• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Komunikasi Antarpribadi Dosen Pembimbing Dan Mahasiswa Dalam Bimbingan Skripsi (Studi Kasus Kecemasan Berkomunikasi dan Ketidakpastian Pada Mahasiswa FISIP USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fenomena Komunikasi Antarpribadi Dosen Pembimbing Dan Mahasiswa Dalam Bimbingan Skripsi (Studi Kasus Kecemasan Berkomunikasi dan Ketidakpastian Pada Mahasiswa FISIP USU)"

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DOSEN PEMBIMBING DAN MAHASISWA DALAM BIMBINGAN SKRIPSI

(Studi Kasus Kecemasan Berkomunikasi dan Ketidakpastian Pada Mahasiswa

FISIP USU)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diajukan Oleh:

TABITA SILITONGA

070904085

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Fenomena Komunikasi Antarpribadi Dosen Pembimbing dan Mahasiswa dalam Bimbingan Skripsi Suatu Studi Kasus Kecemasan Berkomunikasi dan Ketidakpastian Pada Mahasiswa FISIP USU.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis interaksi komunikasi antarpribadi, memahami kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dalam komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing, serta faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya fenomena kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dalam pengalaman interaksi komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing dalam bimbingan skripsi.

Dengan menggunakan metode penelitian studi kasus yang menggunakan berbagai sumber data yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis, penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif yang menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini menggunakan teori kecemasan berkomunikasi dan pengurangan ketidakpastian dalam komunikasi antarpribadi. Pada penelitian ini melibatkan 17 informan yang berasal dari enam departemen di FISIP USU dengan tingkat kecemasan dan ketidakpastian sangat tinggi, moderat, dan rendah pada tahap penunjukan, tahap masukan, maupun tahap personal komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing dalam proses bimbingan skripsi.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Bapa Surgawi yang selalu

setia memampukan penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Bapa yang selalu setia dalam suka dan duka penulis, yang selalu membuka

jalan saat tiada jalan ditemukan penulis. Terimakasih Bapa terkasih.

Penulisan skripsi dengan judul “Fenomena Kecemasan Berkomunikasi

dan Ketidakpastian Mahasiswa dalam Interaksi Komunikasi Antarpribadi dengan Dosen Pembimbing dalam Bimbingan Skripsi” ini bertujuan untuk

memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi penulis dalam

memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan hasil dari ilmu yang peneliti peroleh selama

mengikuti proses perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan hasil penelitian yang

peneliti peroleh selama di lapangan, buku-buku perpustakaan, kajian literatur,

serta internet.

Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua penulis, Ir. J. Silitonga dan T.Tobing, untuk kasih sayang dan didikan

yang sangat berharga dan tidak ternilai, terkhusus ucapan terima kasih untuk

(4)

penulis banggakan, dr.Fridameria Silitonga, Immanuel Silitonga, Pashima Uli

Silitonga, Jonas Silitonga.

Dan dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatmawardi Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu

Komunikasi serta Ibu Dra. Dayana Manurung selaku Sekretaris

Departemen Ilmu Komunikasi atas segala dukungan dan dorongan yang

menambah semangat penulis.

3. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang

penulis hormati. Penulis sangat bersyukur atas seorang dosen pembimbing

yang luar biasa seperti Bapak. Ucapan terima kasih yang terdalam atas

kesabaran Bapak dalam membimbing dan mendukung penulis sampai

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D selaku Dosen Wali penulis atas

dukungan dan kasih sayang seperti orang tua yang diberikan kepada

penulis .

5. Bapak Pdt. Ony Unitly dan keluarga

(5)

7. Seluruh dosen dan Staf Pengajar yang telah mendidik dan membimbing

penulis sejak semester awal hingga penulis menyelesaikan perkuliahan.

8. Kak Icut, Kak Maya,dan Kak Ros atas bantuan dan keceriaan yang

menginspirasi penulis.

9. Herbin Rajagukguk,S.Sos dan Emma Violita Pinem,S.Sos atas

persahabatan yang tidak dapat dibandingkan dengan orang lain.

10.Mama Mian atas ketegaran dan kekuatan seorang mama yang peneliti

kagumi, serta Natasia Simangunsong,S.Sos yang menjadi teman ceria

peneliti.

11.Bapak dan Ibu Simatupang yang telah menginspirasi penulis akan kasih

dan harapan orangtua yang tinggi, serta Perdana Tua Simatupang yang

dewasa dan sayang sama teman-temannya terutama kepada keluarganya.

12.Bapak dan Ibu Silalahi atas kasih sayang dan didikan orangtua yang luar

biasa, serta Firman dan Christina Natalina Silalahi yang luar biasa. Setiap

ajaran dan kasih sayang Bapak dan Ibu tidak sia-sia karena anak-anak

Bapak dan Ibu sungguh telah menjadi kebanggaan dan kebahagiaan setiap

orang.

13.Lindawati Simbolon yang spesial bagi semua orang dan Romi Commando

Girsang atas setiap kekritisan yang super keren

14.Kelompok Kecil Infokatif, kak Rohani dan Jeng Karona Sitepu yang

(6)

15.Surya Sihombing,S.Sos dan Andrye Christian,S.Sos atas bantuan yang luar

biasa mengagumkan bagi penulis, serta Fernandez dan Dodi

16.Villya, Roria, Isa atas setiap dukungan yang diberikan kepada penulis.

17.Minat Brontak yang menjadi sahabat diskusi penulis selama kuliah.

18.Kubu Doa FISIP USU atas setiap doa yang dipanjatkan. Terus berdoa

untuk kampus kita.

19.Teman-teman penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

terkhusus Grace, Fazario, Suci, Kumari, Astri, Inggit, Anggi, Angga,

Yohana, Setya, Ropenta, Mardiandi.

20.Adik penulis Irwan Sitinjak, Vizabinka dan Melisa

21.Setiap informan yang luar biasa atas informasi yang sangat membantu

dalam pengumpulan data skripsi ini. Skripsi ini menjadi berguna karena

informasi yang kalian berikan. Semoga hasil usaha kita bermanfaat bagi

mahasiswa lain.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurna. Untuk itu saran

dan kritik sangat dibutuhkan dalam perbaikan skripsi ini. Terima Kasih.

Medan, Agustus 2011

Penulis

(7)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

ABSTRAKSI

KATA PENGANTAR………. i

BAB I PENDAHULUAN……… 1

I.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

I.2 Perumusan Masalah……….. 8

I.3 Pembatasan Masalah………. 9

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 10

I.4.1 Tujuan Penelitian……….. 10

I.4.2 Manfaat Penelitian……… 11

I.5 Kerangka Teori……….. 11

I.5.1 Komunikasi Antarpribadi………. 11

I.5.2 Communication Apprehension………. 12

I.5.3 Teori Pengurangan Ketidakpastian……….. 13

I.6 Kerangka Konsep……….. 13

I.7 Operasionalisasi Konsep……… 14

I.8 Defenisi Operasional……….. 16

BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi Antarpribadi……… 21

II.1.1 Defenisi dan Peranan Komunikasi Antarpribadi……….. 21

II.1.2 Peranan Ciri dan Sifat Komunikasi Antarpribadi……….. 25

II.1.3 Fungsi dan Keampuhan Komunikasi Antarpribadi……… 30

II.1.4 Konsepsi Diri dalam Komunikasi Antarpribadi……….... 31

(8)

II.2.1 Ciri Communication Apprehension……… 36

II.2.2 Perilaku Cemas……….. 39

II.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Berkomunikasi….. 41

II.3 Teori Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory)….. 43

II.3.1 Ketidakpastian komunikasi……… 43

II.3.2 Asumsi Teori Pengurangan Ketidakpastian……….. 47

II.3.3 Aksioma Teori Pengurangan Ketidakpastian……… 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metodologi Penelitian……… 53

III.1.1 Metodologi Kualitatif……… 53

III.1.2 Studi Kasus……….... 55

III.2 Lokasi dan Subjek Penelitian……….. 60

III.2.1 Lokasi Penelitian……… 60

III.2.2 Subjek Penelitian……… 63

III.3 Teknik Pengumpulan Data……… . 65

III.4 Teknik Analisis Data……….. 67

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1 Proses Pengumpulan Data………. 69

IV.2 Tahapan Analisis Data……… 70

IV.3 Hasil Pengamatan……… 71

IV.4 Pembahasan………. 182

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan……… 192

V.2 Saran……….. 193

(9)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Fenomena Komunikasi Antarpribadi Dosen Pembimbing dan Mahasiswa dalam Bimbingan Skripsi Suatu Studi Kasus Kecemasan Berkomunikasi dan Ketidakpastian Pada Mahasiswa FISIP USU.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis interaksi komunikasi antarpribadi, memahami kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dalam komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing, serta faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya fenomena kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dalam pengalaman interaksi komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing dalam bimbingan skripsi.

Dengan menggunakan metode penelitian studi kasus yang menggunakan berbagai sumber data yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis, penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif yang menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini menggunakan teori kecemasan berkomunikasi dan pengurangan ketidakpastian dalam komunikasi antarpribadi. Pada penelitian ini melibatkan 17 informan yang berasal dari enam departemen di FISIP USU dengan tingkat kecemasan dan ketidakpastian sangat tinggi, moderat, dan rendah pada tahap penunjukan, tahap masukan, maupun tahap personal komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing dalam proses bimbingan skripsi.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan tidak hanya dinilai dari hasil akhir, tetapi proses. Banyak

orang yang mendapatkan hasil yang baik tanpa menjalani proses yang baik dan

benar. Proses yang baik dan benar hampir selalu melalui perjalanan yang panjang,

sukar, dan berliku-liku. Namun proses inilah yang menjadi pembelajaran

terpenting dalam membangun karakter dan hanya orang-orang yang memiliki

karakter yang berkualitas yang benar-benar mau bertahan dan dapat melalui

proses tersebut.

Demikianlah skripsi, karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari

persyaratan pendidikan akademis (KBBI), dikatakan berhasil tidak hanya dilihat

dari nilai akhir yang diberikan pada bobot 6 SKS saja. Jika keberhasilan skripsi

hanya dilihat dari nilainya saja, maka integritas bukanlah harga yang harus

dimiliki.

Skripsi dikatakan berhasil saat peneliti mengerti dan memahami tujuan dan

manfaat dari dilakukannya penelitian. Skripsi dikerjakan bukan untuk

mendapatkan nilai A pada mata kuliah skripsi, bukan pula sekedar memenuhi

syarat untuk memperoleh gelar sarjana seperti yang selalu tertera pada sampul

depan skripsi. Tujuan penulisan skripsi adalah agar mahasiswa dapat berpikir

(11)

dan menuangkan hasil pemikiran dan penelitian tersebut secara sistematis dan

terstruktur (http://www.Infoskripsi.com).

Skripsi adalah bukti integritas mahasiswa, implementasi ilmu yang telah

diperoleh di perguruan tinggi, karya tertinggi mahasiswa S1 yang melibatkan rasa

dan karsa serta kemampuan intelijen dan emosional mahasiswa. Sebagai bukti

integritas serta implementasi teoritis akhir mahasiswa, skripsi bermanfaat untuk

memberikan dedikasi kepada masyarakat dengan seluruh ilmu yang diperoleh

mahasiswa selama di perguruan tinggi. Manfaat ini juga tertera dalam tridarma

perguruan tinggi yakni pengabdian kepada masyarakat. Untuk manfaat inilah,

proses yang baik dan benar adalah kunci keberhasilan skripsi.

Hasil akhir baik berupa nilai memuaskan, sangat memuaskan, maupun

pujian dan pengakuan dari orang-orang adalah bonus dari proses yang telah dilalui

dengan baik dan benar. Namun, sangat disayangkan banyak mahasiswa yang lupa,

pura-pura lupa, atau memang tidak lupa karena sama sekali tidak mengerti

manfaat skripsi pada kodratnya. Skripsi dipandang sebagai beban dan halangan

besar yang harus dilewati secepat mungkin agar bisa maju, bukan lagi sebagai

dedikasi terbaik yang sudah seharusnya diberikan kepada masyarakat pada akhir

pengabdian seorang mahasiswa. Proses tidak lagi berharga bahkan hampir tidak

terlintas dalam benak mahasiswa. Yang dipikirkan mahasiswa hanyalah cara

paling instan dan mulus untuk selesai sampai bab akhir. Yang lebih memalukan

lagi, mahasiswa menginginkan cara termudah dengan nilai tertinggi, waktu

tercepat, dan pujian dari banyak orang tanpa mempedulikan nilai guna

(12)

dengan kalimat penutup ‘Jangan lupakan almamater’ dengan bangga

didistribusikan ke masyarakat untuk memajukan nama bangsa dan negara.

Yang menjadi pertanyaannya adalah ‘Mengapa ini semua bisa terjadi?’

dan ‘Mengapa hal ini bisa tergilas dari pandangan dunia pendidikan disaat semua

birokrat pendidikan berlomba-lomba untuk memperbaiki kualitas pendidikan

institusinya?’ Salah satu hal yang sangat berkaitan dengan proses pengerjaan

skripsi yang mengikutsertakan mahasiswa dan perguruan tinggi adalah bimbingan

skripsi.

Bimbingan skripsi makna dasarnya adalah bimbingan dalam proses

skripsi. Beberapa proses dalam pengerjaan skripsi antara lain mahasiswa yang

tidak fokus pada judul penelitiannya, bingung terhadap latar belakang masalah,

kurang mengerti terhadap teori-teori yang akan digunakan, kurang memahami

metodologi penelitian, bahkan sering kali timbul masalah saat mengumpulkan

data, kesulitan dalam menganalisis data, dan kerumitan dalam membahas data

secara sistematis dan terstruktur dan berbagai hal lainnya dalam proses

penyelesaian skripsi yang tidak hanya menguji kecerdasan intelijen mahasiswa

namun menguji kecerdasan emosional mahasiswa juga. Dengan adanya kondisi

seperti ini, bimbingan skripsi adalah metode yang tepat untuk mencapai hasil

maksimal dan berkualitas dari hasil penelitian ilmiah mahasiswa.

Sebenarnya bimbingan skripsi memiliki peran penting dalam proses

pengerjaan skripsi. Namun peran itu kurang dianggap penting oleh pihak-pihak

yang bersangkutan. Bimbingan skripsi hanya dilihat sebagai formalitas, seperti

(13)

Seharusnya pemaknaan seperti ini adalah penghinaan bagi dosen pembimbing

karena ilmu yang dimiliki serta perannya sebagai pembimbing bukan hanya

sekedar berguna untuk paraf saja. Sayangnya, dosen pembimbing juga kurang

menyadari atau seolah-olah tidak menyadari keberadaan mahasiswa yang kurang

memahami tujuan penulisan skripsi.

Berhasil atau tidaknya skripsi adalah tanggung jawab dari mahasiswa yang

melakukan penelitian tersebut. Namun keberhasilan skripsi juga dipengaruhi oleh

lingkungan mahasiswa. Ketika motivasi internal mahasiswa dalam proses

penyusunan skripsi menurun, motivasi eksternal dari lingkungan sangat

dibutuhkan. Dan dosen pembimbing skripsi adalah bagian dari lingkungan

mahasiswa tersebut. Dengan kata lain, keberhasilan skripsi juga merupakan

tanggung jawab dosen pembimbing yang notabene adalah utusan dari perguruan

tinggi agar secara langsung membimbing mahasiswa.

Dosen pembimbing skripsi mempunyai peran membimbing mahasiswa

agar mahasiswa memahami etika penelitian ilmiah terutama yang menyangkut

plagiarisme dan sikap ilmiah, menetapkan masalah penelitian, menelusuri

literatur, menyusun usul penelitian, mampu menerapkan teknik presentasi yang

baik, mampu menulis skripsi, mampu melakukan ujian lisan saat

mempertanggungjawabkan hasil pengerjaan skripsinya di hadapan dosen penguji

(http://www.eng.unri.ac.id). Oleh sebab itu, peranan dosen pembimbing saat

bimbingan skripsi sangatlah penting dalam mendukung mahasiswa dalam

penelitian dan proses pengerjaan skripsinya. Melalui bimbingan skripsi, dosen

(14)

dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi, serta menghasilkan skripsi yang

berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat.

Namun fenomena yang ditemukan adalah penyebab kecemasan yang

dialami mahasiswa tingkat akhir bukan hanya karena kerumitan proses penelitian

ilmiah yang akan dihadapi, tetapi juga karena kekhawatiran mahasiswa terhadap

dosen yang membimbing mahasiswa dalam bimbingan skripsi serta terhadap

metode bimbingan skripsi dosen tersebut. Mahasiswa mengalami ketidakpastian

terhadap karakter dosen yang akan membimbing mereka. Mahasiswa

mengharapkan untuk dibimbing oleh dosen tertentu yang sesuai dengan

karakternya dan merasa cemas jika mendapatkan dosen pembimbing yang di

kalangan mahasiswa telah mendapatkan label ’kejam, kaku, perfeksionis, sangat

mendominasi, dan banyak permintaan’.

Kecemasan dan ketidakpastian yang dialami mahasiswa berpengaruh

terhadap interaksi komunikasi antarpribadi mahasiswa dengan dosen pembimbing

dalam bimbingan skripsi. Dalam proses bimbingan skripsi, semua mahasiswa

selalu mengalami kecemasan dan ketidakpastian. Namun yang menjadi perhatian

adalah tidak semua mahasiswa dapat mengatasi kecemasan dan ketidakpastiannya

dalam bimbingan skripsi.

Salah satu contoh mahasiswa yang tidak mampu mengatasi kecemasan dan

ketidakpastian dalam dirinya adalah mahasiswa yang memohon kepada

departemen untuk mengganti dosen pembimbingnya saat dia mengetahui dosen

pembimbingnya adalah seorang dosen yang tidak sesuai dengan karakternya.

(15)

karena dia memutuskan untuk tidak melakukan interaksi komunikasi dengan

dosen pembimbingnya. Kecemasan dan ketidakpastian yang sangat tinggi dan

tidak dapat diatasi membuat individu membatasi dirinya berkomunikasi dengan

individu lainnya.

Kecemasan dan ketidakpastian jika tidak dapat diatasi oleh mahasiswa,

maka akan mengalami peningkatan. Kecemasan dan ketidakpastian yang semakin

meningkat dapat menghambat komunikasi antarpribadi dosen pembimbing dan

mahasiswa dalam bimbingan skripsi.

Salah satu kelebihan komunikasi antarpribadi yaitu komunikasi

antarpribadi selalu dimulai dari proses hubungan yang bersifat psikologis dan

proses tersebut mengakibatkan keterpengaruhan diantara individu-individu pelaku

komunikasi antarpribadi. Proses komunikasi yang bersifat psikologis ini yang

menyebabkan komunikasi antarpribadi sangat berperan terhadap psikologi

individu-individu pelaku komunikasi. Komunikasi antarpribadi dapat

mempengaruhi kognitif, afektif, dan behavioral khalayaknya.

Interaksi dosen pembimbing dengan mahasiswa dalam bimbingan skripsi

memerlukan peranan komunikasi antarpribadi yang dapat mempengaruhi kognitif,

afektif, dan behavioral mahasiswa dalam menyelesaikan skripsinya. Peranan

dosen pembimbing diharapkan mampu mengurangi permasalahan yang akan

dialami mahasiswa dalam proses pengerjaan skripsi, namun terdapat kondisi riil

dimana dosen pembimbing skripsi menjadi salah satu permasalahan bagi

mahasiswa dalam proses pengerjaan skripsinya. Mahasiswa merasa khawatir bila

(16)

berkomunikasi saat bimbingan skripsi. Bahkan kekuatiran tersebut membuat

mahasiswa menjadikan atau menganggap hal yang wajar bila bimbingan skripsi

hanya sebagai pertemuan untuk persetujuan tiap bab, bukan untuk berdiskusi atau

mendapatkan pengarahan dari dosen pembimbing.

Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa yang

sedang melakukan bimbingan skripsi di Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik (FISIP) USU. Pemilihan lokasi penelitian di FISIP USU dilakukan karena

pada fakultas inilah ditemukan beberapa kasus kecemasan mahasiswa dalam

interaksi komunikasi dengan dosen dalam bimbingan skripsi dikarenakan dosen

pembimbing skripsi yang tidak sesuai dengan harapan mahasiswa. Bila melihat

pada salah satu tujuan komunikasi antarpribadi adalah untuk memelihara

hubungan yang bermakna dengan orang lain, maka yang menjadi pertanyaannya

adalah bagaimana kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dalam interaksi

komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing dalam bimbingan skripsi,

serta bagaimana komunikasi antarpribadi yang terjadi antara dosen pembimbing

dengan mahasiswa dalam bimbingan skripsi di FISIP USU. Penelitian ini

setidaknya dapat membantu dalam memperoleh pengetahuan mengenai

bagaimana selama ini subjek penelitian membangun komunikasi antarpribadinya

dan sejauhmana hal ini berpengaruh terhadap proses penyelesaian dan hasil tugas

akhir mahasiswa tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti fenomena kecemasan berkomunikasi dan ketidakpastian mahasiswa

dalam interaksi komunikasi antarpribadi dengan dosen pembimbing dalam

(17)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah interaksi komunikasi antarpribadi dosen pembimbing

skripsi dan mahasiswa dalam bimbingan skripsi?

- Apakah persepsi mahasiswa terhadap dosen pembimbingnya dalam

bimbingan skripsi?

- Apakah mahasiswa terbuka untuk berdiskusi dan berinteraksi

dengan dosen pembimbingnya?

- Apakah mahasiswa merasakan perasaan capek, marah, sedih, atau

senang dosen pembimbingnya?

- Apakah mahasiswa menilai dosen pembimbingnya secara positif?

- Apakah terdapat kesamaan antara mahasiswa dengan dosen

pembimbing?

2. Bagaimanakah kecemasan berkomunikasi dan ketidakpastian

mahasiswa dalam pengalaman interaksi komunikasi mereka dengan

dosen pembimbing dalam tahap penunjukan, perkenalan, dan personal

bimbingan skripsi?

- Apakah mahasiswa merasa antusias atau cemas dalam tahap

penunjukan, perkenalan, maupun tahap personal selama proses

(18)

- Apakah kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa meningkat atau

menurun dari satu tahap menuju tahap selanjutnya selama proses

bimbingan skripsi?

3. Faktor-faktor apakah yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya

fenomena kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dalam

pengalaman interaksi komunikasi antarpribadi dengan dosen

pembimbing dalam bimbingan skripsi?

I.3. Pembatasan Masalah

Agar ruang lingkup penelitian tidak terlalu luas sehingga dapat

mengaburkan penelitian, maka perlu dibuat pembatasan masalah.

Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti oleh peneliti adalah:

1. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan studi kasus sebagai metode riset

peneliti.

2. Yang menjadi perhatian peneliti adalah kecemasan dan ketidakpastian

mahasiswa dalam interaksi komunikasi dengan dosen pembimbing dalam

bimbingan skripsi.

3. Penelitian dilakukan di Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara

4. Penelitian terbatas pada mahasiswa S1 Reguler yang sedang mengerjakan tugas

(19)

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.4.1. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan sudah pasti mempunyai tujuan yang akan

dicapai. Adapun tujuan penelitian ini antara lain:

1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi komunikasi

antarpribadi dosen pembimbing skripsi dan mahasiswa dalam

bimbingan skripsi.

2. Penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena kecemasan

berkomunikasi dan ketidakpastian mahasiswa dalam pengalaman

interaksi komunikasi mereka dengan dosen pembimbing dalam

bimbingan skripsi.

3. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang berpotensi

menjadi penyebab terjadinya fenomena kecemasan dan ketidakpastian

mahasiswa dalam pengalaman interaksi komunikasi antarpribadi

dengan dosen pembimbing dalam bimbingan skripsi.

I.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan

(20)

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan

memperkaya khasanah penelitian tentang komunikasi antarpribadi sebagai

bagian dari ilmu komunikasi.

c. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bersama dalam

memahami konteks komunikasi antarpribadi dalam bimbingan skripsi

yang terjadi di sekitar kita.

I.5. Kerangka Teori

I.5.1. Komunikasi Antarpribadi

Kehidupan manusia ditandai dengan pergaulan di antara manusia dalam

keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah, tempat bekerja, organisasi sosial dan

lain sebagainya. Semua ditunjukkan tidak saja pada derajat suatu pergaulan di

dalam lingkungan, komunikasi, frekuensi pertemuan, jenis relasi mutu dari

interaksi-interaksi di antara mereka tetapi juga terletak pada seberapa jauh

keterlibatan di antara mereka satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi.

Menurut Lasswell dalam bukunya ”The Structure and function of Communication

in Society”, cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab

pertanyaan sebagai berikut: who, says what, in which channel, to whom, with what

effect (Rakhmat, 2002).

Ciri khas komunikasi interpersonal ini ialah sifatnya dua arah atau timbal

balik (two ways traffic communication). Di dalam komunikasi interpersonal,

komunikator dan komunikan saling berganti fungsi. Menurut Joseph A.Devito,

(21)

(empathy), dukungan (supportiveness), rasa positif (positiveness), kesetaraan

(equality). (Liliweri, 1991:13)

I.5.2 Communication Apprehension

Tingkat kecemasan ataupun ketakutan individu yang berkaitan dengan

komunikasi yang sedang atau yang akan dilakukan dengan orang lain dinamakan

dengan Communication Apprehension (CA). CA merupakan perilaku yang biasa

dan normal karena setiap individu mengalaminya, namun tidak semua individu

dapat mengatasi hal ini sehingga dapat mengganggu komunikasi individu tersebut

dengan orang lain.

Patterson dan Ritts dalam penelitiannya mengemukakan beberapa parameter yang menunjukkan komunikator mengalami kecemasan sosial dan komunikasi. Menurut mereka kecemasan sosial dan komunikasi memiliki aspek fisik, aspek tingkah laku, serta aspek kognitif.

Terkait dengan pemikiran negatif, Patterson dan Rits mengemukakan: ”Negative thinking can lead to anxious self-perception that keeps a person from

considering all of the information and cues in the environment”. (Pemikiran

negatif menyebabkan seseorang menjadi terlalu khawatir dengan dirinya sendiri sehingga ia harus memperhitungkan segala informasi dan gejala yang muncul dari lingkungan di sekitarnya). Hal ini menyebabkan proses dan pengolahan informasi yang normal terganggu yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungannya. (Morrisan, 2010:9)

Joseph A. Devito (Devito, 2001:81-82) menuliskan faktor-faktor yang meningkatkan kecemasan berkomunikasi, antara lain:

a. Derajat Evaluasi

b. Subordinate status

c. Degree of conspicuousness

d. Degree of unpredictability

e. Degree of dissimilarity

(22)

I.5.3. Teori Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory)

Teori pengurangan ketidakpastian atau Uncertainty Reduction Theory

(URT) pertama sekali dikembangkan oleh Berger dan Calabrese pada tahun 1975.

Tujuan Berger dan Calabrese dalam membangun teori ini adalah untuk

menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian

antara orang-orang yang baru saling mengenal yang terlibat dalam percakapan.

Teori pengurangan ketidakpastian membahas proses dasar bagaimana kita

memperoleh pengetahuan mengenai orang lain melalui interaksi komunikasi.

(Morissan, 2010: 86)

Berger dan Calabrese menuliskan tujuh aksioma ketidakpastian, yakni:

a.ketidakpastian tinggi, mendorong komunikasi verbal

b.pernyataan nonverbal rendah, ketidakpastian tinggi

c.ketidakpastian tinggi mendorong pencarian informasi rendah

d.ketidakpastian tinggi, keintiman komunikasi rendah

e. ketidakpastian tinggi, resiprositas tinggi

f.kesamaan mengurangi ketidakpastian

g.ketidakpastian tinggi, kesukaan rendah

(Morrisan, 2010:93)

I.6. Kerangka Konsep

Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi

dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan

berbagai fenomena yang sama ( Bungin, 2001:73)

(23)

perumusan kerangka konsep merupakan bahan yang dicapai serta perumusan kerangka konsep merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi, 1995:40).

Maka konsep operasional yang akan diteliti adalah:

Kecemasan Berkomunikasi dan Ketidakpastian Mahasiswa dalam Komunikasi

Antarpribadi dengan Dosen Pembimbing dalam Bimbingan Skripsi

I.7. Operasionalisasi Konsep

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka konsep

operasional tersebut dijadikan acuan untuk memecahkan masalah. Agar konsep

operasional tersebut dapat membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian,

maka dioperasionalkan sebagai berikut:

Konsep Operasional Operasionalisasi Konsep

Komunikasi Antar Pribadi Mahasiswa Bimbingan dan

- Turut merasakan perasaan orang lain

- Terlibat aktif melalui ekspresi wajah dan gerak

c. Dukungan (Supportiveness)

- Situasi yang terbuka untuk mendukung berlangsungnya komunikasi efektif.

d. Rasa positif (Positiveness)

(24)

- Sikap positif karena suasana yang menyenangkan

e. Kesamaan (Equality)

- Memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokrasi

- Mengkomunikasikan

penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat.

Faktor Pengaruh dan Eksplorasi

Komunikasi Antarpribadi

1. Uncertainty Reduction Theory

a.ketidakpastian tinggi, mendorong

f.kesamaan mengurangi ketidakpastian

g.ketidakpastian tinggi, kesukaan rendah

2. Communication Apprehension

a.Parameter kecemasan berkomunikasi

- Aspek fisik

- Aspek tingkah laku

- Aspek kognitif

b.Faktor-faktor yang meningkatkan kecemasan berkomunikasi

- Derajat Evaluasi

- Subordinate status

(25)

- Degree of unpredictability

- Degree of dissimilarity

- Prior success and failures

- Lack of communication skills and experience

I.8 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep

yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah

suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara mengukur variabel-variabel.

Definisi operasional juga merupakan suatu informasi ilmiah yang sangat

membantu peneliti lain yamg akan menggunakan variabel yang sama

(Singarimbun, 1995: 46).

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Komunikasi Antar Pribadi Dosen Pembimbing Skripsi dan Mahasiswa

Bimbingan

a. Keterbukaan (Openness)

Keterbukaan dosen pembimbing dalam menerima mahasiswa tersebut

sebagai seseorang yang akan dibimbingnya, dan keterbukaan mahasiswa

menerima dosen sebagai pembimbingnya. Serta keterbukaan untuk saling

(26)

b. Empati

Sikap menerima atau tidak menerima dalam membentuk konsep diri yang

positif dan meningkatkan motivasi mahasiswa.

c. Dukungan (Supportiveness)

Perhatian dan kepercayaan dosen pembimbing terhadap mahasiswa

bimbingannya.

d. Rasa positif

Perasaan dan pikiran yang positif serta optimis akan kemampuan

mahasiswa bimbingannya baik IQ maupun EQ.

e. Kesamaan (Equality)

Memberi pengertian bahwa dosen pembimbing menerima mahasiswa

bimbingannya, dan sebaliknya.

2. Faktor pengaruh dan eksplorasi komunikasi antarpribadi

a. Uncertainty Reduction Theory

- ketidakpastian tinggi, mendorong komunikasi verbal

Ketidakpastian tinggi pada tahap masukan/ tahap perkenalan, mendorong

peningkatan komunikasi verbal antara dosen pembimbing dan mahasiswa.

(27)

Pada tahap awal interaksi komunikasi antarpribadi dalam bimbingan

skripsi, ketika ungkapan nonverbal meningkat maka tingkat ketidakpastian

menurun.

- ketidakpastian tinggi mendorong pencarian informasi rendah

Ketidakpastian yang tinggi pada mahasiswa terhadap dosen pembimbing

akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi mengenai perilaku

dosen pembimbing.

- ketidakpastian tinggi,keintiman komunikasi rendah

Tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam hubungan dosen pembimbing

skripsi dan mahasiswa menyebabkan turunnya tingkat keintiman isi

komunikasi.

- ketidakpastian tinggi, resiprositas tinggi

Semakin sedikit informasi yang diberikan oleh mahasiswa maka dosen

pembimbing akan melakukan hal yang serupa, dan sebaliknya.

- kesamaan mengurangi ketidakpastian

Kesamaan antara dosen pembimbing skripsi dan mahasiswa akan

mengurangi ketidakpastian.

- ketidakpastian tinggi, kesukaan rendah

Ketidakpastian yang meningkat antara dosen pembimbing skripsi dan

(28)

b. Communication Apprehension

- Parameter kecemasan berkomunikasi

1. Aspek fisik

Kecemasan berkomunikasi yang terlihat dari fisik individu seperti

denyut jantung atau wajah yang memerah karena malu

2. Aspek tingkah laku

Kecemasan berkomunikasi yang terlihat dari tingkah laku individu

seperti penghindaran dan perlindungan diri.

3. Aspek kognitif

Kecemasan berkomunikasi yang dapat dilihat dari kerangka berpikir

individu seperti terlalu fokus pada diri sendiri (self-focus) serta

timbulnya pemikiran negatif.

- Faktor-faktor yang meningkatkan kecemasan berkomunikasi

1. Derajat Evaluasi

Semakin tinggi mahasiswa merasa dirinya sedang dievaluasi, maka

kecemasan akan semakin meningkat.

2. Subordinate status

Saat mahasiswa merasa bahwa dosen pembimbing memiliki

(29)

tidak dapat mengejarnya, maka kecemasan berkomunikasi akan

semakin meningkat.

3. Degree of conspicuousness

Semakin mencolok seorang mahasiswa, maka kecemasan

berkomunikasi akan semakin tinggi.

4. Degree of unpredictability

Semakin banyak situasi tak terduga, maka semakin besar tingkat

kecemasan.

5. Degree of dissimilarity

Saat mahasiswa merasakan sedikit persamaan, maka akan terjadi

kecemasan berkomunikasi.

6. Prior success and failures

Keberhasilan atau kegagalan mahasiswa di satu situasi dalam

bimbingan skripsi akan berpengaruh terhadap respon mahasiswa pada

bimbingan selanjutnya.

7. Lack of communication skills and experience

Kurangnya kemampuan dan pengalaman mahasiswa akan

menyebabkan kecemasan berkomunikasi, terutama jika mahasiswa

(30)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi Antarpribadi

II.1.1 Definisi dan Peranan Komunikasi Antarpribadi

Terdapat beberapa definisi komunikasi antarpribadi menurut beberapa

ahli, diantaranya adalah:

a. Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication

Book (Devito, 1989:4), komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan

penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil

orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of

sending and receiving messages between two persons, or among a small group of

persons, with some effect and some immediate feedback).

b. Menurut Rogers dalam Depari, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi

dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa

pribadi.

c. Tan mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap

muka antara dua orang atau lebih. (Liliweri, 1991: 12)

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek

tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh komunikator. Efek yang

(31)

1. Efek kognitif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami,

dipersepsi oleh komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran dan nalar/rasio.

Dengan kata lain, pesan yang disampaikan ditujukan kepada pikiran

komunikan.

2. Efek afektif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang dirasakan atau yang

berhubungan dengan perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator bukan

saja agar komunikan tahu tapi juga tergerak hatinya.

3. Efek konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola-pola tindakan,

kegiatan, kebiasaan, atau dapat juga dikatakan menimbulkan itikad baik untuk

berperilaku tertentu dalam arti kita melakukan suatu tindakan atau kegiatan

yang bersifat fisik (jasmaniah).

Dalam buku Komunikasi Antarpribadi, Alo Liliweri mengutip pendapat

Joseph A.Devito mengenai ciri komunikasi antarpribadi yang efektif, yaitu:

a. Keterbukaan (openness)

Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada komunikannya. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tetapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebalikanya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut dan wajar.

(32)

Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran dimana komunikator mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkannya adalah miliknya dan ia bertanggung jawab atasnya.

b. Empati (empathy)

Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Berbeda dengan simpati yang artinya adalah merasakan bagi orang lain. Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang sehingga dapat mengkomunikasikan empati, baik secara verbal maupun non-verbal.

c. Dukungan (supportiveness)

Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Individu memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategik.

d. Rasa Positif (positiveness)

Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan (equality)

Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada individu lain.

(Liliweri, 1991: 13)

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial

dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses

saling mempengaruhi ini merupakan suatu proses bersifat psikologis dan

karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antarmanusia yang

(33)

Dalam komunikasi antar pribadi, Joseph Luft menekankan bahwa setiap

orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain.

Hal ini digambarkan dalam Johari Window (Jendela Johari) yakni:

I

OPEN AREA

Known by ourselves and known by others

II

BLIND AREA

Known by others but not known by ourselves

III

HIDDEN AREA

Known by ourselves but not known by others

IV

UNKNOWN AREA

Not known by ourselves and not known by others

Berdasarkan konsep tersebut, tingkah laku manusia dapat digambarkan

secara skematis seperti terlihat pada skema di atas.

Bidang I, yakni Bidang Terbuka (Open Area) menunjukkan bahwa

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya oleh yang

bersangkutan, juga oleh orang lain, yang berarti terdapat keterbukaan, dengan lain

perkataan tidak ada yang disembunyikan kepada orang lain.

Bidang II, yakni Bidang Buta (Blind Area) menggambarkan bahwa

kegiatan seseorang diketahui oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak

menyadari apa yang ia lakukan.

Bidang III, yakni Bidang Tersembunyi (Hidden Area) yaitu bahwa

(34)

dapat diketahui oleh orang lain. Ini berarti bahwa orang seperti itu bersikap

tertutup.

Bidang IV, adalah Bidang Tak Dikenal (Unknown Area). Bidang ini

menggambarkan bahwa tingkah laku seseorang tidak disadari oleh dirinya sendiri

dan tidak diketahui oleh orang lain. (Liliweri, 1991)

Berdasarkan definisi Devito, maka komunikasi antarpribadi adalah

komunikasi yang terjadi secara dialogis, dimana saat seorang komunikator

berbicara maka akan terjadi umpan balik dari komunikan sehingga terdapat

interaksi. Dalam komunikasi dialogis, baik komunikator maupun komunikan,

keduanya aktif dalam proses pertukaran informasi yang berlangsung dalam

interaksi.

II.1.2 Peranan, Ciri dan Sifat Komunikasi Antarpribadi

Johnson menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh

komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia,

yakni:

1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.

Perkembangan kita sejak masa bayi sampai masa dewasa mengikuti pola

semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan

ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi,

lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin luas dengan

bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu, perkembangan intelektual dan

(35)

2. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang

lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak

sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua

tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Kita menjadi tahu

bagaimana pandangan orang lain itu tentang diri kita. Berkat pertolongan

komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui

siapa diri kita sebenarnya.

3. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran

kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita

perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain dan

realitas yang sama. Tentu saja pembandingan sosial semacam itu hanya dapat

kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.

4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi

atau hubungan kita dengan orang lain, terlebih orang-orang yang merupakan

tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup kita. Bila hubungan

kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan

menderita, merasa sedih, cemas, frustrasi. Bila kemudian kita menarik diri dan

menghindar dari orang lain, maka rasa sepi dan terasing yang mungkin kita

alami pun tentu akan menimbulkan penderitaan, bukan hanya penderitaan

emosional atau batin, bahkan mungkin juga penderitaan fisik. (Supratiknya,

2003: 9-10)

Dari beberapa definisi komunikasi harus ditinjau manakah ciri-ciri yang

(36)

komunikasi yang lain. Reardon mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi

mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:

1.Komunikasi antarpribadi dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong

2.Komunikasi antarpribadi berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak

disengaja

3.Komunikasi antarpribadi kerapkali berbalas-balasan

4.Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua

orang) antarpribadi

5.Komunikasi antarpribadi suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya

keterpengaruhan

6.Komunikasi antarpribadi menggunakan berbagai lambang yang bermakna

Dari berbagai sumber di atas, maka Alo Liliweri menyimpulkan bahwa

komunikasi antarpribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan dan terjadi sambil lalu

saja

2. Komunikasi antarpribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu

Kebanyakan komunikasi antarpribadi tidak mempunyai satu tujuan yang

diprogramkan terlebih dahulu, seperti pertemuan di ruang perpustakaan

kemudian merencanakan belajar bersama, saling mengajak makan bersama

(37)

telah dijanjikan dan mempunyai tujuan terlebih dahulu, namun konteksnya

berbeda dengan komunikasi kelompok.

3. Komunikasi antarpribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak

mempunyai identitas yang jelas.

4. Komunikasi antarpribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun yang tidak

disengaja.

5. Komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan

6. Komunikasi antarpribadi menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua

orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan

7. Komunikasi antarpribadi tidak dikatakan sukses jika tidak membuahkan hasil

8. Komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang bermakna

(Liliweri, 1991: 13-19)

Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu

karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang lika-liku hidup pihak lain,

pikiran dan pengetahuannya, perasaannya, maupun menanggapi tingkah laku

seseorang. Mereka yang sudah saling mengenal secara mendalam memiliki

interaksi komunikasi yang lebih baik daripada yang belum mengenal.

Kesimpulannya bahwa jika hendak menciptakan suatu komunikasi antarpribadi

yang lebih bermutu maka harus didahului dengan suatu keakraban.

Bagaimanapun juga suatu batasan pengertian yang benar-benar baik

(38)

batasan arti sangat tergantung bagaimana kita melihat dan mengetahui

perilakunya. Dengan kata lain tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara

dua orang dapat digolongkan komunikasi antarpribadi. Ada tahap-tahap tertentu

dalam interaksi antara dua orang haruslah terlewati untuk menentukan komunikasi

antarpribadi benar-benar dimulai.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua

orang merupakan komunikasi antarpribadi. Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu

adalah:

1. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal

2. Komunikasi antarpribadi melibatkan pernyataan atau ungkapan yang spontan

3. Komunikasi antarpribadi tidaklah statis melainkan dinamis

4. Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi

dan koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang lain

sebelumnya)

5. Komunikasi antarpribadi dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan

ekstrinsik

6. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan

7. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya bidang persuasif (Liliweri,

(39)

II.1.3 Fungsi dan Keampuhan Komunikasi Antarpribadi

Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi

antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,

opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi antarpribadi

umumnya berlangsung secara tatap muka (face-to-face). Oleh karena itu individu

(komunikator) dengan individu (komunikan) saling bertatap muka, maka

terjadilah kontak pribadi (personal contact); pribadi komunikator menyentuh

pribadi komunikan. Ketika komunikator menyampaikan pesan, umpan balik

berlangsung seketika (immediate feedback); komunikator mengetahui pada saat

itu tanggapan komunikan terhadap pesan, ekspresi wajah, dan gaya bicara

komunikator. Apabila umpan baliknya positif, artinya tanggapan komunikan

menyenangkan komunikator, sehingga komunikator mempertahankan gaya

komunikasinya; sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, komunikator harus

mengubah gaya komunikasinya sampai berhasil.

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan

perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi antarpribadi acapkali

dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif (persuasive

communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang

sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. (Effendy, 2003:61)

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan

hubungan insan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik

pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan

(40)

berusaha membina hubungan yang baik dengan individu lainnya, sehingga

menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara individu-individu

tersebut. (Cangara, 2005:56)

II.1.4 Konsepsi Diri dalam Komunikasi Antarpribadi

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya.

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri

yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi

masalah; merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa

malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan

dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; mampu

memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian

yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor

yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat

mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap

dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara

teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan

sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi,

dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan

pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat

pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan

(41)

c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena

konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada

kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat

mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan

komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang

aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri.

Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri;

tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan.

Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat

menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh

Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll succeed”

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena

konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri

(terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan

apa yang kita ingat (ingatan selektif). (Rakhmat, 2005: 104-109)

II.1.5 Persepsi Interpersonal

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli).

(42)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi interpersonal,

antara lain:

1. Faktor Situasional

a. Deskripsi Verbal

Deskripsi individu secara verbal mengenai sifat individu lainnya ditentukan

dari rangkaian katanya. Sifat individu yang pertama kali diucapkan

komunikator akan mengarahkan penilaian komunikan selanjutnya.

b. Petunjuk Proksemik

Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan

pesan. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain

menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka. Individu cenderung

mempersepsi orang lain dengan melihat jarak mereka saat berkomunikasi

dengan dirinya.

c. Petunjuk Kinesik

Persepsi yang dipengaruhi oleh gerakan orang lain. Terdapat beberapa

ungkapan yang mencerminkan persepsi kita tentang orang lain dari gerakan

tubuhnya, antara lain: membusungkan dada (sombong), menundukkan

kepala (merendah), berdiri tegak (berani), bertopang dagu (sedih),

menadahkan tangan (bersedih).

(43)

Petunjuk wajah menimbulkan persepsi yang dapat diandalkan. Di antara

berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang paling pentig

dalam mengenali perasaan persona stimuli.

e. Petunjuk Paralinguistik

Paralinguistik adalah cara bagaimana individu mengucapkan

lambang-lambang verbal. Jika petunjuk verbal menunjukkan apa yang diucapkan,

petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya seperti

tinggi-rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi

(perilaku ketika melakukan komunikasi).

f. Petunjuk Artifaktual

Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak

potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, pangkat, badge, dan

atribut-atribut lainnya. Bila kita mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat

(misalnya, cantik atau jelek), kita beranggapan bahwa ia memiliki sifat-sifat

tertentu (misalnya,periang atau penyedih); ini disebut halo effect. Bila kita

sudah menyenangi seseorang, maka kita cenderung melihat sifat-sifat baik

pada orang itu dan sebaliknya.

2. Faktor Personal yakni faktor yang berasal dari individu-individu pelaku

komunikasi, antara lain:

a. Pengalaman

(44)

rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang menyebabkan

seorang ibu segera melihat hal yang tidak beres pada wajah anaknya atau

pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih berpengalaman mempersepsi

anaknya daripada bapak. Ini juga sebabnya mengapa kita lebih sukar

berdusta di depan orang yang paling dekat dengan kita.

b. Motivasi

Proses konstruktif yang banyak mewarnai persepsi interpersonal juga sangat

banyak melibatkan unsur-unsur motivasi.

c. Kepribadian

Dalam psikoanalisis dikenal proyeksi, sebagai salah satu cara pertahanan

ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman subjektif secara

tidak sadar. Orang melempar perasaan bersalahnya pada orang lain. Maling

teriak maling adalah contoh tipikal dari proyeksi. Pada persepsi

interpersonal, orang mengenakan pada orang lain sifat-sifat yang ada pada

dirinya, yang tidak disenanginya. Sudah jelas, orang yang banyak

melakukan proyeksi akan tidak cermat menanggapi persona stimuli, bahkan

mengaburkan gambaran sebenarnya. Sebaliknya, orang yang menerima

dirinya apa adanya, orang yang tidak dibebani perasaan bersalah, cenderung

menafsirkan orang lain lebih cermat. Begitu pula orang yang tenang, mudah

(45)

II.2 COMMUNICATION APPREHENSION

II.2.1 Ciri Communication Apprehension

Istilah communication apprehension (rasa malu, keengganan berkomunikasi, ketakutan berbicara di depan umum, dan sikap pendiam) merujuk

pada perasaan takut atau kecemasan dalam interaksi komunikasi. Individu tersebut

akan mengembangkan perasaan-perasaan negatif dan memprediksikan hal-hal

negatif saat terlibat dalam interaksi komunikasi. Individu merasa takut melakukan

kesalahan dan akan dipermalukan. Individu tersebut akan merasa keuntungan

apapun yang bertambah dari keterlibatan berkomunikasi akan sebanding dengan

rasa takut. Individu yang memiliki ketakutan komunikasi yang tinggi, interaksi

komunikasi tidak akan sebanding dengan rasa takut yang timbul. (DeVito,

2001:80)

Terdapat tiga kategori sifat komunikator yang paling menarik dan paling

sering dibahas dalam literatur komunikasi yaitu : sifat mementingkan diri sendiri,

sifat berdebat, dan sifat cemas. (Morissan, 2010:7-9)

a. Sifat mementingkan diri sendiri

Dalam literatur psikologi terdapat istilah conversational narcissism untuk

menggambarkan sifat komunikator yang cenderung mementingkan diri sendiri.

Narcisism berarti mencintai diri sendiri (self-love). Istilah ini dikemukakan

oleh Anita Vengelisti dan rekan yang mengartikannya sebagai the tendency to

be self-absorbed in conversation (kecenderungan untuk menjadikan diri

(46)

cenderung untuk mengajak lawan bicaranya untuk membahas mengenai dirinya

sendiri. Sifat mementingkan diri sendiri merupakan sifat yang dimiliki

seseorang yang menginginkan orang lain membicarakan dirinya. Komunikator

dengan sifat ini cenderung untuk menonjolkan dirinya sebagai pihak yang

paling penting. Ia cenderung untuk mengontrol arah percakapan serta

menginginkan orang lain membahas mengenai dirinya. Mereka juga cenderung

tidak sensitif atau tidak responsif terhadap epentingan pihak lain.

b. Sifat berdebat

Komunikator memiliki sifat suka berdebat (argumentativeness) jika ia memiliki

kecenderungan untuk suka melibatkan diri dalam percakapan yang membahas

topik kontroversial. Komunikator dengan sifat ini cenderung bersifat tegas

dalam mengemukakan pandangannya terhadap suatu hal. Ia akan menyatakan

dukungannya terhadap pandangan yang dianggapnya benar dan sebaliknya ia

akan mengkritik pandangan yang tidak sesuai. Dominick Infante melakukan

penelitian mengenai sifat komunikator yang argumentatif ini. Menurutnya sifat

komunikator yang argumentatif memberikan kontribusi positif karena sifat ini

dapat mendorong komunikator dan lawan bicaranya untuk saling belajar,

membantu melihat pandangan pihak lain, meningkatkan kredibilitas, serta

memperbaiki kemampuan berkomunikasi. Komunikator yang argumentatif

cenderung memiliki sikap percaya diri dan tegas. Namun demikian, tidak

semua orang percaya diri memiliki sifat argumentatif. Dengan kata lain, orang

perlu memiliki percaya diri untuk dapat mengemukakan pandangannya. Namun

demikian, sangatlah mungkin orang tetap memiliki percaya diri tanpa harus

(47)

yang argumentatif juga memiliki aspek negatif jika komunikator mengucapkan

kata-kata yang agresif dan sikap permusuhan.

c. Sifat Cemas

Sebagian orang pernah merasa gugup atau cemas ketika berkomunikasi.

Banyak penelitian telah dilakukan terkait dengan masalah kecemasan dalam

berkomunikasi. Penelitian yang paling populer adalah yang dilakukan oleh

James McCroskey, yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang pernah

mengalami kecemasan berkomunikasi. Namun ada kalanya kecemasan itu

bersifat berlebihan sehingga menjadi tidak normal.

Kecemasan berkomunikasi yang tinggi merupakan kecenderungan untuk

mengalami kecemasan dalam waktu yang relatif lama dan dalam berbagai situasi

yang berbeda. Dalam hal ini seseorang menderita karena merasa sangat cemas

ketika ia harus berkomunikasi sehingga ia ingin bahkan akan menghindari

berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini menyebabkan orang bersangkutan tidak

dapat bersosialisasi dalam masyarakat.

Kecemasan berkomunikasi merupakan bagian dari konsep yang lebih

besar dalam konsep-konsep psikologi seperti: penghindaran sosial (social

avoidance), kecemasan sosial (social anxiety), kecemasan interaksi (interaction

anxiety), dan sifat malu (shyness) yang secara umum disebut dengan kecemasan

(48)

Joseph A. DeVito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book

(DeVito, 2001: 80) menuliskan kecemasan berkomunikasi dapat dibagi menjadi

dua bagian, yaitu:

1. Kecemasan berkomunikasi yang muncul dalam diri seseorang (trait

apprehension). Keadaan cemas ini muncul tanpa memperhatikan situasi khusus.

Ketakutan muncul dalam situasi komunikasi diadik, kelompok kecil, berbicara di

depan umum, maupun komunikasi massa.

2. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial yang menyebabkan seseorang

tidak mampu menyampaikan pesannya secara jelas (state apprehension). Keadaan

takut, akan terlihat jelas, khusus untuk situasi komunikasi tertentu. Devito

mencontohkan individu yang mungkin takut saat berbicara di depan umum tetapi

tidak saat komunikasi diadik, atau individu yang merasakan kecemasan

berkomunikasi saat proses wawancara namun tidak ada kecemasan saat berbicara

di depan umum. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial ini sangatlah umum;

keadaan ini dialami banyak orang saat berada dalam situasi tertentu.

II.2.2 PERILAKU CEMAS

Kecemasan dapat menyebabkan penurunan frekuensi , kekuatan, dan

ketertarikan dalam interaksi komunikasi pada individu sehingga individu memiliki

keengganan dalam berkomunikasi. Kecemasan yang tinggi menghindari situasi

komunikasi; namun saat individu didorong untuk berpartisipasi, individu tersbut

akan berkomunikasi sesedikit mungkin. Individu-individu yang mengalami

kecemasan yang tinggi akan merasa kurang puas dengan pekerjaan mereka,

(49)

interpersonal. Semua perilaku ini tidak mengartikan bahwa kecemasan terjadi

pada orang yang tidak bahagia. Kebanyakan individu yang cemas telah belajar

atau dapat belajar untuk menangani kecemasan berkomunikasi mereka. (DeVito,

2001:80)

Burgoon (dalam Infante et. al, 1990:146) dalam penelitiannya menemukan

beberapa aspek yang memberi kontribusi terhadap munculnya ketidakinginan

individu untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu:

1. Alienasi sosial, persoalan ini terjadi ketika seseorang tidak mampu mengadopsi

nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan. Individu tersebut dalam

kesehariannya masih mengembangkan perasaan gelisah (insecurity), isolasi,

dan perasaan tidak mempunyai kekuasaan (powerlessness).

2. Introversi. Apa yang dimaksud sebagai introversi merupakan aspek lain yang

memberi kontribusi terhadap ketidakinginan seseorang untuk berkomunikasi

dengan orang lain, karena orang yang mempunyai sifat tertutup (introvert)

tidak menempatkan komunikasi sebagai medium interaksi yang penting; dan

karenanya komunikasi tidak cukup dibutuhkan oleh individu yang

berkepribadian tertutup.

3. Harga diri (self-esteem). Harga diri merupakan satu bagian dari sindrom

ketidakinginan untuk berkomunikasi, karena individu yang mempunyai harga

diri yang rendah akan merasa khawatir orang lain memberi reaksi negatif

kepadanya. Akibatnya, ia kurang termotivasi untuk berkomunikasi karena ia

(50)

Menurut Patterson dan Ritts kecemasan sosial dan komunikasi memiliki

parameter seperti:

1.aspek fisik seperti denyut jantung atau wajah yang memerah karena malu

2.aspek tingkah laku, seperti penghindaran dan perlindungan diri

3.aspek kognitif, seperti terlalu fokus pada diri sendiri (self-focus) serta timbulnya

pemikiran negatif.

Dari ketiga parameter tersebut maka aspek kognitif dinilai sebagai yang

paling dominan. Hal ini berarti kecemasan sosial dan komunikasi sebagian besar

berkenaan dengan bagaimana cara kita berpikir mengenai diri kita terkait dengan

situasi komunikasi yang tengah dihadapi. (Morissan, 2010:9)

II.2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN BERKOMUNIKASI

Penelitian telah mengidentifikasi beberapa faktor yang meningkatkan

kecemasan dalam berkomunikasi. Faktor-faktor ini dapat membantu untuk

meningkatkan pemahaman dalam mengendalikan kecemasan berkomunikasi kita,

antara lain:

a. Derajat Evaluasi

Semakin tinggi individu merasa dirinya sedang dievaluasi, maka kecemasan akan

semakin meningkat.

(51)

Saat individu merasa bahwa orang lain memiliki kemampuan komunikasi yang

lebih baik atau pengetahuan yang jauh lebih luas darinya, maka kecemasan

berkomunikasi akan semakin meningkat.

c. Degree of conspicuousness

Semakin menonjol seorang individu, maka kecemasan berkomunikasi akan

semakin tinggi. Inilah alasan mengapa orang yang berpidato di antara khalayak

ramai, akan lebih cemas dibandingkan mereka yang berbicara dalam sebuah

kelompok kecil.

d. Degree of unpredictability

Semakin banyak situasi tak terduga, maka semakin besar tingkat kecemasan.

e. Degree of dissimilarity

Saat individu merasakan sedikit persamaan dengan teman bicaranya, maka

individu tersebut akan merasakan kecemasan berkomunikasi.

f. Prior success and failures

Keberhasilan atau kegagalan individu di satu situasi dalam bimbingan skripsi akan

berpengaruh terhadap respon individu pada situasi berikutnya.

g. Lack of communication skills and experience

Kurangnya kemampuan dan pengalaman mahasiswa akan menyebabkan

kecemasan berkomunikasi, terutama jika mahasiswa tidak berusaha untuk

(52)

II.3 TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN (UNCERTAINTY REDUCTION THEORY)

II.3.1 Ketidakpastian Komunikasi

Ketika kita bertemu dan terlibat dalam percakapan dengan orang yang

belum kita kenal maka biasanya banyak pertanyaan yang muncul di kepala kita

mengenai orang tersebut, dan kita tidak memiliki jawaban pasti atas berbagai

pertanyaan tersebut. Kita mengalami ketidakpastian, dan karenanya kita mencoba

untuk mengurangi ketidakpastian tersebut melalui interaksi komunikasi.

Menurut Berger, orang mengalami periode yang sulit ketika menerima

ketidakpastian sehingga orang cenderung membuat perkiraan terhadap perilaku

orang lain, dan karenanya ia akan termotivasi untuk mencari informasi mengenai

orang lain itu. Upaya untuk mengurangi ketidakpastian merupakan salah satu

dimensi penting dalam upaya membangun hubungan (relationship) dengan orang

lain.

Ketika kita berkomunikasi, menurut Berger, kita membuat rencana untuk

mencapai tujuan kita. Kita merumuskan rencana bagi komunikasi yang akan kita

lakukan dengan orang lain berdasarkan tujuan dan informasi yang telah kita

miliki. Semakin besar ketidakpastian maka kita akan semakin berhati-hati, kita

akan semakin mengandalkan data yang kita miliki. Jika ketidakpastian itu semakin

(53)

lakukan. Pada saat kita merasa sangat tidak pasti mengenai orang lain maka kita

mulai mengalami krisis kepercayaan terhadap rencana kita sendiri dan kita mulai

membuat berbagai rencana cadangan atau rencana alternatif lainnya dalam hal kita

memberikan respon pada orang lain. (Morrisan, 2010: 87-89)

Daya tarik dan keinginan berafiliasi yang ada pada diri individu memiliki

hubungan positif dengan upaya mengurangi ketidakpastian. Misalnya, ungkapan

nonverbal seseorang dapat mengurangi ketidakpastian orang lain, dan

pengurangan ketidakpastian dapat meningkatkan ungkapan nonverbal. Tingkat

ketidakpastian yang tinggi akan menciptakan jarak, sebaliknya ketidakpastian

yang rendah akan cenderung bersifat menyatukan. Ketika komunikator

menemukan kesamaan dengan lawan bicaranya, maka ketertarikan di antara

mereka akan meningkat dan kebutuhan mereka untuk mendapatkan lebih banyak

informasi justru berkurang.

Seringkali, perilaku orang lain dapat mengurangi ketidakpastian yang kita

rasakan, dan kita tidak merasakan kebutuhan untuk mendapatkan informasi

tambahan. Hal ini khususnya benar dalam hal keterlibatan kita terbatas hanya

pada situasi tertentu dan kia sudah memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan

untuk memahami perilaku orang lain pada situasi itu. Namun pada situasi yang

berbeda, kita merasakan kebutuhan yang semakin besar untuk mendapatkan lebih

banyak informasi mengenai orang bersangkutan, misalnya, situasi yang

menunjukkan orang lain itu memiliki perilaku yang tidak normal, adanya harapan

kita akan bertemu lagi dengan orang lain itu pada waktu yang akan datang, atau

Gambar

Tabel 1. Aksioma Teori Pengurangan Ketidakpastian

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2009 kualitas udara kota Pekanbaru mengalami gangguan yang juga disebabkan oleh fator faktor lain yang lebih dominan seperti pembakaran hutan untuk pembukaan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : alat ukur kadar air agregat halus (pasir) dalam pengujian material dasar beton berbasis

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih dalam tentang bentuk pelanggaran etika jurnalistik, penerapan etika jurnalistik pada pemberitaan

Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang berdasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses

Kekurangannya adalah anda tidak dapat menjadi diri anda sendiri, lakukan dengan cara anda karena: -Perbedaan yang tidak anda serap dan pilah akan menjadi sebuah penuntun primer,

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah menambah pengetahuan dan wawasan penulis terutama dalam pembuatan Sistem Evaluasi Sopan Santun menurut

Pertumbuhan yang diamati adalah fase penambahan panjang kerang setiap bulan pengamatan untuk melihat kelompok ukuran , jumlah populasi yang tetap bertahan sampai ukuran

Roychowdhury (2006) melakukan penelitian tentang manipulasi aktivitas riil dan hasilnya, perusahaan yang cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil