• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

Percobaan 2 Pengujian Ketahanan terhadap Antraknosa, Hawar Phytophthora dan Layu Bakteri

a. Pengujian Ketahanan terhadap Antraknosa (Colletotrichum acutatum)

Pengujian ketahanan 22 genotipe cabai terhadap penyakit antraknosa dilakukan di laboratorium (Lampiran 2). Inokulum yang digunakan adalah C. acutatum isolat PYK 04 yang merupakan koleksi Dr. Widodo di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB (Gambar 2). Percobaan ini menggunakan buah hijau yang sudah tua. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan 3 ulangan, masing-masing satuan percobaan terdiri dari 20 buah cabai.

Gambar 2 Inokulum C.acutatum isolat PYK 04.

(a) isolat tampak depan; (b) isolat tampak belakang; (c) konidia

Persiapan inokulum dan inkubasi setelah inokulasi mengikuti prosedur AVRDC. Isolat ditumbuhkan pada media PDA pada suhu 280C di bawah lampu

fluorescent selama 16 jam terang dan delapan jam gelap. Setelah tujuh hari, media PDA disiram aquades dan konidia diambil dari cawan. Kepadatan inokulum diatur mencapai 5.0 x 105 konidia/ml dengan haemocytometer (AVRDC 2003).

Sebelum diinokulasi, buah dicuci dengan aquades. Inokulasi dilakukan dengan cara menyuntikkan 2 μl suspensi konidia sebanyak 2 suntikan pada daerah yang berbeda (untuk buah yang berukuran kecil dari 4 cm hanya 1 suntikan per buah). Buah ditempatkan di atas kawat dalam bak plastik. Kelembaban dijaga dengan meletakkan tissue basah di dalam bak plastik. Lalu bak ditutup plastik hitam dan diinkubasi pada suhu 250C selama 5 hari (Gambar 3). Pengamatan kejadian penyakit dilakukan lima hari setelah inokulasi (AVRDC 2003). Kejadian penyakit (KP) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

KP =

N n

x 100%

Ket: KP = kejadian penyakit

n = jumlah buah yang terserang, yaitu jika diameter serangan > 4mm N = jumlah buah total

Gambar 3 Tahapan pelaksanan inokulasi C. acutatum isolat PYK 04.

(a) buah yang telah dicuci; (b) inokulasi; (c) inkubasi dalam bak plastik

a b c

a b c

Kriteria ketahanan terhadap penyakit antraknosa berdasarkan kejadian penyakit menggunakan metode Yoon (2003) yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit antraknosa

Kejadian penyakit (%) Kriteria

0 ≤ KP ≤ 10 Tahan

10 < KP≤ 20 Moderat

KP> 20 Rentan

b. Pengujian Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Phytophthora (Phytophthora capsici Leonian)

Pengujian ketahanan terhadap penyakit hawar phytophthora menggunakan 22 genotipe cabai di lapang (Lampiran 2). Inokulasi menggunakan biakan murni cendawan Phytophthora capsici isolat TG01 yang merupakan koleksi Dr. Widodo, Departemen Proteksi Tanaman, IPB (Gambar 4). Cendawan ini dikulturkan pada media agar V-8. Yunianti (2007) melaporkan bahwa isolat P. capsici TG01 digolongkan ke dalam ras 1. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan genotipe sebagai faktor tunggal. Setiap genotipe dari 20 tanaman dan diulang dua kali.

Gambar 4 Inokulum P. capsici isolat TG01.

(a) isolat tampak depan; (b) isolat tampak belakang; (c) zoospora

Dalam mempersiapkan inokulum, P. capsici ditumbuhkan pada media yang berisi V-8 juice. Potongan koloni 7 mm dipindahkan ke cawan petri yang berdiameter 9 cm dan diinkubasi selama 4 hari pada suhu 280C. Kemudian kultur dipotong menjadi 4 bagian dengan pisau steril dan dipindahkan ke cawan petri steril lalu dipotong menjadi blok berukuran kira-kira 0.5 cm2. Tambahkan air steril hingga permukaan blok agar dan inkubasi pada suhu kamar. Sejam kemudian

tambahkan air steril melebihi permukaan agar. Kemudian inkubasi dilakukan secara bertahap yaitu dalam kondisi terang pada suhu 280C selama 24 jam yang bertujuan untuk pembentukan sporangia, inisiasi zoospora dilakukan pada suhu 40C selama 2 jam dan terakhir dalam suhu ruang pada kondisi terang selama 1 jam untuk pelepasan zoospora. Untuk mendapatkan zoospora dengan kerapatan 5 x 105 dihitung dengan menggunakan haemocytometer (Yunianti 2007).

Pada saat bibit berumur 28 hari diinokulasi dengan cara menyiramkan inokulum pada pangkal batang sebanyak 5 ml (105 zoospora/ml) (Gambar 5). Kemudian bibit diinkubasi pada suhu kamar dan dijaga kelembaban medianya dengan penyiraman sesuai kebutuhan. Batang tanaman yang terinfeksi diisolasi pada media V-8 juice selama 5 hari lalu diamati secara mikroskopis.

Gambar 5 Inokulasi P. capsici pada tanaman berumur 28 hari.

Pengamatan dilakukan pada kejadian penyakit (KP), yaitu persentase serangan penyakit pada suatu populasi. Pengelompokan kelas ketahanan mengikuti standar AVRDC dalam Yunianti (2007) yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria ketahanan cabai terhadap penyakit hawar phytophthora

Kejadian Penyakit (%) Kriteria

0 -20 Tahan

21-50 Agak Tahan

51-80 Rentan

81-100 Sangat Rentan

Pengujian ketahanan terhadap penyakit layu bakteri dilakukan di lapang pada 22 genotipe cabai (Lampiran 2). R. Solanacearum isolat CHG7 yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman IPB yang berasal dari Ciherang, Bogor. Media yang digunakan untuk perbanyakan inokulum adalah King’s B. Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan genotipe sebagai faktor tunggal dan diulang dua kali. Setiap satuan percobaan terdiri dari 20 tanaman dan ditanam pada baki semai yang berisi media steril.

Tanaman yang terserang layu bakteri dipotong pangkal batangnya dan dicuci dengan aquades steril, lalu disemprot alkohol dan dibilas sampai bersih dengan aquades steril. Kemudian batang tersebut dipotong sepanjang 2 cm dengan pisau steril dan direndam dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml aquades steril selama 15 menit. Potongan akan mengeluarkan lendir yang berwarna putih kekuningan atau putih kotor. Suspensi R. solanacearum dipindahkan ke cawan petri yang berisi media 2,3,5 Triphenyl Tetrazolium Chlorida (TTC) dengan menggunakan lup dan diinkubasi selama 48 jam. Koloni yang berwarna putih kotor dengan pusat merah muda merupakan ciri dari R. solanacearum yang virulen. Koloni ciri tersebut dipindahlan ke media TTC dan diulang dua kali sampai diperoleh kultur murni R. solanacearum. Biakan murni yang diperoleh diperbanyak dengan menggunakan media King’s B dan diinkubasi selama 48 jam. Suspensi R. solanacearum didapat dengan memindahkan massa bakteri ke dalam aquades dan diukur konsentrasinya mencapai nilai O.D. sebesar 0.3 pada 600 nm yang setara dengan 108 colony forming unit (CFU)/ml dengan spektrometer (Yulianah 2007).

Inokulasi dilakukan dengan cara menyiramkan 30 ml suspensi bakteri pada bibit yang berumur 30 hari (5-6 daun). Penyiraman dilakukan pada daerah perakaran yang telah dilukai pada kedua sisi tanaman dengan pisau (Gambar 6). Pemupukan dengan melarutkan 1 g NPK dalam 1 liter air. Penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari tergantung kondisi tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika diperlukan.

Gambar 6 Persiapan dan inokulasi R. solanaceraum penyebab layu bakteri.

Variabel yang diamati adalah kejadian penyakit (KP). Pengamatan dilakukan pada tanaman berumur 4 minggu setelah inokulasi. Respon ketahanan terhadap layu bakteri berdasarkan kejadian penyakit menggunakan metode Peter

et al. (1993) yang dimodifikasi dalam Yulianah (2007) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kriteria ketahanan cabai terhadap layu bakteri

Kejadian penyakit (%) Respon ketahanan

0 ≤ X < 20 Tahan

20 ≤ X ≤ 40 Agak Tahan

40 < X ≤ 60 Agak Rentan

> 60 Rentan

Percobaan 3: Pendugaan Parameter Genetik Menggunakan Analisis Dialel