ANALISIS SIKAP WA KANTOR BERSAMA
Studi Kasus Pada Waj Kecamatan
Diajukan Mem
Progr
PROGRA JURUSAN PEN
FAKULTAS UN
WAJIB PAJAK TERHADAP KUALITAS PELA MA SAMSAT BERDASARKAN LATAR BELA
WAJIB PAJAK
a Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Di Desa Bot an Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah
SKRIPSI
ukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat emperoleh Gelar sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
VINCENTIUS ANDRY NIM : 011334008
RAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIA
AS KEGURURAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
LAYANAN LAKANG
Botoreco, gah
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Bab temen tumrap prakara kang sapele
Pitutur warna-warna (Lukas 16: 10)
10 “Sing sapa tumemen ing bab prakara
kang sepele, iya tumemen ing bab prakara
kang wigati. Lan sing sapa ora tumemen bab
prakara kang sepele, iku iya ora tumemen
ing bab prakara kang wigati.
“Tuhan Selalu Memberikan Apa Yang Kita Butuhkan,
Bukan Apa Yang Kita Inginkan”
Skripsi ini kupersembahkan untuk: Allah Tri Tunggal, dan Bunda Maria di Surga Bapak, Ibu dan Adikku tercinta Semua sahabat yang selalu berada di sampingku
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 4 September 2008
Penulis
Vincentius Andry
ABSTRAK
ANALISIS SIKAP WAJIB PAJAK TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR BERSAMA SAMSAT BERDASARKAN LATAR BELAKANG
WAJIB PAJAK
Studi Kasus Pada Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora
VINCENTIUS ANDRY Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan tingkat pendidikan. (2) Perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan tingkat pendapatan. (3) Perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan jenis pekerjaan
Penelitian studi kasus ini dilaksanakan pada periode 20 Juli-20 Oktober 2007. Di Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak kendaraan bermotor wilayah Kantor Bersama Samsat Blora yang berada di desa Botoreco. Jumlah sampel sebanyak 100 responden diambil dengan teknikRandom Sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara, dan studi pustaka. Instrumen penelitian disusun berpedoman pada indikator kinerja pelayanan SERVQUAL. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan: One-Way ANOVAdanChi Squaredengan taraf signifikan 5%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan (χ2hitung= 40,560 >χ2tabel= 7,81). (2) Ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan latar belakang tingkat pendapatan (χ2hitung= 20,960 danχ2tabel= 7,81). (3) Ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan latar belakang jenis pekerjaan (Fhitung = 18,848 > Ftabel = 3,090).
ABSTRACT
THE ANALYSIS OF TAXPAYERS’ ATTITUDE TOWARD THE SERVICE QUALITY OF SAMSAT’S INTEGRATED OFFICES
BASED ON THE TAXPAYERS’ BACKGROUND
A Case Study at Motor Vehicles Taxpayers in Botoreco, Kunduran, Blora
VINCENTIUS ANDRY Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
The aims of this research are to know the difference of taxpayers’ attitude toward the service quality of Samsat’s integrated offices based on (1) education level. (2) income level. (3) kind of occupation.
The research was conducted from 20 July up to 20 October 2007 in Botoreco, Kunduran, Blora, Central Java. The population of the research were all motor vehicles taxpayers in Blora Samsat’s integrated offices located in Botoreco. The amounts of samples were 100 respondents taken by Random Sampling technique. The method for gathering the data were questionnaire, interview, and library research. The research instruments were constructed based on the indicator of SERVQUAL service quality. The data analysis on this research applied: One-Way ANOVAandChi-Squarewith 5% significant rank.
The results of this research show that: there aredifferences of taxpayers’ attitude toward the quality service of Samsat’s integrated offices based on (1) education level (χ2count= 40,560 > χ2table= 7,81). (2) income level (χ2count= 20,960 > χ2table= 7,81). (3) kind of occupation (Fcount= 18,848 > Ftable= 3,090).
KATA PENGANTAR
Segala sembah, syukur dan pujian penulis ucapkan kepada Allah Bapa
Yang Maha Kuasa, Yesus Kristus dan Roh Kudus, atas berkat kasih-Nya yang
melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:
“ANALISIS SIKAP WAJIB PAJAK TERHADAP KUALITAS
PELAYANAN KENTOR BERSAMA SAMSAT BERDASARKAN LATAR BELAKANG WAJIB PAJAK”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya
suatu usaha yang maksimal, bimbingan serta bantuan berupa moril, materiil,
maupun pemberian kesempatan dari semua pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph. D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Y. Harsoyo S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak L.Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Akuntansi Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak S. Widanarto Prijowuntanto, S.Pd., M.Si., selaku dosen
pembimbing yang senantiasa dengan penuh kerelaan, kesabaran, dan
ketekunan membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Drs. F. X. Muhadi, M.Pd., dan Ibu Rita Eny Purwanti S.Pd.,M.Si.,
selaku dosen tamu yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji,
membimbing, memberikan masukan dan saran kepada penulis.
6. Bapak Happyono, SH., selaku kepala UPPD Dipenda Kabupaten Blora
Propinsi Jawa Tengah, yang telah membantu dan mengijinkan penulis
untuk mengadakan penelitian di UPPD Kabupaten Blora.
7. Masyarakat Desa Botoreco yang dengan rela mengisi kuesioner dan
menjadi subyek penelitian ini.
8. Bapak, Ibu dan Adikku tercinta, terima kasih atas segala kasih sayang,
perhatian, doa dan semangat yang telah diberikan selama ini.
9. Keluarga besar simbah Harjosuparto di Jurang Depok, serta simbah Yoso
di Ngandong terimakasih atas doa dan bantuan yang telah diberikan.
10. Semua sahabat yang telah membantu selesainya karya ilmiah ini: Simon
Supada, Johanes Iman, Yulius Koco, Irawan Ciptadi, Heru Krisnawan,
Remon Gunanta, Agus DG, Icha, Nia, Sunu I dan Sunu II, serta semuanya.
11. Teman-teman PAK dan PEK angkatan 2000-2001-2002, terimakasih atas
bantuan dan kebersamaannya selama ini.
12. Terutama juga bagi K 3555 SL yang selalu menemani penulis di jalan.
13. Beserta Kipli, Bule dan anak-anaknya yang selalu menunggu di rumah.
14. Semua pihak yang tidak tercantum namanya disini, namun telah banyak
membantu penulis, Grasias!
Semoga Allah Bapa Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih senantiasa
membalas segala kebaikan saudara-saudari dengan berkatnya yang melimpah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya,
sehingga kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini sangat kami harapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak yang memerlukan.
Yogyakarta, 4 September 2008
Penulis
Vincentius Andry
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 4
C. Rumusan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sikap………. 6
1. Pengertian Sikap ... 6
2. Ciri-ciri Sikap ... 8
3. Struktur dan Pembentukan Sikap... 9
4. Teori Organisasi Sikap... 12
5. Pengukuran Sikap ... 14
B. Pelayanan Publik……….. 17
1. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik ... 17
2. Asas Pelayanan Publik ... 20
3. Kelompok Pelayanan Publik ... 21
4. Prinsip Pelayanan Publik ... 22
5. Standar Pelayanan Publik ... 24
6. Pola Penyelenggara Pelayanan Publik ... 25
C. Dimensi dan Gap Kualitas Pelayanan ... 27
1. Dimensi Kualitas Pelayanan ... 27
2. Gap Model ... 28
D Kantor Bersama Samsat ... 29
1. Dasar Hukum ... 29
2. Pengertian ... 29
3. Gedung Kantor Bersama Samsat ... 30
4. Pengelolaan Bersama Kantor Samsat ... 30
5. Koordinator Samsat ... 31
6. Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor ... 31
E. Latar Belakang Wajib Pajak... 33
1. Tingkat Pendidikan ... 33
2. Jenis Pekerjaan ... 34
3. Tingkat Pendapatan ... 36
F. Penelitian yang Sesuai ... 37
G. Kerangka Berpikir dan Hipotesis ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41
C. Objek dan Subjek Penelitian ... 41
D. Definisi Operasional ... 42
E. Metode Pengumpulan Data ... 43
F. Populasi dan Sampel ... 44
G. Teknik Sampling... 44
H. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 45
1. Variabel Penelitian ... 45
2. Pengukuran Variabel ... 48
I. Teknik Pengujian Instrumen... 51
1. Analisis Validitas ... 51
2. Analisis Reliabilitas ... 53
J. Teknik Analisis Data ... 56
1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 56
2. Teknik Analisis Data ... 57
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Internal Organisasi ... 64
1. Data Kelembagaan Organisasi ... 64
2. Visi dan Misi ... 64
3. Struktur Organisasi Personalia ... 65
4. Sarana dan Prasarana ... 68
5. Mekanisme Pembayaran ... 70
B. Demografi Daerah Penelitian ... 70
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 74
1. Deskripsi Data ... 74
2. Deskripsi Sikap Wajib Pajak Terhadap Kualitas Pelayanan Kantor Bersama Samsat ... 77
B. Uji Prasyarat Analisis Data ... 80
1. Uji Normalitas ... 80
2. Uji Homogenitas ... 80
C. Teknik Analisis Data ... 81
1. Analisis Deskriptif ... 81
2. Chi Square (χ2) ... 82
3. One-Way ANOVA ... 85
D. Pembahasan ... 89
1. Pembahasan Awal ... 89
2. Pengujian Hipotesis ... 90
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 97
C. Keterbatasan ... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 100
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 102
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel III.1 Kategori Sikap Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 47
Tabel III.2 Kategori Sikap Berdasarkan Tingkat Pendapatan .... 47
Tabel III.3 Kategori Sikap Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 48
Tabel III.4 Operasional dan Variabel Kualitas Pelayanan Publik 49 Tabel III.5 Perincian Item Pertanyaan ... 50
Tabel III.6 Alternatif Jawaban Responden ... 50
Tabel III.7 Perincian Pertanyaan Positif-negatif ... 51
Tabel III.8 Rangkuman Validitas Instrumen ... 53
Tabel III.9 Interprestasi Keterandalan Variabel ... 55
Tabel III.10 Rangkuman Reliabilitas ... 55
Tabel III.11 Ringkasan ANOVA dari apa/mana ... 60
Tabel IV.1 Perincian Jumlah Penduduk ... 72
Tabel IV.2 Perincian Mata Pencaharian Pokok Masyarakat ... 72
Tabel IV.3 Rata-rata Pendidikan Masyarakat ... 73
Tabel V.1 Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 75 Tabel V.2 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 75
Tabel V.3 Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan 76 Tabel V.4 Sikap Wajib Pajak Berdasarkan Tingkat Pendidikan 78 Tabel V.5 Sikap Wajib Pajak Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 78
Tabel V.6 Sikap Wajib Pajak Berdasarkan Tingkat Pendapatan 79 Tabel V.7 Rangkuman Uji Normalitas ... 80
Tabel V.8 Rangkuman Uji Homogenitas Jenis Pekerjaan ... 81
Tabel V.9 One-Way ANOVA Jenis Pekerjaan ... 86
Tabel V.10 Homogeneous Subsets Tingkat Pendapatan ... 88
Tabel V.11 Diskripsi Statistik Tingkat Pendidikan ... 82
Tabel V.12 Test Statistics ... 83
Tabel V.13 Diskripsi Statistik Tingkat Pendapatan ... 84
Tabel V.14 Test Statistics ... 84
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar IV.1 Bagan Organisasi Unit Pelayanan Pendapatan Daerah 68
Gambar IV.2 Mekanisme Pelayanan Kantor Bersama Samsat ... 70
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 103
Lampiran 2. Kuesioner ... 104
Lampiran 3. Data Penelitian dan Tabel-Tabel ... 127
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sasaran pembangunan di Indonesia antara lain adalah terselenggaranya
pelayanan publik yang semakin bermutu dan merata. Dalam upaya mencapai
sasaran ini, maka peran pemerintah adalah sangat penting.
Pelayanan publik secara umum cenderung belum mencapai kualitas
optimal. Fenomena ini terjadi karena di satu sisi tuntutan masyarakat terhadap
perbaikan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun menjadi semakin besar,
sementara praktik penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan
yang berarti.
Pelayanan publik (public service) adalah hak setiap warga negara, sementara pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan
publik yang terbaik. Pemberian pelayanan publik yang buruk berarti juga
ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi hak-hak rakyat. Oleh karena
itu, dalam rangka pemberian pelayanan terbaik tersebut, pemerintah perlu
melakukan pembenahan di beberapa bidang, seperti aspek prosedur, kriteria
layanan, sistem transparansi dan akuntabilitas layanan.
Salah satu contoh layanan publik adalah Unit Pelayanan Pendapatan
Daerah (UPPD) atau yang lebih dikenal sebagai Kantor Bersama Satuan
Administrasi Manunggal di Bawah Satu Atap (SAMSAT). Dimana
masyarakat mengenalnya hanya sebagai tempat pembayaran Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB).
Sebenarnya tidak hanya itu saja, ada beberapa jenis pajak daerah yang juga
dikelola institusi ini, misalnya Pajak dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas
Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, hingga Pajak Pengambilan atau
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Dalam pemberian pelayanan, Kantor Bersama Samsat dituntut untuk
mampu memberikan upaya pelayanan prima kepada stakeholders yang sebagian besar terdiri dari masyarakat. Pelayanan prima yang dimaksudkan
adalah pelayanan aparat perpajakan yang mampu memberikan kepastian
hukum, keadilan dan transparansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dari sudut pandang yang lain, pelayanan prima sebagaimana yang
dikomitmenkan oleh pemerintah belum dirasakan oleh masyarakat secara
menyeluruh. Bukti ini dapat dilihat dengan masih dijumpai banyaknya
keluhan yang diajukan masyarakat melalui media masa tentang buruknya
pelayanan aparat pemerintah dalam bidang pelayanan administratif, terutama
pembayaran pajak di Kantor Bersama Samsat. Celah ini dilihat oleh sebagian
orang sebagai bisnis yang menguntungkan, masyarakat diberi penawaran
dengan cara tercepat dan mudah walaupun dengan konsekuensi pemberian
kompensasi yang lebih tinggi kepada biro jasa atau calo.
Kemampuan memberikan pelayanan prima akan mendorong kesadaran
masyarakat, bahwa pajak memegang peranan penting. Dengan kesadaran
tersebut diharapkan masyarakat memberikan dukungan terhadap kinerja
Sikap (attitude) wajib pajak, harus dipahami dengan lebih baik agar dapat mendeteksi bentuk pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat. Jika
kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat dirasakan berada di bawah kinerja
yang diharapkan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap instansi
tersebut. Sebaliknya, jika Kantor Bersama Samsat memberikan pelayanan
yang dirasakan sesuai dengan mutu yang dikehendaki, mereka merasa aman
dan puas, serta tetap menjadi wajib pajak yang patuh.
Sikap banyak dibahas terutama oleh pakar psikologi, karena
berhubungan dengan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Sikap memberikan warna atau corak pada tingkah laku seseorang,
kelompok atau organisasi menyangkut persepsi terhadap objek tertentu,
terutama karena sikap merupakan aspek mental yang mempengaruhi pola
berpikir individu dalam membuat keputusan. Reaksi sikap yang bersifat
subjektif dapat menghasilkan penilaian yang sama atau berbeda, meskipun
objek yang dinilai adalah sama terlebih lagi munculnya reaksi sikap
ditentukan oleh latar belakang atau karakteristik individu.
Berpedoman pada indikator kinerja pelayanan SERVQUAL seperti
yang dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam bukunya
yang berjudul “Delivering Quality Service” (1990: 37-45), penulis berusaha
melihat perbedaan sikap masyarakat terutama Wajib Pajak Kendaraan
Bermotor terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan instasi pemerintah
tersebut, dengan mendasarkan pada berbagai latar belakang yang berbeda
Berdasarkan ulasan di atas maka penulis mengadakan penelitian ilmiah
dengan judul “ANALISIS SIKAP WAJIB PAJAK TERHADAP
KUALITAS PELAYANAN KANTOR BERSAMA SAMSAT
BERDASARKAN LATAR BELAKANG WAJIB PAJAK”.
B. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi pada masalah sikap wajib pajak
kendaraan bermotor terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat
Kabupaten Blora, terutama di Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran,
Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan
Kantor Bersama Samsat berdasarkan tingkat pendidikan?
2. Apakah ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan
Kantor Bersama Samsat berdasarkan jenis pekerjaan?
3. Apakah ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan
Kantor Bersama Samsat berdasarkan tingkat pendapatan?
D. Tujuan Penelitian
Dengan berdasarkan pada latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk
1. Untuk mengetahui adakah perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas
pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan tingkat pendidikan.
2. Untuk mengetahui adakah perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas
pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan jenis pekerjaan.
3. Untuk mengetahui adakah perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas
pelayanan Kantor Bersama Samsat berdasarkan tingkat pendapatan.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, yaitu:
1. Bagi Pemerintah
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat digunakan pemerintah sebagai
alat informasi penentuan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan
pelayanan publik.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan, sumber
bacaan ilmiah, dan tambahan referensi bagi penulisan karya ilmiah
selanjutnya terutama di bidang akuntansi demi kemajuan pendidikan
lingkungan Univeritas Sanata Dharma.
3. Bagi Penulis
Dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan melalui pengalaman
nyata selain teori-teori yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sikap
1. Pengertian Sikap
Masalah sikap merupakan masalah yang penting dalam kehidupan,
khususnya dalam lapangan sosial ekonomi. Sikap yang ada pada seseorang
memberikan warna atau corak pada tingkah laku atau perbuatan seseorang
tersebut. Ada orang yang menerima atau menolak dalam menanggapai
masalah atau hal yang ada di luar dirinya. Dengan mengetahui sikap
seseorang, kita dapat menduga bagaimana respon dan tindakan yang
diambil oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang
dihadapinya.
Para ahli mencoba membatasi mengenai masalah sikap seperti
halnya dalam peninjauan masalah-masalah yang lain, akan kita dapati
adanya bermacam-macam pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan
sikap itu. Saifuddin Azwar dalam bukunya “Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya” (1995: 4-5) mengelompokkan beberapa definisi sikap ke
dalam tiga kerangka pemikiran, diantaranya:
a. Pemikiran yang diwakili oleh para pakar psikologi.
Para ahli tersebut diantaranya adalah Louis Thurstone, Rensis Likert,
dan Charles Osgood.
Menurut kelompok ini sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung
atau memihak (favorable) ataupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) objek tersebut. Secara lebih spesifik, Thurstone sendiri memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau negatif terhadap suatu objek psikologis.
b. Pemikiran yang diwakili oleh ahli di bidang psikologi sosial dan
psikologi kepribadian.
Ahli pemikiran ini diantaranya adalah Chave, Bogardus, LaPierre,
Mead, dan Gordon Allport.
Pengertian ini mempunyai konsepsi yang lebih kompleks. Seperti yang dikemukakan oleh Gordon Allport (1935), sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara tertentu.
LaPierre sendiri mendefinisikan sikap sebagai:
suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimulasi sosial yang telah terkondisikan.
c. Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi
kepada skema triadic (triadic scheme).
Pendukung teori ini adalah Secord dan Backman.
Menurut kelompok ini, suatu sikap merupakan konstelasi komponen
kognitif, afektif, dan konatif, yang saling berinteraksi dalam
memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.
Secord dan Backman mendefinisikan sikap sebagai:
keteraturan tertentu dalam perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
Dari batasan beberapa ahli di atas penulis menyimpulkan pengertian
sikap adalah suatu kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang
dimiliki oleh seseorang terhadap stimulasi sosial yang memungkinkan
timbulnya perbuatan atau tingkah laku.
2. Ciri-ciri Sikap
Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat
mendorong dan menimbulkan perbuatan-perbuatan atau tingkah laku
tertentu. Berbeda dengan pendorong-pendorong yang lain, sikap
mempunyai ciri dan sifat yang khusus. Adapun ciri-cirinya adalah (Bimo
Walgito,1987: 53-55) sebagai berikut:
a. Sikap itu adalah sesuatu yang tidak dibawa sejak lahir.
Sikap terbentuk dalam perkembangan individu, maka sikap itu dapat
dipelajari, dan sikap itu dapat berubah-ubah, sekalipun sikap itu
mempunyai segi kecenderungan yang agak tetap.
b. Sikap itu selalu ada hubungan antara individu dengan objek.
Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan
objek-objek, melalui proses pengenalan atau persepsi tersebut.
c. Sikap dapat tertuju kepada satu objek saja, tetapi juga dapat kepada
sekumpulan objek-objek.
Bila seseorang mempunyai sikap tidak senang atau negatif terhadap
seseorang, maka orang tersebut mempunyai kecenderungan tidak
d. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar.
Sikap itu mempunyai kecenderungan bersifat stabil, tetapi sikap itu
juga dapat mengalami perubahan, hanya dalam prosesnya
kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama.
e. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan faktor motif.
Sikap terhadap sesuatu objek tertentu itu akan selalu diikuti adanya
perasaan tertentu, apakah perasaan yang bersifat positif (senang) atau
negatif (tidak senang) terhadap objek tertentu.
3. Struktur dan Pembentukan Sikap
a. Struktur Sikap
Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang
(Saifuddin Azwar, 1995: 24-28), yaitu:
1) Komponen Kognitif(Cognitif)
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai objek
sikap. Kepercayaan datang dari apa yang kita lihat atau apa yang
telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu
kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau
karakteristik umum suatu objek.
2) Komponen Afektif(Affective)
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap sesuatu objek sikap. Secara umum, komponen
ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
ditentukan kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar
bagi objek yang dimaksud.
3) Komponen Konatif(Conatif)
Komponen perilaku atau konatif dalam sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada
dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sifat yang
dihadapinya. Asumsi dasar adalah bahwa kepercayaan dan
perasaan mempengaruhi perilaku.
Hubungan antara ketiga komponen adalah selaras dan konsisten,
dikarenakan apabila dihadapkan dengan satu objek sikap yang sama maka
ketiga komponen itu harus mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila
salah satu dari ketiga komponen itu tidak konsisten dengan yang lain,
maka akan terjadi ketidak seimbangan yang menyebabkan timbulnya
perubahan sikap demikian rupa.
b. Pembentukan Sikap
Pembentukan sikap terbentuk dari perkembangan individu, karenanya
pengalaman mempunyai peranan yang sangat penting. Akan tetapi,
selain pengalaman juga terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi
pembentukan sikap. Faktor-faktor itu diantaranya adalah (Saifuddin
Azwar,1995: 30-38):
1) Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi
yang melibatkan faktor emosional. Dari faktor emosional akan
terbentuk kesan positif dan negatif yang selanjutnya dapat menjadi
dasar pembentukan sikap.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen
sosial yang dapat mempengaruhi sikap, seperti orang tua, teman
dekat dan sebagainya.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan di mana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap misalnya apabila
kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan
kehidupan berkelompok maka sangat mungkin akan mempunyai
sikap negatif terhadap kehidupan individualisme.
4) Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media masa seperti
majalah, televisi, radio mempunyai pengaruh dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
6) Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi. Kadang-kadang suatu sikap didasari oleh
emosi, seperti prasangka.
4. Teori Organisasi Sikap
Teori organisasi sikap telah banyak dikemukakan oleh para ahli,
dalam uraian berikut dikemukakan beberapa teori organisasi sikap. Di
antaranya akan disinggung secara singkat, dan beberapa diuraikan secara
terinci dengan pertimbangan bahwa teori ini mempunyai gambaran yang
sesuai dengan bahan penulisan penulis.
Teori organisasi sikap ini lebih jauh akan diuraikan sebagai berikut
(Saifuddin Azwar,1995: 39-58):
a. Teori Keseimbangan Heider
Teori keseimbangan (balance theory) yang dikemukakan oleh Heider merupakan formulasi yang paling sederhana. Inti dari teori ini adalah
bahwa suatu afek positif atau afek negatif terhadap orang lain
cenderung berada dalam keadaan seimbang dengan afek seseorang
terhadap sesuatu objek sikap dimana orang lain itu juga mengarahkan
sikapnya.
b. Teori Kesesuaian Osgood dan Tannenbaum
Pokok dari teori kesesuaian (congruity principle) mengatakan bahwa unsur-unsur kognitif mempunyai valensi positif, negatif, atau nol
dapat mempunyai hubungan yang positif atau negatif. Kesesuaian akan
terjadi apabila kesemua tanda hubungan adalah nol, atau dua
diantaranya, atau intensitasnya nol.
c. Teori Konsistensi Afektif-kognitif Rosenberg
Pusat perhatian dari teori Rosenberg ini adalah konsepsinya mengenai
apa yang terjadi dalam diri individu apabila terjadi perubahan sikap.
Hipotesis utamanya adalah bahwa hakikat atau kekuatan perasaan
terhadap suatu objek sikap berkorelasi dengan pengertian mengenai
objek tersebut.
d. Teori Fungsional Katz
Katz memandang bahwa untuk memahami bagaimana sikap
mengalami perubahan dan menolak perubahan haruslah berangkat dari
dasar motivasional sikap itu sendiri.
e. Teori Tiga-proses Perubahan Kelman
Secara khusus, Kelman menyebutkan adanya tiga proses sosial yang
mempengaruhi perubahan sikap, yaitu kesediaan (compliance), identifikasi (identification), dan internalisasi (internalization).
f. Teori Nilai-Ekspektansi
Edward Chace Tolman (1932), mengemukakan bahwa suatu peristiwa
mempunyai nilai positif apabila sesuai dengan harapan (dalam istilah
Tolman disebut konfirmasi) dan sebaliknya mempunyai nilai negatif
g. Teori Disonansi Kognitif Festinger
Rumusan teori disonansi kognitif lebih memusatkan perhatian pada
apa yang terjadi apabila terjadi ketidaksesuaian di antara sikap dengan
sikap dan antara sikap dengan perbuatan atau kenyataan. Hubungan
antara unsur-unsur kognitif dapat berupa hubungan relevan atau berupa
hubungan tidak relevan.
Festinger memperhatikan bahwa sikap seseorang pada umumnya
konsisten, dan orang itu berbuat sesuatu yang sesuai dengan sikapnya,
sedangkan berbagai tindakannya akan bersesuaian satu sama lain. Oleh
karena itu seseorang akan cenderung untuk tidak akan mengambil
sikap yang bertentangan satu sama lain dan cenderung untuk
menghindari tindakan yang tidak sesuai dengan sikapnya. Contoh,
apabila orang tidak percaya bahwa pajak itu berguna dan baik, maka ia
tidak akan membayar pajak. Jadi terdapat semacam konsistensi di
antara sikap dan antara sikap dengan perbuatan.
Pemahaman akan sikap sangat penting artinya dalam mencoba
mengerti sebab-sebab seseorang berubah sikapnya terhadap suatu objek,
serta cara manipulasi situasi untuk mengarahkan sikap orang kearah yang
dikehendaki.
5. Pengukuran Sikap
Mengukur suatu sikap adalah sesuatu yang tidak mudah. Hal ini
pegang, dan tidak langsung dapat kita amati. Persoalan ini yang kemudian
akan dipecahkan untuk mendapat hasil yang diharapkan.
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengukuran
sikap adalah bahwa pengukuran itu harus mencakup karakteristik sikap,
yang meliputi arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitasnya.
Sax (dalam Saifuddin Azwar,1995: 87-89) menjelaskan kerakteristik sikap
itu sebagai berikut:
a. Arah
Artinya bahwa sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui
atau tidak menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung,
apakah memihak atau tidak memihak terhadap suatu objek sikap.
b. Intensitas
Sikap dianggap mempunyai derajad kekuatan yang bertingkat-tingkat.
Dua orang yang mempunyai sikap positif belum tentu mempunyai
kekuatan positif sama.
c. Keluasan
Pengertian keluasan sikap menunjuk kepada luas-tidaknya cakupan
aspek objek sikap yang disetujui atau tidak disetujui oleh seseorang.
d. Konsistensi
Konsistensi sikap ditunjukkan oleh kesesuaian antara pernyataan sikap
yang dikemukakan oleh subjek dengan responnya terhadap objek sikap
atau dapat dikatakan tidak ada kebimbangan dalam bersikap.
e. Spontanitas
Sikap dikatakan mempunyai spontanitas yang tinggi apabila sikap
yang dinyatakan tanpa perlu desakan dan tekanan. Spontanitas ini pada
umumnya tidak dapat diukur.
Pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang secara garis
besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Bimo Walgito, 1987: 69-70):
a. Secara langsung
Di mana subyek secara langsung dimintai pendapat bagaimana
sikapnya terhadap sesuatu masalah atau hal yang dihadapkan
kepadanya. Dan dalam hal ini dapat kita bedakan langsung yang tidak
berstruktur, dan langsung yang berstruktur. Secara langsung yang tidak
berstruktur, misalnya pengukuran sikap dengan menggunakan interviu
bebas (free interview), dengan kuesioner (terutama yang terbuka), dengan pengamatan langsung atau dengan survey (misalnya public opinion survey). Sedangkan cara langsung yang berstruktur, yaitu terdiri pernyataan-pernyataan yang telah tersusun sedemikian rupa, dan
dalam hal ini langsung diberikan kepada subyek, dan bagaimana
tanggapan mereka terhadap hal ini. Misalnya pengukuran sikap dengan
skala Bogardus, Thurstone, Likert.
b. Secara tidak langsung
Pengukuran sikap ini dijalankan dengan menggunakan test. Dapat
misalnya menggunakan test obyektif mengenai sikap, sedangkan yang
tidak berstruktur misalnya menggunakan test proyeksi.
B. Pelayanan Publik
1. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak
dijumpai adanya kelemahan, sehingga kualitas pelayanan yang optimal
seperti yang diharapkan masyarakat belum dapat dipenuhi. Hal ini ditandai
dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan
melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik
terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah
melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan
kualitas pelayanan. (Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005: 221)
Suatu pertanyaan yang perlu mendapatkan jawaban ialah mengapa
pelanggan (dalam hal ini adalah wajib pajak) tidak mendapatkan
pelayanan seperti yang diharapkan?.Apakah semua persyaratan yang
diperlukan telah dilengkapi?. Jika semua persyaratan telah dilengkapi
tetapi pelanggan tidak mendapatkan pelayanan seperti apa yang
diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa terdapat sesuatu yang belum
sesuai antara pelayan di satu pihak dan pelanggan yang sedang dalam
proses pelayanan di lain pihak. Untuk mendapatkan jawaban kepastian
kualitas pelayanan diperlukan kesepahaman tentang aturan main pelayanan
Sebagai upaya untuk memahami permasalahan ini secara khusus,
hendaknya harus dipahami pengertian dasar dari kualitas pelayanan publik
itu sendiri.
Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi
mulai dari yang konvensional hingga yang strategis. Definisi konvensional
dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik suatu produk seperti:
kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang
mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan(meeting the needs of customers). Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis oleh Goetsch dan Davis (1994) seperti dikutip
oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam bukunya yang berjudul
“Total Quality Management” (2003: 4), kualitas dinyatakan sebagai: Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin
secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelayanan sebagai usaha melayani
kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan
(mengurus) apa yang diperlukan seseorang.
Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
Mengikuti definisi umum pelayanan tersebut di atas, pelayanan
publik dapat dikemukakan seperti di bawah ini, oleh Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 yang kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan publik, sebagai:
Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengikuti ketiga definisi tersebut di atas, kualitas pelayanan sektor
publik dapat disimpulkan sebagai kegiatan pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah kepada seseorang atau organisasi lain yang memuaskan
masyarakat sesuai dengan standar pelayanan dan asas-asas pelayanan
publik, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengukuran kualitas pelayanan publik pada dasarnya hampir sama
dengan pengukuran pada kualitas pelayanan perusahaan, dimana persepsi
kualitas pelayanan merupakan hasil dari perbandingan antara harapan
konsumen (expective service) dengan keadaan nyata yang diterima konsumen (perceived service). Perbedaan utama terletak pada pihak penyelenggara jasa, dimana pelayanan publik secara khusus merupakan
monopoli pihak pemerintah.
Tjiptono (1996: 61) menyimpulkan bahwa citra kualitas layanan
yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia
karena konsumenlah yang mengkonsumsi serta menikmati jasa layanan,
sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi
konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh
terhadap keunggulan suatu jasa layanan.
Ketika pelanggan mempunyai suatu keperluan pada sebuah
organisasi pemerintah atau swasta, ia akan merasa senang atau tidak
senang saat dilayani oleh petugas. Jika pelanggan merasa senang dilayani
oleh petugas, maka pelayanan petugas tersebut sangat memuaskan atau
pelayanan petugas berkualitas. Sebaliknya, ketika pelanggan merasa
dirugikan aparat akibat pelayanannya berbelit-belit, tidak terbuka atau
transparan, maka dapat dikatakan pelayanannya tidak berkualitas.
2. Asas Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi
pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas
pelayanan sebagai berikut (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004):
a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
Hal ini sangat penting bagi pemungutan pajak yang menerapkan
prinsip-prinsipself assessmentdan selfpayment. b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender dan status ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
3. Kelompok Pelayanan Publik
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 membedakan jenis
pelayanan menjadi tiga kelompok. Adapun tiga kelompok tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Kelompok Pelayanan Administratif
Jenis pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi
yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan,
sertifikat kompensasi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu
barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu
Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah
dan sebagainya.
b. Kelompok Pelayanan Barang
Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang
digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga
listrik, air bersih dan sebagainya.
c. Kelompok Pelayanan Jasa
Pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan
oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggara transportasi, pos dan sebagainya.
4. Prinsip Pelayanan Publik
Di dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa
prinsip sebagai berikut (Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005: 21-23):
a. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:
1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.
2) Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan.
c. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah oleh
masyarakat yang membutuhkan.
e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hukum. Pemerintah hendaknya dapat menjamin bahwa wajib
pajak yang sedang memenuhi kewajibannya tidak merasa dalam
tekanan hukum.
f. Tanggungjawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersediaanya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi komunikasi dan informatika (telematika).
h. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah,
serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. Petugas harus bisa
berperan sebagai tuan rumah yang baik bagi masyarakat yang
memerlukan.
j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakannya ruang
tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat
serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir,
tempat ibadah dan lain-lain.
5. Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.
Standar pelayanan merupakan ukuran yang wajib ditaati oleh pemberi dan
atau penerima pelayanan. Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun
2004, standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
a. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima
pelayanan termasuk pengaduan.
b. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
c. Biaya Pelayanan
Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam
proses pemberian pelayanan.
d. Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
e. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh
penyelenggara pelayanan publik.
f. Kompensasi Petugas Pemberi Pelayanan
Kompensasi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku
yang dibutuhkan.
6. Pola Penyelenggara Pelayanan Publik
Dalam kaitannya dengan pola pelayanan, Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan
adanya empat pola pelayanan, yaitu:
a. Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai
dengan tugas, fungsi dan wewenangnya.
b. Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara
pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara
c. Terpadu
Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1) Terpadu satu atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu
tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak
mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu.
Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat
tidak perlu disatuatapkan. Salah satu contoh adalah Kantor
Bersama Samsat seperti yang kita bahas dalam penelitian berikut.
2) Terpadu satu pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu
tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki
keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.
d. Gugus Tugas
Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus
tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi
C. Dimensi dan Gap Kualitas Pelayanan 1. Dimensi Kualitas Pelayanan
Secara keseluruhan uraian di atas adalah tentang pengukuran kinerja
pemerintah secara umum. Sedangkan instrumen pengukuran kinerja
pelayanan publik sampai saat ini belum ada, maka dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen pengukuran kinerja pelayanan yang
dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam buku mereka
yang berjudulDelivering Quality Service(1990: 25-26), dimana indikator yang digunakan merupakan ukuran kinerja pelayanan untuk sektor swasta,
yaitu diantaranya:
a. Tangibles (bukti fisik), yaitu bentuk fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
b. Reliability(keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
c. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan
tanggap.
d. Assurance (jaminan), yaitu mencakup pengetahuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf sehingga pelanggan bebas
dari bahaya resiko dan keragu-raguan.
e. Empathy (empati), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan keinginan untuk
2. Gap Model
Pada kenyataanya pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan
atau instansi pemerintah tidak selalu memberikan tanggapan positif dari
konsumen atau masyarakat secara umum. Hal ini disebabkan karena
adanya beberapa gab atau kesenjangan yang menyebabkan penyajian atau
penyampaian layanan tidak berhasil. Sebagaimana dikemukan oleh
Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990: 37-45), kesenjangan itu
diantaranya sebagai berikut:
a. Gap 1 (gap harapan konsumen-persepsi manajemen). Ini terjadi
apabila, terdapat perbedaan antara harapan-harapan konsumen dengan
persepsi manajemen terhadap harapan-harapan konsumen.
b. Gap 2 (gap persepsi manajemen-persepsi kualitas). Gap persepsi
kualitas akan terjadi apabila terdapat perbedaan antara persepsi
manajemen tentang harapan-harapan konsumen dengan spesifikasi
kualitas pelayanan yang dirumuskan.
c. Gap 3 (gap persepsi kualitas-penyelenggaraan pelayanan). Gap ini
lahir jika pelayanan yang diberikan berbeda dengan spesifikasi kualitas
pelayanan yang telah dirumuskan.
d. Gap 4 (gap penyelenggaraan pelayanan-komunikasi eksternal). Terjadi
akibat dari adanya perbedaan antara pelayanan yang diberikan dengan
e. Gap 5 (gap kualitas pelayanan). Gap kualitas pelayanan ini terjadi
karena pelayanan yang diharapkan oleh konsumen tidak sama dengan
pelayanan yang senyatanya diterima oleh konsumen.
D. Kantor Bersama Samsat 1. Dasar Hukum
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai bagaian dari pelayanan publik,
Kantor Bersama Samsat memungut Pajak Kendaraan Bermotor berdasar
pada hukum (http://www.lantas.polri.go.id), yaitu:
a. Instruksi Bersama Menteri Pertahanan Keamanan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor: Ins/03/1999, Nomor: 29 Tahun 1999 dan Nomor 6/IMK.014/1999 tentang Pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Di Bawah Satu Atap dalam Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor serta Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
b. Surat keputusan Bersama Kapolri, Dirjen PUOD dan Dirut PT. (Persero) Jasa Raharja No. Pol : Skep/06/X/1999, Nomor 973– 1228 dan Nomor : Skep/02/X1999 tanggal 15 Oktober 1999 tentang Pedoman Tata Laksana Sistem Administrasi Manunggal Di Bawah Satu Atap dalam Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor serta Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di kantor Bersama Samsat.
2. Pengertian
Masyarakat secara umum mengenal Kantor Bersama Samsat hanya
sebagai tempat pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan
pengurusan Bea-Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), tetapi
Dengan pengertian yang diberikan seperti dibawah ini Kantor Bersama
Samsat dapat dimengerti peranannya secara jelas (www.lantas.polri.go.id),
yaitu:
SAMSAT singkatan dari sistem Administrasi Manunggal di Bawah Satu Atap, yaitu suatu sistem kerjasama secara terpadu antara Polri, Dipenda dan PT Jasa Raharja (Persero) dalam pelayanan untuk menerbitkan STNK/TNK yang dikaitkan dengan pemasukan uang ke Kas Negara baik melalui PKB, BBN-KB dan SWDKLLJ dan dilaksanakan pada satu kantor yang diberi nama KANTOR BERSAMA SAMSAT.
3. Gedung Kantor Bersama Samsat
Untuk menunjang kegiatan operasional, Kantor Bersama Samsat
dilengkapi dengan gedung dengan pendekatan sebagai berikut:
a. Pengadaan, pemeliharaan serta pengembangan prasarana dan sarana
Kantor Bersama Samsat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
bantuan dari instansi terkait pada Kantor Bersama Samsat.
b. Dalam perencanaan pembangunan Kantor Bersama Samsat terlebih
dahulu diadakan koordinasi/konsultasi antar instansi terkait.
4. Pengelolaan Bersama Kantor Samsat
Susunan keanggotaan Tim Pembina Samsat terdiri dari unsur
Departemen Dalam Negeri, Markas Besar kepolisian Negara Republik
Indonesia, Departemen Keuangan dan PT (Persero) Jasa Raharja. Biaya
Tim Pembina samsat dibebankan kepada biaya operasional melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi dan PT. (Persero) Jasa
5. Koordinator Samsat
Dalam mengatur teknis administrasi dan teknis operasional
ditetapkan koordinator Kantor Bersama Samsat. Anggota koordinator
tersebut diantaranya yaitu Dirlantas, Polda/Kabag Lantas, Polwil/Kasat
Lantas, Polwiltabes, dan Polres/Polresta.
Tugas pokok dari koordinator Samsat antara, lain yaitu:
a. Mengkoordinir ketiga instansi di luar kegiatan teknis
administrasi/teknis operasional masing-masing instansi.
b. Mengatur tata ruang kerja dan tata ruang kerja gedung Kantor Bersama
samsat
c. Menentukan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan guna menunjang
operasional Samsat.
d. Mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan kepada Tim Pembina
Samsat Daerah.
6. Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Terpadu mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Kantor Pendapatan Daerah di bidang
penyelenggaraan pelayanan terpadu, diantaranya adalah pemungutan Pajak
Kendaraan bermotor.
a. Pengertian
Berikut ini merupakan beberapa pengertian yang berhubungan dengan
pajak kendaraan bermotor secara langsung (http://www.jakarta.go.id):
jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.
2) Pemilik Kendaraan Bermotor adalah orang atau badan/badan hukum yang namanya tercantum di dalam Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
3) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak yang dipungut atas
pemilikan dan penguasaan kendaraan bermotor.
b. Obyek dan Subjek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor merupakan
objek pajak. Sedangkan orang pribadi atau badan yang memiliki dan
atau menguasai kendaraan bermotor menjadi subjek pajak.
Karena Pajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak yang bersifat
kebendaan maka tidak memperhatikan keadaan subjek pajak.
c. Sistem pemungutan
Sistem pemungutan yang berlaku pada Pajak Kendaraan Bermotor
pada dasarnya menganut sistem self assessment(penetapan pajak oleh wajib pajak sendiri). Dalam sistem ini wajib pajak harus aktif, sedang
fiskus dalam pelaksanaannya hanya memberi bimbingan, pengarahan
dan mengawasinya.
Keuntungan sistem ini bahwa wajib pajak dapat langsung mengontrol
pajaknya, kesalahan penetapan pajak dapat dengan mudah dikoreksi
E. Latar Belakang Wajib Pajak
Latar belakang wajib pajak dapat mempengaruhi sikap terhadap pelayanan
kantor Samsat. Faktor-faktor tersebut yaitu:
1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990: 204) adalah proses
mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses
pembuatan dan cara mendidik.
Pendidikan secara luas dapat didefinisikan sebagai proses dengan
metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,
pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dari
definisi ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses. Oleh
karenanya, pendidikan akan berlangsung terus menerus selama seseorang
itu hidup. Artinya, seseorang bisa saja memperoleh pendidikan tidak
secara formal, namun ia dapat memperolehnya melalui pengalaman dalam
kehidupannya.
Philip H. Coombs mengklasifikasikan pendidikan ke dalam tiga
bagian yaitu (Wens Tanlain, 1992: 43-44):
a. Pendidikan informal
b. Pendidikan formal
Pendidikan formal yang kita kenal dengan pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi). c. Pendidikan non formal
Pendidikan non formal sering disebut pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang secara teratur, terarah, disengaja, tetapi tidak selalu mengikuti peraturan yang ketat. Pendidikan non formal bersifat fungsional dan praktis yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja peserta didik yang berguna bagi usaha perbaikan taraf hidup mereka.
2. Jenis Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
penghasilan. Jenis pekerjaan dalam hal ini dibedakan menjadi beberapa
jenis (Biro Pusat Statistik, 1990: 18-20):
a. Pekerjaan pokok
Pekerjaan pokok adalah jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang sebagai sumber utama dari penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sifat pekerjaan ini adalah tetap.
b. Pekerjaan sampingan atau sambilan
Pekerjaan sampingan adalah pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan oleh seseorang sebagai pekerjaan tambahan untuk memperoleh penghasilan tambahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sifat dari pekerjaan sambilan ini adalah melengkapi pekerjaan pokok.
Jenis pekerjaan dalam hal ini dibedakan berdasarkan pekerjaan
pokok, yaitu jenis pekerjaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dan sifat dari pekerjaan ini adalah tetap. Pekerjaan
dikelompokkan dalam 9 (sembilan) golongan dan disesuaikan dari
pekerjaan terendah sampai tertinggi. Penggolongan pekerjaan tersebut
a. Golongan A
Pensiunan, tidak mempunyai pekerjaan tetap.
b. Golongan B
Buruh tani, buruh nelayan, penebang kayu.
c. Golongan C
Buruh tidak tetap, petani penyewa, tukang penarik becak.
d. Golongan D
Pembantu, penjual keliling, tukang cuci.
e. Golongan E
Artis atau seniman, montir, penjahit, supir bus atau colt, tukang listrik.
f. Golongan F
Pemilik bus atau colt, pengawas pengamanan, pemilik perusahaan atau
toko, pegawai negeri sipil, ABRI, pedagang,dan pegawai kantor.
g. Golongan G
ABRI tamtama sampai dengan bintara, kepala kantor pos cabang,
supervisor atau pengawas, pegawai negeri (Gol. A-ID), pegawai badan
hukum, manajer perusahaan kecil, guru SD.
i. Golongan H
Guru (SMP, SMU), perwira ABRI (Letda, Lettu, dan Kapten),
pegawai negeri (Gol. IIA-IID), wartawan, juru rawat, kepala sekolah.
j. Golongan I
Ahli hukum, ahli ilmu tanah, arsitek-dokter, dosen/guru besar, kepala
atau bupati, kontraktor besar, manajer perusahaan, gubernur, menteri,
pengarang, penerbang, insinyur.
3. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang
maupun barang baik dari pihak lain maupun hasil sendiri dengan jalan
dinilai sejumlah uang atau harga yang berlaku saat ini. Biro Pusat Statistik
(BPS) merinci pendapatan dalam 2 kategori sebagai berikut (Biro Pusat
Statistik, 1990: 24-26):
a. Pendapatan berupa uang
Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang
sifatnya regular dan yang diterimanya biasanya sebagian balas jasa
atau kontra prestasi. Pendapatan berupa uang yaitu pendapatan:
1) Gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja sampingan, kerja lembur.
2) Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha sendiri, komisi, penjualan dari kerajinan rumah.
3) Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah.
b. Pendapatan berupa barang
Pendapatan berupa barang adalah segala penghasilan yang sifatnya
regular dan biasa, tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterima
dalam bentuk barang atau jasa. Pendapatan berupa barang yaitu
pendapatan berupa:
1) Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentuk dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan rekreasi.
Sikap yang terjadi berbeda antara satu individu dengan individu
lainnya, walaupun stimulusnya sama dan disampaikan oleh orang yang
sama pula. Hal ini dapat terjadi karena tergantung dari individu itu sendiri,
apa yang hendak dipersepsikan dan diinterprestasikan, tetapi hal ini tidak
berarti sikap antara individu yang satu dengan individu yang lainnya tidak
mungkin terjadi kesamaan. Hal ini lebih tergantung pada proses di dalam
otak, dan faktor eksternal yang terjadi, seperti tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, dan tingkat pendapatan.
F. Penelitian yang Sesuai
Penelitian-penelitian sebelumnya yang sesuai dengan topik penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Cornelio Purwantini dan Ignatius Bondan
Suratno dengan judul “Analisis Perbedaan Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi
Terhadap Self Assesment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Latar Belakang Wajib Pajak” dalamAntisipasi, tahun 2004, Vol. 8, No. 1 (127-150). Dari penelitian ini ditunjukkan hasil sebagai berikut:
Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan ada perbedaan atau tidak ada perbedaan sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system pajak penghasilan berdasarkan tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Sampel yang diambil sebesar 250 orang di Kabupaten Sleman. Koesioner digunakan untuk mendapatkan data. Untuk menganalisis data digunakan metode Chi Square.
Dari penelitian ini ditunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sikap wajib
berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Sebaliknya, ada
perbedaan sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system pajak penghasilan berdasarkan jenis pekerjaan.
G. Kerangka Berpikir dan Hipotesis
Sikap adalah kecenderungan untuk memberikan tanggapan terhadap
rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku.
Sikap merupakan hasil proses belajar yang selalu berhubungan dengan suatu
objek. Jadi secara definitif, sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan
keadaan berpikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap
suatu objek yang diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara
langsung pada perilaku.
Secara keseluruhan sikap mempunyai tiga komponen yaitu: komponen
kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Ketiga sikap ini konsisten
satu sama lain. Jika kita mempengaruhi salah satu komponen maka komponen
lainnya akan berubah. Masing-masing komponen mempunyai pengaruh yang
berbeda-beda membentuk satu sikap menyeluruh sebagai tanggapan terhadap
rangsangan yang diterima. Demikian pula pengaruh sikap wajib pajak
terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat.
1. Perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama
Samsat berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan.
Pendidikan secara langsung maupun tidak langsung akan
permasalahan. Demikian pula dalam cara pandang wajib pajak terhadap
kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat. Dengan pelayanan yang sama,
wajib pajak yang memiliki tingkat pendidikan rendah diduga akan
bersikap positif terhadap pelayanan yang diberikan oleh Samsat, dan tidak
akan menuntut kebutuhan yang lebih akan pelayanan yang telah diberikan.
Lain halnya dengan wajib pajak berpendidikan tinggi, wajib pajak akan
cenderung bersikap negatif dengan pelayanan yang ada tersebut dan wajib
pajak biasanya menuntut kebutuhan akan pelayanan yang lebih baik.
Ha1: ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor
Bersama Samsat berdasarkan latar belakang tingkat pendidikan.
2. Perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama
Samsat berdasarkan latar belakang jenis pekerjaan.
Seseorang dengan latar belakang jenis pekerjaan yang mempunyai
penghasilan tetap dan mempunyai kedudukan tetap akan bersikap negatif
terhadap pelayanan yang diterima dari Kantor Bersama Samsat
dibandingkan dengan dengan mereka yang berpenghasilan tidak tetap. Hal
ini terutama menyangkut masalah tersedianya dana untuk dapat menuntut
pelayanan lebih. Selain itu pola hubungan dengan orang lain dalam status
pekerjaan memberikan penguat dalam bersikap terhadap petugas yang
memberikan pelayanan.
Ha2: ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor
3. Perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama
Samsat berdasarkan latar belakang tingkat pendapatan.
Orang yang mempunyai pendapatan tinggi, terbiasa dengan
tersedianya dana atau penghasilan yang mencukupi untuk menuntut
pelayanan lebih seperti yang diinginkan. Berbeda keadaannya dengan
orang yang berpenghasilan lebih rendah cenderung menerima apa adanya
pelayanan yang diberikan kepadanya. Jadi orang yang berpenghasilan
semakin tinggi akan bersikap negatif terhadap pelayanan yang diberikan
oleh aparat pemerintah.
Ha3: ada perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis berupa penelitian deskriptif yang
akan melihat perbedaan sikap wajib pajak terhadap kualitas pelayanan Kantor
Bersama Samsat yang disebabkan variabel tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
dan tingkat pendapatan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Bersama Samsat Blora dengan subjek
penelitian adalah masyarakat Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran,
Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada periode 20 Juli–20 Oktober 2007.
C. Objek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek adalah sikap wajib pajak
kendaraan bermotor terhadap kualitas pelayanan Kantor Bersama Samsat.
2. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah:
a. Orang