BAB III METODE PENELITIAN
B. Analisa Data
2. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.228):
Y1 = 84,081 + 0,131X1 + 0,673X2 + 0,195(X1X2) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar
1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
2
Χ = Variabel locus of control
X1X2 = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel locus of control
Koefisien korelasi antara variabel prestasi belajar dengan kecerdasan emosional menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan. Derajat hubungan antara kedua variabel tersebut adalah positif dan termasuk dalam kategori sangat rendah (r=0,095). Sedangkan koefisien korelasi dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan
locus of control terhadap prestasi belajar menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Derajat hubungan antara interaksi variabel kecerdasan emosional dengan locus of control terhadap prestasi belajar adalah positif dan termasuk dalam kategori sangat rendah (r=0,130). Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan
prestasi belajar. Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ2 secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 0,131 + 0,673 + 0,195. Hasil pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dan locus of controlterhadap prestasi belajar adalah 0,195. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan locus of control terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,003 < α=0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh locus of controlpada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya semakin locus of control siswa cenderung internal, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan dugaan awal penelitian bahwa ada pengaruh positif locus of control
terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa SMP negeri dan swasta di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
b. Pengaruh kultur keluarga terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
1) Rumusan hipotesis 2
Ho = Tidak ada pengaruh positif kultur keluarga terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
Ha = Ada pengaruh positif kultur keluargaterhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
2) Pengujian Hipotesis
Variabel kultur keluarga terdiri dari 4 dimensi, sehingga berikut ini disajikan hasil pengujian hipotesis masing-masing dimensi tersebut, yang meliputi:
(a) Dimensi power distance
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.230):
Y1 = 55,714 + 0,157X1 + 1,258X3a + 0,009(X1X3a). Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
a
3
Χ = Variabel power distance
X1X3a = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel power distance
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ3a secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 0,157 + 1,258 + 0,009. Hasil pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga (power distance) terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,009. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi( )β
3dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur keluarga (dimensi power distance) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,006 < α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga (dimensi power
distance) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga dengan jarak kekuasaan (power distance) orang tua dengan anak semakin kecil, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
(b) Dimensi collectivism vs individualism
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.231):
Y1 = 71,854 + 4,062E-02X1 + 8,726E-02X3b + 0,007(X1X3b) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
b
3
Χ = Variabel collectivism vs individualism
X1X3b = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel collectivism vs individualism
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ3b secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 4,062E-02 + 8,726E-02+ 0,007. Hasil pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga (collectivism vs individualism) terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,007. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi( )β
3dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur keluarga (dimensi collectivism vs individualism) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,007 < α=0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga (dimensi collectivism vs individualism) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga yang cenderung semakin kolektif, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
(c) Dimensi femininity vs masculinity
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.232):
Y1 = 70,412 + 3,427E-02X1 + 1,780E-02X3c + 0,0092(X1X3c). Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
c
3
Χ = Variabel femininity vs masculinity
X1X3c = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel femininity vs masculinity.
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ3c secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 3,427E-02+ 1,780E-02+ 0,0092. Hasil pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga (femininity vs masculinity) terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,0092. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur keluarga (dimensi femininity vs masculinity) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilaialpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,005 < α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga (dimensi femininity vs masculinity) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga yang cenderung semakin maskulin, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.
(d) Dimensi uncertainty avoidance
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.232):
Y1 = 65,906 + 9,340EX1 + 0,570X3d + 0,0051(X1X3d) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
d
3
Χ = Variabel uncertainty avoidance
X1X3d = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel uncertainty avoidance.
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ3d secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 9,340 + 0,570 + 0,0051. Hasil
pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien
regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga (uncertainty avoidance) terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,0051. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur keluarga (dimensi uncertainty avoidance) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakandalam penelitian ini (ρ=0,008 < α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga (dimensi
uncertainty avoidance) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga dengan tingkat kecemasan (uncertainty avoidance) semakin lemah, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.
Hasil pengujian hipotesis 2, yaitu ada pengaruh positif kultur keluarga terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah sebagai berikut (lampiran 8 hal.229):
Y1 = 64,597 + 0,047X1 + 0,168X3 + 0,0041(X1X3) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar
1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
3
Χ = Variabel kultur keluarga
X1X3 = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga.
Koefisien korelasi antara variabel prestasi belajar dengan kecerdasan emosional menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan. Derajat hubungan antara kedua variabel tersebut adalah positif dan termasuk dalam kategori sangat rendah (r=0,095). Sedangkan koefisien korelasi dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur keluarga terhadap prestasi belajar menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Derajat hubungan antara interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur keluarga terhadap prestasi belajar adalah positif dan termasuk dalam kategori sangat rendah (r=0,188). Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan
prestasi belajar. Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktorΧ1 dan Χ3 secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 0,047+ 0,168 + 0,0041. Hasil pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
( )β
3dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,0041. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur keluarga terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,005 < α =0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya semakin kecil jarak kekuasaan orang tua dengan anak, semakin berorientasi maskulin, semakin berorientasi kolektif, semakin lemah tingkat penghindaran akan ketidakpastian (uncertainty avoidance), maka semakin kuat derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan dugaan awal penelitian bahwa ada pengaruh positif kultur keluarga terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa SMP negeri dan swasta di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.c. Pengaruh kultur sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
1) Rumusan hipotesis 3
Ho = Tidak ada pengaruh positif kultur sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
Ha = Ada pengaruh positif kultur sekolahterhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
2) Pengujian hipotesis
Variabel kultur sekolah terdiri dari 4 dimensi. Berikut ini disajikan hasil pengujian hipotesis masing-masing dimensi tersebut sebagai berikut:
(a) Dimensi power distance
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.234):
Y1 = 68,537 + 0,109X1 + 6,939E-02X4a + 0,021(X1X4a) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
a
4
Χ = Variabel power distance
X1X4a = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel power distance
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ4a secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 0,109+ 6,939E-02+ 0,021. Hasil
pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien
regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur sekolah (power distance) terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,021. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasanemosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur sekolah (dimensi power distance) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,008 < α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah (dimensi power distance) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari sekolah dengan jarak kekuasaan (power distance) guru dengan siswa semakin kecil, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.(b) Dimensi collectivism vs individualism
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.235):
Y1 = 54,724 + 0,228X1 + 0,937X4b + 0,017(X1X4b) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
b
4
Χ = Variabel collectivism vs individualism
X1X4b = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel collectivism vs individualism
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ4a secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 0,228 + 0,937 + 0,017. Hasil
pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien
regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur sekolah (collectivism vs individualism) terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,017. Nilai tersebut menunjukkanbahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur sekolah (dimensi collectivism vs individualism) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,003 < α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah (dimensi collectivism vs individualism) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari sekolah yang cenderung semakin kolektif, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.(c) Dimensi femininity vs masculinity
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.236):
Y1 = 65,379 + 6,865E-02X1 + 0,713X4c + 0,0037(X1X4c) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
c
4
Χ = Variabel femininity vs masculinity
X1X4c = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel femininity vs masculinity
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ4a secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 6,865E-02+ 0,713+ 0,0037. Hasil
pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien
regresi
( )β
3dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur sekolah (femininity vs masculinity) terhadap
prestasi belajar siswa adalah 0,0037. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur sekolah (dimensi femininity vs masculinity) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,008 < α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah (dimensi femininity vs masculinity) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari sekolah yang cenderung maskulin, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.(d) Dimensi uncertainty avoidance
Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 8 hal.236):
Y1 = 68,595 + 0,105EX1 + 0,229X4d + 0,0063(X1X4d) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional
d
4
Χ = Variabel uncertainty avoidance
X1X4d = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel uncertainty avoidance
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ4a secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 0,105 + 0,229 + 0,0063. Hasil
pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien
variabel kultur sekolah (uncertainty avoidance) terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,0063. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur sekolah (dimensi uncertainty avoidance) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,007 < α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah (dimensiuncertainty avoidance) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari sekolah dengan tingkat kecemasan (uncertainty avoidance) semakin lemah, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.
Hasil pengujian hipotesis 3, yaitu ada pengaruh positif kultur sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah sebagai berikut (lampiran 8 hal. 233):
Y1 = 72,814 + 0,0228X1 + 0,03258X4 + 0,00134(X1X4) Keterangan:
1
Y = Prestasi belajar 1
Χ = Variabel kecerdasan emosional 4
Χ = Variabel kultur sekolah
X1X4 = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur sekolah.
Koefisien korelasi antara variabel prestasi belajar dengan kecerdasan emosional menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan. Derajat hubungan antara kedua variabel tersebut adalah positif dan
termasuk dalam kategori sangat rendah (r=0,095). Sedangkan koefisien korelasi dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur sekolah terhadap prestasi belajar menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Derajat hubungan antara interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur sekolah terhadap prestasi belajar adalah positif dan termasuk dalam kategori sangat rendah (r=0,110). Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
Persamaan garis regresi di atas berarti bahwa setiap penambahan satu unit pada prediktor Χ1 dan Χ4a secara berurutan akan menambah kriterium Y sebesar 0,0228 + 0,03258 + 0,00134. Hasil pengujian regresi ini menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi
( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur sekolah terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,00134. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi kedua variabel memperkuat derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Nilai signifikansi koefisien regresi( )β
3 dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan kultur sekolah terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ=0,007 < α =0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya semakin kecil power distance guru dengan siswa, semakin berorientasi maskulin, semakin berorientasi kolektif, semakin lemah tingkatuncertainty avoidance siswa, maka semakin kuat derajat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan dugaan awal penelitian bahwa ada pengaruh positif kultur sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.