TUNNELING
SEBAGAI INSENTIF DARI MANAJEMEN
LABA MELALUI TRANSAKSI PIHAK BERELASI DI
SEKITAR PENAWARAN SAHAM PERDANA
Oleh:
AYU SURYANDARI NIM: 232010006
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan-Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS
: EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
Judul : TUNNELING SEBAGAI INSENTIF DARI MANAJEMEN LABA MELALUI TRANSAKSI PIHAK BERELASI DI SEKITAR PENAWARAN SAHAM PERDANA
Pembimbing : MI Mitha Dwi Restuti, SE., MSi Tanggal diuji : 25 April 2014
adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Salatiga, April 2014
Yang memberi pernyataan,
MOTTO
Jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyu'
(Al. Baqarah: 45)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan
yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu
berharap.
ABSTRACT
This study aimed to examine the influence of related party transaction by related party receivable transaction (RPT Receivable), related party payable transaction (RPT Payable) on earnings management is proxied by ROA in the period before initial public offering (IPO). Such actions can also be an opportunity to perform tunneling as measured by net outstanding corporate loans to the year -end total assets (NOREC) are seen through the performance of the company's shares using buy-and-hold returns in the period after initial public offering (IPO). By using the control variable is a non-related party transactions receivables, debt, firm size, and market returns. The population of this study is 32 samples
from non-financial firms that conduct IPO’s in the Indonesia Stocked Exchange in 2007 to
2011. The results of this study in Indonesia indicate that earnings management and tunneling does not occur through related party transactions. But the loan transactions between related parties after the IPO is viewed by investors as opportunistic actions that degrade the performance of the company's shares after the IPO.
SARIPATI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh transaksi pihak berelasi melalui transaksi piutang pihak berelasi (RPT Piutang), transaksi hutang pihak berelasi (RPT Hutang) terhadap manajemen laba yang diproksikan dengan ROA pada periode sebelum penawaran saham perdana (IPO). Tindakan tersebut juga dapat menjadi kesempatan untuk melakukan
tunneling yang diukur dengan net outstanding corporate loans to year -end total assets
(NOREC) yang dilihat melalui kinerja saham perusahaan menggunakan buy-and-hold return
pada periode setelah penawaran saham perdana (IPO). Dengan menggunakan variabel kontrol yaitu transaksi piutang non pihak istimewa, debt, ukuran perusahaan, dan market return.
Penelitian ini menggunakan 32 sampel dari perusahaan non-keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007 sampai tahun 2011. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa di Indonesia manajemen laba dan tunneling tidak terjadi melalui transaksi pihak berelasi. Namun transaksi pinjaman antar pihak hubungan berelasi setelah IPO dipandang oleh investor sebagai tindakan yang oportunistik sehingga menurunkan kinerja saham perusahaan setelah IPO.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang oleh karena segala limpahan karunia, rahmat,
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Tunneling sebagai
Insentif dari Manajemen Laba melalui Transaksi Pihak Berelasi Di Sekitar Penawaran Saham
Perdana“. Penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar
sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Namun,
penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sangatlah penulis harapkan.
Semoga berkat kasih karunia Allah SWT selalu menyertai kita.
Salatiga, April 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan segenap kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah
SWT atas karunia dan pimpinan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak baik
langsung maupun tidak langsung yang telah senantiasa membantu, mendorong, dan
membimbing penulis dalam penulisan skripsi.
Ucapan terima kasih penulis tujukan terutama kepada:
1. Bapak dan almarhumah Ibu yang tercinta yang telah memberi kasih sayang, perhatian,
dan segala pengorbanan baik materiil maupun spirituil kepada penulis. Terima kasih atas
doanya.
2. Bapak Hari Sunarto, SE., MBA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Kristen Satya Wacana.
3. Bapak Dr. Usil Sis Sucahyo, SE, MBA selaku Kaprodi Akuntansi.
4. Ibu MI Mitha Dwi Restuti, SE., MSi. selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh
kesabaran telah meluangkan waktu dan mencurahkan perhatiannya dalam memberi
petunjuk-petunjuk dan saran yang sangat berharga.
5. Bapak Prof. Supramono, S.E., MBA., DBA. dan Ibu Like Soegiono, S.E., M.Si. selaku
penguji kertas kerja penulis yang telah memberikan arahan dan masukan dalam
penyusunan kertas kertas kerja ini.
6. Ibu Suzy Noviyanti, SE., MM, Akt., CPA selaku wali studi.
7. Ibu Supatmi, SE., M.Akt., CA dan Ibu Linda Ariany Mahastanti, SE., M.Sc. terima kasih
8. Seluruh staff pengajar, tata usaha, dan perpustakaan yang telah membantu penulis baik
dalam studi maupun penulisan skripsi.
9. Saudara-saudaraku Mas Eko, Mas Dwi, Mas Deby, Mbak Rini, Mbak Nita, Mbak Vivi
dan seluruh keluarga besar tercinta yang selama ini mendoakan, memberikan semangat,
kasih sayang kepada penulis.
10. Buat sahabat-sahabat penulis, Diva, Dwi, Nita, Murta yang sudah menjadi teman, dan
sahabat baik selama penulis menempuh kuliah di FEB-UKSW dalam suka maupun duka.
Terima kasih juga atas semua dukungan, motivasi, bantuan dan dorongan semangat
kepada penulis.
11. Buat semua teman-teman: Asna, Nindi, Dhoni, Monic, Rara, dan yang lain-lain tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang sudah membantu penulis dalam penulisan
skripsi ini.
12. Semua teman-teman angkatan 2010 dan teman-teman sebimbingan yang telah senantiasa
sama-sama berjuang dalam penulisan skripsi.
Ada nama-nama yang lainya yang berhak dan pantas mendapatkan ucapan terima kasih,
namun penulis menyadari sepenuhnya, tidak mungkin untuk menyebut satu persatu. Kiranya
kasih dan berkat Allah SWT selalu melimpahkan atas kebaikan mereka.
Salatiga, April 2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Surat Pernyataan Keaslian Karya Tulis Skripsi ... ii
Halaman Persetujuan / Pengesahan ... iii
Halaman Motto ... iv
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ... 4
Tunneling ... 4
Manajemen Laba ... 5
Transaksi Dengan Pihak-Pihak Berelasi ... 7
Tunneling sebagai Insentif Manajemen Laba ... 9
Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan Pasca-IPO ... 9
Rumusan Hipotesis ... 10
Manajemen Laba Melalui Transaksi Pihak Berelasi dalam proses IPO ... 10
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 22
Analisis Data ... 22
Statistika Deskriptif RPT ... 22
Statistika Deskriptif Variabel ... 24
Uji Asumsi Klasik ... 29
Pengujian Hipotesis ... 31
Pembahasan ... 34
Manajemen Laba Melalui Transaksi Pihak Berelasi dalam proses IPO ... 34
Manajemen laba dan tunneling terhadap kinerja saham di pasar modal setelah proses IPO ... 37
KESIMPULAN DAN KETERBATASAN ... 41
Kesimpulan ... 41
Keterbatasan dan Saran Penelitian ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pemilihan Sampel Penelitian ... 14
Tabel 2. Deskripsi Variabel Model 1 ... 20
Tabel 3. Deskripsi Variabel Model 2 ... 21
Tabel 4. Statistika Deskriptif RPT ... 23
Tabel 5. Ringkasan Hasil Regresi Model 1 ... 34
Tabel 6. Ringkasan Hasil Regresi Model 2 ... 37
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Sampel Perusahaan ... 46
Lampiran 2. Sampel Data ... 47
Lampiran 3. Statistik Deskriptif ... 52
Lampiran 4. Uji Asumsi Klasik ... 53
PENDAHULUAN
Perkembangan pasar modal Indonesia yang pesat menyebabkan munculnya
banyak investor maupun perusahaan publik baru. Dalam proses Initial Public Offering
(IPO) atau penawaran saham perdana disyaratkan penerbitan suatu prospektus, yang
diharapkan dapat memberi informasi bagi investor sebelum berinvestasi. Namun, Rao
(1993) dalam Kusumawardhani dan Veronica (2009) menyatakan bahwa pada periode
sebelum terjadinya IPO, hampir tidak ada pemberitaan apapun mengenai perusahaan yang
bersangkutan baik di media massa maupun media elektronik. Adanya keterbatasan informasi
yang dimiliki para investor mengharuskan mereka untuk mengandalkan laporan keuangan
yang ada untuk melakukan penilaian atas kinerja saham sebelum IPO dan juga menilai
kemungkinan terjadinya manajemen laba. Manajemen laba adalah tindakan manajemen untuk
memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalkan
kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan (Scott, 1997). Manajer dapat menyusun laporan
keuangan dengan memilih metode akuntansi atau akrual yang akan meningkatkan laba, dan
laba yang tinggi diharapkan akan dihargai tinggi oleh investor berupa harga penawaran yang
tinggi (Assih et al., 2005).
Dalam Irawan dan Gumanti (2009), Barth et al., (1999) meneliti hubungan antara laba
perusahaan sebelum go pubic dan harga saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga
saham akan lebih tinggi jika dimiliki oleh perusahaan yang memiliki keuntungan yang
konsisten dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki laba yang tidak konsisten. Hasil
penelitian ini mampu menjelaskan kenapa manajer menggunakan metode akuntansi tertentu
untuk menilai besaran laba perusahaan pada periode menjelang go public, dan tindakan ini
lebih dikenal sebagai earning management. Dengan asumsi demikian, diperkirakan bahwa
praktik manajemen laba yang dilakukan pada saat IPO dimaksudkan untuk mendongkrak
Manajemen laba salah satunya dapat dilakukan melalui transaksi pihak-pihak
berelasi (Related party transaction - RPT), dalam hal ini hubungan antara induk dan anak
perusahaan (McKay, 2002). RPT dapat menyebabkan perpindahan laba dari perusahaan
anak ke induk (Cheung et al., 2006). Contoh, Coca-Cola pernah memanfaatkan RPT
dengan mempengaruhi pihak pembuat botolnya untuk membebankan harga botol yang lebih
rendah agar Harga Pokok Penjualan Coca-Cola turun dan laba Coca-Cola meningkat
(McKay, 2002). Penelitian Geriesh (2003) juga menemukan bahwa perusahaan yang terlibat
dalam kecurangan akuntansi lebih banyak melibatkan RPT.
Melihat lebih jauh lagi, RPT dapat memunculkan motif oportunistik baru yaitu
tunneling. Menurut Johnson et al. (2000) tunneling adalah pengalihan keluar aset dan
keuntungan dari anak perusahaan untuk kepentingan induk perusahaan yang berdampak pada
ekspropriasi pemegang saham non-pengendali. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa
perusahaan induk di Cina melakukannya dengan cara tidak membayar hutang kepada
anak perusahaan yang IPO, yang berdampak pada buruknya kinerja anak perusahaan
(Aharony et al., 2010). Selain itu Cheung et al. (2006) dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa pinjaman perusahaan cenderung mengakibatkan ekspropriasi hak pemegang saham
non-pengendali, yang diukur menggunakan cummulative abnormal market-adjusted
returns (CAR). Penelitian mereka juga berhasil menafsirkan bahwa transaksi tersebut
merupakan bukti tunneling oleh pemegang saham mayoritas dan merupakan RPT yang tidak
didasarkan pada alasan ekonomi. Pemahaman ini menjadi penting karena dalam Teoh et al.
(1998) dibuktikan bahwa investor tidak dapat mendeteksi hasil rekayasa pada saat IPO.
Akibatnya, terjadi kesalahan pengambilan keputusan investasi oleh investor.
Penelitian ini sudah dilakukan oleh Aharony et al. (2010) mengenai Tunneling
sebagai insentif untuk melakukan manajemen laba selama proses IPO di Cina. Sedangkan, di
laba dan tunneling melalui transaksi pihak istimewa di sekitar penawaran saham perdana.
Penelitian ini berusaha meneliti kembali lebih dalam mengenai perilaku manajemen laba
yang dilakukan perusahaan sebelum IPO di Bursa Efek Indonesia beserta potensi
kegiatan tunneling yang mungkin muncul sebagai insentif dari manajemen laba dengan
mengubah jenis transaksi RPT. Dalam penelitian ini akan digunakan RPT Piutang dan RPT
Hutang dalam mendeteksi manajemen laba. Penelitian ini memilih transaksi piutang-hutang
karena transaksi ini memiliki pengaruh langsung terhadap laporan keuangan, khususnya
pada perhitungan laba akuntansi suatu perusahaan. Transaksi piutang-hutang ini dapat
timbul karena adanya transaksi penjualan atau pembelian kepada pihak berelasi (Jian
dan Wong, 2003). Chang (2002) juga memaparkan bahwa adanya transaksi penjualan
atau pembelian kepada pihak berelasi yang menimbulkan piutang atau hutang pihak berelasi
tersebut, dapat digunakan untuk melakukan earnings management. Selain itu penelitian ini
juga menggunakan data laporan keuangan yang lebih terbaru, yaitu laporan keuangan
perusahaan non-keuangan yang IPO dari tahun 2007 sampai tahun 2011.
Secara spesifik maka tujuan dan permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)
Mengetahui pengaruh antara RPT dengan keberadaan manajemen laba pada periode sebelum
IPO, sehingga dapat diketahui apakah RPT tersebut dilakukan sebagai sarana dalam
manajemen laba pada periode sebelum IPO. (2) Mengetahui pengaruh RPT pada
periode sebelum IPO dan pinjaman kepada pihak berelasi pada periode setelah IPO dengan
kinerja saham perusahaan setelah IPO, sehingga dapat diketahui apakah RPT dan pinjaman
tersebut berpengaruh negatif dengan kinerja saham perusahaan setelah IPO.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada investor dalam
membuat keputusan investasi terutama yang berkaitan dengan penawaran saham perdana,
sehingga menghindari terjadinya kesalahan dalam membuat keputusan. Selain itu, penelitian
yang berguna bagi pembaca mengenai perilaku manajemen laba yang dilakukan perusahaan
pada periode sebelum IPO melalui transaksi pihak berelasi dan pinjaman kepada pihak
berelasi pada periode setelah IPO dengan kinerja saham perusahaan setelah IPO.
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Tunneling
Istilah "tunneling" awalnya digunakan untuk menggambarkan kondisi
ekspropriasi pemegang saham non-pengendali di Republik Ceko melalui pengalihan aset dan
keuntungan dari perusahaan demi kepentingan pemegang saham pengendali (Guing dan
Aria, 2011). Menurut Johnson et al., (2000) tunneling adalah pengalihan keluar aset dan
keuntungan dari anak perusahaan untuk kepentingan induk perusahaan yang berdampak
pada ekspropriasi pemegang saham non-pengendali.
Tunneling merupakan perilaku manajemen atau pemegang saham mayoritas yang
mentransfer aset dan profit perusahaan untuk kepentingan mereka sendiri, namun biaya
dibebankan kepada pemegang saham minoritas (Zhang, 2004 dalam Mutamimah, 2008).
Sansing (1999) menunjukkan bahwa pemegang saham mayoritas dapat mentransfer kekayaan
untuk dirinya sendiri dengan mengorbankan hak para pemilik minoritas, dan terjadi
penurunan pengalihan kekayaan ketika persentase kepemilikan pemegang saham mayoritas
menurun.
Tunneling muncul dalam dua bentuk. Pertama, peran pemegang saham pengendali
dalam memindahkan sumber daya perusahaan untuk kepentingannya sendiri melalui
transaksi pihak berelasi yang diatur sedemikian rupa. Kedua, pemegang saham
pengendali dapat meningkatkan porsi sahamnya tanpa memberikan kontribusi aset
saham non-pengendali, atau transaksi lainnya yang merugikan kelompok non-pengendali
(Johnson et al., 2000).
Tunneling dapat juga dilakukan dengan cara menjual produk perusahaan kepada
perusahaan yang memiliki hubungan dengan manajer dengan harga yang lebih rendah
dibandingkan mempertahankan posisi/ jabatan pekerjaannya meskipun mereka sudah tidak
kompeten atau berkualitas lagi dalam menjalankan usahanya atau menjual aset perusahaan
kepada perusahaan yang memiliki hubungan dengan manajer (Dwinanto, 2010). Penelitian
yang dilakukan oleh Johnson et al., (2000) dan Cheung (2006) terbukti bahwa di negara
berkembang, pemilik saham mayoritas terlibat dalam praktek ekspropriasi atau tunneling
yang dilakukan terhadap pemegang saham minoritas.
Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi laba
merupakan unsur dalam laporan keuangan yang penting bagi pihak-pihak yang
menggunakannya karena memiliki nilai prediktif. Berdasarkan hal tersebut membuat pihak
manajemen berusaha untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik
oleh pihak eksternal.
Earnings management merupakan upaya-upaya manajemen menggunakan
pertimbangannya dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat menyesatkan para
pengambil keputusan dalam menilai kinerja perusahaan atau dapat mempengaruhi
kontrak-kontrak pendapatan yang telah ditetapkan berdasarkan angka-angka laporan keuangan (Healy
dan Wahlen, 1998). Sedangkan menurut Setiawati dan Na’im (2000) earnings management
diartikan sebagai campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal
dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Earnings management merupakan salah
Terdapat dua cara pandang dalam memahami manajemen laba menurut Scott (2000)
dalam Rahmawati et al., (2006) yaitu: Pertama, memandang sebagai perilaku oportunistik
manajer untuk memaksimumkan utulitias manajemen (opportunistic behavior). Kedua,
dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient earnings
management), manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri
mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga sehingga
dapat menguntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Scott (2000) dalam
Rahmawati et al., (2006) juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mendorong manajer melakukan manajemen laba, diantaranya:
1. Bonus Purpose
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara
opportunistic untuk melakukan laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985).
2. Motivasi Politik (Political Motivation)
Manajemen laba dilakukan oleh perusahaan agar mengurangi laba yang dilaporkan karena
adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih
ketat.
3. Motivasi Pajak (Taxation Motivation)
Perusahaan yang mendapatkan laba lebih tinggi akan membayar pajak yang tinggi pula.
Akan tetapi, manajer perusahaan akan melakukan rekayasa agar laba yang dilaporkan
tidak seperti yang sebenarnya, sehingga pajak yang dibayarkan tidak terlalu tinggi.
Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
Motivasi inilah yang mendasari praktik manajemen laba.
4. Perubahan Chief Executive Officer (CEO)
CEO perusahaan yang akan habis masa jabatannya atau mendekati masa pensiun akan
kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan.
5. Penawaran Saham Perdana (IPO)
Pada perusahaan yang akan go public tetapi belum memiliki harga pasar sehingga perlu
menetapkan nilai saham yang akan ditawarkan. Hal ini mengakibatkan manajer
perusahaan yang go public melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga yang
lebih tinggi atas saham. Dengan menaikkan laba perusahaan akan mempengaruhi investor
dalam pengambilan keputusan investasi.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Kinerja perusahaan akan diinformasikan kepada investor sehingga pelaporan laba harus
disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut berada dalam kinerja
yang baik.
Transaksi Dengan Pihak-Pihak Berelasi
Di Indonesia, pengungkapan transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi diatur dalam
PSAK No.7 (R2010) mengenai “Pengungkapan Pihak-Pihak Berelasi”, pihak-pihak berelasi
adalah orang atau entitas yang terkait dengan entitas yang menyiapkan laporan
keuangannya (dalam Pernyataan ini dirujuk sebagai “entitas pelapor”). Transaksi pihak
berelasi adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor
dengan pihak-pihak berelasi, terlepas apakah ada harga yang dibebankan.
Berikut ini adalah contoh transaksi yang diungkapkan jika pihak tersebut adalah
pihak berelasi:
a) Pembelian atau penjualan barang (barang jadi atau setengah jadi)
b) Pembelian atau penjualan properti dan aset lainnya
c) Penyediaan atau penerimaan jasa
e) Pengalihan riset dan pengembangan
f) Pengalihan di bawah perjanjian lisensi
g) Pengalihan di bawah perjanjian pembiayaan (termasuk pinjaman dan kontribusi
ekuitas dalam bentuk tunai atau dalam bentuk natura)
h) Provisi atas jaminan atau agunan
i) Komitmen untuk berbuat sesuatu jika peristiwa khusus terjadi atau tidak terjadi
dimasa depan, termasuk kontrak eksekutori* (diakui atau tidak diakui)
j) Penyelesaian liabilitas atas nama entitas atau pihak yang mempunyai hubungan
istimewa.
Dalam penelitian Cheung, Rau dan Stouraitis (2006) yang melihat pengaruh
pengumuman transaksi pihak berelasi terhadap abnormal stock return, membagi sifat RPT
menjadi tiga kelompok yang tidak semuanya merugikan, yaitu (1) transaksi yang apriori
menyebabkan ekspropriasi pemegang saham minoritas perusahaan, antara lain akuisisi aset,
penjualan aset, penjualan ekuitas, hubungan perdagangan, dan pembayaran tunai; (2)
transaksi yang cenderung menguntungkan pemegang saham minoritas, seperti penerimaan
kas dan hubungan antara anak perusahaan; dan (3) transaksi dengan alasan strategis dan
mungkin tidak bersifat ekspropriasi, seperti takeover dan joint venture, akuisisi joint venture,
dan penjualan antara sesama joint venture.
Ryngaert dan Thomas (2007) membagi RPT ke dalam dua kategori yaitu transaksi
ex-ante dan ex-post. Transaksi ex-ante didefinisikan sebagai transaksi dimana suatu
perusahaan dan related party melakukan transaksi sebelum perusahaan tersebut menjadi
perusahaan publik atau sebelum tertentu menjadi related party dengan perusahaan.
Sedangkan, transaksi ex-post adalah transaksi yang muncul setelah perusahaan go public dan
setelah suatu pihak memiliki hubungan khusus dengan perusahaan. Jenis transaksi ini
istimewa (RPT) memiliki dua hipotesis yang bertolak belakang yaitu sebagai transaksi
opportunis atau sebagai transaksi yang efisien.
Tunneling sebagai Insentif Manajemen Laba
Jian dan Wong (2003) meneliti penggunaan RPT sebagai sarana praktik
manajemen laba dan tunneling pada perusahaan di Cina. Mereka menemukan bahwa
perusahaan yang masih tergabung dalam satu konglomerasi cenderung melaporkan nilai RPT
yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki konglomerasi. Selain itu
dapat dibuktikan juga bahwa RPT tersebut digunakan untuk memanipulasi laba dalam rangka
memenuhi syarat agar bisa sukses melakukan IPO. Ketika perusahaan IPO tersebut telah
menghasilkan aliran dana yang cukup, cenderung terjadi pengalihan sumber daya
tersebut kepada perusahaan afiliasinya dalam bentuk pinjaman lunak. Sedangkan ketika
dilihat pengaruhnya terhadap kinerja saham, ditemukan bahwa transaksi antara afiliasi
tersebut lebih mengarah kepada tindakan oportunistik dibandingkan tindakan yang efisien.
Senada dengan Jian dan Wong, Aharony et al. (2010) juga menemukan
penggunaan RPT sebagai sarana manajemen laba menjelang IPO dan lebih jauh juga
membuktikan bahwa perilaku tersebut muncul karena adanya kesempatan untuk melakukan
praktik tunneling pada masa setelah IPO. Tunneling biasanya dilakukan dalam bentuk
pinjaman dari perusahaan IPO kepada induk perusahaannya, eksploitasi sumber daya
dilakukan dengan tidak melunasi pinjaman tersebut yang berakibat pada buruknya kinerja
keuangan perusahaan IPO.
Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan Pasca-IPO
Theo et al., (1998) meneliti hubungan manajemen laba dengan penurunan kinerja
jangka panjang perusahaan dan mengungkapkan bahwa perusahaan yang melaporkan
positif akrual pada saat IPO, setelah 3 tahun pasca IPO perusahaan tersebut mengalami
perusahaan akan semakin buruk pula kinerja saham jangka panjang yang dialami
perusahaan. Temuan Jain dan Kini (1994) juga menyebutkan bahwa akan terjadi penurunan
kinerja laba (underperformance) pasca penawaran, meskipun ada pertumbuhan penjualan dan
pengeluaran modal yang tinggi.
Assih et al. (2005) melakukan penelitian menggunakan ROA (return on asset)
sebagai proksi kinerja perusahaan. Hasil pengujian pengaruh manajemen laba pada
kinerja perusahaan menunjukkan bahwa manajemen laba mempunyai pengaruh negatif
pada kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROA pada periode-periode setelah
penawaran publik perdana. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba yang dilakukan
manajemen pada periode sebelum IPO adalah sebuah tindakan yang sifatnya
oportunistik dan tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui kinerja perusahaan pasca-IPO.
Rumusan Hipotesis
Penelitian ini berfokus pada tiga jenis RPT: (1) piutang oleh perusahaan IPO
kepada perusahaan pihak berelasi (RPT Piutang), (2) hutang oleh perusahaan IPO dari
perusahaan pihak berelasi (RPT Hutang), (3) selisih saldo akhir akun piutang dan
hutang lain-lain dengan pihak berelasi yang tercatat pada perusahaan IPO (Net
Outstanding Corporate Loans).
Manajemen Laba Melalui Transaksi Pihak Berelasi dalam proses IPO
Manajemen laba dapat digambarkan sebagai perilaku manajemen dalam memilih
kebijakan akuntansi tertentu, atau melalui penerapan aktivitas tertentu, yang
bertujuan mempengaruhi laba untuk mencapai sebuah tujuan spesifik (Scott, 2009). Salah
satu motivasi yang dapat menjadi pemicu munculnya manajemen laba adalah motivasi untuk
memanfaatkan kegiatan Initial Public Offering (IPO) sebagai sebuah kondisi
asimetri informasi dalam rangka mendapatkan harga saham perdana yang tinggi
yang akan melakukan IPO. Dengan demikian mereka hanya akan merujuk pada
prospektus yang merupakan informasi utama tentang perusahaan di pasar. Sejalan dengan
temuan Barth et al. (1999) pemilik perusahaan akan berupaya menaikkan atau
menjaga tingkat keuntungan perusahaan guna memaksimalkan harga penawaran.
Karena harga penawaran yang tinggi akan berpengaruh langsung terhadap
kesejahteraan issuer.
Jian dan Wong (2003) menemukan bahwa transaksi dengan pihak berelasi (RPT)
menunjukkan kecenderung opportunis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya tingginya
tingkat penjualan dengan RPT, terutama kepada pemegang saham kendali dan anggota lain
perusahaan dalam grup, ketika perusahaan memiliki insentif untuk memanipulasi laba
(menjelang di delisted atau menjelang penerbitan saham baru).
Aharony et al. (2010) dalam penelitiannya di China berhasil membuktikan
bahwa transaksi RPT menjadi salah satu sarana manajemen laba menjelang proses IPO.
RP Sales dan RP Purchases diperkirakan menjadi faktor utama dalam pengaturan laba
menjelang IPO, dengan cara memperbesar tingkat penjualan dan memperkecil biaya
pembelian sehingga akan membentuk laba yang besar dan pada akhirnya akan
meningkatkan besarnya dana yang diterima perusahaan sehubungan dengan proses IPO.
Dalam penelitian ini menggunakan transaksi RPT Piutang dan RPT Hutang yang
timbul karena adanya transaksi penjualan dan pembelian. Ketika tingkat penjualan kepada
pihak berelasi meningkat maka akan mempengaruhi besarnya laba dalam Laporan Laba Rugi,
dan peningkatan piutang akan memperbesar nilai asset perusahaan dalam Neraca sehingga
laba dalam Laporan Laba Rugi dan Neraca akan terpengaruh menjadi lebih besar. Sedangkan,
ketika pembelian kepada pihak berelasi dilakukan maka besarnya harga beli dapat diatur
sesuai dengan kepentingan pihak-pihak tersebut. Saat perusahaan menetapkan menggunakan
beban bunga hutang lebih rendah dan HPP yang tercatat juga lebih rendah. Saat beban bunga
dan HPP rendah, maka laba akan terpengaruh (laba akan meningkat). Kemudian, dalam
penelitian ini dimasukkan beberapa variabel untuk mengontrol Return on Assets sebagai
indikator dalam mendeteksi manajemen laba. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H1a: Kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif
terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO.
H1b: Kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO.
Manajemen laba dan tunneling terhadap kinerja saham di pasar modal setelah proses IPO
Praktik manajemen laba menjelang IPO cenderung menaikkan labanya dengan
cara menggeser pendapatan masa depan menjadi pendapatan sekarang. Akibatnya, laba
perusahaan pada tahun berikutnya akan cenderung turun karena pendapatan pada tahun
tersebut telah diakui tahun sebelumnya. Bahkan penurunan kinerja laba akan tetap terjadi
meskipun terdapat pertumbuhan penjualan dan pengeluaran modal yang tinggi setelah IPO
(Ritter, 1991).
Jika manajemen laba yang dilakukan sebelum IPO adalah sebuah tindakan
oportunistik untuk mencapai tujuan tertentu, maka secara teoritis perusahaan tidak akan
mampu mempertahankan kinerja perusahaan pasca-IPO. Beberapa peneliti terdahulu berhasil
membuktikan adanya hubungan negatif yang signifikan antara manajemen laba sebelum IPO
dengan kinerja perusahaan pasca-IPO. Teoh et al. (1998) menemukan perusahaan yang
secara lebih agresif melakukan manajemen laba sebelum IPO akan mengalami penurunan
nilai rata-rata return saham yang lebih buruk daripada perusahaan yang konservatif.
menurun pada perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang
IPO.
Selain itu dalam penelitian Aharony et al. (2010) terbukti bahwa terjadi praktek
tunneling pada periode setelah IPO, sebagai insentif manajemen laba. Tunneling ini
diukur melalui Net Outstanding Corporate Loans. Praktek tunneling yang terjadi dapat
dilihat dari perilaku perusahaan IPO yang memberikan pinjaman yang tidak dilunasi kepada
pihak berelasi untuk kemudian dimanfaatkan oleh para pemegang saham pengendali.
Semakin agresif praktek manajemen laba dan tunneling, para pemegang saham
non pengendali akan semakin dirugikan. Hal ini akan terlihat dari kinerja saham perusahaan
yang menurun pada periode setelah IPO. Sesuai dengan Gul et al. (2003) yang
menemukan jika manajeman laba dilakukan dengan motivasi yang buruk, maka dalam
jangka panjang kinerja aktual perusahaan akan menurun, dan para investor akan semakin
tidak percaya kepada perusahaan yang berakibat pada turunnya kinerja saham
perusahaan. Aharony et al. (2010) juga menemukan bahwa tunneling atau eksploitasi
sumber daya akan berakibat pada buruknya kinerja keuangan perusahaan yang baru
terdaftar itu. Untuk mendeteksi hal ini, dimasukkan juga faktor return pasar satu hari
setelah IPO sebagai pengontrol kondisi pasar saat itu. Berikut adalah hipotesisnya:
H2a: Kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif
terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO.
H2b: Kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif
terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO.
H2c: Kenaikan Net Outstanding Corporate Loans pada periode setelah IPO
METODE PENELITIAN
Data dan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder
yang digunakan berupa laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang masih terdaftar di
Bursa Efek Indonesi (BEI) sampai tanggal 31 Desember 2011. Data tersebut diperoleh
dari laporan keuangan perusahaan non-keuangan yang listing di BEI dari tahun 2007
sampai tahun 2011 yang diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory),
dan website Bursa Efek Indonesia. Sedangkan data harga saham dan level IHSG diperoleh
dari internet, yaitu www.yahoofinance.com. Pengambilan sampel penelitian dilakukan
dengan metode purposive sampling, adapun kriterianya adalah:
1. Perusahaan non-keuangan yang IPO dari tahun 2007 sampai tahun 2011.
2. Perusahaan yang memiliki anak perusahaan.
3. Perusahaan yang memiliki laporan keuangan atau prospektus satu tahun sebelum
melakukan penawaran umum perdana (IPO), pada saat IPO, dan satu tahun setelah IPO.
4. Perusahaan yang memiliki minimal satu transaksi yang tergolong sebagai transaksi
dengan pihak berelasi kategori piutang dan hutang.
Berikut adalah sampel penelitian berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan:
Tabel 1. Pemilihan Sampel Penelitian
Deskripsi Jumlah
Perusahaan non-keuangan yang IPO dari tahun 2007-2011
Operasionalisasi Variabel
Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen atau variabel bebas (Sekaran, 2003). Variabel
dependen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
Return on Assets (ROA) merupakan indikator yang umum dalam mendeteksi
manajemen laba (Aharony et al., 2000). Dalam penelitian Aharony et al., (2010)
kinerja laba diukur dengan menggunakan ROA jika ROA memuncak pada tahun IPO
tetapi pada pasca IPO, ROA kembali menurun sehingga terlihat apakah RPT berhubungan
dengan pola ROA pada saat IPO dengan cara menunjukkan manajemen laba.Nilai ROA
didapat dari perbandingan antara laba bersih perusahaan yang melakukan IPO pada
tahun IPO dengan jumlah aset kecuali kas pada saldo akhir tahun IPO. Jumlah kas
tidak diperhitungkan untuk menghilangkan cash effect akibat IPO. Penggunaan model
ini sesuai dengan penelitian Aharony et al., (2010), Guing dan Aria (2011).
ROAt=0 =
Laba Bersih
Total Aset∗
*Total aset yang digunakan kecuali kas pada tahun IPO
Buy-and-Hold Return (BHR) merupakan variabel yang akan digunakan untuk melihat
kinerja saham perusahaan pada periode setelah IPO. Metode buy-and-hold return dapat
diukur dengan rumusan berikut (Rahman dan Gutagol, 2008):
BHRi,t = ��=1 1 +��,� − ��=1(1 +��,�)
Keterangan:
ri,t = imbal hasil saham i pada hari t yang dihitung sebagai berikut:
ri,t =
sedangkan mi,t adalah imbal hasil dari Indeks Harga Saham Gabungan pada hari t yang
didapatkan dari perhitungan sebagai berikut:
mi,t = harga penutupan IHSG hari t0−harga penutupan IHSGi t−1
Harga penutupan IHSG t−1
Pengukuran kinerja jangka panjang imbal hasil saham perusahaan karena perbedaan
periode (tahun) IPO, maka akan digunakan imbal hasil harian perusahaan selama 1 tahun
yang akan dikategorikan ke dalam imbal hasil bulanan, dimana imbal hasil bulanan terdiri
dari 21 imbal hasil harian. Abnormal return saham 1 tahun dihitung dari awal April
setelah perusahaan melakukan IPO (tahun fiscal 0 berakhir) dihitung kedepan sampai
dengan 252 hari perdagangan.
Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang membantu menjelaskan
varians dalam variabel terikat (Sekaran, 2003). Variabel independen dalam penelitian ini,
Related Party Payable (RPT Hutang) merupakan perubahan rasio Related Party
Payable terhadap jumlah liabilitas pada saldo akhir tahun. Pengukuran ini dimaksudkan
untuk mendeteksi jumlah RPT Hutang yang tidak normal selama proses IPO. Penggunaan
model ini sesuai dengan penelitian Aharony et al., (2010), Guing dan Aria (2011).
∆RPT-Hutangi,t=0 =
Hutang kepada Pihak Berelasi pada tahun IPO
Total Liabilitas pada tahun IPO
-
Hutang kepada Pihak Berelasi pada tahun sebelum IPO
Total Liabilitas pada tahun sebelum IPO
∆RPT-Hutangi,t= 1 =
Hutang kepada Pihak Berelasi pada tahun setelah IPO
Total Liabilitas pada tahun setelah IPO
-Hutang kepada Pihak Berelasi pada tahun IPO
Total Liabilitas pada tahun IPO
Net Outstanding Corporate Loans to year -end Total Assets (NOREC) digunakan
untuk mengukur keberadaan tunneling pada periode setelah IPO. NOREC merupakan
perubahan rasio Net Outstanding Corporate Loans (didapat dari selisih piutang dan
hutang lain-lain kepada pihak berelasi) terhadap jumlah aset pada saldo akhir tahun.
Variabel Kontrol
Variabel kontrol digunakan untuk mengontrol hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen, karena variabel kontrol diduga dapat mempengaruhi variabel
dependen. Dalam penelitian ini menggunakan variabel kontrol, yaitu:
Non-Related Party Receivable (NRPT Piutang) merupakan perubahan rasio
Non-Related Party Receivable terhadap jumlah aset pada saldo akhir tahun. NRPT Piutang
diambil sebagai variabel kontrol karena pada kenyataannya dapat mempengaruhi
besarnya pendapatan perusahaan. Penggunaan model ini sesuai dengan penelitian
Aharony et al., (2010), Guing dan Aria (2011).
manajemen akan semakin ketat dan menyebabkan peningkatan kinerja perusahaan
perusahaan (Williamson, 1967). Penggunaan model ini sesuai dengan penelitian Aharony
et al., (2010), Guing dan Aria (2011).
SIZEi,t= 0 = Logaritma Natural dari Nilai Pasar Ekuitas Perusahaan pada tahun IPO
Market Return (MARKET) merupakan imbal hasil pasar (IHSG) dalam jangka waktu
satu hari sejak tanggal IPO untuk melihat risiko sistematis yang dialami perusahaan.
Penggunaan model ini sesuai dengan penelitian Aharony et al., (2010), Guing dan Aria
(2011).
MARKETi = Imbal Hasil Pasar Perusahaan yang IPO dalam Periode 1 Hari
Metode Analisis
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini penulis melakukan analisis
statistik regresi linear berganda dengan evaluasi hasil regresi menggunakan statistik
deskriptif, uji asumsi klasik, dan analisis regresi berganda.
Analisis Regresi
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda.
Analisis regresi digunakan untuk memprediksi dan/atau mengestimasi rata-rata populasi
atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan variabel independen yang diketahui
(Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2011).
Model untuk mendeteksi manajemen laba dalam proses IPO
Penggunaan model ini sesuai dengan penelitian Aharony et al., (2010), Guing dan
Aria (2011).
ROAi,t= 0 = α0 + α1∆RPT-Piutangi,t=0 + α2∆RPT-Hutangi,t=0 + α3∆NRPT-Piutangi,t=0 +
α4∆DEBTi,t= 0+ α5∆SIZEi,t= 0 + ɛi,t
Tabel 2. Deskripsi Variabel Model 1
Variabel Deskripsi
ROAi,t= 0 Rasio Laba Perusahaan terhadap Total Aset kecuali Kas pada
tahun IPO
∆RPT-Piutangi,t=0 Selisih Transaksi Piutang kepada Pihak-Pihak Berelasi pada tahun
IPO dengan tahun sebelum IPO
∆RPT-Hutangi,t=0 Selisih Transaksi Hutang dari Pihak-Pihak Berelasi pada tahun
IPO dengan tahun sebelum IPO
∆N
RPT-Piutangi,t=0
Selisih Transaksi Piutang selain RPT-Piutang pada tahun IPO dengan
tahun sebelum IPO
DEBTi,t= 0 Rasio antara Hutang Jangka Panjang dengan Total Aset
Perusahaan pada tahun IPO
SIZEi,t= 0 Logaritma Natural dari Nilai Pasar Ekuitas Perusahaan pada
tahun IPO
Model untuk mengukur akibat dari manajemen laba dan tunneling terhadap kinerja saham di pasar modal setelah proses IPO
Penggunaan model ini sesuai dengan penelitian Aharony et al., (2010), Guing dan
Aria (2011)
BHRi = f0 + f1∆RPT-Piutangi,t=0+ f2∆RPT-Hutangi,t=0+ f3∆NORECi,t= 1 + f4∆N
RPT-Piutangi,t=0+ f5∆NORECi,t= 0 + f6∆RPT-Piutangi,t= 1 + f7∆RPT-Hutangi,t= 1+ f8∆
NRPT-Piutangi,t= 1 + f9∆MARKETi + f10∆ROAi,t= 0 + f11∆SIZEi,t= 0 + ɛi,t
Tabel 3. Deskripsi Variabel Model 2
Variabel Deskripsi
BHRi Imbal Hasil Buy-and-Hold perhitungan dari selisih return perusahaan
dengan return market index
∆NORECi,t= 1 Perbandingan antara Selisih Piutang dan Hutang Lain-Lain dengan
Total Aset pada tahun setelah IPO dengan tahun IPO
∆NORECi,t= 0 Perbandingan antara Selisih Piutang dan Hutang Lain-Lain dengan
Total Aset pada tahun IPO dengan tahun sebelum IPO
∆RPT-Piutangi,t= 1 Selisih Transaksi Piutang kepada Pihak-Pihak Berelasi pada tahun
setelah IPO dengan tahun IPO
∆RPT-Hutangi,t= 1 Selisih Transaksi Hutang dari Pihak-Pihak Berelasi pada tahun
setelah IPO dengan tahun IPO
∆
NRPT-Piutangi,t= 1
Selisih Transaksi Piutang selain RPT-Piutang pada tahun setelah
IPO dengan tahun IPO
MARKETi Imbal Hasil Pasar Perusahaan yang IPO dalam Periode 1 Hari
Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah dengan
koefisien determinasi (R2), uji signifikansi simultan (uji statistik F), dan uji signifikansi
simultan (uji t).
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
model untuk menerangkan variasi variabel independen. Dalam Ghozali (2011), nilai yang
mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen. Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen
atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Penentuan penerimaan atau penolakan hipotesis
sebagai berikut:
1. Apabila nilai F > 0,05, maka semua variabel independen secara bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel dependen.
2. Apabila nilai F < 0,05, maka semua variabel independen secara bersama-sama
mempengaruhi variabel dependen.
Uji Signifikan Parameter Individual (Uji t)
Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial mempunyai
pengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Hipotesis akan diuji dengan
menggunakan tingkat signifikansi (α) sebesar 5 persen atau 0.05. Kriteria penerimaan atau
penolakan hipotesis akan didasarkan pada nilai probabilitas signifikansi. Jika nilai
probabilitas signifikansi < α, maka hipotesis diterima. Jika nilai probabilitas signifikansi > α,
maka hipotesis ditolak.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis Data
Statistika Deskriptif RPT
Berikut adalah statistika deskriptif nilai rata-rata perusahaan non-keuangan yang IPO
dari tahun 2007 sampai tahun 2011 untuk memberikan gambaran perubahan related party
Tabel 4. Statistika Deskriptif RPT
Keterangan Tabel: Diff0 = Perbandingan persentase antara tahun IPO dengan tahun
sebelum
IPO; Diff1 = Perbandingan persentase antara tahun setelah IPO dengan tahun IPO
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
Berdasarkan Tabel 4, terlihat RPT Piutang maupun NRPT Piutang perusahaan di
Indonesia mengalami penurunan pada periode sebelum IPO (Diff0) dan mengalami
penurunan lagi pada periode setelah IPO (Diff1). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
penurunan. Namun, hal ini bertentangan dengan hasil penelitian di Cina yang dilakukan oleh
Aharony et al. (2010) menunjukkan terjadinya peningkatan pada Diff0 sebagai pertanda
peningkatan laba perusahaan. Tetapi, pada Diff1 di Cina juga mengalami penurunan yang
mungkin terjadinya peningkatan laba pada Diff0 karena indikasi terjadinya manajemen laba.
Terjadi perbedaan juga dalam RPT Hutang yang dapat dilihat pada Diff0 dan Diff1,
rata-rata perusahaan Indonesia mengalami penurunan jumlah hutang karena terjadi penurunan
pembelian, sedangkan di Cina dalam penelitian Aharony et al. (2010) yang terjadi adalah
peningkatan jumlah pembelian pada Diff 0 dan Diff1. Peningkatan jumlah pembelian di Cina
disebabkan karena pada saat IPO, banyak perusahaan membebankan Harga Pokok Penjualan
(HPP) yang lebih rendah sehingga dapat meningkatkan laba. Hal ini menyebabkan
peningkatan jumlah pembelian pada tahun setelah IPO.
Selisih Piutang dan Hutang lain-lain, yang menunjukkan nilai negatif pada periode
sekitar IPO, yang artinya lebih tinggi hutang dibanding piutang kepada pihak berelasi.
Namun pada periode setelah IPO (Diff1) nilai ini semakin mengecil, yang dapat diartikan
bahwa pinjaman yang diberikan kepada pihak berelasi semakin meningkat. Hal ini sudah
dapat dijadikan indikasi awal terjadinya tunneling berupa pengalihan dana IPO dalam bentuk
pemberian pinjaman kepada pihak berelasi yang meningkat pada periode setelah IPO. Sejalan
dengan penelitian Aharony et al. (2010) di Cina dan Guing dan Aria (2011) di Indonesia,
selisih Piutang dan Hutang lain-lain cenderung meningkat setiap tahunnya yang menunjukkan
terjadinya pemberian pinjaman dari perusahaan yang IPO kepada pihak berelasi, dalam hal
ini pemegang saham pengendali.
Statistika Deskriptif Variabel
Uji statistika deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum atau
karakteristik data yang digunakan dalam penelitian ini. Deskripsi suatu data dapat dilihat dari
Pengujian statistika deskriptif variabel ROAt=0 memiliki nilai minimum 0,09% yang
dimiliki oleh PT. Visi Media Asia Tbk dan nilai maksimum 20,88% yang dimiliki oleh PT.
Bukit Uluwatu Villa Tbk.Rata-rata ROA pada periode tahun IPO (ROAi,t=0) adalah sebesar
6,7322%. Nilai rata-rata menunjukkan ROA positif berarti bahwa perusahaan-perusahaan
sampel cenderung memiliki laba positif pada laporan keuangan pada saat IPO. Nilai standar
deviasi sebesar 5,52498 lebih kecil dari nilai rata-rata, dengan demikian data ROAi,t=0 dalam
penelitian ini penyebarannya merata, artinya perbedaan data satu dengan yang lainnya tidak
terlalu tinggi.
Pengujian statistika deskriptif variabel BHRi memiliki nilai minimum -0,03 yang
dimiliki oleh PT. Bayan Resources Tbk dan nilai maksimum 0,17 yang dimiliki oleh PT. Jaya
Konstruksi Manggala Pratama Tbk.Rata-rata BHRi yang digunakan untuk melihat kinerja
saham perusahaan pada periode setelah IPO adalah sebesar 0,0227. Nilai rata-rata
menunjukkan BHRi positif berarti bahwa perusahaan-perusahaan sampel cenderung memiliki
return saham yang meningkat setelah IPO. Nilai standar deviasi sebesar 0,04533 lebih besar
dari nilai rata-rata, dengan demikian data BHRi dalam penelitian ini memiliki penyebaran
yang tidak merata.
Pengujian statistika deskriptif variabel ∆RPT-Piutangi,t=0 memiliki nilai minimum
-8,60 yang dimiliki oleh PT. Visi Media Asia Tbk dan nilai maksimum 3,45 yang dimiliki
oleh PT. Bisi International Tbk. Rata-rata perubahan piutang pada pihak-pihak berelasi
(∆RPT-Piutangi,t=0) dalam bentuk rasio terhadap total asset adalah sebesar -0,9002. Secara
rata-rata ∆RPT-Piutangi,t=0 menunjukkan negatif berarti bahwa terjadi penurunan piutang
terhadap pihak-pihak berelasi pada saat menjelang IPO. Nilai standar deviasi sebesar 2,19098
lebih besar dari nilai rata-rata, dengan demikian data ∆RPT-Piutangi,t=0 dalam penelitian ini
Pengujian statistika deskriptif variabel ∆RPT-Piutangi,t=1 memiliki nilai minimum
-2,05 yang dimiliki oleh PT. Harum Energy Tbk dan nilai maksimum 2,70 yang dimiliki oleh
PT. Darma Henwa Tbk. Rata-rata perubahan piutang pada pihak-pihak berelasi (∆RPT
-Piutangi,t=1) dalam bentuk rasio terhadap total asset adalah sebesar -0,0848. Secara rata-rata
∆RPT-Piutangi,t=1 menunjukkan negatif berarti bahwa terjadi penurunan piutang terhadap
pihak-pihak berelasi pada saat setelah IPO. Nilai standar deviasi sebesar 0,95474 lebih besar
dari nilai rata-rata, dengan demikian data ∆RPT-Piutangi,t=1 dalam penelitian ini memiliki
penyebaran yang tidak merata.
Pengujian statistika deskriptif variabel ∆RPT-Hutangi,t=0 memiliki nilai minimum
-5,33 yang dimiliki oleh PT. Panorama Transportasi Tbk dan nilai maksimum 3,83 yang
dimiliki oleh PT. Harum Energy Tbk.Rata-rata perubahan hutang pada pihak-pihak berelasi
(∆RPT-Hutangi,t=0) dalam bentuk rasio terhadap total kewajiban adalah sebesar -0,1655.
Secara rata-rata ∆RPT-Hutangi,t=0 menunjukkan negatif berarti bahwa terjadi penurunan
hutang terhadap pihak-pihak berelasi pada saat menjelang IPO. Nilai standar deviasi sebesar
2,02433 lebih besar dari nilai rata-rata, dengan demikian data ∆RPT-Hutangi,t=0 dalam
penelitian ini memiliki penyebaran yang tidak merata.
Pengujian statistika deskriptif variabel ∆RPT-Hutangi,t=1 memiliki nilai minimum
-3,13 yang dimiliki oleh PT. Panorama Transportasi Tbk dan nilai maksimum 2,13 yang
dimiliki oleh PT. Darma Henwa Tbk. Rata-rata perubahan hutang pada pihak-pihak berelasi
(∆RPT-Hutangi,t=1) dalam bentuk rasio terhadap total kewajiban adalah sebesar -0,1340.
Secara rata-rata ∆RPT-Hutangi,t=1 menunjukkan negatif berarti bahwa terjadi penurunan
hutang terhadap pihak-pihak berelasi pada saat setelah IPO. Nilai standar deviasi sebesar
1,17791 lebih besar dari nilai rata-rata, dengan demikian data ∆RPT-Hutangi,t=1 dalam
Pengujian statistika deskriptif variabel ∆NORECi,t= 0 memiliki nilai minimum -3,63
yang dimiliki oleh PT. Wintermar Offshore Marine Tbk dan nilai maksimum 3,30 yang
dimiliki oleh PT. Greenwood Sejahtera Tbk. Rata-rata perubahan Net Outstanding
Corporate Loans to year-end Total Assets (∆NORECi,t= 0) yang diproksikan dengan
menggunakan selisih piutang dan hutang lain-lain kepada pihak berelasi terhadap jumlah
asset menunjukkan rata-rata sebesar 0,4601. Secara rata-rata ∆NORECi,t= 0 menunjukkan
positif berarti bahwa terjadi kenaikan selisih piutang dan hutang lain-lain terhadap
pihak-pihak berelasi pada saat menjelang IPO. Nilai standar deviasi sebesar 1,46240 lebih besar
dari nilai rata-rata, dengan demikian data ∆NORECi,t= 0 dalam penelitian ini memiliki
penyebaran yang tidak merata.
Pengujian statistika deskriptif variabel ∆NORECi,t= 1 memiliki nilai minimum -3,30
yang dimiliki oleh PT. Panorama Transportasi Tbk dan nilai maksimum 2,53 yang dimiliki
oleh PT. Megapolitan Developments Tbk.Rata-rata perubahan Net Outstanding Corporate
Loans to year-end Total Assets (∆NORECi,t= 1) yang diproksikan dengan menggunakan
selisih piutang dan hutang lain-lain kepada pihak berelasi terhadap jumlah asset
menunjukkan rata-rata sebesar -0,1060. Secara rata-rata ∆NORECi,t= 1 menunjukkan negatif
berarti bahwa terjadi penurunan selisih piutang dan hutang lain-lain terhadap pihak-pihak
berelasi pada saat setelah IPO. Nilai standar deviasi sebesar 0,968888 lebih besar dari nilai
rata-rata, dengan demikian data ∆NORECi,t= 1 dalam penelitian ini memiliki penyebaran yang
tidak merata.
Pengujian statistika deskriptif variabel ∆NRPT-Piutangi,t=0 memiliki nilai minimum
-6,56 yang dimiliki oleh PT. Indo Tambangraya Megah Tbk dan nilai maksimum 5,84 yang
dimiliki oleh PT. Bayan Resources Tbk. Rata-rata perubahan non-piutang pada pihak-pihak
berelasi (∆NRPT-Piutangi,t=0) sebagai variable kontrol dalam bentuk rasio terhadap total asset
bahwa terjadi penurunan non-piutang terhadap pihak-pihak berelasi pada saat menjelang IPO.
Nilai standar deviasi sebesar 3,24190 lebih besar dari nilai rata-rata, dengan demikian data
∆NRPT-Piutangi,t=0 dalam penelitian ini memiliki penyebaran yang tidak merata.
Pengujian statistika deskriptif variabel ∆NRPT-Piutangi,t=1 memiliki nilai minimum
-4,34 yang dimiliki oleh PT. Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk dan nilai maksimum
4,04 yang dimiliki oleh PT. Harum Energy Tbk.Rata-rata perubahan non-piutang pada
pihak-pihak berelasi (∆NRPT-Piutangi,t=1) sebagai variable kontrol dalam bentuk rasio terhadap
total asset adalah sebesar -0,0208. Secara rata-rata ∆NRPT-Piutangi,t=1 menunjukkan negatif
berarti bahwa terjadi penurunan non-piutang terhadap pihak-pihak berelasi pada saat setelah
IPO. Nilai standar deviasi sebesar 2,14971 lebih besar dari nilai rata-rata, dengan demikian
data ∆NRPT-Piutangi,t=1 dalam penelitian ini memiliki penyebaran yang tidak merata.
Pengujian statistika deskriptif variabel kontrol DEBTi,t=0 memiliki nilai minimum 0,38
yang dimiliki oleh PT. PP (Persero) Tbk dan nilai maksimum 38,47 yang dimiliki oleh PT.
Destinasi Tirta Nusantara Tbk. Variabel kontrol financial leverage (DEBTi,t=0) dalam
penelitian ini yang diproksikan dengan menggunakan hutang jangka panjang dibagi dengan
total asset perusahaan pada tahun IPO dari seluruh sampel penelitian selama tahun penelitian
menunjukkan rata-rata sebesar 12,6616. Nilai standar deviasi sebesar 11,12179 lebih kecil
dari nilai rata-rata, dengan demikian data financial leverage dalam penelitian ini
penyebarannya merata, artinya perbedaan data satu dengan yang lainnya tidak terlalu tinggi.
Pengujian statistika deskriptif variabel kontrol SIZEi,t=0 memiliki nilai minimum 24,99
yang dimiliki oleh PT. Indika Energy Tbk dan nilai maksimum 30,94 yang dimiliki oleh PT.
Harum Energy Tbk.Variabel kontrol ukuran perusahaan (SIZEi,t=0) dalam penelitian ini yang
diproksikan dengan menggunakan nilai ekuitas perusahaan dalam bentuk transformasi
logaritma natural dari seluruh sampel penelitian selama tahun penelitian menunjukkan
dengan demikian data ukuran perusahaan dalam penelitian ini penyebarannya merata, artinya
perbedaan data satu dengan yang lainnya tidak terlalu tinggi.
Pengujian statistika deskriptif variabel kontrol MARKETi,t=0 memiliki nilai minimum
-0,04 yang dimiliki oleh PT. Trada Maritime Tbk dan nilai maksimum 0,03 yang dimiliki
oleh PT. Megapolitan Developments Tbk. Variabel kontrol market return (MARKETi,t=0)
dalam penelitian ini yang diproksikan dengan menggunakan imbal hasil pasar (IHSG) dalam
jangka waktu satu hari sejak tanggal IPO menunjukkan rata-rata sebesar -0,0009. Nilai standar
deviasi sebesar 0,01383 lebih besar dari nilai rata-rata, dengan demikian data MARKETi,t=0
dalam penelitian ini memiliki penyebaran yang tidak merata.
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011). Hipotesis akan diuji
dengan menggunakan tingkat signifikansi (α) sebesar 5 persen atau 0,05. Jika nilai
probabilitas signifikansi > α, maka hipotesis diterima yang berarti data residual berdistribusi
normal.
Uji normalitas pada tabel lampiran 4 menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov
model regresi 1 adalah 0,567 dan signifikan pada 0,905 yang melebihi nilai α = 0,05 dan nilai
Kolmogorov-Smirnov model regresi 2 adalah 1,030 dan signifikan pada 0,239 yang melebihi
nilai α = 0,05. Hal ini berarti bahwa data residual pada model 1 dan model 2 terdistribusi
normal.
Uji Multikolinieritas
Dalam penelitian ini digunakan uji Multikolinieritas untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi
Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika
nilai tolerance di atas 10% dan nilai VIF di bawah 10, maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi bebas multikolinearitas.
Hasil perhitungan nilai Tolerance pada tabel lampiran 4 menunjukkan bahwa tidak
ada variabel independen yang memiliki nilai kurang dari 0,10 dan hasil perhitungan nilai VIF
juga menunjukkan tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam
model regresi pada model 1 dan model 2.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya) (Ghozali, 2011). Kriteria yang digunakan dalam mendeteksi adanya
autokorelasi dalam model regresi linier berganda adalah sebagai berikut (Santoso, 2000):
1. Jika nilai d < −2, maka ada autokorelasi positif.
2. Jika −2 ≤d ≤ 2, maka tidak ada autokorelasi.
3. Jika nilai d > 2, maka ada autokorelasi negatif.
Melihat dari nilai DW pada tabel lampiran 4 model regresi 1 adalah 1.710 maka
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan DW hitung berada diantara -2 dan 2, yakni -2 ≤
1.710 ≤ 2 dan nilai DW pada tabel model regresi 2 adalah 1.695 maka berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan DW hitung berada diantara -2 dan 2, yakni -2 ≤ 1.695 ≤ 2 maka ini
berarti tidak terjadi autokorelasi pada model 1 dan model 2.
Uji Hesteroskedastisitas
Heteroskedasitas merupakan kedalam menunjukan faktor penganggu (error) tidak
konstan. Dalam hal ini terjadi korelasi antara faktor pengganggu dengan variabel penjelas.
(Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi gejala heteroskedasitas, salah satunya dapat
menggunakan Uji Glejser, Jika probabilitas signifikan > 0.05, maka model regresi tidak
mengandung heteroskedastisitas (Ghozali, 2011).
Uji hesteroskedasitas pada tabel lampiran 4 menunjukkan bahwa tidak ada satupun
variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai
Absolut Ut (AbsUt). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat
kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi model 1 dan model 2 tidak
mengandung adanya heteroskedastisitas.
Pengujian Hipotesis
Manajemen Laba Melalui Transaksi Pihak Berelasi dalam proses IPO (Model 1)
Koefisien Determinasi (R2)
Tabel hasil regresi model 1 pada lampiran 5 menunjukkan bahwa besarnya adjusted
R2 adalah 0,314. Hal ini berarti bahwa 31,4% terjadinya manajemen laba yang diwakili oleh
ROAt=0 dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variabel kontrol yaitu ∆RPT
-Piutangi,t=0, ∆RPT-Hutangi,t=0 , ∆NRPT-Piutangi,t=0, DEBTi,t=0, SIZEi,t=0, sedangkan sisanya
sebesar 68,6% ROAt=0 dapat dijelaskan oleh variabel lain.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Tabel hasil regresi model 1 pada lampiran 5 menunjukkan bahwa nilai F hitung
sebesar 3,833 dengan probabilitas sebesar 0,010. Nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05
menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi manajemen laba
yang diwakili oleh ROAt=0. Jadi dapat disimpulkan bahwa ∆RPT-Piutangi,t=0, ∆RPT
-Hutangi,t=0 , ∆NRPT-Piutangi,t=0, DEBTi,t=0, SIZEi,t=0 secara bersama – sama berpengaruh
Uji Signifikan Parameter Individual (Uji t)
Berdasarkan tabel hasil regresi model 1 pada lampiran 5 pengujian hipotesis 1a
tentang kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif
terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO
menghasilkan nilai t sebesar 2,386 dengan signifikansi sebesar 0,025. Nilai probabilitas
signifikansi yang kurang dari 0,05 tersebut menunjukkan bahwa RPT Piutang pada periode
sebelum IPO berpengaruh positif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada
periode sebelum IPO. Oleh karena itu, hipotesis 1a yang menyatakan bahwa “Kenaikan
transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh positif terhadap
manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO” diterima.
Pengujian hipotesis 1b tentang kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode
sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap manajemen laba yang dilakukan perusahaan
pada periode sebelum IPO menghasilkan nilai t sebesar 2,179 dengan signifikansi sebesar
0,039. Nilai probabilitas signifikansi yang kurang dari 0,05 tersebut menunjukkan bahwa
RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh terhadap manajemen laba yang
dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO. Namun, karena arah koefisien regresi RPT
Hutang bertanda positif maka hipotesis 1b yang menyatakan bahwa “Kenaikan transaksi
RPT Hutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
yang dilakukan perusahaan pada periode sebelum IPO” tidak didukung.
Manajemen laba dan tunneling terhadap kinerja saham di pasar modal setelah proses IPO (Model 2)
Koefisien Determinasi (R2)
Tabel hasil regresi model 2 pada lampiran 5 menunjukkan bahwa besarnya adjusted
R2 adalah 0,534. Hal ini berarti bahwa 53,4% terjadinya buy-and-hold return (BHR) dapat
-Hutangi,t=0, ∆NORECi,t=1, ∆NRPT-Piutangi,t=0, ∆NORECi,t=0, ∆RPT-Piutangi,t=1, ∆RPT
-Hutangi,t=1, ∆NRPT-Piutangi,t=1, MARKETi,t=0, ROAt=0, SIZEi,t=0, sedangkan sisanya sebesar
45,2% BHRi dapat dijelaskan oleh variabel lain.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Tabel hasil regresi model 2 pada lampiran 5 menunjukkan bahwa nilai F hitung
sebesar 4,228 dengan probabilitas sebesar 0,003. Nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05
menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi buy-and-hold return
(BHRi). Jadi dapat disimpulkan bahwa ∆RPT-Piutangi,t=0, ∆RPT-Hutangi,t=0, ∆NORECi,t=1,
∆NRPT-Piutangi,t=0, ∆NORECi,t=0, ∆RPT-Piutangi,t=1, ∆RPT-Hutangi,t=1, ∆NRPT-Piutangi,t=1,
MARKETi,t=0, ROAt=0, SIZEi,t=0 secara bersama – sama berpengaruh terhadap BHRi.
Uji Signifikan Parameter Individual (Uji t)
Berdasarkan tabel hasil regresi model 2 pada lampiran 5 pengujian hipotesis 2a
tentang kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO berpengaruh negatif
terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO menghasilkan nilai t sebesar -0,671 dengan
signifikansi sebesar 0,510. Nilai probabilitas signifikansi yang lebih dari 0,05 tersebut
menunjukkan bahwa kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO tidak
berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO. Oleh karena itu, hipotesis 2a
yang menyatakan bahwa “Kenaikan transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO
berpengaruh negatif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO” tidak diterima.
Pengujian hipotesis 2b tentang kenaikan transaksi RPT Hutang pada periode
sebelum IPO berpengaruh positif terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO
menghasilkan nilai t sebesar 1,625 dengan signifikansi sebesar 0,120. Nilai probabilitas
signifikansi yang lebih dari 0,05 tersebut menunjukkan bahwa kenaikan transaksi RPT
Hutang pada periode sebelum IPO tidak berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan