HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis diperoleh bahwa kedua sampel kelas penelitian berdistribusi normal dan kedua varians populasi homogen, maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran generatif lebih baik dibandingkan rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut: 2 1 0 : H 2 1 1: H Keterangan : 1
: rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran generatif
2
: rata-rata hasil kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh thitung = 5.84, sedangkan dengan menggunakan tabel t pada taraf signifikan 0,05dan derajat kebebasan (dk) = 58 diperoleh ttabel= 2,00.
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji-t pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini:
6,744
Tabel 4.8 Hasil Uji-t
Kelas dk thitung Ttabel 0,05 Kesimpulan
Eksperimen
58 5.84 2,00 tolak Ho
Kontrol
Tabel 4.8 menunjukan bahwa thitung> ttabel (5,84> 2,00), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, dengan taraf signifikansi 0,05.
Gambar 4.3
Kurva Uji Perbedaan Data Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa nilai thitung= 5.84 lebih besar dari ttabel,
yaitu nilai thitung berada pada daerah penolakan H0 (daerah kritis). Hal ini berarti
bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generatif berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Perhitungan selengkapnya mengenai uji hipotesis dapat dilihat pada (lampiran 20).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima dan Ho ditolak atau dengan kata lain rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran generatif lebih baik daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok kontrol yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
D. Pembahasan
Secara umum hasil yang diperoleh melalui penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran generatif dapat memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal ini didasarkan
56
pada perbedaan rata-rata skor tes akhir antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tercantum pada Tabel 4.5. Dapat dilihat bahwa skor kemampuan komunikasi matematik untuk kelas eksperimen adalah memiliki nilai rata-rata 68,30. Sedangkan skor kemampuan komunikasi matematik untuk kelas kontrol memiliki nilai rata-rata 47,43. Setelah dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dengan taraf signifikansi 0.05, diperoleh thitung = 6.74 dan ttabel = 2.00. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa kelas kontrol.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa model pembelajaran generatif lebih menitikberatkan pada upaya untuk mengaktifkan siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Osborne & Wittrock yang mengungkapkan bahwa esensi pembelajaran generatif bertumpu pada pikiran (otak manusia), bukanlah penerima informasi pasif tetapi aktif mengkonstruksi dan menafsirkan informasi serta mengambil kesimpulan. Informasi tersebut selanjutnya dikomunikasikan dalam bentuk lisan maupun tulisan yang dapat diketahui melalui jawaban siswa terhadap masalah yang diberikan. Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif melibatkan peran aktif siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada setiap pertemuan siswa diberikan bahan ajar berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) yang peneliti buat sebagai sarana berlangsungnya tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya. Hal tersebut yang membuat siswa lebih paham terhadap materi yang dipelajari dan kemampuan komunikasi matematik siswa dapat berkembang sehingga proses pembelajaran menjadi bermakna. Model pembelajaran generatif terdiri dari 4 tahapan pembelajaran, yaitu tahap persiapan, tahap pemfokusan, tahap tantangan, dan tahap aplikasi.
Tahap pertama adalah tahap persiapan. Pada tahap ini, guru menggali pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Siswa diberikan kebebasan untuk mengungkapkan gagasan/ide-ide dalam menjawab pertanyaan yang terdapat pada LKS. Banyak gagasan yang
dikemukakan siswa, tetapi pada tahap ini guru hanya menampung jawaban dari siswa tanpa membenarkan dan menyalahkan jawaban dari mereka. Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan bertujuan mempersiapkan siswa untuk memasuki tahap pembelajaran selanjutnya yaitu tahap pemfokusan.
Tahap kedua adalah tahap pemfokusan, pada tahap ini guru melakukan pemfokusan yang terarah terhadap konsep yang akan dipelajari siswa. Kemudian siswa berdiskusi dalam kelompok kecil, saling bertukar ide dan pendapat dalam mengerjakan LKS untuk mengkonstruk dan menggali konsep tentang materi yang sedang dipelajari. Peran guru pada tahap ini adalah sebagai fasilitator dan membimbing jalannya diskusi, membantu siswa yang kurang paham mengenai maksud atau perintah yang terdapat dalam LKS sehingga akan menciptakan kondisi kelas yang kondusif. Hal ini sesuai dengan saran Uno (Lusiana, 2011) bahwa untuk menjaga kondisi belajar yang kondusif antara lain dengan membagi perhatian, yaitu selama pembelajaran berlangsung berikan perhatian yang sama kepada semua peserta belajar, seperti berusaha berkeliling ke seluruh ruang pembelajaran. Sehingga jika ada kelompok yang mengalami kesulitan yang mereka tidak dapat memecahkannya maka mereka akan bertanya kepada guru sehingga peran guru sebagai motivator, fasilitator, dan bahkan sebagai konektor akan lebih maksimal dilakukan. Kegiatan siswa ketika melaksanakan kegiatan diskusi dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4
58
Gambar 4.4 menunjukkan kegiatan siswa ketika berdiskusi untuk mengkonstruk pengetahuan mereka dalam memahami konsep. Melalui kegiatan ini siswa dapat terlatih untuk belajar mandiri, saling berdiskusi dan bertukar gagasan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, selain itu pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dapat melatih kemampuan komunikasi matematik siswa saat menjawabnya, sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Kramarski (Isrok’atun, 2009)
yang menyatakan bahwa aktifitas belajar siswa dalam kelompok kecil memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan komunikasi matematik
melalui sejumlah pertanyaan yang terfokus pada (1) sifat permasalahan; (2) membangun pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru, (3) penggunaan strategi yang tepat dalam memecahkan suatu permasalahan.
Setelah tahap pemfokusan selesai, selanjutnya adalah tahap tantangan. Pada tahap tantangan siswa menyimpulkan inti permasalahan dari hasil diskusi mereka, siswa menuliskan konsep-konsep materi yang didapat. Kemudian guru menunjuk salah satu kelompok dan meminta perwakilan anggota kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi kepada teman-teman di kelompok lain. Salah satu siswa menjelaskan hasil dari kelompoknya, sedangkan anggota kelompok yang lain memperhatikan dan diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan apabila ada penjelasan yang tidak dimengerti atau ada perbedaan terhadap hasil yang diperoleh, siswa yang melakukan persentasi berkewajiban untuk menjawab pertanyaan tersebut dan bisa dibantu oleh anggota satu kelompoknya.
Kegiatan pada tahap tantangan juga dapat melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasinya, hal ini sesuai dengan pendapat Ali Mahmudi yang mengungkapkan bahwa ketika siswa ditantang untuk berfikir mengenai matematika dan mengkomunikasikannya kepada orang lain secara lisan atau tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ide-ide matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan sehingga ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami. Setelah siswa tersebut selesai mempresentasikan, kemudian guru memberikan koreksi terhadap materi yang dipelajari. Guru
membandingan jawaban siswa pada tahap eksplorasi dengan hasil jawaban siswa pada tahap pemfokusan, selanjutnya guru memberikan penguatan sehingga siswa mendapatkan konsep pengetahuan yang baru.
Tahap terakhir adalah tahap aplikasi, guru memberikan soal/permasalahan untuk diselesaikan secara individu. Bagi guru tahap aplikasi dalam model pembelajaran generatif dapat digunakan sebagai evaluasi proses pembelajaran yang dilakukan, dari tahap ini dapat dilihat apakah siswa sudah mencapai tujuan pembelajaran atau belum. Selain itu soal-soal yang diberikan pada tahap evaluasi mengacu kepada indikator kemampuan komunikasi matematik, sehingga kemampuan komunikasi matematik siswa akan lebih berkembang lagi. Setelah siswa mengerjakan soal individu, guru bersama siswa membahas soal tersebut kemudian guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dipelajari.
Tahapan-tahapan yang terdapat pada model pembelajaran generatif mengandung komponen-komponen untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa, dalam hal ini sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematik yang diungkapkan oleh Utari Sumarmo, yaitu (1) Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea atau model matematika; (2) menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; (3) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. Setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol selesai melakukan pembelajaran dengan carapembelajaran yang berbeda, kedua kelas tersebut diberikan tes kemampuan komunikasi matematik yang sama.
Hasil tes kemampuan komunikasi yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematik pada kelas kontrol. Berdasarkan hasil posttest pada kelas eksperiman dan kontrol diperoleh data ketercapaian indikator kemampuan komunikasi matematik yang disajikan dalam Tabel 4.9. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata untuk setiap indikator kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol
60
Tabel 4.9
Perbandingan Nilai Rata-Rata Indikator
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol
Berdasarkan ketiga indikator kemampuan komunikasi matematik yang diukur pada kelas eksperimen dan kontrol, terlihat bahwa nilai rata-rata pada kelas eksperimen selalu lebih tinggi dari kelas kontrol. Siswa pada kelas eksperimen lebih lancar dalam mengungkapkan ide-idenya, selain itu jawaban yang diberikan lebih variatif. Sedangkan siswa pada kelas kontrol mengalami kesulitan dalam menerjemahkan dan memahami masalah yang terdapat pada soal sehingga siswa kesulitan untuk memodelkan permasalahan tersebut dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Secara visual perbandingan nilai rata-rata indikator kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.5:
70.42 67.78 68.34 48.33 49.72 47.08 0 20 40 60 80 A B C eksperimen kontrol rat a rat a
Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik
Gambar 4.5
Perbandingan Nilai Rata-Rata Kemampuan Komunikasi Matematik
Indikator Komunikasi Matematik
Skor Ideal Kelas Eksperimen Kelas Kontrol x % x %
Kemampuan menyatakan ide secara tertulis dalam memberikan jawaban permasalahan matematika
100 70,42 34.10 48,33 33.30
Kemampuan menyatakan ide matematika dalam
bentuk gambar 100 67,78 32.81 49,72 34,26 Kemampuan memodelkan permasalahan
matematika secara benar, kemudian melakukan perhitungan untuk mendapatkan solusi secara lengkap dan benar
100 68,34 33.09 47,08 32.44
Keterangan:
A = Kemampuan menyatakan ide secara tertulis dalam memberikan jawaban permasalahan matematika.
B = Kemampuan menyatakan ide matematika dalam bentuk gambar.
C = Kemampuan memodelkan permasalahan matematik secara benar, kemudian melakukan perhitungan untuk mendapatkan solusi yang lengkap dan benar.
Selain dari nilai rata-rata dapat dilihat pula perbedaan jawaban tes yang dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematik yang diukur. Jawaban yang ditampilkan merupakan jawaban dari salah satu siswa yang mendapatkan nilai tertinggi untuk setiap soal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam penelitian ini kemampuan komunikasi matematik yang diteliti terdiri atas tiga indikator, yaitu:
a. Kemampuan menyatakan ide secara tertulis dalam memberikan jawaban permasalahan matematika.
Soal posttest untuk mengukur kemampuan menyatakan ide secara tertulis dalam memberikan jawaban permasalahan matematika terdapat pada soal no 1b, 2a, 2b dan 4b. Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai kemampuan komunikasi matematika siswa, berikut ini akan ditampilkan soal/ masalah beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
Hasil kerja siswa menunjukkan bahwa jawaban soal posttest siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa dari kelas kontrol. Hal ini karena siswa pada kelas eksperimen lebih mampu mengkomunikasikan ide/gagasannya dibanding siswa pada kelas kontrol. Kedua jawaban tersebut sudah benar namun siswa pada kelas eksperimen terlebih dahulu menjelaskan informasi yang terdapat dalam soal, kemudian pada kesimpulan siswa memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikan. Sedangkan siswa pada kelas kontrol menjawab dengan lebih singkat.
62
Soal nomor 2a:
Benar atau salahkah pernyataan berikut. Ukuran sudut lurus sama dengan jumlah dua ukuran sudut siku-siku. Jelaskan jawabanmu!
Jawaban siswa:
Gambar 4.6
Jawaban Posttes Siswa pada Kelas Eksperimen
Gambar 4.7
Jawaban Posttes Siswa pada Kelas Kontrol
b. Kemampuan menyatakan ide matematika dalam bentuk gambar
Soal posttest untuk mengukur kemampuan menyatakan ide dalam bentuk gambar terdapat pada soal no 1a, 3, dan 5a. Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai kemampuan komunikasi matematika siswa, berikut ini akan
ditampilkan soal/ masalah beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Salah satu hasil kerja siswa adalah sebagai berikut.
Soal nomor 3:
Gambarlah sebuah garis AB pada diagram cartesius, diketahui titik A (2,0) dan titik B (0,2). kemudian buatlah dua garis yang sejajar dengan garis AB!
Jawaban siswa:
Gambar 4.8
Jawaban Posttes Siswa pada Kelas Eksperimen
Gambar 4.9
Jawaban Posttes Siswa pada Kelas Kontrol
Dari jawaban di atas, terlihat bahwa siswa sudah mampu menggambar dengan benar. Perbedaannya adalah pada soal ini lebih banyak siswa pada kelas
64
eksperimen yang mampu menggambar dengan benar, sedangkan siswa pada kelas kontrol masih banyak yang keliru dalam memahami soal sehingga mereka belum dapat menggambar sesuai dengan perintah yang terdapat dalam soal.
c. Kemampuan memodelkan permasalahan matematik secara benar,
kemudian melakukan perhitungan untuk mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
Soal posttest untuk mengukur kemampuan memodelkan permasalahan matematik secara benar, kemudian melakukan perhitungan untuk mendapatkan solusi secara lengkap dan benar. Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai kemampuan komunikasi matematika siswa, berikut ini akan ditampilkan soal/ masalah beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Salah satu hasil kerja siswa adalah sebagai berikut:
Soal nomor 4a:
Sudut A dan B adalah dua sudut saling berpenyiku, demikian juga sudut C dan sudut D. Jika ukuran A = (2x + 5)°, ukuran <B = (x - 2)°, ukuran <C = (2 + y)° dan ukuran <D = (y- 1)°, maka buatlah model matematika dari pernyataan tersebut kemudian carilah nilai x!
Jawaban Siswa
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Jawaban Posttes Siswa pada Kelas Kontrol
Hasil jawaban siswa di atas menunjukkan bahwa kedua siswa sudah mampu menjawab soal dengan benar. Mereka sudah mampu memodelkan permasalahan serta melakukan perhitungan dengan tepat. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kedua siswa sudah mampu memiliki langkah-langkah menjawab yang sama, namun terdapat sedikit kesalahan pada jawaban siswa kelas kontrol ketika memodelkan permasalahan matematika.
Berdasarkan penjelasan mengenai hasil posttest dan analisis hasil jawaban siswa, menunjukkan bahwa kelas eksperimen yang proses pembelajarannya menggunakan model pembeajaran generatif lebih baik daripada kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional