• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Hipotesis

Dalam dokumen T1 232010006 Full text (Halaman 44-70)

terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO menghasilkan nilai t sebesar 2,386 dengan signifikansi sebesar 0,025. Nilai probabilitas signifikansi yang kurang dari 0,05 tersebut menunjukkan bahwa RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO. Oleh karena itu, hipotesis 1a yang menyatakan bahwa “Kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO” diterima.

Pengujian hipotesis 1b tentang kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO menghasilkan nilai t sebesar 2,179 dengan signifikansi sebesar 0,039. Nilai probabilitas signifikansi yang kurang dari 0,05 tersebut menunjukkan bahwa RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO. Namun, karena arah koefisien regresi RPT Hutang bertanda positif maka hipotesis 1b yang menyatakan bahwa “Kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO” tidak didukung.

Manajemen laba dan tunneling terhadap kinerja saham di pasar modal setelah proses IPO (Model 2)

Koefisien Determinasi (R2)

Tabel hasil regresi model 2 pada lampiran 5 menunjukkan bahwa besarnya adjusted R2 adalah 0,534. Hal ini berarti bahwa 53,4% terjadinya buy-and-hold return (BHR) dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variabel kontrol yaitu ∆RPT-Piutangi,t=0, ∆RPT-

Hutangi,t=0, ∆NORECi,t=1, NRPT-Piutangi,t=0, ∆NORECi,t=0, ∆RPT-Piutangi,t=1, ∆RPT- Hutangi,t=1, NRPT-Piutangi,t=1, MARKETi,t=0, ROAt=0, SIZEi,t=0, sedangkan sisanya sebesar 45,2% BHRi dapat dijelaskan oleh variabel lain.

Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Tabel hasil regresi model 2 pada lampiran 5 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 4,228 dengan probabilitas sebesar 0,003. Nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi buy-and-hold return

(BHRi). Jadi dapat disimpulkan bahwa ∆RPT-Piutangi,t=0, ∆RPT-Hutangi,t=0, ∆NORECi,t=1,

NRPT-Piutangi,t=0, ∆NORECi,t=0, ∆RPT-Piutangi,t=1, ∆RPT-Hutangi,t=1, NRPT-Piutangi,t=1, MARKETi,t=0, ROAt=0, SIZEi,t=0 secara bersama – sama berpengaruh terhadap BHRi.

Uji Signifikan Parameter Individual (Uji t)

Berdasarkan tabel hasil regresi model 2 pada lampiran 5 pengujian hipotesis 2a tentang kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO menghasilkan nilai t sebesar -0,671 dengan signifikansi sebesar 0,510. Nilai probabilitas signifikansi yang lebih dari 0,05 tersebut menunjukkan bahwa kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO tidak berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO. Oleh karena itu, hipotesis 2a yang menyatakan bahwa “Kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO” tidak diterima.

Pengujian hipotesis 2b tentang kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO menghasilkan nilai t sebesar 1,625 dengan signifikansi sebesar 0,120. Nilai probabilitas signifikansi yang lebih dari 0,05 tersebut menunjukkan bahwa kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO tidak berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO. Oleh karena itu, hipotesis 2b yang menyatakan bahwa “Kenaikan transaksi

RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO” tidak diterima.

Pengujian hipotesis 2c tentang kenaikan Net Outstanding Corporate Loans pada periode setelah IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO menghasilkan nilai t sebesar -2,685 dengan signifikansi sebesar 0,014. Nilai probabilitas signifikansi yang kurang dari 0,05 tersebut menunjukkan bahwa kenaikan Net Outstanding

Corporate Loans pada periode setelah IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham

perusahaan setelah IPO. Oleh karena itu, hipotesis 2c yang menyatakan bahwa “Kenaikan

Net Outstanding Corporate Loans pada periode setelah IPO berpengaruh negatif

terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO” diterima.

Pembahasan

Manajemen Laba Melalui Transaksi Pihak Berelasi dalam proses IPO (Model 1)

Tabel 5. Ringkasan Hasil Regresi Model 1

Variabel Koefesiensi Prob.

C -16.733 0.273 ∆RPT-Piutangi,t=0 0.928 0.025** ∆RPT-Hutangi,t=0 0.929 0.039** ∆NRPT-Piutangi,t=0 0.341 0.223 DEBTi,t= 0 -0.146 0.075* SIZEi,t= 0 0.926 0.090*

Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014

Hasil analisis regresi model 1 (Tabel 5) mengenai pengaruh variabel ∆RPT-

Piutangi,t=0 terhadap manajemen laba yang diproksikan dengan ROAi,t=0menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,025. Arah koefisien regresi bertanda positif sesuai dengan yang dihipotesiskan dan nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Maka hipotesis 1a yaitu kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO, yang berarti hipotesis

1a diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode sebelum IPO, perusahaan melakukan manajemen laba dengan menaikkan transaksi penjualan dengan pihak berelasi yang mengakibatkan naiknya piutang terhadap pihak-pihak berelasi sehingga laba perusahaan meningkat menjelang periode IPO. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Aharony et al. (2010) dan Jian et al. (2003) bahwa terjadi kecenderungan tindakan opportunities dalam transaksi yang dilakukan oleh pihak berelasi (RPT) yang dibuktikan dengan adanya tingkat penjualan yang tinggi dengan RPT menjelang IPO. Perusahaan meningkatkan laba perusahaan melalui transaksi penjualan terhadap pihak-pihak berelasi dikarenakan laba perusahaan akan meningkat pada periode sebelum IPO sehingga laba terlihat tinggi dan akan menarik investor untuk berinvestasi.

Sebaliknya, ∆NRPT-Piutangi,t=0 tidak signifikan terhadap variabel ROAi,t=0 disebabkan kurangnya hubungan yang signifikan antara kinerja laba pada tahun IPO dengan perubahan NRPT Piutang pada tahun sebelum IPO menunjukkan bahwa manajer mungkin tidak menggunakan kebijakan mereka dalam memanfaatkan pendapatan dari NRPT Piutang yang dapat mempengaruhi besarnya pendapatan perusahaan sebagai sebuah alat manajemen laba selama melakukan proses IPO.

Pengujian hipotesis 1b mengenai pengaruh variabel RPT Hutang terhadap manajemen laba menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,039. Nilai signifikansi kurang dari 0,05 akan tetapi arah koefisien regresi bertanda positif. Maka hipotesis 1b yaitu kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO, yang berarti hipotesis 1b tidak didukung. Alasan yang mendasar bahwa tidak adanya pengaruh dari transaksi hutang pihak berelasi terhadap manajemen laba adalah dikarenakan perusahaan lebih meningkatkan transaksi penjualan terhadap pihak berelasi agar laba perusahaan meningkat ketika periode sebelum IPO berlangsung, sedangkan jika perusahaan lebih meningkatkan transaksi pembelian akan

dapat menurunkan laba perusahaan (Aharony et al., 2010). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Guing dan Aria (2011) bahwa semakin rendah RP Purchases pada perusahaan IPO di Indonesia, cenderung menunjukkan terjadinya manajemen laba dengan tujuan meningkatkan laba pada periode sebelum IPO.

Berdasarkan pengujian terhadap variabel kontrol debt yang diukur dengan menggunakan hutang jangka panjang terhadap jumlah aset pada saldo akhir tahun, menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,075. Nilai signifikan tersebut diatas 0,05. Namun, arah koefisien regresi variabel kontrol bertanda negatif. Dalam penelitian Myers (2001) semakin tinggi financial leverage, pengawasan dari manajemen akan semakin ketat dan menyebabkan peningkatan kinerja perusahaan. Dengan arah koefisien kontrol negatif, ini berarti pengawasan dari manajemen semakin longgar sehingga menyebabkan penurunan kinerja perusahaan. Hal tersebut terjadi karena adanya indikasi terjadinya manajemen laba yang mengakibatkan penurunan kinerja. Namun, dalam penelitian ini berdasarkan sampel perusahaan mungkin manajemen tidak memanfaatkan debt pada tindakan kebijakan mereka sehingga financial levera ge tidak berpengaruh terhadap tindakan manajemen laba tersebut.

Variabel kontrol yang lain adalah ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan logaritma natural nilai pasar ekuitas perusahaan tahun IPO, menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,090. Nilai signifikan tersebut diatas 0,05. Namun, arah koefisien regresi variabel kontrol bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka semakin besar pula kesempatan manajer untuk melakukan manajemen laba dimana perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks dan selain itu juga perusahaan besar lebih dituntut untuk memenuhi ekspektasi investor yang lebih tinggi. Dalam penelitian ini berdasarkan sampel perusahaan mungkin manajer tidak memanfaatkan ukuran perusahaan pada tindakan kebijakan mereka sehingga ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tindakan manajemen laba tersebut.

Dengan demikian, hipotesis 1a yang menyatakan bahwa kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO terbukti secara signifikan. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai RPT Piutang pada perusahaan IPO di Indonesia, cenderung menunjukkan terjadinya manajemen laba dengan tujuan meningkatkan laba pada periode sebelum IPO.

Sedangkan hipotesis 1b yang menyatakan bahwa kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO tidak didukung. Hal ini sebabkan karena arah koefisien regresinya yang positif meskipun probabilitas signifikansinya terbukti secara signifikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perusahaan IPO di Indonesia tidak menggunakan RPT Hutangsebagai sarana dalam melakukan manajemen laba pada periode sebelum IPO.

Manajemen laba dan tunneling terhadap kinerja saham di pasar modal setelah proses IPO (Model 2)

Tabel 6. Ringkasan Hasil Regresi Model 2

Variabel Koefesiensi Prob.

C 0.253 0.045 ∆RPT-Piutangi,t=0 -0.002 0.510 ∆RPT-Hutangi,t=0 0.006 0.120 ∆NORECi,t= 1 -0.025 0.014** ∆NRPT-Piutangi,t=0 -0.004 0.181 ∆NORECi,t= 0 0.001 0.737 ∆RPT-Piutangi,t=1 -0.020 0.022** ∆RPT-Hutangi,t=1 0.011 0.097* ∆NRPT-Piutangi,t=1 -0.012 0.004** MARKETi 1.187 0.040** ROAi,t= 0 0.000 0.760 SIZEi,t= 0 -0.008 0.062*

Hasil analisis regresi model 2 (Tabel 6) mengenai pengaruh variabel ∆RPT- Piutangi,t=0 terhadap BHRi tidak signifikan, tidak sesuai dengan ekspektasi hipotesis 2a. Hal ini mungkin disebabkan karena nilai transaksi RPT Piutang yang tidak signifikan dalam mempengaruhi laba maupun kondisi keuangan perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis 2a yang menyatakan bahwa kenaikan transaksi RPT Piutangpada periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO tidak dapat diterima. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Guing dan Aria (2011) bahwa ∆RP-Salesi,t=0 pada periode sebelum IPO tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan setelah IPO. Sementara itu, dalam hasil penelitiannya Aharony et al. (2010) ∆RP Salesi,t=0 adalah negatif signifikan yang menunjukkan bahwa hubungan ini juga memiliki makna ekonomi.

Berbeda dengan ∆RPT-Piutangi,t=0, variabel ∆RPT-Piutangi,t=1 menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,022. Nilai signifikansi kurang dari 0,05 dan arah koefisien regresi bertanda negatif yang berarti kenaikan RPT Piutang setelah IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Laughran dan Ritter (1997) menyatakan bahwa penurunan kinerja operasi yang terjadi pasca penawaran akan sejalan dengan penurunan kinerja saham sebagai akibat dilakukannya manipulasi saat penawaran. Kondisi tersebut terjadi karena harga saham berkolerasi dengan kinerja keuangan, sehingga penurunan kinerja keuangan akan membuat pasar melakukan koreksi harga saham yang overvalue tersebut.

Pengaruh variabel ∆RPT-Hutangi,t=0 terhadap BHRi tidak signifikan, tidak sesuai dengan ekspektasi hipotesis 2b. Hal ini mungkin disebabkan karena nilai transaksi RPT Hutang juga tidak signifikan dalam mempengaruhi laba maupun kondisi keuangan perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis 2b yang menyatakan bahwa kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO tidak dapat diterima. Variabel ∆RPT-Hutangi,t=0 dan ∆RPT-Hutangi,t=1 tidak

signifikan terhadap variabel BHRi, yang berarti bahwa hutang sebelum dan setelah IPO tidak berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian (Aharony et al., 2010) dimana juga ∆RP-Purchasesi,t=0 dan ∆RP-Purchasesi,t=1 tidak signifikan terhadap variabel BHRi. Hal tersebut menunjukkan tidak ada implikasi pasar opotunistik RP Purchases baik sebelum atau setelah IPO.

Variabel ∆NRPT-Piutangi,t=0 yang tidak signifikan menunjukkan bahwa transaksi NRPT Piutang yang mampu mempengaruhi besarnya pendapatan perusahaan ini tidak berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan. Namun, berbeda dengan ∆NRPT- Piutangi,t=1 yang negatif signifikan terhadap variabel BHRi, yang berarti terdapat kenaikan transaksi NRPT Piutang setelah IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham perusahaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan karena arah koefisien regresinya negatif. Dalam penelitian ini diharapkan NRPT Piutang setelah IPO ini berpengaruh positif terhadap kinerja saham perusahaan, sebab besarnya pendapatan dari transaksi NRPT Piutang diharap mampu meningkatkan kinerja saham perusahaan setelah IPO.

Berdasarkan hasil analisis regresi variabel ∆RPT-Piutangi,t=1 negatif signifikan dan variabel ∆NORECi,t=0 tidak signifikan. Hal ini berarti terjadinya RPT Piutang yang tidak biasa pada saat periode setelah IPO membuktikan bahwa tidak terjadi praktek manajemen laba melalui RPT Piutang dan Norec yang tidak biasa pada saat periode sebelum IPO mengindikasi terjadinya perilaku tunneling melalui pinjaman dari perusahaan IPO kepada pihak berelasi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitianAharony et al. (2010) dimana variabel ∆RP-Salesi,t=1 dan ∆NORECi,t=0 secara statistik tidak signifikan, yang menunjukkan bahwa RP Sales yang tidak biasapada saat periode setelah IPO maupun Norec yang tidak biasa pada saat periode sebelum IPO dirasa oleh investor sebagai tindakan oportunistik dari manajemen laba atau perilaku tunneling.

Pengujian hipotesis mengenai variabel ∆NORECi,t=1 berpengaruh negatif secara signifikan terhadap variabel BHRi dengan signifikansi 0,014. Artinya, setiap terjadi peningkatan selisih piutang dan hutang lain-lain akan menurunkan nilai secara signifikan. Maka hipotesis 2c yaitu kenaikan Net Outstanding Corporate Loans pada periode setelah IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO, yang berarti hipotesis 2c diterima. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar bentuk pinjaman yang diberikan kepada pihak berelasi dilakukan tidak atas dasar keputusan efisiensi ekonomi. Akibatnya, tidak terjadi peningkatan dalam kinerja saham perusahaan, malah yang terjadi adalah penurunan dalam kinerja saham perusahaan. Dapat disimpulkan, walaupun di Indonesia tidak terbukti terjadi praktek manajemen laba melalui RPT Piutang, RPT Hutang yang diikuti dengan tunneling melalui pinjaman dari perusahaan IPO kepada pihak berelasi (dalam hal ini pemegang saham pengendali pada periode setelah IPO), transaksi pinjaman antar pihak berelasi ini berpengaruh buruk terhadap kinerja saham perusahaan. Hal ini disebabkan karena pinjaman tersebut kemungkinan dikenali investor sebagai salah satu bentuk pelarian aset yang merugikan pemegang saham non-pengendali.

Variabel kontrol MARKETi,t=0 berpengaruh positif signifikan terhadap variabel BHRi dengan signifikansi 0,040. Artinya, setiap terjadi peningkatan MARKETi,t=0 akan meningkatkan nilai BHRi secara signifikan. Namun, dengan meningkatnya nilai BHRi menunjukkan akan terjadinya peningkatan risiko pasar pada perusahaan dalam periode setelah IPO (Aharony et al., 2010). Variabel ROAi,t=0 tidak signifikan terhadap variabel BHRi, yang berarti ringkasan ukuran kinerja akuntansi ini tidak berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan. Namun, arah koefisien regresinya positif yang mungkin menunjukkan bahwa kinerja akuntansi pada tahun IPO memiliki dampak positif pada satu tahun berikutnya (Aharony et al., 2010). Sedangkan, variabel SIZEi,t=0 negatif tidak signifikan terhadap variabel BHRi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aharony et al., (2010) yang

memperkirakan bahwa ukuran perusahaan mungkin tidak memiliki dampak pada kinerja saham di masa mendatang.

KESIMPULAN DAN KETERBATASAN Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan terhadap 32 sampel perusahaan non-keuangan yang melakukan IPO di Indonesia dalam rentang tahun 2007-2011. Penelitian ini menggunakan RPT untuk mendeteksi manajemen laba, hal ini dilakukan karena di Cina telah terbukti bahwa banyak perusahaan melakukan manajemen laba melalui RPT. Fenomena ini kemudian tidak terbukti pada kondisi Indonesia.

Dalam penelitian ini, membuktikan bahwa di Indonesia terjadi peningkatan variabel piutang kepada pihak berelasi yang signifikan terhadap kinerja perusahaan yang dilihat menggunakan proksi ROA selama proses IPO. Peningkatan variabel piutang dari pihak berelasi hanya menunjukkan kecenderungan terjadinya manajemen laba dengan tujuan meningkatkan ROA perusahaan. Sedangkan, penurunan variabel hutang di Indonesia ini tidak terbukti dikarenakan perusahaan lebih meningkatkan transaksi piutang terhadap pihak berelasi agar laba perusahaan meningkat ketika periode sebelum IPO berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia manajemen laba mungkin tidak dilakukan melalui transaksi piutang dan hutang dengan pihak berelasi selama proses IPO. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan IPO di Indonesia tidak menggunakan transaksi piutang dan hutang dengan pihak berelasi sebagai sarana dalam manajemen laba menjelang IPO.

Selanjutnya diperoleh bukti yang menunjukkan bahwa kinerja saham perusahaan setelah IPO berhubungan negatif dengan tidak dilunasinya pinjaman kepada pihak berelasi pada periode setelah IPO. Hal ini tampak dari selisih piutang dan hutang lain-lain yang memiliki hubungan negatif dengan Buy-and-Hold Return yang merepresentasikan kinerja

saham. Sedangkan tidak terbukti secara signifikan bahwa keberadaan piutang kepada pihak berelasi pada periode sebelum IPO berhubungan negatif dengan kinerja saham perusahaan setelah IPO. Hal ini konsisten dengan hasil model 1, karena transaksi RPT tidak menjadi pilihan utama dalam melakukan manajemen laba selama proses IPO. Dengan demikian, walaupun penelitian ini tidak mendukung adanya manajemen laba yang diikuti tunneling

melalui RPT pada saat seputar IPO, namun transaksi pinjaman antar pihak berelasi setelah IPO dipandang oleh investor sebagai tindakan yang oportunistik sehingga menurunkan kinerja saham perusahaan setelah IPO.

Keterbatasan dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini tak lepas dari berbagai keterbatasan. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai berbagai keterbatasan yang dihadapi serta saran bagi penelitian selanjutnya:

1. Penelitian ini hanya berkonsentrasi pada RPT Piutang dan RPT Hutang yang dianggap sebagai faktor utama dalam manajemen laba. Penelitian lebih lanjut dapat meneliti jenis transaksi RPT lain (misalnya pengalihan biaya riset dan pengembangan)

2. Penelitian ini hanya berkonsentrasi pada selisih piutang dan hutang lain-lain yang dianggap sebagai faktor utama dalam tunneling. Penelitian lebih lanjut dapat meneliti cara lain yang mungkin dapat digunakan perusahaan induk dalam mengeksploitasi sumber daya anak perusahaanya (misalnya transfer pricing).

3. Jumlah sampel perusahaan di Indonesia yang sangat sedikit dan standar pelaporan keuangan yang belum seragam khususnya pada bagian transaksi dengan pihak berelasi. Penelitian lebih lanjut disarankan dapat meningkatkan jumlah sampel penelitian sehingga dapat menggambarkan karakteristik perusahaan di Indonesia dengan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aharony, J., Wang, J., & Yuan, H. 2010. Tunneling As An Incentive For Earnings Management During The IPO Process in China. Journal of Accounting and

Public Policy, 29, 1-26.

Aharony, J., Lee, C.-W.J., & Wong, T.J. 2000. Financial Packaging of IPO Firms in China.

Journal of Accounting Research, 38, 103-126.

Assih, P., Hastuti, Ambar Woro., dan Parawiyati. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Nilai dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2, 125- 144.

Barth, M. E. Elliot, J. A. dan Finn, M. W. (1999). Market Rewards Associated With Patterns of Increasing Earnings. Journal of Accounting Research. Volume 37 Nomor 2. 387- 413.

Chang, Sea Jin. 2002. Ownership Structure, Expropriation, and Performance of Group Affiliated Companies in Korea. Academy of Management Journal 2003, Vol. 46, No.

2, 238-253.

Cheung, Y.-L., Rau, P.R., & Stouraitis, A. 2006. Tunneling, Propping, and Expropriation: Evidence From Connected Party Transactions in Hong Kong.

Journal of Finance Economics, 82, 343–386.

Cohen, D., & Zarowin, P. 2008. Economic Consequences of Real and Accrual-Based Earnings Management Activities.

Dwinanto, J. 2010. Pengaruh Merger dan Akuisisi terhadap Kekayaan Pemegang Saham Minoritas (Studi Kasus PT Lippo Karawaci Tbk.). Tesis Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Dyanty et al,. 2012. Pengaruh Kepemilikan Pengendalian Akhir terhadap Transaksi Pihak Berelasi. Simposium Nasional Akuntansi XV.

Geriesh, L. 2003. Organizational Culture and Fraudulent Financial Reporting. The CPA

Journal, 73, 28.

Gordon, E.A.dan E.Henry and D.Palia (2004a). Related Party Transaction and Corporate Governance. Advances in Financial Economics, Volume 9:1-27.

Graham, J.R., Harvey, C.R., & Rajgopal, S. 2005. The Economic Implications of Corporate Financial Reporting. Journal of Accounting and Economics, 40, 3-73.

Guing, A., dan Aria, F. 2011. Manajemen Laba dan Tunneling melalui Transaksi Pihak Istimewa di Sekitar Penawaran Saham Perdana. Simposium Nasional Akuntansi XIV. Gul, F.A., Leung, S., & Srinidhi, B. 2003. Informative and Opportunistic Earnings

Management and The Value Relevance of Earnings: Some Evidence on The Role of IOS.

Healy, P. M., dan Wahlen, J. M. 1999. A Review of the Earnings Management Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizons. 13 (4): 365-383.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Jakarta: Salemba Empat.

Imam Ghozali. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS1. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Irawan, Moh. Adi dan Gumanti, Tatang Ary. 2009. Indikasi Earnings Management pada

Initial Public Offering. Simposium Nasional Akuntansi XII.

Jain, B. A. dan Kini, O. (1994). The Post-Issue Operating Performance of IPO Firms. Journal

of Finance. Volume 49. 1699-1726.

Jian, M., & Wong, T.J. 2003. Earnings Management and Tunneling Through Related Party Transactions: Evidence From Chinese Corporate Groups.

Johnson, S., La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., & Shleifer, A. 2000. Tunneling. The

American Economic Review, 90, 22-27.

Kusumawardhani, N.A.S., dan Veronica, S. 2009. Fenomena Manajemen Laba Menjelang IPO dan Kaitannya dengan Nilai Perusahaan Perdana Serta Kinerja Perusahaan Pasca-IPO: Studi Empiris Pada Perusahaan Yang IPO Di Indonesia Tahun 2000- 2003. Simposium Nasional Akuntansi XII.

Loughran, Tim, dan Ritter Jay R. 1997. The Operating Performance of Firms Conducting. McKay, B. 2002. Coca-Cola: Real Thing Can Be Hard To Measure. Wall Street Journal. Mutaminah. 2008. Tunneling atau Value Added dalam Strategi Merger dan Akuisisi di

Indonesia. Manajemen & Bisnis. Vol. 7, No. 1.

Myers, S.C. 2001. Capital Structure. Journal of Economic Perspectives, 15, 81-102.

Rahman, A., dan Hutagol, Y. 2008. Manajemen Laba melalui Akrual dan Aktivitas Real pada Penawaran Perdana dan Hubungannya dengan Kinerja Jangka Panjang. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Volume 5 – Nomor 1, Juni 2008.

Rahmawati et al,. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Simposium Nasional Akuntansi IX.

Ritter, J. R., 1991, The Long Run Performance of Initial Public Offering. Journal of Finance.

Dalam dokumen T1 232010006 Full text (Halaman 44-70)

Dokumen terkait