan arus kas masa depan yang telah diprediksi dibagi dengan
jumlah saham perusahaan tersebut. Jika harga saham saat ini melebihi hal itu, maka
Harga saham bisa naik lebih tinggi dari harga wajar sebenarnya merupakan
cerminan dari tindakan investor yang membeli saham berdasarkan analisis teknikal.
Analisis ini menggunakan pergerakan harga masa lalu sebagai patokan pergerakan
tanpa memperhatikan fundamental perusahaan. Kondisi ini yang menjadi alasan
utama meningkatnya harga saham dalam kisaran yang sangat tinggi, bahkan beberapa
saham seperti PT Bumi Resources selama tahun 2006 sampai 2007 telah meningkat
sebanyak 1.000% lebih. Kondisi bursa yang menggelembung ini telah mengalami
koreksi yang cukup tajam sejak awal tahun 2008 sampai saat ini.
Indikator lain yang mendukung penelitian ini adalah reaksi investor dalam
menanggapi pengumuman laporan keuangan tidak menimbulkan gejolak. Salah satu
penyebab yang mungkin terjadi adalah informasi tersebut memang tidak dibutuhkan
dalam pembuatan keputusan investasi. Dalam pandangan ini investor memang tidak
memperhitungkan hasil laporan keuangan dalam pembuatan keputusannya. Walaupun
penelitian ini secara relative menyetujui pandangan ini, namun secara teoritis tidak
mungkin terjadi.
Peneliti sendiri berpendapat investor tetap memperhatikan informasi keuangan,
namun informasi tersebut telah diantisipasi sebelum informasi tersebut dipublikasikan
secara resmi. Informasi keuangan seperti laba, penyisihan piutang tak tertagih, tingkat
penjualan, harga komoditas, dan faktor-faktor lain yang penting relative sudah dapat
ini hasil penelitian yang lebih baik bisa diperoleh dengan menguji beberapa lag time
untuk memperoleh model regresi yang jauh lebih baik dalam peramalan harga saham.
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa pergerakan harga
saham tidak mempunyai hubungan yang kuat dan jelas dengan fundamental
perusahaan yang tergambar dalam beberapa rasio yang terdapat di dalam laporan
keuangan. Kesimpulan yang jelas terkait dengan penelitian lain cukup sulit dilakukan
karena adanya variasi hasil penelitian yang terjadi. Variasi tersebut terjadi karena
hasil setiap penelitian tersebut juga tidak berada pada tingkat signifikansi yang sangat
kuat, sehingga perubahan metode, sampel dan proses pengujian dapat mengakibatkan
BAB V