• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simplisia

4.2 Pengujian Efek Antialergi

Pada penelitian ini pengujian dilakukan menggunakan ekstrak daun mahkota dewa dengan metode isolasi mastosit dari cairan intraperitoneal mencit jantan secara in vitroyang digunakan untuk melihat pengaruh ekstrak daun mahkota dewa terhadap aktivitas penghambatan degranulasi mastosit yang tersensitisasi aktif.

Antigen yang digunakan yaitu putih telur ayam karena putih telur ayam bersifat imunogenik cukup tinggi.Hal ini ditandai dengan kandungan protein yang cukup tinggi yaitu berkisar 12% Handayani, dkk., 2008. Pada berbagai penelitian dengan hewan coba ovalbumin (putih telur ayam) telah terbukti dapat digunakan sebagai alergen untuk menimbulkan reaksi hipersensitifitas tipe I. Ovalbumin juga sering dipakai sebagai bahan sensitisasi respon imun mencit kearah Th 2 dominan yang dapat diberikan secara inhalasi,oral maupun intraperitoneal.

35

Pemberian antigen untuk pertama kali dilakukan secara intaperitoneal, hal ini ditunjukkan agar proses pengenalan antigen lebih cepat oleh sel limposit. Proses pengenalan ini dilakukan oleh sel makrofag karena sel ini merupakan sel antigen Precenting cell (APC) dan banyak terdapat pada rongga perut (Kimura, 1978).

Antigen adalah molekul yang mencetuskan pembentukan antibodi yang mampu berikatan dengan antigen spesifik, dimana antigen dapat menimbulkan respon kekebalan dengan cara mengaktifkan sel B untuk mensekresi protein sehingga sel B dan sel T dapat mengenali antigen spesifik karena adanya reseptor antigen yang berikatan pada membran plasmanya (Campbell, 2000).

Alergen yang masuk melalui saluran pernapasan, kulit dan saluran cerna akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai Antigen precenting cell (APC) setelah alergen diproses oleh APC lalu sel tersebut dipresentasikan oleh sel Th melalui pelepasan interleukin II oleh sel Th yang diaktifkan kepada sel B sehingga dapat berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE.

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh sel mastosit yang ada dalam jaringan. Hal ini dimungkinkan karena ada sel pada permukaan memiliki reseptor IgE, masuknya alergen beberapa kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada dalam permukaan mastosit ikatan ini akan menimbulkan influk Cakedalam sel dan perubahan didalam sel yang dapat menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP menurun akan menimbulkan degranulasi sel, dalam proses degranulasi sel yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul didalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologis yaitu histamin (Mutaqqin,2008).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Handayani, dkk, (2008) didapatkan efek maksimal antigen putih telur ayam dalam degranulasi mastosit adalah pada konsentrasi 50%.Pengujian dilakukan dengan cara menginduksi mencit jantan secara intraperitoneal dengan menggunakan putih telur ayam konsentrasi 50%. Antigen yang diberikanpada hari pertama dilakukan secara intraperitoneal dengan tujuan untuk proses pengenalan antigen lebih cepat dilanjutkan pada hari ketiga dan kelima secara subkutan pada telapak kaki mencit dengan tujuan pembosteran untuk memperbanyak terbentuknya antibodi IgE, sehingga reaksi alerginya semakin hebat (Alvianty,2012).

Sebelum pengujian ekstrak dengan berbagai konsentrasi dilakukan terlebih dahulu uji ketahanan sel dimana untuk mengetahui sitoksisitas ekstrak tanaman, hasil dari pengujian ketahanan sel didapat 90,59% pada dosis 500 µg/ml yang mengindikasikan sel dapat tetap hidup (> 90,0%) setelah diinkubasi selama 1 jam (Ibrahim, et al., 2010).

Pada uji pendahuluan digunakan dengan metode tradisional dengan menggunakan pewarnaan trypan blue.Trypan blue adalah pewarnaan yang tertinggal pada sel yang mati dengan warna biru yang khas ketika dilihat dibawah mikroskop, sedangkan sel yang sehat tidak menunjukkan warna.Sel yang sehat memiliki membran yang utuh karena tidak menyerap medium disekitarnya, tetapi pada sel yang tidak sehat tidak mempunyai membran yang utuh dan dapat menyerap medium disekitarnya (Louis, 2011).

Uji degranulasi sel mastosit dilakukan secara invitro, sel mastosit yang telah tersensitisasi oleh antigen diisolasi dari hewan yang telah menunjukkan

37

reaksi anafilaksis yang sebelumnya telah diinduksi oleh antigen putih telur ayam pada konsentrasi 50%.

Bentuk sel mastosit normal dibawah mikroskop terlihat warna ungu dan bagian tengahnya bergranul.Sel mastosit yang telah terdegranulasi tidak terlihat lagi karena telah hancur dan tidak mengikat lagi.Semakin banyak sel yang terdegranulasi maka semakin sedikit sel yang terlihat.

Data yang diperoleh dari hasil pengujian degranulasi mastosit dinyatakan dalam bentuk persen degranulasi, yaitu perbandingan jumlah sel sebelum perlakuan dikurangi jumlah sel sesudah perlakuan. Persentase degranulasi mastosit dihitung dengan cara sebagai berikut :

% 𝐷𝑒𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 = 𝑝 − 𝑠

𝑝 𝑥 100 %

Dimana :

P = jumlah sel mastosit sebelum perlakuan S = jumlah sel mastosit setelah perlakuan

Dalam pengujian penghambatan degranulasi mastosit oleh ekstrak daun mahkota dewa, dilakukan terlebih dahulu uji pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi terkecil dan konsentrasi terbesar yang dapat menghambat degranulasi. Dari hasil pendahuluan tersebut diperoleh konsentrasi terkecil 100 µg/ml dan konsentrasi terbesar adalah 500 µg/ml, Diperoleh konsentrasi pengujian tersebut yaitu 100 µg/ml, 200 µg/ml, 300 µg/ml, 400 µg/ml, 500 µg/ml. Hasil pengujian degranulasi sel mastosit dengan variasi 5 konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 4.

Untuk mengetahui kemampuan efek penghambatan degranulasi mastosit oleh ekstrak daun mahkota dewa sebagai pembanding dipilih

aminofilin.Pemilihan ini didasarkan kepada senyawa yang telah diketahui mekanismenya dalam menghambat degranulasi mastosit dan mudah didapat. Berdasarkan penelitian dilakukan oleh Handayani, dkk., (2008), efek maksimal yang memberikan efek yaitu 100 µg/ml.

Proses penghambatan degranulasi sel mastosit secara in-vitrosecara teoritis dapat dilakukan dengan menghambat masuknya ion Ca, seperti senyawa kromolin atau menghambat kerja enzim fosfodiesterase sehingga kadar cAMP tinggi. Hal ini akan mengakibatkan pendorongan granul-granul ke pinggir tidak berlangsung sehingga sel mastosit menjadi stabil. Senyawa yang dapat mempertahankan kadar cAMP didalam sel mastosit adalah Aminofilin dan kortikosteroid (Katzung, 2001).

Grafik persen degranulasi mastosit sebagai respon penghambatan degranulasi mastosit yang tersensitisasi aktif dapat dilihat Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik persen degranulasi mastosit

Berdasarkan Gambar 4.1 tampak bahwa EEDMD dosis 100, 200, 300, 400 dan 500 µg/ml dan aminofilin dosis 100 µg/ml menunjukkan persen, degranulasi

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Antigen putih telur ayam 50 % EEDMD 100 µg/ml EEDMD 200 µg/ml EEDMD 300 µg/ml EEDMD 400 µg/ml EEDMD 500 µg/ml Aminofilin 100 µg/ml Perlakuan Jum la h M as tos it T erde gra nul as i (%)

39

yang lebih kecil dan jauh berbeda dengan antigen putih telur ayam 50% sebagai kontrol negatif yang tidak diberi apapun, kemampuan Aminofilin dosis 100 µg/ml dalam menghambat degranulasi mastosit dengan persen 32,28% lebih besar dibandingkan EEDMD dosis 500 µg/ml dengan persen degranulasi mastosit 39,39%. Ekstrak etanol daun mahkota dewa dosis 500 µg/ml dengan persen degranulasi mastosit 39,39% menunjukkan persen degranulasi mastosit yang lebih kecil dibandingkan dengan EEDMD dosis 400 µg/ml (45,58%), 300 µg/ml (51,02%), 200 µg/ml (54,59%), 100 µg/ml (56,51%). Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara peningkatan dosis dengan persen degranulasi mastosit yaitu semakin besar peningkatan dosis maka mastosit yang terdegranulasi semakin sedikit.

Analisis variasi (ANAVA) digunakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan dari setiap perlakuan pada tiap kelompok hewan coba dengan menggunakan program SPSS terhadap persen gegranulasi mastosit. Hasil analisis yang didapat pada variasi diperoleh harga (F=26,197, P= 0,000).

Analisis dilanjutkan dengan melakukan uji Post Hoc Tukey dimana untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dapat dilihat pada (Lampiran. 14). Uji Post Hoc Tukey menunjukkan perbedaan yang signifikan dari masing-masing kelompok uji dengan signifikansi p < 0,05 dalam menghambat degranulasi mastosit.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait