• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan Sosial Lanjut Usia ( Studi Kasus pada 6 orang warga binaan sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelayanan Sosial Lanjut Usia ( Studi Kasus pada 6 orang warga binaan sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Pelayanan Sosial Lanjut Usia

( Studi Kasus pada 6 orang warga binaan sosial di UPT

Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia

Pematang Siantar)

Diajukan oleh :

Nesry Oderista Damanik

090902021

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan berkatNya penulis dapat memulai, mengerjakan dan menyelesaikan masa perkuliahan di jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU) dan atas izinNya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah Pelayanan Sosial Lanjut Usia (Studi kasus pada 6 orang warga binaan sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar).

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih sebesar-besarnya kepada orang tua, ayah R. Damanik S.pd (Alm) dan Ibu R. Aritonang S.pd yang dengan penuh cinta kasih telah membesarkan dan setia memberi dukungan, serta selalu berupaya mencukupi kebutuhan penulis. Semoga apa yang penulis berikan ini dapat menambah kebanggaan bagi orang tua, terkhusus Ibunda tercinta semoga selalu diberkati Tuhan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan yang telah membantu penulis selama kuliah sampai penulis lulus. Yaitu :

1. Bapak Prof.Dr.Badarudin,M.si selaku Dekan FISIP-USU.

(3)

3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP selaku dosen pembimbing penulis yang telah membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu selama penulisan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Edward Riduan, MSP selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.

5. Ibu Dra.Tuti Atika, MSP selaku dosen pembimbing jurnal penulis yang telah membantu dan memberikan ide dalam penulisan jurnal.

6. Seluruh staff pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama kuliah di jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-USU.

Secara Istimewa penulis sampaikan terimakasih kepada :

1. Abang Irvando A.V Damanik, ST dan kakak ipar Sandy F Sitorus, ST, kakak Roida A Damanik, Amk dan abang ipar Albert Silaban, yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan selama perkuliahan dan sampai selesai. Juga keponakan yang sering juga menghibur penulis Rafael Silaban dan Joevandy E.D Damanik.

2. Yang terkasih, bang Richardo Saragih yang sudah memberikan perhatian dan motivasi selama waktu yang tidak kita sadari selama ini. Semoga Tuhan senantiasa menyertai kita untuk kedepannya.

(4)

suka dan duka. Semoga kita semua dapat segera menyelesaikan skripsi. Juga kepada rekan-rekan jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk 2009 yang tidak tersebutkan satu persatu salam sukses bagi kita semua.

4. Kawan-kawan Ikatan Mahasiswa Simalungun Universitas Sumatera Utara (IMAS-USU) Abang, kakak dan adik-adik yang selalu saling menguatkan, memotivasi dan saling menopang dalam suka dan duka. Terimakasih untuk pengalaman panjang dan tiada henti, semoga apa yang telah kita lakukan berguna bagi diri kita sendiri dan orang-orang disekitar kita. Salam Hiranan Hu Tanoh Simalungun...

Dan kepada pihak-pihak pendukung dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak tersebutkan satu persatu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga Tuhan senantiasa memberkati. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.

Medan, Juni 2013 Penulis,

(5)

ABSTRAK

Seiring berjalannya waktu, banyak situasi yang mengalami perubahan. Demikian juga angka harapan hidup manusia semakin meningkat. meningkatnya populasi lansia bukan hanya fenomena di Indonesia saja tetapi juga sudah secara global. Pada tahun 2000 penduduk usia lanjut di seluruh dunia diperkirakan sebanyak 426 juta atau sekitar 6,8 %. Jumlah ini akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi sekitar 828 juta jiwa atau sekitar 9,7 % dari total penduduk dunia. Di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan 7,4 % dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 15,3 juta orang akan berusia diatas 60 tahun. Badan Pusat Statistik (BPS, 2004) menyimpulkan bahwa abad 21 bagi Indonesia merupakan abad lansia (era of population ageing), karena pertumbuhan penduduk lansia di Indonesia diperkirakan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai kebutuhan baru yang harus dipenuhi yang berbeda dengan kebutuhan kelompok usia lainnya, sehingga dapat pula menjadi permasalahan yang komplek bagi lanjut usia, baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelayanan sosial yang diberikan UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar terhadap warga binaan sosial lanjut usia.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana pelayanan sosial yang diberikan kepada warga binaan sosial lanjut usia. Unit analisis dalam penelitian ini adalah 6 orang warga binaan sosial lanjut usia di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan studi kepustakaan, observasi dan wawancara langsung.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pelayanan sosial lanjut usia yang diberikan UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar terlaksana dengan baik, terlihat dengan kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh 6 orang warga binaan sosial lanjut usia meskipun masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi demi peningkatan kualitas pelayanan.

(6)

ABSTRACT

Over time, many changing situations. Similarly, the life expectancy is increasing. Increasing elderly population is not only a phenomenon in Indonesia but also has globally. In 2000 the elderly population worldwide is estimated as many as 426 million or approximately 6.8%. This amount will increase by almost double by 2025, ie to about 828 million people, or about 9.7% of the total world population. In Indonesia in 2000 estimated 7.4% of Indonesia's population, or about 15.3 million people will be aged over 60 years. Central Statistics Agency (BPS, 2004) concluded that the 21st century is a century older Indonesia (era of population aging), due to the growth of the elderly population in Indonesia is expected to be faster than the other countries. Changes in the composition of the elderly population raises new needs that must be met are different from the needs of other age groups, so it can also be a complex issue for the elderly, both as individuals, families and communities. This study aims to look at how the social services provided UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar against social inmates elderly.

This is a descriptive study with a qualitative approach that aims to provide a picture of how the social services provided to the elderly social prisoners. The unit of analysis in this study were 6 people socially elderly inmates in UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. The data collection technique used is the study of literature, direct observation and interviews.

The Results of data analysis showed that the elderly social services provided UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar performing well, looks with satisfaction of service perceived by 6 people socially elderly inmates although there are still some things that need to be addressed in order to improve quality of service.

(7)

DAFTAR ISI

HAL

KATA PENGANTAR. ... i

ABSTRAK. ... iv

DAFTAR ISI. ... vi

DAFTAR LAMPIRAN. ... viii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah. ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelayanan Sosial 2.1.1 Pengertian Pelayanan Sosial. ... 11

2.1.2 Dasar-dasar Pelayanan Sosial. ... 14

2.1.3 Standar Pelayanan Sosial dalam Panti. ... 17

2.2 Pengertian Lanjut Usia. ... 20

2.3 Permasalahan dan Batasan pada lanjut Usia. ... 24

2.4 Kerangka Pemikiran. ... 27

2.5 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.5.1 Defenisi Konsep. ... 29

2.5.2 Defenisi Operasional. ... 30

BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian. ... 32

3.2 Lokasi Penelitian. ... 32

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis. ... 33

3.3.2 Informan. ... 33

3.4 Teknik Pengumpulan Data. ... 33

(8)

4.1 Sejarah Berdirinya Lembaga. ... 35

4.2 Visi dan Misi. ... 36

4.3 gambaran Umum Lembaga 4.3.1 Dasar Hukum. ... 37

4.3.2 Sasaran Garapan. ... 38

4.3.3 Struktur Organisasi. ... 39

4.3.4 Sarana dan Prasarana Panti. ... 42

4.4 Tata Cara Penanganan Lanjut Usia. ... 44

BAB V : Analisis Data 5.1 Hasil penelitian 5.1.1 Responden 1 ... 46

5.1.2 Responden 2. ... 49

5.1.3 Responden 3 ... 51

5.1.4 Responden 4 ... 53

5.1.5 Responden 5 ... 55

5.1.6 Responden 6 ... 58

5.2 Pembahasan 5.2.1 Pelayanan Sosial Dasar ... 60

5.2.2 Pelayanan Teknis ... 67

5.2.3 Penyaluran Bantuan. ... 71

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan. ... 73

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

1. DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN

2. SK DOSEN PEMBIMBING PENELITIAN

3. LEMBAR BIMBINGAN

4. BERITA ACARA SEMINAR

5. SURAT IZIN PENELITIAN

(10)

ABSTRAK

Seiring berjalannya waktu, banyak situasi yang mengalami perubahan. Demikian juga angka harapan hidup manusia semakin meningkat. meningkatnya populasi lansia bukan hanya fenomena di Indonesia saja tetapi juga sudah secara global. Pada tahun 2000 penduduk usia lanjut di seluruh dunia diperkirakan sebanyak 426 juta atau sekitar 6,8 %. Jumlah ini akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi sekitar 828 juta jiwa atau sekitar 9,7 % dari total penduduk dunia. Di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan 7,4 % dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 15,3 juta orang akan berusia diatas 60 tahun. Badan Pusat Statistik (BPS, 2004) menyimpulkan bahwa abad 21 bagi Indonesia merupakan abad lansia (era of population ageing), karena pertumbuhan penduduk lansia di Indonesia diperkirakan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai kebutuhan baru yang harus dipenuhi yang berbeda dengan kebutuhan kelompok usia lainnya, sehingga dapat pula menjadi permasalahan yang komplek bagi lanjut usia, baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pelayanan sosial yang diberikan UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar terhadap warga binaan sosial lanjut usia.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana pelayanan sosial yang diberikan kepada warga binaan sosial lanjut usia. Unit analisis dalam penelitian ini adalah 6 orang warga binaan sosial lanjut usia di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan studi kepustakaan, observasi dan wawancara langsung.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pelayanan sosial lanjut usia yang diberikan UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar terlaksana dengan baik, terlihat dengan kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh 6 orang warga binaan sosial lanjut usia meskipun masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi demi peningkatan kualitas pelayanan.

(11)

ABSTRACT

Over time, many changing situations. Similarly, the life expectancy is increasing. Increasing elderly population is not only a phenomenon in Indonesia but also has globally. In 2000 the elderly population worldwide is estimated as many as 426 million or approximately 6.8%. This amount will increase by almost double by 2025, ie to about 828 million people, or about 9.7% of the total world population. In Indonesia in 2000 estimated 7.4% of Indonesia's population, or about 15.3 million people will be aged over 60 years. Central Statistics Agency (BPS, 2004) concluded that the 21st century is a century older Indonesia (era of population aging), due to the growth of the elderly population in Indonesia is expected to be faster than the other countries. Changes in the composition of the elderly population raises new needs that must be met are different from the needs of other age groups, so it can also be a complex issue for the elderly, both as individuals, families and communities. This study aims to look at how the social services provided UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar against social inmates elderly.

This is a descriptive study with a qualitative approach that aims to provide a picture of how the social services provided to the elderly social prisoners. The unit of analysis in this study were 6 people socially elderly inmates in UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. The data collection technique used is the study of literature, direct observation and interviews.

The Results of data analysis showed that the elderly social services provided UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar performing well, looks with satisfaction of service perceived by 6 people socially elderly inmates although there are still some things that need to be addressed in order to improve quality of service.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya luhur, memiliki ikatan kekeluargaan yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya yang menghargai peran serta kedudukan para lanjut usia dalam keluarga maupun masyarakat. Sebagai warga yang telah berusia lanjut , para lanjut usia mempunyai kebajikan, kearipan serta pengalaman berharga yang dapat di teladani oleh generasi penerus dalam pembangunan nasional. Seiring berjalannya waktu, banyak situasi yang mengalami perubahan. Demikian juga angka harapan hidup manusia semakin meningkat. meningkatnya populasi lansia bukan hanya fenomena di Indonesia saja tetapi juga sudah secara global.

(13)

Dari hasil sensus penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik menunjukan pada tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 % dari populasi lanjut usia yang di perkirakan 17 juta orang . Pada tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia Indonesia diproyeksikan mencapai 28 juta orang yang berusia 71 tahun . Perubahan komposisi penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai kebutuhan baru yang harus dipenuhi , sehingga dapat pula menjadi permasalahan yang komplek bagi lanjut usia, baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat. (http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=6) Pemerintah jelas memiliki peran strategis untuk mengatasi masalah lansia, apalagi hal itu telah menjadi komitmen internasional. Salah satunya, International Plan of Action of Ageing (Vienna Plan) yang ditetapkan dengan Resolusi No 37/51 Tahun 1982 mengajak negara-negara secara bersama atau sendiri untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan peningkatan kehidupan lansia, sejahtera lahir batin, damai, sehat, dan aman. Kemudian, mengkaji dampak menuanya penduduk terhadap pembangunan untuk mengembangkan potensi lansia. Untuk mendorong terciptanya pembangunan yang selaras, dibutuhkan lansia yang sehat dan mandiri dengan dukungan dari segala pihak, yaitu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan keluarga. Para lansia juga mempunyai permasalahan rawan terhadap berbagai penyakit, mengalami kemunduran fisik, mental, produktivitas kerja menurun, perubahan bentuk keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga inti, mobilitas terbatas, dan masalah tempat tinggal.

(14)

pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri sehingga kebersamaan itu dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami. Tetapi, jauh di lubuk hati, mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarga. Merawat orang di panti (residental care) dan menjamin terpenuhinya kebutuhan mereka adalah hal yang diharapkan namun sulit dilakukan. Namun terkadang kehadiran panti jompo membuat para lanjut usia menjadi serasa kurang dihargai oleh anak-anaknya ketika anak-nya merasa direpotkan dengan keberadaan mereka sehingga para lanjut usia dimasukkan ke panti jompo.

Di masyarakat kita yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti menjadi suatu hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Karena itu, solusinya bukan dengan terus mendirikan panti. Dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan menambah ketenteraman hidup lansia. Tetapi, bukan berarti seorang lansia hanya tinggal duduk, diam, tenang, dan berdiam diri. Untuk menjaga kesehatan fisik maupun kejiwaannya, lansia harus tetap melakukan aktivitas-aktivitas yang berguna bagi kehidupan. Kepasifan justru akan mendatangkan berbagai penyakit dan penderitaan (Sidiarto Kusumoputro: 2002).

Pemerintah bertanggung jawab mewujudkan amanah perundangan untuk menyejahterakan lansia dengan menciptakan strategi dan program pemberdayaan Sumber Daya Manusia lanjut usia, menciptakan fasilitas dan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan ilmu dan keterampilan untuk pra-lansia maupun lansia, serta meningkatkan upaya-upaya terpadu pemberdayaan SDM lansia. Yang dibutuhkan adalah aksi nyata, bukan sekadar aturan macam kertas yang terlihat indah.

(15)

harus berkesinambungan dan mendapatkan perhatian seluruh lapisan masyarakat. Sangat ironis bila gerakan menyejahterakan para lansia hanya bersifat temporer dan seremonial.

Lansia sering dianggap identik dengan pikun, jompo, sakit-sakitan, dan menghabiskan uang untuk berobat. Sangat tidak manusiawi bila mereka diperlakukan sebagai warga kelas dua atau ibarat "habis manis sepah dibuang". Secara yuridis formal, ketentuan untuk memenuhi hak lansia diatur dalam pasal 42 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik, dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

(16)

anak-anaknya, apakah harus kemudian dimasukkan ke dalam rumah jompo karena dirasakan sudah tidak berguna lagi dalam kehidupan, dan hanya akan merepotkan saja.

Sebenarnya panti jompo terbentuk atas dasar kasih sayang pihak lain terhadap para lanjut usia yang tidak mendapatkan kasih sayang di luar panti baik di keluarganya maupun di warga masyarakat. Pemerintah Indonesia sendiri menerima usaha ini sebagai suatu sarana pelayanan kesejahteraan sosial bagi usia lanjut/jompo yang terlantar, disebabkan antara lain kemiskinan, ketidakmampuan secara fisik maupun ekonomis, dengan membantu usia lanjut/jompo untuk dapat mempertahankan identitas kepribadiannya, memberikan jaminan kehidupan secara wajar baik jaminan fisik, kesehatan maupun sosial psikologis, agar dapat ikut menikmati hasil pembangunan, tidak merasa mendapat tekanan, hinaan, serta merasa mendapat perhatian dari seluruh masyarakat maupun negara.

Upaya apa yang dilakukan oleh Departemen Sosial dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia?

1. Pemberian perlindungan sosial, adalah upaya Pemerintah atau masyarakat untuk memeberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensi agar dapat mewujutkan taraf hidup yang wajar.

2. Pemberian bantuan sosial, adalah upaya pemberian bantuan yang bersifat tidak tepat agar lanjut usia potensi dapat meningkatkan taraf kesejahteraan . 3. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan

(17)

4. Pemberdayaan adalah setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual ,sosial. Pengetahuan, dan ketrampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Dalam mewujudkan pelayanan kesejahteraan sosial, maka program pokok yang dilaksakan antara lain :

1. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti 2. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti 3. Kelembagaan Sosial Lanjut Usia

4. Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia.

(18)

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar telah menjalankan tugasnya memberikan pelayanan kepada warga binaan sosial lanjut usia. Namun demikian, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pemberian pelayanan kepada warga binaan sosial. Di dalam Panti UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar masih banyak hal yang harus dibenahi demi mencapai tingkat sewajarnya bagi para lanjut usia. Selain itu berbagai permasalahan yang dihadapi oleh warga binaan sosial lanjut usia yang memang membutuhkan perhatian kita, orang-orang yang ada di sekitar mereka. Beberapa orang/pihak yang memiliki kepedulian terhadap UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia secara tidak menentu datang berkunjung dan membagikan bantuan baik berupa makanan, pakaian, dan perlengkapan lainnya.

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah Pelayanan Sosial Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar”

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka :

1. Memberikan kontribusi keilmuan mengenai Pelayanan Sosial Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar.

(20)

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tentang teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

BAB V : Analisis Data

(21)

BAB VI : Penutup

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pelayanan Sosial 2.1.1 Pengertian Pelayanan Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar yang disebut pelayanan, baik itu pelayanan di rumah sakit, sekolah, rumah ibadah, bahkan di tempat-tempat perbelanjaan sekalipun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI 2001 : 646), pengertian pelayanan adalah 1. Perihal atau cara melayani 2.usaha melayani kebutuhan orang lain dengan mengharapkan imbalan (uang atau jasa) 3. Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan barang dan jasa. Dari pengertian tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa pelayanan itu merupakan suatu kegiatan yang diberikan seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

(23)

ataupun melalui pemanfaatan sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.

Menurut Alfred J. Khan, Pelayanan Sosial dibedakan dalam dua golongan, yakni :

1. Pelayanan–pelayanan sosial yang sangat rumit dan komprehensif sehingga sulit ditentukan identitasnya. Pelayanan ini antara lain pendidikan, bantuan sosial dalam bentuk uang oleh pemerintah, perawatan medis dan perumahan rakyat.

2. Pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya dan pelayanan-pelayanannya walaupun selalu mengalami perubahan. Pelayanan ini dapat berdiri sendiri, misalnya kesejahteraan anak dan kesejahteraan keluarga, tetapi juga dapat merupakan suatu bagian dari lembaga-lembaga lainnya, misalnya pekerjaan sosial di sekolah, pekerjaan sosial medis, pekerjaan sosial dalam perumahan rakyat dan pekerjaan sosial dalam industri.

(24)

Mengkaji kualitas pelayanan sebuah lembaga, pelayanan sosial tidak dapat dipisahkan dari penilaian terhadap sistem kelembagaan secara menyeluruh. Pendekatan penilaian ini dapat dinamakan sebagai Model Sistem Keseluruhan. Secara sederhana pendekatan ini melibatkan penelaahan terhadap tiga komponen sub-sistem kelembagaan yang meliputi Masukan, Proses, dan Keluaran. Karenanya model ini dapat pula dinamakan sebagai Model MPK (Masukan-Proses-Keluaran).

Masukan adalah karakteristik kelembagaan, termasuk sumber-sumber atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh panti, yang mendukung efektivitas lembaga dalam memberikan pelayanan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi. Sementara proses merupakan segenap prosedur yang diterapkan lembaga dalam memberikan pelayanan terhadap klien. Pada saat kasus ditutup atau pada saat lembaga selesai memberikan pelayanan terhadap klien akan terlihat bagaimana karakteristik klien setelah menjalani proses, inilah yang disebut sebagai keluaran (Edi Suharto, 2005 : 186).

Bentuk-bentuk Pelayanan Sosial Lanjut usia : 1.Pelayanan Sosial dalam Panti

2.Pelayanan Sosial Luar panti

3.Pelayanan Sosial Perlindungan dan Aksesibilitas 4.Pelayanan Sosial Kelembagaan

(25)

lembaga tertentu (panti) yang kemudian akan diberikan perlindungan, bimbingan, perawatan oleh pihak lembaga yang bersangkutan. Dalam pelayanan sosial untuk lanjut usia, diberikan juga Pelayanan keagamaan dan mental spiritual bagi lanjut usia ditujukan untuk mempertebal rasa keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pelayanan keagamaan dan mental spriritual bagi lanjut usia diselenggarakan mealalui peningkatan kegiatan keagamaan, sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.

Pendampingan sosial merupakan salah satu strategi pelayanan. Sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri’, pendampingan terhadap klien merupakan partisipasi nyata sebagai wujud kepedulian terhadap mereka. Dalam konteks ini, peranan seorang pekerja sosial diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah secara langsung. Pendamping sosial hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi klien. Dengan demikian, pendampingan sosial dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara klien dan pekerja sosial untuk secara bersama menghadapi beragam masalah yang dihadapi klien.

2.1.2 Dasar-dasar Pelayanan Sosial

(26)

Panti sosial atau Lembaga Kesejahteraan Sosial memiliki posisi strategis, karena memiliki tugas dan tanggungjawabnya yang mencakup 4 kategori, yaitu meliputi :

1. Bertugas untuk mencegah timbulnya permasalahan sosial penyandang masalah dengan melakukan deteksi dan pencegahan sedini mungkin.

2. Bertugas melakukan rehabilitasi sosial untuk memulihkan rasa percaya diri, dan tanggungjawab terhadap diri dan keluarganya; dan meningkatkan kemampuan kerja fisik dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung kemandiriannya di masyarakat.

3. Bertugas untuk mengembalikan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) ke masyarakat melalui penyiapan sosial, penyiapan masyarakat agar mengerti dan mau menerima kehadiran kembali mereka, dan membantu penyaluran mereka ke pelbagai sektor kerja dan usaha produktif.

4. Bertugas melakukan pengembangan individu dan keluarga, seperti mendorong peningkatan taraf kesejahteraan pribadinya; meningkatkan rasa tanggungjawab sosial untuk berpartisipasi aktif di tengah masyarakat; mendorong partisipasi masyarakat untuk menciptakan iklim yang mendukung pemulihan; dan memfasilitasi dukungan psiko-sosial dari keluarganya.

(27)

tempat di bawahnya (dalam sistem rujukan/referral system) dan tempat pelatihan keterampilan.

Panti Sosial sebagai lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, dalam melaksanakan kegiatannya terikat dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan Panti Sosial dalam praktek pekerjaan sosial (Lampiran I Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 50/HUK/2004) , yaitu :

1. Mengacu kepada rambu-rambu hukum yang berlaku.

2. Memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan pelayanan.

3. Menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota masyarakat.

4. Menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi serta pengembangan.

5. Menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang berkesinambungan.

6. Menyediakan pelayanan kesejahteraan sosial berdasarkan kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya.

7. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan.

(28)

Pada bulan Pebruari 1998 telah dibentuk Lembaga Kesejahteraan Lanjut Usia tingkat Pusat, yang mempunyai tugas memberikan sumbangan pemikiran dan masukan kepada pemerintah untuk perumusan dan penetapan kebijaksanaan upaya pelembagaan usia lanjut dalam kehidupan bangsa, sebagai pusat informasi tentang pelembagaan usia lanjut dalam kehidupan bangsa, sebagai wahana konsultasi permasalahan sosial yang dihadapi para lanjut usia, sebagai lembaga pembinaan kesejahteraan usia lanjut, dan sebagai wahana perlindungan bagi usia lanjut yang mengalami tekanan, perlakuan salah, ataupun tindakan kekerasan (Ihromi, 1999 ; 203).

Gambaran mengenai tanggungjawab, fungsi dan prinsip-prinsip panti-panti sosial atau Lembaga Kesejahteran Sosial seperti yang diuraikan di atas akan dapat dilaksanakan dengan baik jika seluruh komponen yang terlibat didalamnya telah memahami bagaimana mengelola panti dengan baik serta mengetahui dan memahami standar pelayanan panti.

2.1.3 Standar Pelayanan Sosial dalam Panti

(29)

Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan standar khusus. Standar umum adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Sedangkan standar khusus adalah ketentuan yang memuat hal-hal tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan/atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan karakteristik panti sosial.

Standar umum panti sebagaimana dimaksud adalah : 1. Kelembagaan, meliputi :

• Legalitas Organisasi. Mencakup bukti legalitas dari instansi yang

berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan profesionalnya.

• Visi dan Misi. Memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi;

• Organisasi dan Tata Kerja. Memiliki struktur organisasi dan tata kerja

dalam rangka penyelenggaraan kegiatan.

2.Sumber Daya Manusia, mencakup 2 aspek : a. Aspek penyelenggara panti, terdiri 3 unsur :

• Unsur Pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit yang ada

dibawahnya.

• Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur, pembimbing

rohani, dan pejabat fungsional lainnya.

• Unsur Penunjang, meliputi pembina asrama, pengasuh, juru masak,

(30)

b. Pengembangan personil panti

Panti Sosial perlu memiliki program pengembangan SDM bagi personil panti.

3. Sarana Prasarana, mencakup :

Pelayanan Teknis. Mencakup peralatan asesmen, bimbingan sosial,

ketrampilan fisik dan mental.

Perkantoran. Memiliki ruang kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamar

mandi, WC, peralatan kantor seperti : alat komunikasi, alat transportasi dan tempat penyimpanan dokumen.

Umum. Memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, kerapihan

diri, belajar, kesehatan dan peralatannya (serta ruang perlengkapan). 4. Pembiayaan

Memiliki anggaran yang berasal dari sumber tetap maupun tidak tetap.

5. Pelayanan Sosial Dasar

Memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien, meliputi : makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan, dan kesehatan.

6. Monitoring dan Evaluasi, meliputi :

Monev Proses, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan

(31)

Monev Hasil, yakni monitoring dan evaluasi terhadap klien, untuk melihat

tingkat pencapaian dan keberhasilan klien setelah memperoleh proses pelayanan.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) standar kualitas/mutu untuk menjembatani terwujudnya pelayanan sosial yang diberikan yang layak secara keilmuan bagi klien. Kata ’minimal’ merujuk pada kewajiban tanggung jawab serta tindakan-tindakan positif yang setidaknya harus dilampaui/dijalankan, bukan diterjemahkan sebagai kelonggaran negatif yang membolehkan pelayanan dengan apa adanya atau sekedarnya. SPM sebagai dasar menuju pada Pelayanan Prima kemudian pada Pelayanan Berkualitas.

2.2 Pengertian Lanjut Usia

Lanjut Usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia 60 tahun ke atas. Lanjut Usia secara fisik dapat dibedakan atas dua yaitu lanjut usia potensial maupun lanjut usia tidak potensial. Beberapa jenis permasalahan yang dialami lanjut usia antara lain secara fisik, mental, sosial dan psikologis. Sehingga hal ini akan mengakibatkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

(32)

Utama,1995). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

Ketika seseorang melangkahkan kakinya memasuki usia lanjut, berarti juga bahwa ia masuk ke dalam pergaulan hidup yang baru. Apa yang dilakukan di waktu muda banyak yang tidak dapat ia lakukan lagi. Selain fisik dan psikisnya, norma-norma kepatutan yang berlaku di masyarakat juga menhendaki demikian. Kelompok usia lanjut dikelompokkan lagi ke dalam subkelompok usia lanjut yang mampu membiayai hidupnya sendiri dan subkelompok usia lanjut yang tidak mampu membiayai hidupnya sendiri.

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar memberikan pelayanan kepada lanjut usia yang berbagai latar belakang masalahnya. Pada umumnya mereka adalah lanjut usia yang tidak mampu membiayai hidupnya sendiri. Dalam UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan sosial lanjut usia dijelaskan bahwa pemberdayaan adalah

setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial,

pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai

dengan kemampuan masing-masing. Secara sepintas arah pemberdayaan tersebut

sepertinya hanya memberdayakan para lanjut usia agar mempunyai kemampuan,

(33)

bagaimana pemberdayaan tidak saja terhadap para lanjut usia, dan keluarganya

namun juga kepada seluruh komponen bangsa ini agar diberdayakan sehingga

upaya-upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia dapat terwujud. Pemberdayaan

harus diselenggarakan menjadi suatu gerakan.

Tantangan yang dihadapi akibat meningkatnya jumlah lanjut usia, terutama mereka yang tidak potensial dan terlantar, adalah penyediaan jaminan sosial baik formal maupun informal. Penyiapan lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik lanjut usia akan menjadi kendala bagi lanjut usia yang masih potensial. Di samping itu tantangan lain adalah penyediaan pelayanan yang dibutuhkan oleh lanjut usia sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

Visi : "Lanjut Usia Indonesia Sejahtera 2020" Misi :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan sosial lanjut usia secara fisik,mental, sosial serta diliputi rasa keselamatan dan kenyamanan.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif agar selama mungkin lansia menjadi subyek pembangunan.

(34)

Tugas Pokok : Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, standarisasi dan pemberian bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pelayanan sosial lanjut usia.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pelayanan Sosial lanjut Usia mempunyai fungsi :

1. Penyiapan perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti, kelembagaan sosial serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia.

2. melaksanakan kebijaksanaan teknis dibidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti, kelembagaan sosial serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku.

3. Penyusunan standar teknis, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dibidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti,kelembagaan sosial serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia.

4. Bimbingan teknis di bidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti, kelembagaan sosial lanjut usia serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia.

5. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis dibidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti, kelembagaan sosial serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia

(35)

Perbaikan perawatan dan penyediaan fasilitas kesehatan serta semakin baiknya gizi masyarakat berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia yang membawa konsekuensi meningkatnya jumlah lanjut usia dari tahun ke tahun. Dengan semakin panjangnya usia harapan hidup, akan berimplikasi pada permasalahan sosial yang berkaitan dengan kondisi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi dimana jumlah lanjut usia terlantar semakin meningkat.

2.3 Permasalahan dan Batasan pada Lanjut Usia

Lansia adalah proses menua (aging) yaitu proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia.

Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Memasuki masa lansia berarti memasuki kehidupan fisik dengan daya tahan dan fungsi yang telah menurun. Efek-efek tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia muda.

(36)

Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN, 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

Menurut teori penarikan diri (Disengagement Theory), usia lanjut merupakan proses yang bergerak secara perlahan dari individu untuk menarik diri dari peran sosial atau dari konteks sosial. Keadaan ini menyebabkan interaksi individu lanjut usia mulai menurun, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Pada usia lanjut sekaligus terjadi triple loss, yaitu kehilangan peran (loss of role), hambatan kontak sosial (restriction of contacs and relationships), dan berkurangnya komitmen (reduced commitment to sosial mores and values).

(37)

sosial, dan pendidikan menjadi sangat penting bagi individu lanjut usia (Sudarma, 2002 : 181).

Masalah-masalah pada lansia antara lain, mudah jatuh, mudah lelah, kekacauan mental akut, nyeri dada, sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik, berdeba-debar, pembengkakan kaki bagian bawah, nyeri punggung bawah atau pinggang, nyeri pada sendi pinggul, berat badan menurun, mengompol, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan tidur, keluhan pusing, keluhan dingin dan kesemutan, serta mudah gatal.

Lantas apa yang harus dilakukan oleh semua komponen bangsa dalam rangka

mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan ketergantungan, kesehatan,

atau upaya meningkatkan kesejahteraan Lansia ? Jika hal ini tidak dilakukan sejak

dini, maka tunggu saja masalah ini akan merupakan bom waktu yang akan

mendatangkan permasalahan bangsa pada waktu yang akan datang. Kalaulah pada

era tahun tujuh puluhan sampai dengan sekarang ini masalah pengendalian

kelahiran menjadi fokus pelaksanaan program di bidang kependudukan, maka bisa

jadi jika program tersebut kurang berhasil pelaksanaannya maka bangsa ini akan

menghadapi sekaligus dua permasalahan di bidang kependudukan yaitu

pengendalian angka kelahiran dan sekaligus masalah pertumbuhan serta

meningkatnya jumlah penduduk Lansia yang begitu tinggi.

Sebagai pekerja sosial, di dalam membimbing masyarakat terkhusus pada

lanjut usia sebaiknya menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada satu program pun

yang merugikan bagi kesehatan dan kesejahteraan kelompok selama tujuannya

(38)

2.4Kerangka Pemikiran

Menjadi tua adalah suatu hal yang pasti dan tidak bisa dielakkan oleh

siapapun. Menua merupakan proses siklus hidup. Pada saat masa-masa lanjut usia

harapannya bisa merasakan kehidupan yang layak. Artinya, seorang lansia

hendaknya beroleh pelayanan yang maksimal dengan kata lain seperti yang sering

disebut ‘bahagia dihari tua’. Sudah selayaknya para lanjut usia memperoleh

kesejahteraan di saat masa tuanya. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia

membawa satu masalah yang harus ditangani keberadaannya dan harus ditanggapi

serius oleh pemerintah baik pihak-pihak lembaga lainnya.

Dengan berdasarkan Undang-Undang No.13 tahun 1998 yang membahas

tentang Kesejahteraan sosial lanjut usia, diharapkan dapat memberikan aturan

pelayanan yang akan membawa lanjut usia pada taraf kesejahteraan yang lebih

baik. Kesejahteraan sosial dapat mencakup semua bentuk intervensi sosial yang

mempunyai suatu perhatian utama dan langsung pada peningkatan kesejahteraan individu dan masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara langsung berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan kualitas hidup itu meliputi pelayanan-pelayanan sosial bagi individu dan keluarga-keluarga juga usaha-usaha untuk memperkuat atau memperbaiki lembaga-lembaga sosial.

(39)

diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh warga binaan sosial lanjut usia, sehingga para lanjut usia yang berada didalamnya dapat merasakan kesejahteraan yang lebih baik.

Untuk melihat lebih jelasnya alur pemikiran tersebut, Peneliti membuat bagan yang menggambarkan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut :

Bagan Alur Pikir

UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELAYANAN SOSIAL TUNA RUNGU

WICARA DAN LANJUT USIA PEMATANG SIANTAR

PELAYANAN SOSIAL -Pelayanan Sosial Dasar

(makanan, kesehatan, tempat tinggal) -Pelayanan Teknis

-Penyaluran Bantuan

6 ORANG WARGA BINAAN SOSIAL LANJUT USIA (WBS LANSIA)

(40)

2.5 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.5.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang

dianut dalam suatu penelitian (Siagian, M. 2011 : 138). Haruslah jelas ditegaskan

batasan konsep yang akan dibahas sehingga tidak meluas dan pembaca bisa

mengerti apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Adapun yang menjadi konsep penelitian ini adalah :

1. Pelayanan Sosial adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk membantu

individu, kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, yang pada akhirnya mereka diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi klien sehingga kembali kepada fungsi sosialnya.

2. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh (60) tahun ke atas.

(41)

2.5.2 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional merupakan proses operasionalisasi konsep. Dimana,

perumusan defenisi operasional adalah lanjutan dari perumusan defenisi konsep.

Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar

terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep

tersebut terangkat dan terbuka (Siagian, M. 2011 : 141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional yang peneliti rumuskan dalam

pelayanan sosial lanjut usia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Tuna

Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar, dapat dilihat dengan indikator sebagai berikut :

a. Pelayanan sosial dasar

- Memberikan pemeriksaan kesehatan terhadap warga binaan sosial lanjut

usia.

- Penyediaan obat-obatan untuk Warga Binaan Sosial jika ada yang jatuh

sakit.

- Menyediakan satu ruang poliklinik untuk pemeriksaan kesehatan.

- Menyediakan 1 orang tenaga medis dan 2 orang ahli gizi yang mengatur

kandungan gizi makanan yang akan dikonsumsi.

- Memberikan makan warga binaan sosial tiga kali sehari (pagi, siang,

malam)

(42)

b. Pelayanan Teknis

- Bimbingan keagamaan bagi warga binaan sosial (Islam dan Kristen)

- Pendampingan individu (Warga Binaan Sosial)

- Dinamika kelompok

c. Penyaluran Bantuan

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deksriptif, yang bertujuan untuk

memberikan gambaran kenyataan mengenai keadaan subjek dan objek penulisan

pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana keadaan

yang ada didalamnya. Metode deskriptif digunakan dalam penulisan ini untuk

memberikan gambaran mengenai keadaan pelayanan sosial lanjut usia yang telah

diberikan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia

Pematang Siantar.

Dengan metode ini penulis berharap dapat menyajikan sebuah gambaran yang

dapat menggambarkan bagaimana pelayanan yang telah diberikan di UPT

Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah salah satu Lembaga Pemerintahan milik

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara yakni Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia. yang

berlokasi di Jln. Sisingamangaraja No.67 Pematang Siantar. Alasan memilih

lokasi ini sebagai tempat penelitian ialah karena panti ini merupakan salah satu

tempat untuk memberikan pelayanan sosial terhadap lanjut usia dan peneliti

merasa kondisi pelayanannya penting untuk diketahui banyak orang demi

(44)

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini

adalah warga binaan sosial lanjut usia di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu

Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar sebanyak 6 orang informan kunci. 3.3.2 Informan

Informan kunci yaitu mereka yang terlibat langsung dalam pengambilan

data selama proses penelitian dan memberikan informasi mengenai data yang

diperlukan dalam penelitian. Adapun informan kunci dari penelitian ini adalah 6

orang warga binaan sosial lanjut usia yang berada di UPT Pelayanan Sosial Tuna

Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Adapun nama-nama yang menjadi informan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut : Bily Siahaan berusia 74 Tahun, Fatma berusia 73 tahun, Lasimun berusia 87 tahun, Mainem Saragih berusia 73 tahun, Rosma Panjaitan berusia 68 tahun, dan Sahat Ritonga berusia 78 tahun.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpul dalam penelitian ini diperoleh dari :

a. Observasi, yaitu Pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk

memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian

ini peneliti berperan juga sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk

mengamati objek di lapangan yang meliputi warga binaan sosial lanjut usia

yang berada di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia

(45)

b. Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan peneliti

dengan cara mengumpul data dengan informan sehingga informan

memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi dari

informan tentang bagaimana pelayanan sosial yang telah diberikan UPT

Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar .

c.Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data atau informasi

menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku

ataupun tulisan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisa deskriptif, yaitu

dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia

dari berbagai sumber data yang terkumpul dan kemudian dinarasikan sebagai

(46)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah berdirinya Lembaga

Pada tahun 1958 oleh Perkebunan Siantar Estate memberikan sebidang tanah kepada Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara/Dinas Sosial Daerah Tingakat II Kabupaten Simalungun guna mendirikan Panti Sosial dengan tujuan dapat menampung para penyandang masalah social terutama para Lanjut Usia yang sudah pensiun dari perkebunan Siantar Estate. Luas arealnya 20.000 M2. Lokasinya di jalan Sisingamangaraja Kelurahan Bah Kapul Kecamatan Siantar Martoba Kodya Pematang Siantar. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 1987 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Tingkat I Sumatera Utara status Panti Karya Bah Kapul berubah menjadi Panti Jompo/Lanjut Usia.

Pada tahun 1987 berdiri Panti Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara Panghobopon Bani Nalongah yang berlokasi di Jalan Sisingamangaraja Nomor 68 Kelurahan Bah Kapul Kecamatan Siantar Martoba Kota Madya Pematang SIantar. Luas areal 36.500 M2. Panti ini merupakan salah satu UPT Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Sumatera Utara yang melayani Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara. Wilayah kerjanya meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Riau, Sumatera Barat, Jambi (Sumbagut).

(47)

satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai tugas dan fungsi memberikan pelayanan terhadap :

a. Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara. b. Lanjut Usia Terlantar.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 33 Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi UPT pada Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara UPTD Harapan teratai Bah Kapul Pematang Siantar berubah nama menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar.

4.2 Visi dan Misi

Adapun yang menjadi visi dan misi dari Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi

Sumatera Utara, yaitu :

a. Meningkatkan Pelayanan Sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS).

b. Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional di bidang

kesejahteraan sosial.

c. Meningkatkan keterjangkauan dan mutu pelayanan sosial.

d. Meningkatkan persan serta dan kepedulian masyarakat terhadap

penyelenggaraan pelayanan sosial dasar.

e. Meningkatkan fasilitasi dan kordinasi pembangunan kesejahteraan sosial.

f. Melestarikan nilai-nilai keperintisan, kepahlawanan dan kejuangan.

(48)

4.3 Gambaran umum Lembaga

UPT pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara, yang mempunyai tugas pokok dan fungsi memberikan pelayanan sosial kepada Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara dan Lansia (Werda), berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.33 Taahun 2010 ( tentang struktur organisasi, tugass dan fungsi UPT Dinas Kesejahteraan dan Sosial Sumaatera Utara). UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia yang berdomisili di Jl. Sisingamaharaja No. 68 Pematang Siantar Sumatera Utara (Jl. Lintas menuju kota wisata Parapat).

4.3.1 Dasar Hukum

1. UUD RI No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak

2. UUD RI no.4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat

3. UUD RI no.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia

4. UUD no.43 Tahun 1998 tentang upaya peningkaatan kesejahteraan

penyandang cacat

5. UUD RI no. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah

6. UUD RI no.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial

7. PPRI no.32 Tahun 2004 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosia penyandang cacat

(49)

9. KEMENSOS RI no.59/HUK/2003, tentang organisasi dan tata kerja panti sosial

10.PERDA/PROVSU no.3 tahun 2001, tentang dinas-dinas daerah Sumatera Utara

11.KEP.GUBERNUR SUMATERA UTARA no.061.297/K tahun 2002 tentang tugas, fungsi dan tata kerja dinas sosial serta organisasi dan tata kerja UPTD Sumatera Utara

12.Peraturan Gubernur no.33 tahun 2010 tentang struktur organisasi, tugas, fungsi UPT pada dinas kesejahteraan dan sosial propinsi sumatera utara

4.3.2 Sasaran Garapan

A. Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara , dengan kriteria:

1. Usia 15-35 tahun

2. Tidak menderita cacat ganda dan penyakit menular

3. Belum menikah

4. Bersedia di asramakan dengan lama pembinaan maksimal 3 tahun

5. Membawa surat pengantar pemerintah setempat (domisili)

B. Lanjut Usia, dengan kriteria:

1. Usia 60 tahun ke atas

2. Tidak menderita penyakit menular

3. Sehat jasmani dan rohani

(50)

4.3.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi diperlukan untuk membedakan batas-batas wewenang dan tanggung jawab secara sistematis yang menunjukkan adanya hubungan/keterkaitan antara setiap bagian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Demi tercapainya tujuan umum suatu instansi diperlukan suatu wadah untuk mengatur aktivitas maupun kegiatan instansi. Pengaturan ini dihubungkan dengan pencapaian tujuan instansi yang telah ditetapkan sebelumnya. Wadah tersebut disusun dalam suatu struktur organisasi dalam instansi. Melalui struktur organisasi yang baik, pengaturan pelaksanaan pekerjaan dapat diterapkan, sehingga efisiensi dan efektivitas kerja dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan koordinasi yang baik sehingga tujuan instansi dapat dicapai.

Kepala UPT

KEPALA UPT

KASUB. BAG TATA USAHA KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL (PEKERJA SOSIAL)

(51)

Adapaun uraian tugas dari Kepala Unit Pelaksana Teknis, adalah :

a) Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin

pegawai di lingkungan dinas.

b) Menyelenggarakan pembinaan, sinkronisasi dan pengendalian pelaksanaan

tugas pokok dan fungsi dinas.

c) Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan dinas, sesuai

ketentuan yang berlaku.

d) Menyelenggarakan pengkajian dan menetapkan pemberian dukungan tugas

atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang kesejahteraan dan sosial.

e) Menyelenggaraan fasilitasi penyelenggaraan program potensi sumber

kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial,

bantuan dan jaminan sosial.

f) Menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga terkait.

g) Menyelenggarakan pengkoordinasian penyusunan tugas-tugas teknis serta

evaluasi pelaporan yang meliputi kesekretariatan, potensi sumber kesejahteraan

sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan sosial.

h) Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norma-norma dan

kriteria-kriteria sesuai ketentuan yang berlaku.

i) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan teknis dalam rangka penyelenggaraan

pelayanan di bidang kesejahteraan dan sosial.

j) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan dengan dinas/lembaga kesejahteraan

dan sosial lintas Kabupaten/Kota.

k) Menyelenggarakan tugas lain, yang diberikan Gubernur sesuai tugas dan

(52)

Pekerja Sosial Fungsional

Adapun yang menjadi tugas dari pekerja sosial fungsional adalah : a) Membuat kurikulum pembelajaran warga binaan sosial

b) Menyusun jadwal pembelajaran warga binaan sosial c) Menyusun rancangan dan istrumen asesmen

d) Menyusun rencana bimbingan fisik, keterampilan, sosial, psikososial, advokasi e) Pendampingan bimbingan pengetahuan dasar, bahasa isyarat, dan bimbingan

keterampilan

f) Melaksanakan bimbingan sosial, psikososial, dan advokasi g) Pembahasan kasus

h) Supervise pelaksanaan tugas

i) Evaluasi dan pembuatan laporan kegiatan Sub Bag Tata Usaha

Adapun yang menjadi tanggung jawab Sub bag tata usaha, meliputi : a. Melaksanakan surat menyurat

b. Pengusulan kenaikan pangkat, gaji berkala, dan pensiunan c. Mutasi pegawai

d. Melakukan pembayaran air, listrik, dan telepon e. Mengurus gaji pegawai, honor daerah, honor lepas f. Memelihara sarana dan prasarana

g. Pembinaan pegawai apel pagi dan sore, upacara hari kesadaran nasional h. Menginventarisasi barang

(53)

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang

Siantar memiliki luas areal 56.500 m, yang terdiri dari :

(54)

1

Ruang keterampilan pertukangan kayu

Ruang keterampilan menjahit, salon

Ruang pendidikan I

Ruang pendidikan II

Ruang pendidikan III

Dapur dan ruang makan

Garasi/Gudang

Asrama putra WBS Rungu Wicara

Asrama Putri WBS Rungu Wicara

Asrama WBS Lanjut Usia I,II,III

(55)

16

4.4 Tata Cara penanganan Lanjut Usia

Warga binaan sosial lanjut usia sejumlah 36 orang, terdiri dari 19 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Proses pelayanan dilakukan dengan beberapa tahap, yakni :

1. Pendekatan awal a. Sosialisasi program

b. Registrasi pendaftaran calon wbs lanjut usia (mengisi formulir) c. Membuat kontrak kerja dengan keluarga dan calon wbs

d. Menerima dan penempatan calon wbs ke asrama e. Orientasi calon wbs di UPT

2. Pemahaman Masalah (Asesmen) a. Menyusun instrument asesmen b. Mengisi formulir asesmen

c. Analisa tingkat kemampuan fisik, social, mental, dan psicososial d. Pembahasan kasus

e. Menentukan focus masalah 3. Perencanaan Pelayanan Sosial

(56)

b. Pengelompokan warga binaan sosial pada jenis program pelayanan berdasarkan rekomendasi asesmen

c. Membuat jadwal pelayanan

d. Menyusun materi, bimbingan fisik, keterampilan (tanaman bunga, kebon), social, psikososial dan advokasi

4. Pelaksanaan Program Pelayanan

a. Bimbingan fisik warga binaan sosial lanjut usia - Senam kesegaran jasmani

- Kebersihan lingkungan asrama, ruang makan b. Bimbingan mental

- Bimbingan agama Islam dilaksanakan setiap hari jumat - Bimbingan agama Kristen dilaksanakan setiap hari selasa

- Melaksanakan ibadah di mesjid sibatu-batu dan gereja di sekitar jalan Bali - Merayakan Natal bersama di Aula UPT

- Melaksanakan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha c. Bimbingan sosial

- Bimbingan sosial perorangan - Bimbingan sosial kelompok

- Bimbingan sosial hidup bermasyarakat d. Terminasi

(57)

BAB V

ANALISIS DATA

Pada bab ini akan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari

penelitian yang dilakukan di lapangan melalui wawancara dengan informan.

Peneliti berhasil mengumpulkan data dari 6 orang informan. Dalam hal ini, data

yang diperoleh langsung dari warga binaan sosial lanjut usia di UPT Pelayanan

Sosial Tuna Rungu Wicara dan lanjut Usia Pematang Siantar.

Dari penelitian tersebut, diperoleh data umum mengenai informan melalui

nama, usia, jenis kelamin, daerah asal, suku bangsa, dan tahun masuk ke panti.

Setelah melakukan observasi ke lapangan dan wawancara dengan informan,

diperoleh juga berbagai data-data yang akan dianalisis melalui pendekatan

kualitatif. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data-data yang

sudah terkumpul, penulis mencoba menguraikan petikan wawancara dengan

informan serta narasi penulis tentang data-data tersebut.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Respoden I

Responden yang pertama bernama Bily Siahaan seorang laki-laki bersuku

bangsa Batak Toba. Beliau sekarang berusia 74 tahun dan sejak tahun 2009

(selama 4 tahun) tinggal di Panti UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan

Lanjut Usia Pematang Siantar. Bapak Bily berasal dari daerah Simarimbun,

Pematang Siantar yang jaraknya tidak jauh dengan lokasi panti tempat dimana

(58)

Alasan bapak Bily masuk ke panti ialah karena beliau tidak mempunyai

keluarga yang bisa menerima dia lagi. Beliau tidak mempunyai anak. “Panjang

cerita saya bisa masuk ke panti ini. Ceritanya menyedihkan sekali.” demikian

penuturan beliau. 1 Agustus 2008 istrinya meninggal. Selama berumah tangga,

mereka tinggal di rumah keluarga Silitonga (Almarhum istri beliau). Istrinya 10

orang bersaudara dan mereka tidak mempunyai orangtua lagi. Namun mereka

mempunyai usaha rumah makan. Istri bapak Billy adalah anak yang paling besar.

Dia pandai menjahit dan memasak. Setelah 3 bulan berkeluarga mereka bertani di

Simpang dua dan tinggal di rumah keluarga Silitonga.

Setelah istri beliau meninggal, rumah yang selama ini ditempati oleh mereka

diwariskan kepada adik bungsu istrinya, sehingga bapak Bily harus juga

meninggalkan rumah tersebut. Selama 8 bulan beliau pergi ke Jakarta dan tinggal

di rumah keluarga disana. Untuk memperjuangkan hidupnya, pak Bily bahkan

harus menjadi seorang supir pribadi di rumah keluarganya. Beliau tidak dapat

bertahan lama disana karena badan yang semakin tua dan tidak sanggup lagu

bekerja. Bapak Bily memutuskan untuk pulang ke Sumatera dengan memiliki

sedikit bekal (uang) upah selama di Jakarta. Singkatnya, beliau berencana setelah

kehabisan uang yang dimiliknya akan bunuh diri di Sumatera karena merasa

dirinya tidak berguna dan beliau putus asa sudah tidak memiliki apa-apa lagi.

Beberapa hari setelah di Siantar, ketepatan saat itu pak Bily berjalan melewati

sekitaran panti UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia

Pematang Siantar yang sebelumnya ia tidak mengetahui kalau ternyata itu adalah

panti jompo. Sore itu disirami hujan dan pak Bily berteduh di pos jaga panti.

(59)

bercerita tentang kehidupannya kepada petugas tersebut, akhirnya pak Bily

ditawarkan untuk tinggal di panti.

Selama lebih kurang 4 tahun tinggal di panti UPT Pelayanan Sosial Tuna

Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar, bapak Bily selalu mengikuti

kegiatan yang dibuat oleh panti. Seperti, pembinaan keagamaan setiap hari selasa

bagi yang beragama Kristen. Beliau mengatakan dialah salah seorang yang sering

disuruh membuat doa. Terkadang pembinaan tidak dilaksanakan jika

instrukturnya berhalangan, misalnya sakit. Mengenai apel pagi di panti, beliau

mengatakan tidak mengikutinya karena mulai bangun tidur sudah sibuk dengan

aktivitas, misalnya bersih-bersih kamar dan juga lainnya.

Bapak Bily memiliki hubungan yang baik dengan pegawai/petugas di panti.

Jika memiliki masalah atau beban pikiran, beliau berbagi cerita kepada pegawai

(lebih sering kepada Ibu Upik). Dengan mengadakan konsultasi tersebut, pak Bily

merasa terbantu dengan masalahnya. Kalau terhadap sesama warga binaan sosial

di panti, beliau tidak pernah berbagi jika ada masalah. Namun demikian, tetap

hubungan dengan sesama warga binaan sosial terjalin dengan baik. Tidak begitu

dekat tapi tidak pernah berantam.

Selama di panti pak Bily sering jatuh sakit. Pernah ditabrak bus di depan

panti ketika menyeberang jalan, pernah mengalami TB paru, dan sekarang sering

mengalami sakit di bagian pinggang. Jika sakitnya masih sedikit, hanya berobat di

poliklinik. Tetapi jika sudah agak parah baru dibawa ke Rumah sakit . beliau

mengatakan bahwa obat-obatan di poliklinik tidak begitu lengkap. Paling yang

ada OBH, obat tidur, dan obat ringan lainnya. Pengobatan yang diberikan

(60)

Berbicara mengenai pakaian untuk para warga binaan sosial, panti tidak

pernah memberikan pakaian. Pakaian diperoleh dari sumbangan dari luar dan

orang-orang tertentu yang mengenal beliau dengan kondisi pakaian yang layak

pakai. Demikian bantuan lainnya jika ada yang memberikan ke panti, semua

warga binaan sosial dapat menikmatinya dengan merata dan tanpa terkecuali.

Makanan yang diberikan panti sudah mulai diatur gizinya. Tapi terkadang beliau

masak sendiri di kamar karena kadang beras yang diberikan itu beras bulog.

Beliau merasa nyaman tinggal di panti. Disamping memang karena tidak

mempunyai keluarga, pak Bily merasa panti itu merupakan keluarga sebagai

tempat yang nyaman untuk tinggal bersama. Menurut penuturan beliau, dia tidak

pernah melakukan kesalahan selama tinggal di panti. Untuk mejaga kebersihan di

sekitar panti, beliau turut berperan ambil bagian dalam kebersihan dengan alat-alat

yang sudah disediakan oleh panti. Dalam pengambilan suatu keputusan, jika

beliau memberikan pendapat itu didengarkan dan dihargai. Ketika ditanya kepada

bapak Bily tentang apa yang menurut beliau paling penting untuk dibenahi di

panti, dia mengatakan bahwa kualitas makanan di panti harus semakin

ditingkatkan, agar semua para lanjut usia semakin sehat dengan keteraturan

keseimbangan kualitas makanan.

5.1.2 Responden II

Responden yang kedua bernama Fatma dari suku bangsa Padang. Jenis

kelamin perempuan dan berusia 73 tahun. Ibu Fatma berasal dari Bukit Tinggi dan

sudah lama merantau ke Sumatera utara tepatnya di daerah Perdagangan. Sejak

(61)

Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Ia adalah seorang beragama

Islam.

Masalah keluarga adalah menjadi latar belakang mengapa Ibu Fatma tinggal

di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar.

Suami Ibu sudah meninggal beberapa tahun lalu. Saya memiliki 2 orang anak

kandung dan sudah berkeluarga masing-masing” demikian penuturan beliau.

Selama ini Ibu Fatma tinggal bersama anak-anak angkatnya di sebuah rumah

milik Ibu Fatma di Perdagangan. Di dalam rumah itu tinggal anak angkatnya dan

beberapa orang cucunya. Untuk suatu keperluan, Ibu fatma bertindak sendiri

menjual rumah satu-satunya. Secara langsung semua anak-anak angkatnya yang

selama ini tinggal bersamanya merasa sakit hati dan tidak ada lagi yang mau

menerima Ibu Fatma di tempat tinggal baru mereka.

Seorang menantu (Tampubolon) menyarankan agar Ibu Fatma tinggal di

panti jompo saja. Kalau tinggal dengan menantunya yang satu ini, itu terlalu sulit

karena perbedaan agama mereka. Dengan saran tersebut akhirnya Ibu Fatma

diantar oleh menantunya itu ke panti. Beliau masuk ke panti pada awal tahun

2013. Jadi, memang masih beberapa bulan merasakan tinggal di panti. Selama

tinggal di panti, Ibu fatma selalu mengikuti kegiatan keagamaan yang

dilaksanakan hari jumat untuk yang beragama islam. Untuk kegiatan apel pagi,

Ibu Fatma tidak bisa ikut lagi karena merasa kakinya sudah tidak bisa diajak

kompromi dan tidak kuat lagi.

Mengadakan konsultasi pribadi dengan pegawai atau petugas panti jika

memiliki masalah atau beban pikiran, itulah yang dilakukan ibu Fatma. Dengan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menjelaskan bahwa rasa dalam konsep budaya Jawa merupakan substansi keindahan tari Bedhaya Ela-ela, yang ditubuhkan oleh koreografer (Agus

tidak adanya pelaksanaan kampanye berbasis Al- Qur’an dan Sunnah sebagai ajang memperkenalkan pasangan calon dan pendidikan politik.. masyarakat, hal ini

Dengan terpenuhinya uji prasyarat yaitu uji homogenitas dan uji normalitas maka selanjutnya dapat dilanjutkan menggunakan uji independent sample t-test dan uji

Dalam pandangannya, perempuan diidentik dengan sosok yang lemah, halus dan emosional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai mahkluk yang seolah-olah harus dilindungi

Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah “ Dinamika Kelimpahan Mikroorganisme di Pertanaman Lada pada Lahan Bekas Tambang Timah yang diaplikasi Pupuk Hayati

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah ibu yang memiliki balita riwayat pneumonia di wilayah kerja UPTD Kesehatan Kecamatan Sananwetan Kota Blitar

1) Keotentikan dari gambar yang digunakan sebagai media. 2) Sederhana, sehingga mudah dipahami siswa. 3) Mempunyai ukuran yang dapat disesuaikan dengan ruangan. 4) Sesuai

Penelitian yang dilakukan oleh Irawan & Muhartati, 2019 menunjukkan masyarakat Bintan di Kepulauan Riau memiliki banyak kearifan lokal dan etnosains berupa