• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan

2. Pengujian Hipotesis

a. Sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat

berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan.

Hipotesis pada Bab II menyatakan bahwa terdapat perbedaan

sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat

dilihat dari latar belakang tingkat pendidikan. Namun setelah

dilakukan uji hipotesis dengan Chi-Square (χ2) hasilnya sama, yaitu ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan yang

diberikan Kantor Bersama Samsat Kabupaten Blora dilihat dari tingkat

pendidikan.

Terbukti nilaiχ2hitung= 40,560 lebih besar dibandingkan dengan χ2tabel = 7,81 untuk taraf signifikansi (α) 0,05. Dengan demikian H0 ditolak dan Ha1 diterima. Hal ini berarti ada perbedaan sikap wajib

pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat Kabupaten

Blora berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Botoreco.

Di Kantor Bersama Samsat Kabupaten Blora, wajib pajak

dengan latar belakang tingkat pendidikan SD, SMP, SMU dan

Perguruan Tinggi memperoleh prioritas pelayanan yang sama.

Terlepas dari itu semua, penilaian kualitas pelayanan terletak di tangan

Mengikuti definisi sikap sebagaimana dikemukakan oleh

Berkowitz (1972), sikap merupakan suatu respon evaluatif. Respon

evaluatif berkaitan dengan struktur sikap yang terdiri dari komponen

kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative). Ketiganya berinteraksi secara selaras dan konsisten dalam menilai serta mempertimbangkan suatu objek yang dihadapinya.

Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai peran

sebagai pembentuk sikap seseorang, sehingga mempunyai respon

evaluatif yang semakin baik. Bagi wajib pajak dengan tingkat

pendidikan rendah (SD dan SMP) mempunyai daya evaluatif yang

kurang, pandangan bahwa kualitas pelayanan yang buruk dianggap

sempurna, di sini tampak sekali adanya sikap emosional, mereka hanya

berpedoman bahwa kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor

dapat dipenuhi dan cepat selesai. Wajib pajak dengan tingkat

pendidikan menengah (SMU) dan tinggi (Perguruan Tinggi) respon

evaluatif cenderung semakin baik. Penilaian dan sikap mereka

terhadap pelayanan cenderung menggunakan rasionya dari pada

emosinya, misalnya memandang kualitas pelayanan yang didapat harus

sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan.

b. Sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat

berdasarkan latar belakang jenis pekerjaan.

Dari pengujian hipotesis pada Bab II menyatakan bahwa

Kantor Bersama Samsat dilihat dari latar belakang tingkat pendapatan.

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan Chi-Square (χ2) hasilnya sama, yaitu ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan

yang diberikan Kantor Bersama Samsat Kabupaten Blora dilihat dari

latar belakang jenis pekerjaan wajib pajak.

Terbukti nilai χ2hitung= 20,960 lebih besar dibandingkan dengan χ2hitung = 7,81 untuk taraf signifikansi (α) 0,05. Dengan demikian H0 ditolak dan Ha1 diterima. Hal ini berarti ada perbedaan sikap wajib

pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat Kabupaten

Blora berdasarkan latar belakang jenis pekerjaan wajib pajak di Desa

Botoreco.

Menurut penulis adanya perbedaan sikap wajib pajak terhadap

kualitas pelayanan yang diberikan Kantor Bersama Samsat

berdasarkan latar belakang jenis pekerjaan disebabkan karena sikap

sosial yang terbentuk dari adanya interaksi sosial di dalam jenis

pekerjaan masing-masing wajib pajak. Dalam interaksi sosial, terjadi

hubungan saling mempengaruhi antara wajib pajak yang satu dengan

yang lain di dalam masyarakat, lebih lanjut, interaksi sosial itu

membentuk suatu pola pemikiran atau sikap yang berbeda antara

kelompok sosial dengan status sosial pekerjaan tinggi dengan

kelompok sosial dengan status sosial pekerjaan lebih rendah.

Jenis pekerjaan dengan tingkat kemapanan yang tinggi serta

(Pegawai Negeri dan Pegawai Swasta) pada umumnya terlibat dengan

banyak orang yang mengutamakan kualitas, maka mereka cenderung

menuntut pelayanan yang lebih bagus, dan mereka sedikit lebih teliti

jika ada sesuatu yang kurang dalam pelayanan. Lain halnya dengan

jenis pekerjaan yang mempunyai tingkat kemapanan rendah (Petani

dan Pedagang), wajib pajak cenderung bersikap positif atau merasa

puas dan tidak menuntut kebutuhan pelayanan lebih yang diberikan

oleh Kantor Bersama Samsat. Bagi wajib pajak dengan jenis pekerjaan

ini yang hal terpenting adalah cepat selesai dan terpenuhinya

kewajiban membayar pajak.

c. Sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat

berdasarkan latar belakang tingkat pendapatan.

Hipotesis pada Bab II menyatakan bahwa terdapat perbedaan

sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat

dilihat dari latar belakang tingkat pendapatan. Setelah dilakukan uji

hipotesis dengan One-Way Anova hasilnya sama, yaitu ada perbedaan

sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan yang diberikan Kantor

Bersama Samsat Kabupaten Blora dilihat dari latar belakang tingkat

pendapatan wajib pajak.

Hasil analisis menunjukkan hasil perbandingan Fhitung= 18,848

dengan Ftabel= 2,699, dimana Fhitung > Ftabel. Ini berarti bahwa adanya

perbedaan tingkat pendapatan mempengaruhi sikap wajib pajak

Bersama Samsat. Wajib pajak dengan latar belakang tingkat

pendapatan rendah (kurang dari Rp.450.000,00) menjadi responden

yang mempunyai sikap dengan intensitas tertinggi dengan rata-rata

nilai 63,62.

Menurut pendapat penulis adanya perbedaan sikap tersebut

disebabkan karena wajib pajak mempunyai tingkat pendapatan yang

berbeda-beda, hal ini menyebabkan suatu pemikiran bahwa kebutuhan

kualitas pelayanan berbeda-beda.

Setiap orang dalam masyarakat mempunyai latar belakang

status sosial yang berbeda-beda termasuk tingkat pendapatan, oleh

karena itu memungkinkan orang tersebut memiliki pola pikir dan sikap

yang berbeda terhadap suatu objek. Dari pernyataan tersebut penulis

membuat hipotesis bahwa terdapat perbedaan sikap wajib pajak

terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasar latar

belakang tingkat pendapatan, walaupun di Samsat, wajib pajak berlatar

belakang tingkat pendapatan tinggi, sedang dan rendah memperoleh

pelayanan sama, yang sesuai dengan asas pelayanan publik yaitu

transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, dan kesamaaan

hak-kewajiban.

Wajib pajak dengan tingkat pendapatan tinggi lebih cenderung

menuntut kualitas pelayanan yang lebih baik bagian perbagian, hal ini

terutama menyangkut masalah tersedianya dana untuk menuntut

berpenghasilan rendah, hanya memandang bahwa kualitas pelayanan

Kantor Bersama Samsat tidak mempunyai pengaruh terhadap

kewajiban yang dipenuhi, yang terpenting adalah bagaiman cara

membayar pajak tepat waktu dengan biaya seminimal mungkin.

Dalam pelayanan publik terutama pembayaran Pajak

Kendaraan Bermotor yang diselenggarakan oleh pemerintah, sifat

monopoli pelayanan sangat tinggi. Wajib pajak tidak mempunyai

pilihan lain selain memenuhi kewajibannya membayar pajak melalui

Samsat, dengan mengabaikan keberadaan calo dan biro jasa. Lain

halnya dengan pelayanan sektor swasta, dimana konsumen mempunyai

pilihan dan perbandingan lain. Bagi pihak dengan dana lebih dalam

membayar pajak berarti mempunyai suatu pilihan lain apa bila tidak

puas terhadap pelayanan yang telah diberikan, yaitu lewat calo atau

biro jasa. Berbeda dengan pihak yang memiliki dana terbatas, akan

lebih memilih membayar pajak sendiri, tanpa memperhatikan kualitas

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait