• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kontrol Tekanan Darah pada dengan Derajat Retinopati Hipertensif. 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Kontrol Tekanan Darah pada dengan Derajat Retinopati Hipertensif. 2013"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

HIPERTENSIF

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

PUSPA ANTIKA

NIM : 1110103000082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v Assalamu‟alaikum wr. wb.

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian ini yang berjudul “Hubungan Antara Kontrol Tekanan Darah dengan Derajat Retinopati Hipertensif” dapat dilakukan dengan baik, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak berkontribusi dalam pembuatan laporan penelitian ini, antara lain:

1. Prof. DR. (hc) dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Erfira Hermawan, SpM dan dr. Dede Moeswir, SpPD sebagai dosen pembimbing saya yang senantiasa membimbing, memberikan masukan dan arahan selama proses penelitian ini.

4. dr. Nida Farida, SpM dan dr.Achmad Zaki, M.Epid, SpOT selaku penguji saya yang telah memberikan banyak saran dan masukan yang membangun untuk laporan penelitian ini.

5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter 2010.

6. Dr. dr. Andri Maruli Tua Lubis, SpOT(K) selaku Kepala Bagian Penelitian RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Pak Ubay selaku staff Bagian Penelitian RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

(6)

vi

sayang dan dukungan kepada saya dalam proses penyusunan penelitian ini. 9. Teman-teman kelompok riset saya, Larisa Sabrina, Annisa Aulia Fitri, dan Almira Dwina, yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan dan saran selama penelitian ini.

10.Seluruh teman-teman PSPD 2010 dan seluruh sahabat saya yang senantiasa memberikan saran dan dukungan kepada saya dalam pembuatan penelitian ini.

11.Seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun untuk penelitian ini dapat disampaikan kepada penulis. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu‟alaikum wr. wb. .

Ciputat, 20 September 2013

(7)

vii

Puspa Antika. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Antara Kontrol Tekanan Darah pada dengan Derajat Retinopati Hipertensif. 2013.

Tujuan Untuk mengetahui hubungan derajat retinopati hipertensif yang merupakan bentuk progresivitas retinopati hipertensif dengan kontrol tekanan darah sebagai faktor yang berperan.

Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik menggunakan desain cross sectional dengan sampel 57 pasien retinopati hipertensif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Hasil Pasien terbanyak pada usia <60 tahun (57,9%) dengan rata-rata usia 55,05 tahun, lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (59,6%), hipertensi tidak terkontrol „;;o(63,2%), dan tidak merokok (73,7%). Pasien pada derajat I sebanyak 36,8%, derajat II 28,1%, derajat III 26,3% dan derajat IV 8,8%. Kontrol tekanan darah berhubungan dengan derajat retinopati hipertensif (p=0,005) dan hipertensi tidak terkontrol merupakan faktor resiko menderita retinopati hipertensif derajat sedang-berat. (RP 5,25 IK 95% 1,9-46,9).

Kesimpulan Kontrol tekanan darah berhubungan dengan derajat retinopati hipertensif dan hipertensi tidak terkontrol merupakan faktor resiko menderita retinopati hipertensif derajat sedang-berat.

Kata kunci: kontrol tekanan darah, derajat retinopati hipertensif

ABSTRACT

Puspa Antika. Medical Study Program. Relationship Between Blood Pressure Control with Hypertensive Retinopathy Grades. 2013.

Objectives To determine the relationship between hypertensive retinopathy grades as markers for hypertensive retinopathy progresivity and blood pressure control as a related factor.

Methods This research was a descriptive-analytic study used cross sectional design and the samples were 57 hypertensive retinopathy patients in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Results Most patients were younger than 60 years old and the average age was 55,05 years old. Most patients were male (59,6%), had uncontrolled hypertension (63,2%), and were not smoking (73,7%). 36,8% of all patients had grade I hypertensive retinopathy, 28,1% had grade II hypertensive retinopathy, 26,3% had grade III hypertensive retinopathy, and 8,8% had grade IV hypertensive retinopathy. Blood pressure control is related to hypertensive retinopathy grades (p=0,005), and uncontrolled hypertension is a risk factor in moderate-severe hypertensive retinopathy (RP 5,25 IK 95% 1,9-46,9)..

Conclusions Blood pressure control is related to hypertensive retinopathy grades and controlled hypertension is risk factor in moderate-severe hypertensive retinopathy.

(8)

viii

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.4.1. Tujuan umum... 3

1.4.2. Tujuan khusus ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

1.5.1. Manfaat Bagi Peneliti ... 3

1.5.2. Manfaat Bagi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ... 3

1.5.1. Manfaat Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Landasan Teori ... 5

2.1.1. Definisi Hipertensi ... 5

2.1.2. Klasifikasi Hipertensi ... 5

2.1.3. Epidemiologi Hipertensi ... 5

2.1.4. Etiologi dan Faktor Resiko Hipertensi ... 6

2.1.5. Patogenesis Hipertensi... 7

2.1.6. Diagnosis Hipertensi ... 9

2.1.7. Komplikasi Hipertensi ... 10

2.1.8. Retinopati Hipertensif ... 11

2.1.8.1. Definisi Retinopati Hipertensif ... 11

2.1.8.2. Epidemiologi Retinopati Hipertensif ... 11

2.1.8.3. Faktor Resiko Retinopati Hipertensif ... 11

2.1.8.4. Patogenesis dan Patofisiologi Retinopati Hipertensif ... 12

2.1.8.5. Diagnosis Retinopati Hipertensif ... 13

2.1.8.6. Klasifikasi Retinopati Hipertensif ... 13

2.1.8.7. Hubungan Kontrol Tekanan Darah dengan Tanda Mikro-vaskular Retinopati Hipertensif... 16

2.1.8.8. Hubungan Retinopati Hipertensif dengan Penyakit Kardiovaskular Lain ... 17

2.1.8.9. Pengobatan Retinopati Hipertensif ... 17

(9)

ix

3.1. Desain Penelitian ... 22

3.2. Tempat dan waktu penelitian ... 22

3.3. Populasi dan Sampel ... 22

3.4. Besar Sampel ... 22

3.5. Kriteria Sampel ... 23

3.5.1. Kriteria Inklusi... 23

3.5.2. Kriteria Eksklusi ... 24

3.6. Alur Penelitian ... 25

3.7. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

3.8. Managemen Data ... 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Analisis Univariat ... 28

4.1.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian ... 28

4.1.2 Gambaran Kelompok Usia dengan Retinopati Hipertensif ... 30

4.1.3 Gambaran Jenis Kelamin dengan Retinopati Hipertensif ... 32

4.1.4 Gambaran Kontrol Tekanan Darah dengan Retinopati Hipertensif ... 34

4.1.5 Gambaran Kebiasaan Merokok dengan Retinopati Hipertensif ... 35

4.2 Analisis Bivariat ... 37

4.3 Keterbatasan penelitian ... 40

BAB 5 PENUTUP ... 41

5.1 Simpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

5.2.1 Saran untuk Masyarakat Umum ... 42

5.2.2 Saran untuk Rumah Sakit ... 42

5.2.3 Saran untuk Peneliti Selanjutnya ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 47

(10)

x

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Berdasarkan JNC VII ... 5

Tabel 2.2. Etiologi Hipertensi Sistolik dan Diastolik ... 6

Tabel 2.3. Komplikasi Hipertensi ... 10

Tabel 2.4. Definisi Kontrol Tekanan Darah ... 16

Tabel 2.5. Penanganan Retinopati Hipertensif Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif...18

Tabel 2.6. Definisi Operasional Penelitian... 21

Tabel 4.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian ... 28

Tabel 4.2. Gambaran Kelompok Usia Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif ... 30

Tabel 4.3. Gambaran Jenis Kelamin Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif ... 32

Tabel 4.4. Gambaran Kontrol Tekanan Darah Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif ... 34

Tabel 4.5. Gambaran Kebiasaan Merokok Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif ... 35

Tabel 4.6. Hubungan Kontrol Tekanan Darah dengan Derajat Retinopati Hipertensif ... 37

(11)

xi

Gambar 2.1. Mekanisme Hipertensi ... 9

Gambar 2.2. Retinopati Hipertensif Ringan... 14

Gambar 2.3. Retinopati Hipertensif Sedang ... 15

Gambar 2.4. Retinopati Hipertensif Berat ... 15

Gambar 2.5. Kerangka Teori... 19

Gambar 2.6. Kerangka Konsep ... 20

(12)

xii

Grafik 4.1. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Kelompok

Usia ... 31

Grafik 4.2. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Jenis Kelamin . 33

Grafik 4.3. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Kontrol

Tekanan Darah ... 35

Grafik 4.4. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Kebiasaan

(13)

xiii

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit yang memiliki angka mortalitas yang tinggi di dunia. Peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian dan merupakan 12,8 % dari total seluruh kematian berdasarkan data

World Health Organization.1 Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus meningkat. Pada tahun 2000 terdapat 972 juta penderita hipertensi atau 26,4% dari populasi dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi 1,56 miliyar penderita atau sebesar 60% pada tahun 2025.2 Prevalensi peningkatan tekanan darah pada orang dewasa usia 25 tahun atau lebih yakni sekitar 40% pada tahun 2008, dengan jumlah penderita hipertensi tidak terkontrol meningkat dari 600 juta pada 1980 menjadi mendekati 1 milyar pada tahun 2008.3 Hipertensi di Indonesia pun memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi nasional mencapai 31,7%.4

Hipertensi berkaitan dengan beberapa komplikasi klinis seperti stroke, gagal jantung, infark miokard, gagal ginjal, Peripheral Vascular Disease (PVD), dan retinopati.5 Retinopati hipertensif merupakan tanda mikrovaskular yang berkembang sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Tanda retinopati hipertensif ini umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun.6 Beberapa penelitian menunjukan hubungan tekanan darah tinggi dengan kejadian retinopati hipertensif. Penelitian yang dilakukan oleh Setyowati menunjukan retinopati hipertensif ditemukan pada 87,5% pada pasien hipertensi esensial non diabetik di RSUP Dr. Kariadi Semarang.7

Penelitian lain pun menunjukan hasil yang serupa. Penelitian Besharati et al menunjukan 213 pasien hipertensi usia 25-85 tahun mengalami kejadian retinopati hipertensif sebesar 39,9% dengan prevalensi retinopati hipertensif pada pasien hipertensi ringan sebesar 25,5%, hipertensi sedang 34,5% dan hipertensi berat 84,6%.5 Namun penelitian Sharp et al menunjukan terdapat hubungan yang relatif lemah antara tekanan darah istirahat maupun ambulatory blood pressure

(15)

Derajat retinopati hipertensif menggambarkan progresivitas retinopati hipertensif. Setiap derajat retinopati hipertensif memiliki tanda-tanda mikrovaskular retina yang khas seperti penyempitan arteriolar general, persilangan arteri vena, penyempitan arteriolar fokal, cotton wool spots, dan perdarahan retina,6 serta berhubungan dengan indikator morbiditas dan mortalitas sistemik.9 Pada studi Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) yang dikutip oleh Wong dan Mclntosh menunjukan perdarahan retina dan cotton wool spots

yang terdapat pada retinopati hipertensif derajat III, memiliki resiko menderita

stroke sebanyak dua sampai empat kali dibandingkan pasien tanpa tanda-tanda retinopati hipertensif.9 Selain itu, berdasarkan penelitian Keith et al yang dikutip oleh Wong pada retinopati hipertensif derajat I, pasien yang dapat bertahan hidup selama 3 tahun sebanyak 70% sedangkan pada retinopati hipertensif derajat IV hanya 6% .10

Kontrol tekanan darah merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan progresivitas retinopati hipertensif. Beaver Dam Eye Study menunjukan pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol cenderung mengalami perkembangan retinopati hipertensif daripada pasien dengan tekanan darah terkontrol.10 Penelitian Wong et al juga menunjukan terdapat hubungan antara tekanan darah tidak terkontrol dengan tanda abnormalitas mikrovaskular retina.11 Namun pada penelitian Klein et al, prevalensi blot hemorrhage lebih besar pada pasien hipertensi terkontrol daripada hipertensi tidak terkontrol, dan hipertensi terkontrol memiliki resiko paling tinggi mengalami blot hemorrhage diantara pasien hipertensi tidak terkontrol maupun pasien hipertensi yang tidak mendapatkan terapi. 10

(16)

1.2 Rumusan masalah

Berdasakan latar belakang masalah tersebut, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara kontrol tekanan darah dengan derajat retinopati hipertensif?

1.3 Hipotesis

Kontrol tekanan darah berhubungan dengan derajat retinopati hipertensif.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara kontrol tekanan darah dengan derajat retinopati hipertensif.

1.4.2. Tujuan khusus

 Mengetahui karakteristik umum subjek penelitian.

 Melihat distribusi kelompok usia, jenis kelamin, kontrol tekanan darah dan kebiasaan merokok berdasarkan derajat retinopati hipertensif.

 Melihat gambaran derajat retinopati hipertensif berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, kontrol tekanan darah dan kebiasaan merokok.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti :

 Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan Dokter.

 Menambah pengetahuan mengenai hubungan kontrol tekanan darah dengan derajat retinopati hipertensif.

1.5. 2 Manfaat Bagi Pihak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

(17)

1.5.3 Manfaat Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta :

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Hipertensi

Berdasarkan The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan diastolik ≥90 mmHg.12

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)

membuat klasifikasi tekanan darah, yaitu :

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII12

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik

(mmHg)

Tekanan Darah Diastolik

(mmHg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Stage 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Stage 2 ≥160 atau ≥100

2.1.3 Epidemiologi Hipertensi

Berdasarkan hasil National Health and Nutrition Examination Survey

(19)

2.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko Hipertensi

Hipertensi memiliki beberapa etiologi, tetapi sekitar 90% merupakan hipertensi primer atau esensial yang tidak diketahui penyebabnya. Pada kasus hipertensi sekunder, beberapa mekanisme yang mendasarinya telah diidentifikasikan dan beberapa penyebab spesifik telah banyak ditemukan.15

Tabel 2.2. Etiologi Hipertensi Sistolik dan Distolik15 Primer, esensial, atau idiopatik

Penyebab yang telah diketahui (sekunder)

Renal

Penyakit parekimal renal Glomerulonefritis akut Nefritis kronik Penyakit polikistik Nefropati diabetik Hidronefrosis Penyakit renovaskular

Renoprival: stenosis arteri renalis dan penyebab lain iskemia renal

Renin-producing tumors

Endokrin Akromegali

Hipotiroidisme dan hipertiroidisme Hiperkalsemia (hiperparatiroidisme) Gangguan adrenal dan gangguan kortikal Sindrom Cushing

Aldosteronisme primer Hiperplasia adrenal kongenital

Medullary tumors: pheochromocytoma Extra-adrenal chromaffin tumors

Defisiensi atau inhibisi enzim 11-β-hidroksisteroid dehidrogenase Estrogen, glukokortikoid dan mineralokortikoid

Simpatomimetik Eritropoietin

Makanan yang mengandung tiramin dengan inhibitor monamine oksidase

Aorta coarctation dan aortitis Kehamilan

Peningkatan volume intravaskular (polycythemia) Alkohol, nikotin. siklosporin, tacrolimus

(20)

a. Usia. Tekanan darah sistolik meningkat secara progresif seiring dengan bertambahnya usia. Orang berusia lanjut dengan hipertensi memiliki resiko tinggi penyakit kardiovaskular.15

b. Obesitas.Obesitas dan peningkatan berat badan merupakan faktor resiko yang kuat terjadinya hipertensi, dan diperkirakan 60% pasien hipertensi memiliki berat badan berlebih sebanyak 20%.

c. Asupan garam, kalsium, dan potassium. Prevalensi hipertensi berhubungan dengan asupan garam dan kalsium. Selain itu, asupan potasium yang rendah juga berperan dalam resiko terjadinya hipertensi.

d. Faktor resiko lainnya seperti konsumsi alkohol, stress psikososial dan aktivitas fisik yang rendah juga berkontribusi terhadap hipertensi.13

Hipertensi merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik yakni sekitar 30–50% variasi tekanan darah diturukan. Beberapa studi juga menunjukan hipertensi lebih banyak terjadi pada individu yang memiliki riwayat keluarga positif. Hipertensi sebelum usia 55 tahun terjadi 3-8 kali lebih sering pada orang dengan riwayat hipertensi pada keluarga. Hipertensi ini diturunkan secara herediter sekitar 60% pada laki-laki dan 30–40% pada wanita. 13,14

2.1.5 Patogenesis Hipertensi

Tekanan darah arterial ditentukan oleh curah jatung (cardiac output) dan resistensi perifer. Curah jantung sendiri ditentukan oleh volume sekuncup (stroke volume) dan heart rate. Stroke volume berhubungan dengan kontraktilitas miokardium dan ukuran kompartemen vaskular. Resistensi perifer ditentukan oleh perubahan fungsional dan anamomis dari ukuran lumen arteri-arteri kecil dan arteriol, serta viskositas darah.13,14 Hipertensi terjadi akibat adanya abnormalitas dari komponen-komponen tersebut,15 dan melibatkan beberapa faktor, antara lain:

a. Volume intravaskular

(21)

meningkat dan curah jantung kembali normal.13 Peningkatan curah jantung ini terjadi melalui peningkatan volume cairan (preload) atau peningkatan kontraktilitas akibat stimulasi saraf dari jantung.15

b. Sistem saraf otonom

Sistem saraf otonom menjaga homeostasis kardiovaskular melalui tekanan darah, volume darah, dan sinyal kemoreseptor. Refleks adrenergik memodulasi tekanan darah pada jangka waktu singkat sedangkan fungsi adrenergik bersama faktor hormonal berkontribusi terhadap pengaturan tekanan arteri dalam jangka waktu lama. Beberapa refleks dapat memodulasi tekanan darah dengan segera melalui perangsangan barorefleks arterial yang berada di sinus karotis dan lengkung aorta sehingga menyebabkan tekanan darah arterial berfluktuasi ketika perubahan posisi, stress fisiologis dan perilaku, serta perubahan volume darah. Pada orang dengan berat badan normal maupun obesitas, hipertensi dihubungkan dengan peningkatan aktivitas simpatis. Sympathetic outflow

pada penderita hipertensi lebih tinggi daripada individu normotensif.13 c. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (SRAA)

(22)

d. Mekanisme vaskular

Pada pasien hipertensi, perubahan struktural, mekanik, dan fungsional dapat menurunkan diameter lumen dari arteri-arteri kecil dan arteriol. Hipertrofi vaskular yang meliputi peningkatan jumlah sel dan peningkatan deposisi matriks interseluler, berkontribusi dalam peningkatan resistensi vaskular. Diameter lumen juga berhubungan dengan elastisitas pembuluh darah. Pasien hipertensi memiliki pembuluh arteri yang kaku dan pasien arteriosklerosis biasanya memiliki tekanan darah sistolik yang tinggi. Selain itu, zat-zat vasoaktif yang dikeluarkan oleh endotel vaskular berperan dalam pengaturan tekanan darah, termasuk nitric oxide yang merupakan vasodilator. Pada pasien hipertensi, mekanisme vasodilatasi ini terganggu.13

Beberapa faktor lain seperti genetik yang menyebabkan perubahan pada membran sel dan obesitas yang berkaitan dengan hiperinsulinemia, juga berperan dalam proses terjadinya hipertensi. 15

Gambar 2.1. Mekanisme Hipertensi15

2.1.6 Diagnosis Hipertensi

Berdasarkan the Seventh Report of the Joint National Committee (JNC 7)

(23)

pasien didiagnosis hipertensi jika mendapatkan terapi antihipertensi atau memiliki tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan diastolik ≥90 mmHg. Pemeriksaan tekanan darah secara sederhana dapat dilakukan dengan teknik Korotkoff dan sampai saat ini masih banyak digunakan. 12,14

Secara klinis, hipertensi didefinisikan sebagai derajat tekanan darah yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas sehingga membutuhkan terapi untuk menurunkan tekanan darah. Kriteria klinis hipertensi saat ini berdasarkan rata-rata pembacaan tekanan darah sebanyak dua kali atau lebih pada dua atau lebih outpatient visits.13

2.1.7 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi yang tidak ditangani dapat meningkatkan disabilitas dini dari penyakit kardiovaskular. Hipertensi menyebabkan kerusakan arteri sehingga dapat meyebabkan kerusakan pada beberapa organ, seperti jantung, otak, ginjal, mata, dan organ lainnya.13

Komplikasi hipertensi dapat berupa komplikasi hipertensif yang disebabkan kenaikan tekanan darah langsung dan komplikasi aterosklerotik yang memiliki beragam penyebab dengan hipertensi berperan di dalamnya.15

Tabel 2.3. Komplikasi Hipertensi15

Sumber: Norman M. Kaplan,2006

Berdasarkan data epidemiologis studi Framingham, hipertensi dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular seperti: infark miokard, angina pektoris, kematian mendadak, kematian koroner lain serta penyakit arteri perifer. 15

Komplikasi hipertensif

(24)

Hipertensi juga berefek terhadap struktur dan fungsi dari mata. Bagian mata yang terkena meliputi retina, koroid, dan nervus optikus, yang kemudian mengalami perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap kenaikan tekanan darah sehingga bermanifestasi sebagai retinopati hipertensif, koroidopati hipertensif, dan neuropati optik hipertensif.6

2.1.8 Retinopati Hipertensif

2.1.8.1. Definisi Retinopati Hipertensif

Retinopati hipertensif merupakan tanda mikrovaskular retina yang berkembang sebagai respon terhadap kenaikan tekanan darah.6

2.1.8.2. Epidemiologi Retinopati Hipertensif

Tanda-tanda perubahan mikrovaskular pada retinopati hipertensif biasanya tampak pada orang dewasa berusia ≥40 tahun meskipun tanpa riwayat diabetes maupun hipertensi. Berdasarkan the Beaver Dam Eye study yang dikutip oleh Grosso et al, berbagai macam tanda mikrovaskular retina dilaporkan memiliki prevalensi dan insidensi sebanyak 2–15%.17 Penelitian Klein dan Leiden yang dikutip oleh Wong menunjukkan insidensi berbagai tanda retinopati selama periode 5-7 tahun sekitar 6-10%.18

2.1.8.3. Faktor Resiko Retinopati Hipertensif

Beberapa studi menunjukkan hubungan kuat antara hipertensi dengan munculnya tanda-tanda retinopati hipertensif. Riwayat hipertensi berhubungan dengan tanda-tanda retina yang spesifik yaitu penyempitan arteriolar retina dan

arteriovenous nicking yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah

kronis.11 Tanda-tanda lain seperti penyempitan fokal arteriolar, perdarahan retina, mikroaneurisma, dan cotton-wool spots lebih menunjukan keparahan dari hipertensi akut.11,18

(25)

orang yang mengkonsumsi alkohol, kolesterol total yang tinggi, dan HDL rendah.18

Menurut penelitian yang dlakukan Setyowati, jenis kelamin, rokok, HDL, LDL, mikroalbuminuria dan asam urat merupakan faktor resiko kejadian retinopati hipertensif pada hipertensi non diabetik, dengan LDL, asam urat, dan mikroalbuminuria merupakan faktor resiko penentu atau paling berperan bermakna terhadap kejadian retinopati hipertensif. 7

2.1.8.4 Patogenesis dan Patofisiologi Retinopati Hipertensif

Gambaran retinopati hipertensif muncul ditentukan oleh derajat peningkatan tekanan darah dan keadaan dari arteriol retina. Patofisiologi yang mendasari retinopati hipertensif dapat dibagi menjadi beberapa tahap, antara lain:

a. Stadium vasokonstiktif. Respon awal dari sirkulasi retina terhadap peningkatan tekanan darah adalah vasospasme dan peningkatan tonus vasomotor, yang bermanifestasi klinis sebagai penyempitan arteriolar retina general.6,14

b. Stadium sklerotik. Peningkatan tekanan darah secara persisten menyebabkan perubahan sklerotik kronik berupa penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding bagian media dan degenerasi hialin. Pada tahap ini terjadi penyempitan arteriolar difus atau fokal yang lebih parah, penekanan venula oleh arteriola yang disebut persilangan arteri-vena (arteriovenous nicking /arteriovenous nipping), dan peningkatan refleks cahaya arteriolar (arteriolar opacification/copper wiring).14

(26)

d. Pada tekanan darah tinggi yang parah (malignant hypertension) dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan iskemia nervus optikus sehingga terjadi pembengkakan diskus optikus (papilloedema). 6,19

Mekanisme lain yang menjelaskan hubungan tekanan darah dengan tanda retinopati hipertensif antara lain : inflamasi, disfungsi endotel dan angiogenesis.6

2.1.8.5. Diagnosis Retinopati Hipertensif

Retinopati hipertensi dapat dideteksi dengan menggunakan oftalmoskop, yang merupakan bagian dari evaluasi standar pasien dengan hipertensi. Hal ini didukung oleh laporan dari the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC), yang memasukan retinopati sebagai salah satu tanda kerusakan target organ akibat hipertensi.12

Kelainan pembuluh darah yang dapat ditemukan pada pemeriksaan oftalmoskop yakni berupa penyempitan arteriolar fokal maupun general, percabangan pembuluh darah tajam, gambaran crossing, atau sklerosis pembuluh darah. Pada penyempitan pembuluh darah, arteriol retina akan tampak berwarna lebih pucat, kaliber arteriol menjadi lebih kecil atau irregular dan terlihat percabangan arteriol tajam. Sklerosis arteriol akan tampak sebagai gambaran

copper wire, silver wire, sheating, dan crossing arteri-vena. Perdarahan atau eksudat retina pada makula menyebabkan gambaran star figure. Gambaran eksudat retina juga berupa cotton wool patches yang merupakan edema saraf retina akibat mikroinfark arteriol.20

2.1.8.6. Klasifikasi Retinopati Hipertensif

Berdasarkan klasifikasi Keith-Wargener-Barker, tanda-tanda retinopati hipertensif diklasifikasikan secara klinis menjadi 4 stadium berdasarkan tingkat keparahannya yaitu:

a. Derajat I : penyempitan general ringan atau sklerosis dari arteriol. b. Derajat II : penyempitan fokal arteriol, persilangan arteri-vena, refleks

(27)

c. Derajat III: derajat II ditambah oedema retina, gambaran cotton-wool spots, perdarahan retina, dan hard exudates.

d. Derajat IV: seperti derajat IV dengan pembengkakan diskus optikus (papilloedema).17,21

Pembuatan klasifikasi ini berdasarkan meninggalnya penderita dalam waktu 8 tahun. Pada retinopati hipertensif derajat I ini jumlah pasien yang meninggal dunia selama peiode 8 tahun yakni sebanyak 4%, retinopati hipertensif derajat II 20%, retinopati hipertensif derajat III 80% dan retinopati hipertensif derajat IV sebanyak 98%.20

Menurut Wong dan Mitchell, retinopati hipertensif derajat I dan II sebagai stadium awal retinopati hipertensif sulit untuk dibedakan, serta derajat retinopati hipertensif ini tidak selalu berhubungan dengan keparahan hipertensi, sehingga dibuatlah klasifikasi 3 derajat retinopati hipertensif, yaitu :

a. Retinopati ringan (mild retinopathy) : penyempitan arteriolar,

arteriovenous nipping, dan arteriolar wall opacification.

b. Retinopati sedang (moderate retinopathy) : gambaran cotton-wool spots,

hard exudates, mikroaneurisma, dan perdarahan dengan gambaran flame-shaped/blot-shaped.

c. Retinopati berat (severe retinopathy) : tanda-tanda retinopati seperti derajat sebelumnya dengan pembengkakan diskus optikus (papilloedema).18

Gambar 2.2. Retinopati Hipertensif Ringan*18

*Gambaran arteriovenous nicking (panah hitam gambar A), penyempitan fokal (panah putih gambar A), gambaran copper wiring dari reflek cahaya sentral arteriol (panah putih gambar B)

(28)

Gambar 2.3. Retinopati Hipertensif Sedang*18

*Gambaran perdarahan retina (panah hitam gambar C), gambaran cotton-wool spot

(panah putih gambar C dan D), dan arteriovenous nicking (panah hitam gambar D).

Gambar 2.4. Retinopati Hipertensif Berat*18

*Gambaran cotton-wool spots yang multiple (panah putih), perdarahan retina (panah hitam), dan pembengkakan diskus optikus terlihat.

Selain itu, terdapat klasifikasi retinopati hipertensif berdasarkan Scheie yang mendefinisikan perubahan hipertensif dan arteriosklerotik secara terpisah, antara lain:

a. Stadium 1 : penyempitan setempat pembuluh arterial.

b. Stadium 2 : penyempitan arterial dengan irregularitas fokal disertai perubahan refleks cahaya.

c. Stadium 3 : stadium 2 disertai copper wiring, terbentuk eksudat dan perdarahan retina akibat tekanan darah diastol di atas 120 mmHg, kadang-kadang muncul keluhan penglihatan berkurang.

d. Stadium 4.: stadium 3 disertai silver wiring dan papiloedema. Pada stadium ini terdapat keluhan penglihatan menurun dan tekanan darah diastol umumnya lebih dari 150 mmHg.20,21

(29)

2.1.8.7. Hubungan Kontrol Tekanan Darah dengan Tanda Mikrovaskular Retinopati Hipertensif

Definisi pasien dengan tekanan darah tidak terkontrol adalah pasien hipertensi yang tekanan darahnya tetap meningkat walaupun telah diberikan obat antihipertensi.9 Berdasarkan studi oleh Thomas J. Wang, definisi kontrol tekanan darah bervariasi sesuai guideline yang digunakan,22 seperti yang tertera pada tabel berikut :

Tabel 2.4. Definisi Kontrol Tekanan Darah22

Tahun Tanpa Diabetes (mmHg) Dengan diabetes (mmHg)

JNC 6 1997 <140/90 <130/85

JNC 7 2003 <140/90 <130/80

HEDIS 2000-2004 ≤140/90 ≤140/90

ADA*/NKF** 2003 …. <130/80

ESH***/ESC**** 2003 <140/90 <130/85

*ADA = American Diabetes Association **NKF = National Kidney Foundation ***ESH = European Society of Hypertension, ****ESC = European Society of Cardiology

Studi Beaver Dam Eye menunjukan subjek tanpa diabetes yang memiliki tekanan darah tidak terkontrol meskipun telah mendapatkan terapi antihipertensi, lebih banyak mengalami penyempitan arteriolar fokal dan persilangan arteri-vena daripada pasien yang memiliki tekanan darah terkontrol.10

(30)

2.1.8.8. Hubungan Retinopati Hipertesif dengan Penyakit Kardiovaskular Lain Beberapa penelitian menunjukan hubungan retinopati hipertensif dengan penyakit kardiovaskular lain, yaitu stroke dan penyakit jantung koroner. Pada Studi the Cardiovascular Health, setelah peningkatan tekanan darah dan faktor resiko dikontrol, menunjukan bahwa pasien dengan tanda-tanda retinopati seperti perdarahan retina, mikroaneurisma, dan cotton-wool spots memiliki riwayat stroke dua kali lebih banyak daripada individu yang tidak memiliki tanda-tanda tersebut.9

Studi The Atherosclerosis Risk in Communities menunjukkan beberapa tanda retinopati seperti perdarahan retina, mikroaneurisma, dan cotton-wool spots

berhubungan dengan resiko stroke yang baru didiagnosis. Studi ini juga menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif. 25

Berdasarkan penelitian Duncan BB et al pada 560 pria dengan hipertensi dan hiperlipidemia, adanya retinopati hipertensif memprediksikan meningkatnya resiko penyakit jantung koroner.26

2.1.8.9. Pengobatan Retinopati Hipertensif

Penanganan retinopati meliputi terapi hipertensi yang tepat.27 Beberapa studi eksperimental dan clinical trials juga menunjukkan tanda-tanda retinopati hipertensif berkurang dengan pengontrolan tekanan darah. 28

(31)

Tabel 2.5. Penanganan Retinopati Hipertensif berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif28

Derajat Hubungan dengan Sistemik Penanganan

Ringan

(Derajat I dan II)

Hubungan yang lemah sampai sedang dengan stroke, penyakit jantung iskemik dan mortalitas kardiovaskular

Penanganan rutin

Pemantauan tekanan darah.

Sedang (Derajat III)

Hubungan kuat dengan stroke gangguan kognitif, gagal jantung kongestif, disfungsi renal, dan mortalitas kardiovaskular.

Penanganan oleh tim medis

Diabetes exclude

Indikasi terapi hipertensi dan faktor-faktor resiko lain.

Berat

(32)
(33)

2.3 Kerangka Konsep

Variabel terikat

Variabel bebas

Variabel perancu yang tidak dikontrol

Variabel perancu yang dikontrol dengan restriksi

Gambar 2.6. Kerangka Konsep

Derajat

Retinopati

hipertensif

Kontrol tekanan darah

Hiperglikemia dan Diabetes Melitus

Usia Jenis Kelamin

Merokok Indeks

Massa Tubuh

(34)

2.4. Definisi Operasional

Tabel 2.6. Definisi Operasional Penelitian

N o.

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

(35)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain penelitian potong lintang atau cross sectional untuk mengetahui hubungan antara kontrol tekanan darah dengan derajat retinopati hipertensif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama bulan Juni 2013 sampai dengan Juli 2013.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah pasien retinopati hipertensif. Populasi terjangkau penelitian ini yakni pasien retinopati hipertensif yang berobat ke Poli Mata RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2010-2013.

3.3. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah rekam medik pasien retinopati hipertensif yang berobat ke Poli Mata RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun 2010-2013. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

consecutive sampling.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel penelitian analisis kategorik tidak berpasangan dengan desain penelitian potong lintang, yakni sebagai berikut:29,30

(36)

Keterangan:

Zα = deviat baku alpha

Zβ = deviat baku beta

P1-P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna

P2 = Proporsi pada kelompok dengan faktor resiko negatif atau kontrol. Q2 = 1-P2

Peneliti menetapkan kesalahan tipe I sebesar 5% dengan hipotesis dua arah, sehingga nilai Zα= 1,96, dan kesalahan tipe II sebesar 20% dengan Zβ= 0,84. P2 yang didapatkan dari kepustakaan yaitu 0,069.11 Proporsi minimal yang dianggap bermakna sebesar 20%, maka P1-P2 = 0,2 sehingga P1=

Dengan demikian, jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 57 orang.

3.5. Kriteria Sampel

3.5.1 Kriteria Inklusi

 Pasien retinopati hipertesif yang diagnosis dokter spesialis mata yang memeriksa.

(37)

 Pasien memiliki rekam medik yang mencantumkan diagnosis kontrol tekanan darah atau telah mendapatkan terapi antihipertensi dan memiliki data tekanan darah.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

 Pasien dengan riwayat atau didiagnosis diabetes melitus oleh dokter pemeriksa.

 Pasien dengan hiperglikemia berdasarkan pemeriksaan laboratorium.

(38)

3.6. Alur penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Persiapan penelitian

Menyaring seluruh rekam medis pasien retinopati hipertesif dengan kriteria inklusi: memiliki riwayat hipertensi, memiliki rekam medik yang mencantumkan diagnosis kontrol tekanan darah atau telah mendapatkan terapi antihipertensi dan memiliki data tekanan darah.

.

Kriteria eksklusi

 Pasien dengan riwayat atau didiagnosis diabetes melitus oleh dokter pemeriksa.

 Pasien dengan hiperglikemia berdasarkan pemeriksaan laboratorium.

Rekam medis memenuhi kriteria (57 sampel)

Kesimpulan Analisis penelitian Melihat data kontrol tekanan pada rekam medis

Tekanan darah tidak terkontrol

Tekanan darah terkontrol

Mengelompokan berdasarkan derajat retinopati hipertensif

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

(39)

3.7. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

 Variabel bebas atau independen pada penelitian ini adalah kontrol tekanan darah.

 Variabel terikat atau dependen pada penelitian ini adalah derajat retinopati hipertensif.

 Variabel perancu yang dikontrol dengan restriksi adalah diabetes mellitus dan hiperglikemia.

 Variabel perancu yang tidak dikontrol adalah usia, jenis kelamin, merokok, Indeks Massa Tubuh, dan dislipidemia.

3.8. Managemen Data

Data dari rekam medis yang telah terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam program SPSS untuk diolah. Tahapan-tahapan pengolahan data penelitian ini antara lain: memeriksa seluruh data yang telah terkumpul atau editing, memberi kode untuk data rekam medis atau coding, kemudian data rekam medis dimasukkan sesuai kode yang telah ditentukan sebelumnya sehingga data dasar terbentuk atau entry, selanjutnya mengelompokan dan mengurutkan data, sehingga pada tahap selanjutnya data-data tersebut dapat dianalisis.

 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan dengan melihat karakteristik umum subjek penelitian, dan gambaran usia, jenis kelamin, kontrol tekanan darah, serta kebiasaan merokok berdasarkan derajat retinopati hipertensif, serta melihat gambaran derajat retinopati hipertensif berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, kontrol tekanan darah dan kebiasaan merokok

 Analisis Bivariat

(40)

terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.29,31 Selain itu akan ditentukan rasio prevalens (RP) jika uji statistik menunjukan hasil yang bermakna atau terdapat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, serta ditentukan interval kepercayaan (IK).

RP ditentukan sebagai estimasi resiko relatif pada penelitian cross sectional, dan dapat dihitung dengan cara formula:

RP = a/(a+b) : c/(c+d)

a/(a+b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai faktor resiko yang mengalami efek.

c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor resiko yang mengalami efek.

(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian ini diambil dari Bagian Rekam Medis Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan melihat data rekam medis pasien retinopati hipertensif yang berobat pada tahun 2010 sampai 2013 dan memenuhi kriteria.

Jumlah total sampel yang diambil yakni sebanyak 57 sampel dengan metode pengambilan sampel consecutive sampling.

4.1. Analisis Univariat

Pada penelitian ini dilakukan analisis univariat untuk melihat gambaran distribusi frekuensi pada variabel-variabel yang diteliti. Adapun hasil analisis univariat pada penelitian ini akan dijelaskan pada sub-bab berikut ini.

4.1.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Tabel 4.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Interval Rerata

(tahun)

(42)

penelitian Besharati et al yang menunjukan pasien retinopati hipertensif memiliki rentang usia antara 25 sampai 85 tahun.5 Hasil rerata usia pada penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dikutip oleh Wong, yaitu tanda-tanda perubahan mikrovaskular pada retinopati hipertensif umumnya tampak pada usia 40 tahun atau lebih.21 Hal ini berhubungan dengan persentase orang dewasa yang menderita hipertensi meningkat pada usia diatas 40 tahun.32

Pasien paling banyak pada kelompok usia <60 tahun yaitu sebesar 57,9% dan jumlahnya menurun sejalan dengan bertambahnya usia, serta paling sedikit

pada kelompok usia ≥80 tahun dengan persentase 1,8%. Hasil ini berbeda dengan penelitian Liew et al dan Wang et al yang menunjukan pasien dengan tanda

mikrovaskular retina paling banyak pada usia ≥80 tahun, dan jumlahnya

meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.33,34 Perbedaan hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya disebabkan oleh perbedaan gambaran prevalensi hipertensi di Indonesia dengan di negara lain. Kejadian hipertensi di Indonesia meningkat antara usia 35 sampai 55 tahun dan mengalami penurunan pada usia lebih dari 64 tahun.35 Penurunan jumlah pasien yang berusia lanjut berkaitan dengan angka harapan hidup di Indonesia, yaitu sekitar 67,8 tahun.36

Pasien retinopati hipertensif pada penelitian ini lebih banyak laki-laki daripada perempuan, yaitu 59,6% pasien laki-laki dan 40,4% pasien perempuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Chao et al yang menunjukan retinopati hipertensif lebih banyak terjadi pada laki-laki dan terdapat hubungan antara jenis kelamin laki-laki dengan retinopati hipertensif.37 Namun, hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh TY Wong et al yang menunjukan retinopati hipertensif lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, yaitu sebanyak 60%.11 Banyaknya retinopati hipertensif pada pasien laki-laki berhubungan dengan tingginya rata-rata tekanan darah laki-laki dibandingkan perempuan akibat perempuan dapat mentoleransi peningkatan tekanan darah lebih baik.14

(43)

mikrovaskular retina lebih banyak memiliki tekanan darah tidak terkontrol daripada yang terkontrol.34 Hipertensi tidak terkontrol memilki resiko tinggi mengalami tanda-tanda abnormalitas mikrovaskular retina.23

Gambaran derajat retinopati hipertensif pada penelitian ini yaitu 36,8% pasien menderita retinopati hipertensif derajat I, 28,1% menderita retinopati hipertensif derajat II, 26,3% menderita retinopati hipertensif derajat III, dan 8,8% menderita retinopati hipertensif derajat IV. Hasil ini sejalan dengan penelitian Besharati et al yang menunjukan pasien retinopati hipertensif paling banyak berada derajat I yaitu sebesar 42,4%, kemudian retinopati hipertensif derajat II 35,3%, retinopati hipertensif derajat III 20% dan retinopati hipertensif derajat IV sebesar 2,3%.5

Selain itu, gambaran kebiasaan merokok sebagai faktor resiko terjadinya retinopati hipertensif37 menunjukan 26,3% pasien retinopati hipertensif memiliki kebiasaan merokok dan 73,7% pasien tidak memiliki kebiasaan merokok. Hasil ini sejalan dengan penelitian Susie Setyowati, yang menunjukan pasien retinopati hipertensif dengan kebiasaan merokok (15,6%) lebih sedikit daripada pasien yang tidak merokok (84,4%).7

4.1.2. Gambaran Kelompok Usia dengan Derajat Retinopati Hipertensif

Tabel 4.2. Gambaran Kelompok Usia Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif

Kelompok usia (tahun)

Retinopati Hipertensif

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

n % n % n % n %

<60 11 52.4 8 50.0 9 60.0 5 100

61-69 5 23.8 6 37.5 5 33.3 0 0

70-79 4 19.0 2 12.5 1 6.7 0 0

≥80 1 4.8 0 0 0 0 0 0

(44)

dan 50% pada derajat II), serta jumlah pasien menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Hasil ini berbeda dengan penelitian Liew et al dan Wang et al yang menunjukan penyempitan arteriolar retina dan persilangan arteri-vena ringan (tanda mikrovaskular retina pada derajat I dan II) semakin banyak terjadi sejalan dengan bertambahnya usia.33,34 Hasil tersebut didukung oleh penelitian Leung et al yang menunjukan diameter pembuluh darah retina mangalami penurunan seiring bertambahnya usia.38 Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup di Indonesia yaitu 67,8 tahun, sehingga jumlah pasien pada usia lanjut menjadi semakin kecil.

Pada pasien retinopati hipertensif derajat III paling banyak pada kelompok usia <60 tahun (60%) dan paling sedikit pada usia 70-79 tahun (3.3%), sedangkan pasien retinopati hipertensif derajat IV hanya terdapat pada kelompok usia <60 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Henderson et al yang menunjukan pasien dengan retinopati hipertensi derajat III atau IV memilki interval usia 21-62 tahun atau lebih muda dibandingkan dengan pasien tanpa retinopati hipertensif derajat III atau IV. Banyaknya pasien retinopati IV yang berusia muda dikaitkan dengan tingginya mortalitas pada derajat tersebut.39

Grafik 4.1. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Kelompok Usia

Grafik 4.1 memperlihatkan pada kelompok usia <60 tahun masih terdapat derajat retinopati hipertensif derajat I sampai IV, sedangkan pada kelompok usia

(45)

selanjutnya tidak terdapat retinopati hipertensif derajat IV. Pada kelompok usia 70-79 tahun, semakin tinggi derajat retinopati hipertensif maka semakin sedikit

jumlah pasien, dan pada kelompok usia ≥80 tahun hanya terdapat pasien retinopati

hipertensif derajat I.

Gambaran grafik di atas dapat dikaitkan dengan gambaran harapan hidup pasien yang semakin menurun sejalan dengan bertambahnya derajat retinopati hipertensif. Semakin tinggi derajat retinopati hipertensif maka menunjukan semakin parah hipertensi yang diderita pasien.21Berdasarkan penelitian Keith et al yang dikutip oleh Tien Yin Wong pada retinopati hipertensif derajat I, pasien yang dapat bertahan hidup selama 3 tahun sebanyak 70% sedangkan pada retinopati hipertensif derajat IV hanya 6%, dengan jumlah pasien yang meninggal dunia selama periode 8 tahun meningkat sejalan dengan peningkatan derajat retinopati hipertensif .10,20

4.1.3. Gambaran Jenis Kelamin dengan Derajat Retinopati Hipertensif

Tabel 4.3. Gambaran Jenis Kelamin Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif

Jenis Kelamin

Retinopati Hipertensif

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

N % n % n % n %

Perempuan 5 23.8 7 43.8 8 53.3 3 60.0

Laki-laki 16 76.2 9 56.2 7 46.7 2 40.0

Tabel 4.3 menunjukan retinopati hipertensif derajat I dan II lebih banyak dialami pasien laki-laki yaitu sebanyak 76,2% pada derajat I dan 56,2% pada derajat II. Retinopati hipertensif derajat III dan IV lebih banyak dialami pasien perempuan, yaitu sebanyak 53,3% pada derajat III dan 60% pada derajat IV.

(46)

Perbedaan gambaran jenis kelamin pada retinopati hipertensif derajat I dan II antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya disebabkan banyaknya jumlah pasien laki-laki pada sampel penelitian ini. Banyaknya pasien retinopati hipertensif derajat III dan IV pada perempuan dapat dihubungkan dengan hipertensi tidak terkontrol yang lebih banyak ditemukan pada perempuan.21

Grafik 4.2. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Jenis Kelamin

Grafik 4.2 menunjukkan pada pasien perempuan paling banyak menderita retinopati hipertensif derajat III yaitu sebanyak 8 orang, sedangkan pasien laki-laki paling banyak menderita retinopati hipertensif derajat I yaitu sebanyak 16 orang. Hasil ini menunjukan pasien perempuan memiliki progresivitas retinopati hipertensif lebih tinggi daripada laki-laki, sehingga pada pasien perempuan pengontrolan tekanan darah pada derajat retinopati hipertensif lanjut dapat lebih ditingkatkan.

Jumlah

(47)

4.1.4.Gambaran Kontrol Tekanan Darah dengan Derajat Retinopati Hipertensif

Tabel 4.4. Gambaran Kontrol Tekanan Darah Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif

Kontrol Tekanan Darah

Retinopati Hipertensif

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

N % n % n % n %

Terkontrol 14 66.7 5 31.2 2 13.3 0 0

Tidak terkontrol 7 33.3 11 68.8 13 86.7 5 100.0

Tabel 4.4 menunjukkan retinopati hipertensif derajat I lebih banyak dialami pasien hipertensi terkontrol yaitu sebanyak 66,7%, sedangkan derajat II sampai derajat IV lebih banyak diderita pasien hipertensi tidak terkontrol yaitu sebanyak 68,8% pada derajat II, 86,7% pada derajat III, dan 100% pada derajat IV. Penelitian Wong et al menunjukan hasil yang sesuai yaitu tanda-tanda abnormalitas mikrovaskular retina lebih banyak pada hipertensi tidak terkontrol daripada yang terkontrol.11

(48)

Grafik 4.3. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Kontrol Tekanan Darah

Grafik 4.3 menunjukan pasien hipertensi terkontrol paling banyak menderita retinopati hipertensif derajat I yaitu sebanyak 14 orang, dan tidak ada yang mengalami retinopati hipertensif derajat IV, sedangkan pasien hipertensi tidak terkontrol paling banyak menderita retinopati hipertensif derajat III yakni sebanyak 13 orang. Hasil ini menunjukan bahwa kontrol tekanan darah mungkin berperan terhadap pencegahan progresivitas retinopati hipertensif.

4.1.5. Gambaran Kebiasaan Merokok dengan Derajat Retinopati Hipertensif

Tabel 4.5. Gambaran Kebiasaan Merokok Berdasarkan Derajat Retinopati Hipertensif

Kebiasaan Merokok

Retinopati Hipertensif

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

N % n % n % n %

Merokok 7 33.3 3 18.8 4 26.7 1 20.0

Tidak merokok 14 66.7 13 81.2 11 73.3 4 80.0

Tabel 4.5 menunjukkan pada setiap derajat retinopati hipertensif, pasien dengan kebiasaan merokok lebih sedikit daripada yang tidak merokok. Pasien yang memiliki kebiasaan merokok pada derajat I yaitu sebanyak 33,3%, derajat II sebanyak 18,8%, derajat III sebanyak 26,7% dan derajat IV sebanyak 20%.

Jumlah

(49)

Hasil ini sejalan dengan penelitian Liew et al yang menunjukan jumlah pasien merokok yang mengalami tanda mikrovaskular retina lebih sedikit daripada yang tidak merokok, dan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan tanda-tanda mikrovaskular retina.33

Grafik 4.4. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Grafik 4.4 menunjukan perbedaan distribusi derajat retinopati hipertensif pada pasien dengan kebiasaan merokok dan pasien tidak merokok. Distribusi derajat retinopati pada pasien tidak merokok sesuai dengan distribusi sampel penelitian pada masing-masing derajat retinopati hipertensif, yaitu terjadi penurunan jumlah pasien sejalan dengan bertambahnya derajat retinopati hipertensif.

Gambaran derajat retinopati hipertensif pada pasien yang memiliki kebiasaan merokok menunjukan pasien paling banyak menderita retinopati hipertensif derajat I. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya sampel penelitian yang menderita retinopati hipertensif derajat I, dan merupakan yang terbanyak di antara derajat lainnya. Namun, gambaran selanjutnya tidak sejalan seperti gambaran pasien yang tidak merokok, yakni derajat retinopati hipertensif kedua terbanyak pada pasien dengan kebiasaan merokok adalah derajat III. Hasil ini sejalan dengan penelitian Henderson et al yang menunjukan pasien retinopati

Jumlah

(50)

hipertensif derajat III atau IV dengan kebiasaan merokok memiliki persentase sebanyak 57% dan lebih banyak daripada pasien yang tidak mengalami retinopati hipertensif derajat III atau IV.39 Hal ini sesuai dengan penelitian Wong et al yang dikutip oleh Susie Setyowati yang menunjukan merokok dapat mempengaruhi antioksidan yang menyebabkan terjadi disfungsi endotel pada retinopati hipertensif.7

4.2. Analisis Bivariat

Tabel 4.6. Hubungan antara Kontrol Tekanan Darah dengan Derajat Retinopati Hipertensif

Kontrol Tekanan

Darah

Retinopati Hipertensif P

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

n % n % n % n %

Terkontrol 14 24.6 5 8.8 2 3.5 0 0 0.005

Tidak terkontrol 7 12.3 11 19.3 13 22.8 5 8.8

Tabel 4.6 menunjukan hubungan antara kontrol tekanan darah dengan derajat retinopati hipertensif. Penelitian ini menggunakan tabel 2x4 sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square. Namun, hasil uji analisis menunjukan sel yang memiliki nilai expected kurang dari 5 sebanyak 25%, sehingga tidak memenuhi syarat uji chi-square. Uji alternatif yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov dan menghasilkan nilai significancy sebesar 0,005. Oleh karena nilai p yang didapatkan < 0,05, maka dapat disimpulkan hasil penelitian yang bermakna, atau terdapat hubungan antara kontrol tekanan darah dengan derajat retinopati hipertensif.

(51)

abnormalitas mikrovaskular retina yakni pasien dengan tekanan tidak terkontrol memiliki resiko paling tinggi mengalami abnormalitas mikrovaskular retina.6

Oleh karena terdapat hubungan antara kontrol tekanan darah dengan derajat retinopati hipertensif, peneliti menentukan estimasi resiko relatif dengan menghitung rasio prevalens (RP). Pengukuran rasio prevalens pada penelitian ini karena penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini menggunakan tabel 2x4, sehingga tidak dapat menentukan rasio prevalens karena rasio prevalens hanya bisa ditentukan jika tabel yang digunakan adalah tabel 2x2. Oleh karena itu, peneliti melakukan teknik penggabungan sel31 dengan menggabungan derajat retinopati hipertensif menjadi menjadi 2 klasifikasi berdasarkan klasifikasi Wong dan Mitchell18 yakni retinopati hipertensif derajat ringan dan retinopati hipertensif derajat sedang-berat.

Pada klasifikasi retinopati hipertensif berdasarkan Wong dan Mitchell, gambaran derajat I dan II sulit dibedakan, sehingga digabungkan menjadi retinopati hipertensif derajat ringan.18 Peneliti juga menggabungkan derajat III dan IV menjadi derajat sedang-berat karena gambaran cotton-wool spots, perdarahan retina, dan hard exudates pada derajat III dimasukan ke dalam derajat sedang pada klasifikasi Wong dan Mitchell serta gambaran derajat IV yakni papilloedema dimasukan ke dalam derajat berat

Tabel 4.7. Hubungan Kontrol Tekanan Darah dengan Derajat Retinopati Hipertensif berdasarkan Klasifikasi Wong dan Mitchell

Kontrol Tekanan Darah

Derajat Retinopati Hipertensif P Rasio

Prevalens

(52)

sebanyak 18 orang (31,6%) dan mengalami retinopati derajat sedang-berat sebanyak 18 orang (31,6%).

Berdasarkan uji statistik chi-square didapatkan nilai p sebesar 0,002, atau nilai p <0,05 sehingga menunjukan hasil yang bermakna yakni terdapat hubungan antara kontrol tekanan darah dengan derajat retinopati hipertensif. Rasio prevalens yang didapatkan dengan mengukur perbandingan antara proporsi pasien hipertensi tidak terkontrol yang mengalami retinopati hipertensif derajat sedang-berat dengan proporsi pasien hipertensi terkontrol yang mengalami retinopati hipertensif derajat sedang-berat, yaitu sebesar 5,25. Interval kepercayaan (IK) yang didapatkan dari hasil uji statistik yaitu 1,9-46,9. Rasio prevalens pada penelitian ini memiliki nilai >1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi tidak terkontrol merupakan faktor resiko menderita retinopati hipertensif derajat sedang-berat.

Pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol memiliki tekanan darah yang senantiasa meningkat, dan hipertensi sistemik yang tidak terkontrol ini dapat menyebabkan tanda-tanda mikrovaskular pada mata semakin memburuk.9,23 Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara persisten atau mengakibatkan terjadinya hipertensi urgensi atau emergensi. Peningkatan tekanan darah secara persisten menyebabkan penebalan intima, hiperplasia dinding media dan selanjutnya terjadi persilangan arteri-vena yang bermanifestasi sebagai retinopati hipertensif derajat II.6,24

Hipertensi kronik maupun hipertensi maligna yang akut dapat menyebabkan nekrosis otot polos dan sel endotel dan terjadi kerusakan barrier

darah-retina sehingga terjadi perdarahan (flame haemorrhages) dan eksudat lipid (hard exudates), serta selanjutnya dapat terjadi oedema retina dan infark lapisan serabut saraf (gambaran cotton–wool spots). Pada tahap ini terjadi retinopati hipertensi derajat III. 21,40

(53)

4.3 Keterbatasan penelitian

1. Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional yang hanya menggambarkan variabel independen dan dependen yang diteliti pada waktu yang sama sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab-akibat yang idealnya dilakukan dengan menggunakan desain kohort.

2. Penentuan kontrol tekanan darah tidak dapat dilakukan dengan pengukuran langsung tekanan darah dari awal didiagnosis hipertensi, tetapi hanya berdasarkan kesimpulan dokter di rekam medis.

3. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah pasien hipertensi yang mendapatkan terapi antihipertensi tetapi penelitian ini tidak menganalisis jenis terapi hipertensi yang digunakan.

4. Pada penellitian ini penentuan derajat retinopati hipertensif hanya berdasarkan diagnosis dokter pemeriksa pada rekam medis, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan dengan melihat gambaran tanda-tanda mikrovaskular retina menggunakan oftalmoskop.

5. Pada penelitian ini, dalam penentuan kontrol tekanan darah tidak membedakan antara hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. 6. Faktor-faktor perancu yang berhubungan dengan derajat retinopati

(54)

BAB 5 PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Pasien retinopati hipertensif terbanyak berada pada kelompok usia <60 tahun (57,9%), rerata usia pasien 55,05 tahun, jumlah pasien laki-laki lebih banyak dari pasien perempuan (59,6%), tekanan darah tidak terkontrol lebih banyak daripada yang terkontrol (63,2%), dan pasien dengan kebiasaan merokok lebih sedikit daripada yang tidak merokok (26,3%). b. Pasien retinopati hipertensif derajat I 36,8%, retinopati hipertensif derajat

II 28,1%, retinopati hipertensif derajat III 26,3% dan retinopati hipertensif derajat IV 8.8%.

c. Jumlah pasien pada setiap derajat retinopati hipertensif menurun sejalan dengan bertambahnya usia, hanya derajat I yang ada di semua kelompok usia, dan derajat IV hanya terdapat pada kelompok usia <60 tahun.

d. Pasien retinopati hipertensif derajat I dan II lebih banyak laki-laki (76,2% dan 56,2%), sedangkan pada derajat III dan IV lebih banyak perempuan (53,3% dan 60%).

e. Pada retinopati hipertensif derajat I lebih banyak pasien hipertensi terkontrol (66,7%), sedangkan pada derajat lainnya lebih banyak tidak terkontrol (68,8% dan 86,7%, dan 100%), dan pasien hipertensi terkontrol paling banyak mengalami derajat I, sedangkan tidak terkontrol paling banyak mengalami derajat III.

f. Pada retinopati hipertensif derajat I, II, III, dan IV, pasien yang merokok lebih sedikit daripada yang tidak merokok (33,3%, 18,8%, 26,7%, dan 20%)

(55)

5.2. Saran

5.2.1. Saran untuk Masyarakat Umum

Bagi pasien retinopati hipertensif disarankan untuk melakukan pengontrolan hipertensi, baik dengan dengan menjalankan pengobatan hipertensi secara teratur, menghindari faktor resiko hipertensi, maupun dengan melakukan kontrol tekanan darah secara rutin, sehingga progresivitas retinopati hipertensif dapat mencegah.

5.2.2. Saran untuk Rumah sakit

Pengontrolan tekanan darah pada pasien retinopati hipertensif baik dengan hipertensi esensial maupun sekunder sangat penting dilakukan. Oleh karena itu pemeriksaan tekanan darah secara rutin perlu dilakukan pada semua pasien retinopati hipertensif, disertai pemantauan terapi dan faktor resiko agar tekanan darah pasien senantiasa terkontrol. Selain itu, pemeriksaan oftalmoskop bagi pasien hipertensi perlu dilakukan agar dapat mendeteksi retinopati hipertensi secara dini dan mencegah progresivitas lebih lanjut.

5.2.3. Saran untuk Peneliti Selanjutnya

(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Raised blood pressure : Situation and trends [Internet]. 2013 [updated 2013 May 9; cited 2013 May 9]. Available from: http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/. 2. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Muntner P, Whelton PK, He Jiang.

Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet. 2005 Jan;365:217–23.

3. World Health Organization. World Health Statistics 2008. France: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data; 2008. 104 p [cited 2013 May 13]. Available from: http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/ EN_WHS08_Full.pdf.

4. The National Institute of Health Research and Development Ministry of Health Republic of Indonesia. Report of Result National Basic Reasearch (RISKESDA) 2007. Jakarta: Ministry of Health Republic of Indonesia; December 2008. 283 p

5. Besharati MR, Rasegar A, Shoja MR, Maybodi ME. Prevalemce of retinopathy in hypertensive patients. Saudi Med J. 2006;27(11):1725-1728. 6. Wong TY, Mitchel P. The Eye in Hypertension. Lancet [Internet]. 2007 Feb

[cited 2013 May 10];369:425–35. Available from: http://www.ncbi. nlm.nih.gov/pubmed/17276782.

7. Setyowati S. Faktor-faktor yang Berperan Terhadap Kejadian Retinopati Hipertensif pada Pasien Hipertensi Esensial Non Diabetik (thesis). Semarang : Universitas Diponegoro; 2005.

8. Sharp PS, Chaturvedi N, Wormald R, McKeigue PM, Marmot MG, Young SM.Hypertensive retinopathy in Afro-Caribbeans and Europeans. Prevalence and risk factor relationships. Hypertension [Internet]. 1995 Jun [cited 2013 May 10]; 25(6):1322-5. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed /7768581.

(57)

2005 Jul [cited 2013 May 10];73 and 74:57–70. Available from: http://bmb.oxfordjournals.org/content/73-74/1/57.full.

10.Klein R, KleinBE, Moss SE, and WangQ. Blood pressure, hypertension and retinopathy in a population. Trans Am Ophthalmol Soc. 1993; 91: 207–226. 11.Wong TY, Hubbard LD, Klein R, Marino EK, Kronmal R, Sharret AR, et al.

Retinal microvascular abnormalities and blood pressure in older people: Cardiovascular Health Study. Br J Ophthalmol [Internet]. 2002 Mar [cited 2013 May 11]; 86: 1007-1013/ Available from: http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pmc/articles/PMC1771256/.

12.Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. Seventh report of the Joint National Committee (JNC 7) on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertension. 2003;42:1206–1252.

13.Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. USA: McGraw Hill; 2012.

14.Kaufmann GR. Epidemiology of Hypertension. In: Battegay EJ, Lip GY, Bakris GL. Hypertension: Principles and Practice. USA: Taylor & Francis Group; 2005. p. 23-24, 44-45.

15.Kaplan NM, Flynn JT. Kaplan's Clinical Hypertension. 9th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 29-31, 96-103, 241-248.

16.Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed. USA: Brooks/Cole; 2010. p. 567-568.

17.Grosso A, Veglio F, Porta M, Grignolo FM, Wong TY. Hypertensive retinopathy revisited: some answers, more questions. Br J Ophthalmol. 2005; 89:1646–1654.

18.Mitchell P, Wong TY. Hypertensive Retinopathy. N Engl J Med [Internet]. 2004 Nov [cited 2013 April 16]; 351: 2310-7. Available from: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra032865.

19.Sharma YR, Sudan R. Concise Textbook of Ophthalmology. India: Elsevier; 2007.

(58)

21.Lip P. The Eye and Hypertension. In: Battegay EJ, Lip GY, Bakris GL. Hypertension: Principles and Practice. USA: Taylor & Francis Group; 2005. p. 303-306.

22.Wang TJ, Ramachandran. Epidemiology of Uncontrolled Hypertension in the United States. Circulation [Internet]. 2005 Sep [cited 2013 April 16];112:1651-1662. Available from : http://circ.ahajournals.org/content/112/1 1/1651.extract.

23.Chatterjee S. Chattopadhya S, Hope-Ross M. Lip PL. Hypertension and the eye: changing perspectives. Journal of Human Hypertension. 2002 Oct;16:667-675.

24.Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. Vaughan and Asbury's General Ophthalmology. 17th ed. USA: The McGraw-Hill Companies;2007.

25.Wong TY, Klein R, Sharrett AR, et al. Retinal microvascular abnormalities and cognitive impairment in middle-aged persons: the Atherosclerosis Risk in Communities Study. Stroke [Internet]. 2002 Jun [cited 2013 May 6];33:1487-92. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12052979.

26.Duncan BB, Wong TY, Tyroler HA, Davis CE, Fuchs FD. Hypertensive retinopathy and incident coronary heart disease in high risk men. Br J Ophthalmol [Internet]. 2002 Sep [cited 2013 May 6];86:1002-6. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12185127.

27.Singer GM, Izhar M, Black HR. Guideline for hypertension: are quality-assurance measures on target? Hypertension. 2004;43:198-202.

28.Mohler, Townsend. Advanced Therapy in Hypertension and Vascular Disease. Colombia: BC Decker; 2006.

29.Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, 4th ed. Jakarta: Sagung Seto; 2011.

30.Dahlan MS. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2009.

31.Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, 4th ed. Jakarta: Salemba Medika;2009.

Gambar

Gambar 2.1.
Grafik 4.1. Gambaran Derajat Retinopati Hipertensif Berdasarkan Kelompok
Tabel 2.1.  Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII12
Tabel 2.2. Etiologi Hipertensi Sistolik dan Distolik15
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cladding yaitu proses pelapisan umumnya bahan padat dengan padat dengan adanya pengaruh tekanan, temperatur yang tinggi sehingga te rjadi difusi antara logam dasar dengan logam

Dengan adanya portal ini diharapkan dapat menyediakan informasi yang lebih cepat dan akurat kepada penggemar eSports dan dapat memenuhi kebutuhan informasi event

(2) Proses penjelasan Topik TA: Tim Dosen MK Penulisan Proposal sekaligus sebagai calon dosen pembimbing akan mendiseminasikan topik dan ruang lingkup riset yang

Pedoman PKM 2017, DIREKTORAT KEMAHASISWAAN, DIKJEN PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN, KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI.. Pedoman PHBD 2017, DIKJEN

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan serta panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah serta hidayah-NYA kepada penulis sehingga penulis dapat

Seiring perubahan kurikulum di Telkom University (Kurikulum 2016) serta hasil pencapaian tingkat kelulusan dalam Tugas Akhir yang masih belum memenuhi

13 Tahun 2006, Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelayanan Permohonan Perlindungan Pada Lembaga Perlindungan

Diberikannya jaminan keamanan dan keselamatan bagi saksi dan/atau korban, dapat membuat rasa aman dan nyaman bagi mereka sehingga mereka dapat bersaksi dan